HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tesis S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

  1. Perlindungan Hukum Terhadap Penguasaan Tanahwakaf Oleh Penerima Wakaf (Nazhir)
  2. Pertanggungjawaban Notaris Pengganti Terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Cacat Hukum
  3. Hak Konstitusional Anak Hasil Perkawinan Campuran Di Indonesia
  4. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Terhadap Perbuatan Perseroan Terbatas Yang Merugikan Kepentingan Dirinya
  5. Prinsip Keseimbangan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank
  6. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Janda Yang Bercerai Dari Suaminya Menurut Hukum Islam
  7. Prinsip Keadilan Bagi Perseroan Terbatas Solvabel Yang Dinyatakan Pailit
  8. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Terhadap Pelayanan Publik
  9. Perlindungan Hukum Bagi Bank (Kreditur) Bila Debitur Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Cipta
  10. Analisis Tentang Kedudukan Pencatatan Perkawinan Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Perspektif Kompilasi Hukum Islam
  11. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Layanan Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) Dalam Hal Wanprestasi
  12. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek “Matahari” Pada Produk Roti Di Kota Pasuruan
  13. Pemberhentian Rektor Universitas Gunung Leuser (Ugl) Dalam Perspektif Hukum Administrasi
  14. Perlindungan Hukum Terhadap Debitor Dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dengan Jaminan Fidusia
  15. Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Modal Terhadap Perjanjian Kerjasama Dalam Pembukaan Dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Secara Lisa
  16. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Melalui Diversi
  17. Kewenangan Pembatalan Produk Hukum Daerah Oleh Pemerintah Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Ri.Tahun 1945
  18. Pembentukan Peraturan Hukum Daerah Yang Demokratis Oleh Pemerintah Daerah
  19. Problematika Hukum Pengaturan Desa Dalam Konstitusi (Analisis Terhadap Pengaturan Desa Sebelum Dan Sesudah Perubahan UUD NRI 1945 )
  20. Pembentukan Peraturan Hukum Daerah Yang Demokratis Oleh Pemerintah Daerah ( Establishment Of The Democratic Regional Lawful Regulations By The Regional Government)

 

Perlindungan Hukum Terhadap Penguasaan Tanahwakaf Oleh Penerima Wakaf (Nazhir)

