HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Analisis Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Penundaan Siswa Dalam Mengerjakan PR Matematika

Pendahuluan

Pekerjaan rumah (PR) matematika merupakan salah satu sarana penting untuk memperkuat pemahaman siswa, melatih keterampilan berpikir logis, serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Namun, fenomena penundaan dalam mengerjakan PR matematika (mathematics homework procrastination) semakin sering ditemukan di kalangan siswa Indonesia, baik di tingkat SMP maupun SMA.

Beberapa survei pendidikan di Indonesia, seperti laporan PISA (Programme for International Student Assessment), menunjukkan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara OECD. Salah satu faktor yang sering disoroti adalah rendahnya kedisiplinan belajar di luar kelas, termasuk kebiasaan menunda pengerjaan PR. Hal ini menunjukkan bahwa PR matematika yang seharusnya menjadi sarana untuk memperkuat penguasaan konsep, justru sering tertunda atau dikerjakan terburu-buru menjelang batas waktu, sehingga kualitas hasil belajar menurun.

Point-Point Masalah

  1. Tingkat penundaan PR cukup tinggi di kalangan siswa Indonesia.
    Banyak siswa menunda mengerjakan PR hingga menit-menit terakhir. Akibatnya, kualitas pengerjaan rendah, sering asal menyalin jawaban, dan tidak memberikan manfaat maksimal terhadap peningkatan pemahaman matematika.

  2. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan.
    Stigma bahwa matematika itu sulit sudah melekat di banyak siswa Indonesia. Rasa takut gagal, kecemasan terhadap soal yang kompleks, serta kebosanan karena metode belajar yang monoton membuat siswa lebih memilih menunda daripada mencoba mengerjakan.

  3. Kurangnya regulasi diri dan motivasi intrinsik siswa.
    Usia remaja, khususnya SMP, merupakan fase di mana regulasi diri dan manajemen waktu belum matang. Tanpa motivasi intrinsik yang kuat, siswa cenderung menunda tugas, terutama yang dianggap sulit seperti PR matematika.

  4. Peran orang tua dan guru belum selalu efektif.
    Di Indonesia, orang tua sering memberikan tekanan agar anak segera mengerjakan PR. Namun, pendekatan yang terlalu mengontrol justru memunculkan resistensi dan rasa jenuh. Begitu pula, guru yang memberi PR hanya sebagai rutinitas tanpa variasi membuat siswa merasa tidak memiliki otonomi dalam belajar.

  5. Kurangnya variasi bentuk PR dan rendahnya aspek enjoyment.
    PR matematika di sekolah Indonesia masih banyak berbentuk soal-soal rutin dari buku paket. Minimnya inovasi dan keterhubungan dengan konteks kehidupan nyata menyebabkan siswa mudah bosan dan tidak merasa termotivasi untuk segera menyelesaikannya.

Kenapa Penelitian Ini Menarik?

  • Menggunakan kerangka Teori Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination Theory/SDT).
    Teori ini menekankan pentingnya kompetensi, otonomi, keterkaitan (relatedness), dan emosi dalam membentuk motivasi belajar. Ini relevan bagi siswa Indonesia yang sedang berada dalam fase pencarian identitas dan kemandirian.

  • Menghubungkan aspek motivasi dan emosi dengan perilaku penundaan.
    Penelitian ini tidak hanya melihat dari sisi waktu pengerjaan PR, tetapi juga menyelidiki bagaimana kecemasan, kebosanan, atau rasa senang saat mengerjakan PR memengaruhi kebiasaan menunda.

  • Memberi implikasi praktis untuk pendidikan di Indonesia.
    Temuan ini dapat menjadi dasar bagi guru untuk mendesain PR matematika yang lebih menarik, orang tua untuk memberikan dukungan otonomi yang tepat, serta sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif.

  • Menjawab kebutuhan nasional untuk meningkatkan prestasi matematika.
    Dengan prestasi matematika Indonesia yang masih rendah di tingkat internasional, penelitian ini relevan untuk membantu mengatasi faktor non-kognitif yang selama ini jarang diperhatikan, yakni motivasi dan regulasi diri siswa.

