HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Penerapan Alat Bukti Petunjuk Oleh Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana Pembunuhan

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan dan apa kendala dalam penerapan alat bukti petunjuk tesebut bagi hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan beserta solusinya. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum empiris. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Jenis data yang dipergunakan ialah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau dari lapangan dengan cara mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya, melainkan dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku literatur, hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara hakim menerapkan alat bukti petunjuk tidak hanya terbatas pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP yang membatasi penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim hanya pada keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, tetapi dapat juga diperoleh dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan antara lain keterangan ahli, oleh TKP dan barang bukti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberi masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya yang berkaitan dengan penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan dan juga mengetahui kendala yang dihadapi beserta solusi dalam penerapan alat bukti petunjuk.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka. Hal ini berarti memberi konsekuensi negara menjamin bahwa setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan agar dapat tercipta keseimbangan dalam masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dalam segala aspek kehidupan. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antar masyarakat, maka diperlukan sebuah aturan hukum yang menjamin terciptanya kepastian hukum, keadilan dan keseimbangan dalam hubungan masyarakat di suatu negara. Dalam hal ini fungsi hukum adalah untuk menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur sehingga hukum sebagai sarana pengendali tingkah laku setiap individu dalam masyarakat dapat mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Ketertiban dalam masyarakat dapat terwujud apabila negara dapat menjunjung tinggi hak asasi manusia sehingga hak dan kewajiban setiap warga negara dilindungi, dihormati dan tidak dirampas oleh negara. Untuk itulah negara membuat aturan hukum, salah satunya dengan membuat adanya hukum acara pidana di Indonesia. Salah satu tujuan dalam hukum acara pidana adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran. Dalam hal ini untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan tersebut dapat dipersalahkan. Dengan kata lain tujuan akhir dari pemeriksaan adalah membuktikan kebenaran. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa lepas dari adanya interaksi sosial yaitu hubungan antar individu dengan individu yang lainnya karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga manusia sering disebut sebagai makhluk sosial. Dari proses interaksi sosial tersebut apabila antar individu terjadi suatu kesalahpahaman dapat menimbulkan terjadinya permusuhan. Apabila permusuhan tersebut tidak segera diselesaikan maka dapat menimbulkan terjadinya suatu kejahatan, yang antara lain dapat menimbulkan terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum. Pembunuhan biasanya didasari suatu motif yang bermacam-macam, misalnya politik, kecemburuan, dendam, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang paling umum adalah dengan menggunakan pistol atau pisau. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom (http://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan ). Dalam pemeriksaan tindak pidana pembunuhan, sama seperti pemeriksaan pada umumya, dalam perkara pidana lebih menekankan pada proses pembuktian. Pembuktian memegang suatu peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, serta merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa, karena dengan pembuktian inilah dapat diketahui apakah terdakwa benar melakukan perbuatan pidana yang didakwakan kepadanya atau tidak. Dengan adanya pembuktian maka dapat ditentukan pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa yang telah benar terbukti bersalah. Karena apabila hasil pembuktian dari alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan, maka terdakwa dibebaskan dari segala hukuman dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa ternyata dapat dibuktikan, maka terdakwa dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhi hukuman pidana ( M. Yahya Harahap, 2002 : 273 ). Alat-alat bukti yang sah dalam persidangan perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut :
(1) Alat-alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan Saksi.
b. Keterangan Ahli.
c. Surat.
d. Petunjuk.
e. Keterangan Terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui umum tidak perlu dibuktikan. Maksud penyebutan dan penempatan urutan alat bukti dengan urutan pertama keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan terakhir keterangan terdakwa yaitu untuk menunjukkan bahwa pembuktian dalam hukum acara pidana diutamakan kepada keterangan saksi. Namun bukan berarti bahwa alat bukti yang lain tidak berperan dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sebab dalam proses pembuktian pemeriksaan di muka persidangan, hakim membutuhkan keterangan-keterangan yang akan digunakannya dalam menilai kekuatan pembuktian serta untuk memperoleh keyakinan yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan pidana.

Dalam proses pembuktian, apabila alat-alat bukti yang telah dihadirkan belum cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak, maka hakim dapat menggunakan kebebasannya untuk melakukan penilaian terhadap kekuatan pembuktian dengan sebuah petunjuk dalam keadaan tertentu. Dalam menggunakan alat bukti petunjuk hakim harus bersikap secara arif dan bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya ( http://www.hukumonline.com ). Alat bukti petunjuk digunakan dalam tindak pidana pembunuhan untuk menguatkan keyakinan hakim dari alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa karena dalam tindak pidana pembunuhan pada umumnya keterangan saksi kurang menguatkan dapat dipidananya seseorang. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul : ”PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ”.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?