Intisari

Wakaf sebagai suatu lembaga keagamaan disamping berfungsi sebagaiibadah kepada Allah juga berfungsi sosial. Fungsi dari wakaf adalah untukmengekalkan manfaat tanah yang diwakafkan. Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milikmenyebutkanbahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3)Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, maka dipandang perlu untuk mengaturtata cara dan pendaftaran perwakafan tanah milik dengan Peraturan Pemerintah.Perwakafan tanah milik dalam Undang-Undang Pokok Agraria tersebut secarayuridis merupakan realisasi dari pengakuan terhadap unsur-unsur yang bersandarpada hukum agama.Hal yang demikian itu sesuai dengan Politik Hukum AgrariaNasional maupun Pancasila sebagai asas kerohanian Negara yang meliputi sebuahtertib hukum Indonesia. Terkait dalam menafsirkan dan melaksanakan peraturanagraria (pertanahan) yang berlaku, harus berlandaskan dan bersumber padaPancasila.Secara hukum positif pelaksanaan wakaf harus dilakukan dengan ikraryang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan duaorang saksi serta harus dibuat dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, sebagaimanadisebutkan dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 TentangWakaf. Akibat yang sering ditimbulkan masalah perwakafan tanah sepertiperubahan tanah wakaf menjadi milik perseorangan ataupun persengketaan lainyang timbul dimana apabila seorang wakif meninggal dunia, sebagian ahliwarisnya menolak dan tidak mengakui bahwa tanahnya tersebut adalah tanahwakaf. Terkait hal tersebut penulis menemukan sebuah fakta hukum dalamPutusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 456 K/AG/2007 yangpokok perkaranya adalah mengenai status kepemilikan tanah sebagai harta waris yang diikut sertakan dalam perwakafan tanah oleh orang lain. Berdasarkan pokokperkara tersebut Inaq Nursih, Inaq Jembar, keduanya bertempat tinggal diPadamara, Dusun Otak Desa, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya,Kabupaten Lombok Timur, keduanya adalah para Pemohon Kasasi dahulu paraPenggugat/para Terbanding. Melawan, Haji Muhsan, Amaq Abd. Rahman,keduanya bertempat tinggal di Dusun Belawong, Desa Pringgabaya, KecamatanPringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, dan Mamiq Suhud, bertempat tinggal diDusun Seimbang, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, KabupatenLombok Timur, para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat/para Pembanding. Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lainmengetahuidan memahami kewenangan notaris dalam membuat akta ikrar wakaf tanah telahmemberikan perlindungan hukum kepada penerima wakaf (nazhir),mengetahuidan memahami alas hak dari ahli waris untuk menggugat tanah yang telahdiwakafkan oleh pemberi wakaf (wakif), mengetahui dan memahami konsepsiperlindunganhukum dimasa yang akan datang terhadap penerima wakaf (Nazhir).Metodologi penelitian yang digunakan dalam tesis ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalahyang digunakandalam penyusunan tesis yaitu perundang-undangan (statute approach),pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber bahan hukum yangdigunakan adalah sumber bahan hukum primer, skunder dan tersier. Kesimpulan dari tesis ini bahwaKewenangan Notaris membuat Akta IkrarWakaf tanah diatur secara tegas dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dan Pasal 37 ayat(4) PP No. 42 Tahun 2006, sehingga akta tersebut menjadi akta otentik serta AktaIkrar Wakaf tanah yang dibuat Notaris harus didaftarkan di Pengadilan Agamauntuk mendapatkan surat penetapan yang memperkuat Akta Ikrar Wakaf tanah.Tidak ada alas hak ahli waris untuk menggugat tanah wakaf, karena tanah wakaftersebut tidak termasuk sebagai harta warisan ahli waris. Tanah wakaf yang telahdi wakafkandan telah memenuhi rukun serta syarat sahnya wakaf tanah sesuaidengan peraturan yang berlaku tidak dapat digugat sesuai denganPasal3 UU No.41Tahun 2004, wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.Konsepsiperlindungan hukum di masa yang akan datang agar penerima wakafNazhiragartidak digugat oleh ahli waris terbagi dalam 2 (dua) bentuk, Pertama,perlindunganhukum secara preventif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,kewajiban untuk membuat Akta Ikrar Wakaf tanah danmendaftarkan Akta IkrarWakaf tersebut untuk diterbitkan sertipikat tanah wakaf serta memberitahukankepada seluruh ahli waris.Kedua,perlindungan hukum secara represif, yangbertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, yang diperlukan gunamencari penyelesaian ketika telah terjadi benturan kepentingan tanah wakaf yangtidak sesuai dengan tujuaanya. Saran Kepada Pemerintah dalam hal ini harus terus berupayamensosialisasikan perbuatan hukum wakaf harus dilakukan dihadapan PejabatPembuat AktaIkrar Wakaf(PPAIW), kewenangan Notaris untuk membuat AktaIkrar Wakaf tanah haruslah segera diwajibkan sehingga dapat terlaksana danmemberikan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf, sehingga dikemudianhari dapat meminimalisir gugatan maupun tuntutan atas perbuatan hukumwakaf tanah tersebut.Bagi Nazhirharus dengan sungguh-sungguh menjaga danmelestarikan, mengamankan serta mengoptimalkan fungsi tanahwakaf tersebut sesuai denganmauquf’alaihtanahwakaf tersebut agar jangan sampai tanahwakafberalih fungsi dan beralih hak. Dan perlu adanya suatu pengawasan secaraberkesinambungan oleh instansi terkait terhadap pelaksanaan perwakafan tanahyang ada didalam masyarakat sehinggagugatan maupuntuntutan oleh ahli waristerhadap tanah wakaf dapat dihindari.

Pertanggungjawaban Notaris Pengganti Terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Cacat Hukum