 

Teori-Teori yang Digunakan

Grand Theory: Self-Determination Theory (SDT)

Penelitian ini berlandaskan pada Self-Determination Theory (SDT) yang dikembangkan oleh Deci dan Ryan (1985, 2000). Teori ini menekankan bahwa motivasi intrinsik seseorang sangat dipengaruhi oleh pemenuhan tiga kebutuhan psikologis dasar, yaitu kompetensi (competence), otonomi (autonomy), dan keterhubungan/relasi (relatedness). Apabila ketiga kebutuhan ini terpenuhi, siswa akan lebih termotivasi secara internal untuk melakukan suatu aktivitas, termasuk menyelesaikan PR matematika.

SDT sangat relevan dalam konteks penelitian ini karena penundaan PR matematika merupakan bentuk perilaku belajar yang berkaitan dengan regulasi diri. Siswa yang memiliki kompetensi tinggi akan lebih percaya diri menyelesaikan PR, siswa yang merasa memiliki otonomi akan lebih berinisiatif, dan siswa yang merasakan dukungan sosial dari orang tua maupun guru akan lebih terdorong untuk disiplin dalam belajar. Oleh karena itu, teori ini digunakan sebagai kerangka utama untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kebiasaan menunda PR matematika.

Dalam konteks Indonesia, relevansi SDT terlihat jelas karena banyak siswa masih menghadapi tantangan regulasi diri dan dukungan sosial yang cenderung bersifat kontrol daripada memberikan otonomi. Hal ini menyebabkan motivasi belajar siswa seringkali tidak tumbuh dari dalam dirinya, tetapi lebih karena tekanan eksternal. Melalui SDT, penelitian ini berupaya memahami bagaimana motivasi intrinsik yang sehat dapat meminimalisasi penundaan PR matematika.

Teori Prokrastinasi Akademik (Academic Procrastination Theory)

Selain SDT, penelitian ini juga menggunakan landasan dari teori prokrastinasi akademik. Teori ini menjelaskan bahwa penundaan belajar merupakan perilaku disengaja yang dilakukan siswa meskipun menyadari konsekuensi negatif dari keterlambatan tersebut. Prokrastinasi biasanya muncul karena faktor-faktor psikologis seperti rasa cemas, kebosanan, kurangnya motivasi, atau keyakinan bahwa tugas terlalu sulit untuk diselesaikan.

Dalam konteks PR matematika, prokrastinasi sering terjadi karena siswa merasa materi yang diberikan terlalu kompleks atau membosankan, sehingga mereka menunda pengerjaan untuk menghindari ketidaknyamanan. Teori ini membantu menjelaskan mengapa faktor emosi seperti kecemasan dan kebosanan memiliki pengaruh besar terhadap penundaan PR matematika. Dengan demikian, teori prokrastinasi akademik melengkapi SDT dalam memberikan perspektif tentang bagaimana aspek afektif memengaruhi perilaku siswa.

Di Indonesia, fenomena prokrastinasi akademik juga marak ditemui. Banyak siswa yang memilih menunda PR matematika dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas lain seperti bermain gawai atau menonton televisi. Dengan menggunakan teori ini, penelitian dapat lebih memahami aspek perilaku yang menyebabkan penundaan, sehingga solusi yang ditawarkan lebih tepat sasaran.

3. Teori Emosi Akademik (Academic Emotions Theory)

Teori emosi akademik juga digunakan untuk memperkuat analisis penelitian ini. Teori ini menjelaskan bahwa emosi yang dialami siswa dalam konteks akademik, seperti rasa senang, cemas, atau bosan, akan memengaruhi motivasi dan kualitas pembelajaran mereka. Emosi positif mendorong keterlibatan aktif, sementara emosi negatif sering kali memicu perilaku menghindar, termasuk menunda penyelesaian tugas.

