HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Peranan Keterangan Terdakwa Sebagai Alat Bukti Oleh Hakim dlm Memutus Perkara Kealpaan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan keterangan terdakwa sebagai alat bukti oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain di jalan raya dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain di jalan raya Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi Penelitian yaitu di Pengadilan Negeri Surakarta. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundangundangan, arsip, dokumen dan lain-lain. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Bahwa peranan keterangan terdakwa sebagai alat bukti oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain di jalan raya adalah bahwa keterangan terdakwa hanya merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan dan harus didukung alat bukti lain dengan aturan minimal 2 alat bukti, bahwa alat bukti keterangan terdakwa, bukan alat bukti yang memiliki sifat mengikat dan menentukan.tetapi harus didukung dengan alat bukti yang lain. Keterangan terdakwa saja tidak cukup membuktikan kesalahanya walaupun dia telah mengakui perbuatanya, keterangan terdakwa mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas yaitu bahwa hakim dapat menerima atau menyingkirkan sebagai alat bukti dengan jalan mengemukan alasan-alasannya. Juga terdakwa tidak di sumpah, keterangan terdakwa dapat dijadikan keyakinan oleh hakim dalam memutus atau memeriksa perkara tersebut. Karena sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas batas minimum pembuktian haruslah dibarengi adanya keyakinan hakim bahwa memang terdakwalah yang bersalah dalam melakukan tindak pidana tersebut. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara kealpaan yang mengakibatkan matinya orang lain di jalan raya adalah keterangan yang diberikan oleh para saksi, antara saksi yang satu dengan saksi yang lain tidak saling bersesuaian, keterangan saksi yang diberikan dipersidangan dengan keterangan terdakwa tidak bersesuaian, kurangnya bukti yang sebanyak dan seakurat mungkin dari keterangan saksi menyebabkan hakim kesulitan dalam mempertimbangkan hukum untuk memutus perkara yang besangkutan, menentukan siapa yang benar-benar bersalah atau lalai dalam tindak pidana.

BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah
Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat. Masyarakat senantiasa berkembang sehingga kejahatan itu senantiasa ada seiring dengan perubahan tersebut. Tidak ada satu negara pun yang sepi dari kejahatan baik negara maju maupun negara berkembang. Kejahatan adalah suatu gejala normal di dalam setiap masyarakat yang bercirikan heteroginitas dan perkembangan sosial dan karena iti tidak mungkin dimusnakan sampai tuntas. (Emile Durkheim dalam Ninik Widiyanti dan Panji Anogara,1987:2). Kejahatan terjadi disetiap waktu, tempat dan negara, bahkan sekarang ini dapat kita rasakan semakin hari angka kejahatan semakin meningkat dan meluas sehingga dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Semakin tingginya angka kejahatan menuntut dan mengharuskan hukum dapat berjalan efektif dalam mencegah dan mengurangi tingginya tingkat kriminalitas. Hal yang paling utama adalah sikap mental yang bagus dari aparat penegak hukum karena meskipun pembaharuan hukum dilakukan akan tetapi tidak dibarengi dengan pembinaan para aparatnya, maka hukum yang diperbarui tidak akan berarti apa-apa. Akan tetapi selain hal diatas peningkatan kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri sangat diperlukan agar masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepadanya dan kewajiban yang dibebankan pada masyarakat itu sendiri.

Indonesia adalah negara hukum yang demokratis yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, sehingga sebagai negara hukum segala tindakan pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga yang lain didasarkan atas hukum yang berlaku dan dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum. Sebagai negara hukum, maka seharusnya hukum dapat berperan di segala bidang kehidupan baik bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi hukum harus dilaksanakan, pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggran hukum, dalam hal ini hukum yang dilanggar harus ditegakkan. Hukum ditujukan kepada pelakunya yang kongkrit, yaitu pelaku pelanggran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyerpurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan ( Sudikno Mertokusumo,2003:12). Disetiap negara hukum pelaku penympangan aturanaturan hukum diharuskan mempertanggung jawabkan perbuatanya, suatu perbuatan dapat di pidana apabila perbuatan tersebut memenuhi unsurkesalahan yang telah dirumuskan oleh Undang-Undang, kesalahan tersebut dapat berupa dua macam yaitu: kesengajaan atau opzet dan kurang hati-hati atau culpa. Pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya kesengajaan, tetapi terhadap sebagian dari padanya bahwa disamping kesengajaan itu orang juga sudah dapat di pidana bila kesalahan yang berbentuk kealpaan. Kealpaan berasal dari kata culpa yaitu kesalahan pada umumnya.

Dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti suatu macam kesalahan sipelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan yaitu karena si pelaku kurang hati-hati, sehingga mengakibatkan yang tidak disengaja terjadi yang merugikan orang lain sehingga masuk dalam tindak pidana. Kurang hatihati sifatnya bertingkat-tingkat, ada orang yang dalam melakukan suatu pekerjaan sangat berhati-hati, ada yang kurang lagi dan ada yang lebih kurang lagi. Dilihat dari psikologis kesalahan itu harus dicari dalam batin si pelaku yaitu hubungan batin dengan perbuatan yang dilakukan, sebab ia tidak menyadari akibat dari perbuatanya itu. Dalam menilai ada tidaknya hubungan batin antara seseorang yang melakukan kealpaan dengan akibat yang terlarang tidaklah diambil pendirian seseorang pada umumnya, tetapi diperhatikan keadaan seseorang itu. Seseorang dapat dikatakan mempunyai kesalahan didalam melakukan perbuatanya apabila orang tersebut telah melakukan perbuatan tanpa disertai kehati-hatian dan perhatian seperlunya yang mungkin dia dapat berikan. Tidak semua kealpaan menjadi syarat suatu delik, hanya kealpaan yang hebat atau culpa lata saja. Ada kalanya suatu akibat dari tindak pidana karena kealpaan begitu berat merugikan kepentingan seseorang bahkan kadang-kadang tidak kalah besarnya dibanding kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakan yang berunsur opzet. Seperti contoh yang sering terjadi di kehidupan kita sehari- hari kecelakan yang terjadi di jalan. Di dalam ilmu hukum pidana, kecelakaan merupakan salah satu bentuk tindak pidana, jikalau korbannya mengalami luka-luka terlebih lagi sampai meninggal dunia. Kecelakaan atau juga disebut dengan tindak pidana lalu lintas jalan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kecelakaan lalu lintas ini diatur pada Pasal 359 dan Pasal 360, yang bunyinya : Pasal 359 “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Pasal 360, ayat (1) “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat lukaluka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Pasal 360, ayat (2) “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah”. Berdasar hal tersebut di atas maka pembuat kecelakan lalu lintas jalan bisa diajukan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, meskipun tidak ada unsur kesengajaan terhadap perbuatannya. Adanya unsur kesalahan dari korban tetap saja pembuat akan masuk dalam kategori tindak pidana sesuai dengan pengaturan dalam kedua pasal tersebut di atas yang unsur utamanya adalah kealpaan yang menyebabkan orang lain menderita luka-luka, luka berat atau meninggal dunia. Hal ini mempunyai maksud meskipun tidak ada kesengajaan dari pembuatnya, tetap saja sudah masuk dalam kualifikasi Pasal 359 atau Pasal 360 KUHP. Suatu perbuatan dapat disebut sebagai tindak pidana diperlukan suatu pembuktian disidang pengadilan, pembuktian meupakan masalah yang memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan karena dalam pembuktian ditentukan kesalahan. Dalam pembuktian .keterangan terdakwa merupakan salah satu alat bukti yang digunakan oleh hakim untuk memeriksa dan memutus suatu perkara dalam persidangan. Keterangan terdakwa mempunyai kekuatan pembuktian bebas, sehingga tidak mengikat hakim. Keterangan terdakwa tidak dapat berdiri sendiri, ia harus diperkuat dengan alat bukti yang sah lainnya, sehingga meskipun terdakwa mengakui kesalahannya tetap masih diperlukan minimal satu alat bukti lagi untuk mencapai suatu minimum pembuktian. Setelah adanya minimum dua alat bukti yang sah, masih diperlukan lagi keyakinan hakim tentang telah terbuktinya suatu tindak pidana dan terbukti pula bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan selanjutnya menyusun kedalam sebuah penulisan hukum dengan judul : “PERANAN KETERANGAN TERDAKWA SEBAGAI ALAT BUKTI OLEH HAKIM DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA KEALPAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAIN DI JALAN RAYA.”( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?