Dalam penelitian ini, emosi saat mengerjakan PR—khususnya kenikmatan (enjoyment), kecemasan (anxiety), dan kebosanan (boredom)—dianalisis secara mendalam. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dua emosi negatif (kecemasan dan kebosanan) berpengaruh signifikan terhadap penundaan PR matematika, sedangkan kenikmatan tidak memiliki pengaruh langsung yang kuat. Hal ini menegaskan bahwa dinamika emosi akademik memainkan peran penting dalam menjelaskan mengapa siswa menunda PR matematika.

Dalam konteks Indonesia, di mana matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan, teori emosi akademik membantu menjelaskan mengapa kecemasan ujian dan rasa bosan terhadap PR berkontribusi besar pada prokrastinasi. Dengan memahami hal ini, guru dan orang tua dapat mencari strategi yang lebih tepat untuk menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan, sehingga mengurangi kecenderungan siswa untuk menunda tugas.

Model Kerangka Penelitian

Analisis Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Penundaan Siswa Dalam Mengerjakan PR Matematika

Analisis Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Penundaan Siswa Dalam Mengerjakan PR Matematika

 

Hipotesis Penelitian

  1. H1: Kompetensi > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Kompetensi siswa berpengaruh negatif terhadap penundaan PR matematika. Artinya, semakin tinggi persepsi kompetensi siswa, semakin rendah kecenderungan mereka menunda PR matematika.

  2. H2: Otonomi > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Otonomi siswa berpengaruh negatif terhadap penundaan PR matematika. Semakin tinggi tingkat otonomi, semakin kecil kemungkinan siswa menunda pengerjaan PR.

  3. H3: Dukungan Otonomi Orang Tua (PAS) > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Dukungan otonomi orang tua diprediksi berpengaruh negatif terhadap penundaan PR matematika. Namun, hasil penelitian justru menemukan efek positif, yaitu semakin tinggi dukungan otonomi orang tua, semakin besar kecenderungan siswa menunda PR.

  4. H4: Dukungan Otonomi Guru (TAS) > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Dukungan otonomi guru diprediksi berpengaruh negatif terhadap penundaan PR matematika. Dukungan yang tepat dari guru diharapkan dapat menekan perilaku menunda PR siswa.

  5. H5: Kecemasan (Anxiety) > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Kecemasan saat mengerjakan PR matematika berpengaruh positif terhadap penundaan. Semakin tinggi kecemasan, semakin besar kemungkinan siswa menunda.

  6. H6: Kebosanan (Boredom) > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Kebosanan dalam mengerjakan PR matematika berpengaruh positif terhadap penundaan. Semakin tinggi rasa bosan, semakin tinggi pula kecenderungan siswa untuk menunda.

  7. H7: Kenikmatan (Enjoyment) > Penundaan PR Matematika (MHP)
    Kenikmatan diprediksi berpengaruh negatif terhadap penundaan PR matematika. Semakin tinggi kenikmatan siswa dalam mengerjakan PR, semakin rendah kemungkinan menunda.

 

Tabel Variabel, Indikator, dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Indikator / Item Pengukuran Sumber Skala
Kompetensi (Competence) Persepsi siswa terhadap kemampuan dirinya dalam memahami dan menyelesaikan PR matematika. 1) Percaya diri mampu menyelesaikan PR matematika.
2) Mampu memahami soal PR matematika.
3) Merasa memiliki keterampilan yang cukup dalam mengerjakan PR.
Adaptasi dari Self-Efficacy Scale (Schwarzer & Jerusalem, 1995).
Otonomi (Autonomy) Tingkat kebebasan dan kendali yang dirasakan siswa dalam mengatur cara dan waktu menyelesaikan PR matematika. 1) Memiliki kebebasan memilih cara menyelesaikan PR.
2) Merasa bisa mengatur waktu mengerjakan PR sendiri.
3) Punya kendali penuh dalam proses menyelesaikan PR matematika.
Adaptasi dari Roth et al. (2006).
Dukungan Otonomi Orang Tua (Parental Autonomy Support / PAS) Persepsi siswa terhadap dukungan orang tua yang menghargai pilihan dan kemandirian mereka dalam mengerjakan PR matematika. 1) Orang tua menghargai pendapat siswa saat mengerjakan PR.
2) Orang tua memberi dorongan tanpa memaksa.
3) Orang tua memberi kebebasan menentukan cara mengerjakan PR.
Adaptasi dari Xu (2024a).
Dukungan Otonomi Guru (Teacher Autonomy Support / TAS) Dukungan yang diberikan guru dalam bentuk penghargaan terhadap kemandirian siswa saat menyelesaikan PR matematika. 1) Guru memberikan kesempatan memilih strategi pengerjaan PR.
2) Guru menghargai cara unik siswa dalam menyelesaikan PR.
3) Guru memberi dukungan tanpa terlalu mengontrol.
Adaptasi dari Xu (2024a).
Kecemasan (Anxiety) Emosi negatif berupa rasa takut, khawatir, atau gugup saat mengerjakan PR matematika. 1) Merasa cemas ketika melihat PR matematika.
2) Takut jawaban salah saat mengerjakan PR.
3) Merasa tertekan oleh PR matematika.
Adaptasi dari Goetz et al. (2012).
Kebosanan (Boredom) Emosi negatif berupa rasa jenuh, tidak tertarik, dan kehilangan motivasi saat mengerjakan PR matematika. 1) PR matematika terasa membosankan.
2) Tidak ada minat mengerjakan PR matematika.
3) Lebih memilih menunda karena merasa PR tidak menarik.
Adaptasi dari Goetz et al. (2012).
Kenikmatan (Enjoyment) Emosi positif berupa kesenangan dan kepuasan saat mengerjakan PR matematika. 1) Merasa senang ketika mengerjakan PR.
2) Menikmati proses menyelesaikan PR matematika.
3) Merasa puas setelah berhasil menyelesaikan PR.
Adaptasi dari Goetz et al. (2012).
Penundaan PR Matematika (Mathematics Homework Procrastination / MHP) Perilaku menunda pengerjaan PR matematika, baik dalam memulai maupun menyelesaikan tugas, meski mengetahui konsekuensi negatifnya. 1) Menunda memulai PR matematika.
2) Menyelesaikan PR di menit terakhir.
3) Mengalihkan perhatian ke aktivitas lain saat ada PR matematika.
Adaptasi dari Xu (2023).

 

Metode Penelitian

1. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan survei kuesioner. Sampel diambil dengan teknik convenience sampling (sampel kemudahan), karena mudah diakses, efektif, dan praktis untuk mengumpulkan data dari siswa sekolah menengah.

  • Populasi: siswa SMP dan SMA

  • Jumlah sampel: 790 kuesioner dibagikan, 771 kembali, dan setelah validasi diperoleh 768 responden yang valid.

  • Karakteristik responden:

    • Jenis kelamin: 364 laki-laki (47,40%), 404 perempuan (52,60%).

    • Tingkat pendidikan: 513 siswa SMP (66,80%), 255 siswa SMA (33,20%).

    • Lokasi sekolah: perkotaan, kota kecil, dan pedesaan (urban, town, rural).

Keunggulan dari pemilihan sampel ini adalah representasi yang cukup luas, mencakup wilayah perkotaan hingga pedesaan. Hal ini memberikan gambaran lebih komprehensif tentang perilaku penundaan PR matematika di berbagai latar belakang pendidikan.

2. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dengan bantuan software SmartPLS.

Alasan pemilihan PLS-SEM:

  1. Cocok untuk penelitian dengan model baru dan eksploratif.

  2. Tidak mensyaratkan distribusi data normal (robust terhadap data yang tidak normal).

  3. Efektif digunakan meskipun ukuran sampel relatif kecil-menengah.

Tahapan analisis:

  • Analisis Model Pengukuran (Outer Model) ? menguji reliabilitas, validitas konvergen, dan validitas diskriminan.

  • Analisis Model Struktural (Inner Model) ? menguji hubungan antar-variabel dengan koefisien jalur, nilai t-statistics, dan p-values melalui bootstrapping (5.000 sampel).

  • Goodness of Fit dinilai melalui SRMR, CFI, TLI, RMSEA, dan NFI.

  • Uji Hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas (kompetensi, otonomi, dukungan otonomi, emosi) terhadap variabel terikat (penundaan PR matematika).