Intisari

Tanggung jawab Notaris pengganti sebagai profesi lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak Notaris mengucapkan sumpah jabatannya sebagai notaris. Salah satu kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1545 K/PDT/2011 yang menjelaskan tentang akta-akta Surat Kuasa Tentang Membebankan Hak Tanggungan dimana dianggap cacat yuridis, tidak sah dan batal hukum. Contoh kasus notaris pengganti dalam kasus Budiyanto yang menggunakan notaris pengganti dalam pembuatan akta Surat Kuasa tentang Membebankan Hak Tanggungan dimana dianggap cacat yuridis, tidak sah dan batal hukum yang dilakukan penghadap dalam pembuatan akta Hak Tanggungan Nomor 116/2004 tanggal 24 September 2004 di hadapan Notaris MERISA HERAWATI, SH., selaku Notaris pengganti dari Notaris HARUN KAMIL, SH.tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Tujuan penelitian ini adalah menemukan prinsip dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, mengkaji karakteristik notaris pengganti dalam peraturan Undang-undang Jabatan Notaris dan Menemukan Ratio Decidentie majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1545 K/PDT/2011 dan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3049 K/Pdt/2013 tentang surat kuasa membebankan hak tanggungan yang cacat hukum. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif (Legal Research), yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam Hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan undang-undang (statute approach), Pendekatan konseptual (conceptual approach), Pendekatan kasus (case approach). Sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Hasil penelitian ini antara lain prinsip dalam surat kuasa membebankan hak tanggungan antara lain 1) prinsip kehendak dimana para pihak yang menjelaskan bahwa bahwa pada prinsipnya suatu pemberian kuasa dapat dilakukan melalui tindakan atau perbuatan hukum sepihak; 2) Prinsip Pembatasan kewenangan pemberian hak tanggungan yang sesuai dengan pasal 1813 Kitab undang-undang hukum perdata yakni pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa dan 3) Prinsip Kepastian Hukum Dalam Substansi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang memberikan pengertian tentang akibat hukum tertentu. Karakteristik notaris pengganti dalam Undang-undang Jabatan Notaris Profesi Notaris dituntut juga untuk berkesinambungan, yang berarti bahwa siapa yang menjalankan jabatan Notaris dan berhalangan untuk menjalankan jabatan tersebut wajib untuk memberikan kewenangannya kepada orang lain dalam memberikan pelayanan jasa, kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum pada masyarakat. Ratio decidendi dari yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1545 K/PDT/2011 tentang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang cacat hukum menjelaskan Ratio decidendi secara hukum mengikat pengadilan yang lebih rendah melalui doktrin “stare decisis”, tidak seperti obiter dicta, seperti komentar yang dibuat sehubungan dengan kasus yang mungkin relevan atau menarik, tetapi tidak menarik dari keputusan hukum. Ratio decidendi dapat dikatakan mengikat untuk masa depan. Semua pernyataan lain tentang hukum dalam pendapat pengadilan – semua pernyataan yang tidak membentuk bagian dari putusan pengadilan pada isu-isu yang benar-benar memutuskan dalam kasus tertentu.

Hak Konstitusional Anak Hasil Perkawinan Campuran Di Indonesia

Intisari

Perkawinan campuran saat ini telah banyak  terjadi pada masyarakat Indonesia. Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 57 menyatakan yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, telah mengakomodasi berbagai pemikiran yang mengarah kepada pemberian perlindungan warga negaranya dengan memperhatikan kesetaraan gender, dan yang tidak kalah penting adalah pemberian perlindungan terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Masalah yang sering muncul akibat dari perkawinan campuran adalah tentang anak, karena anak merupakan buah dari hasil perkawinan beda negara tersebut. Dalam prakteknya, perbedaan hukum antara kedua orang tua baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah yang seringkali berbeda aturan masing – masing negara baik negara satu maupun negara lain maka berdampak pada jaminan kepastian hukum bagi anak dalam kehidupan sehari hari

Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Terhadap Perbuatan Perseroan Terbatas Yang Merugikan Kepentingan Dirinya

Intisari

Perseroan Terbatas sebagai institusi dalam dunia usaha dan perdagangan sangat penting dan strategis untuk menggerakkan dan mengarahkan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, mempunyai posisi sentral, terutama dalam rangka menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks. Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai, karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaannya. Perseroan Terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang membatasi tanggung jawab pemilik modal, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki sehingga bentuk usaha seperti ini banyak diminati, terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang besar. Kemudahan untuk menarik dana dari masyarakat dengan jalan penjualan saham merupakan satu alasan untuk mendirikan suatu badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas. Undang-undang telah mengatur secara jelas tentang Perseroan Terbatas dan berkaitan dengan pendiriannya diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum persekutuan modal hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UUPT 40 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa PT didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Perkembangan perusahaan yang semakin pesat membuat persaingan usaha di antara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Perusahaan harus mampu mempertahankan eksisitensi perusahaannya. Perusahaan harus melakukan strategi agar perusahaannya tetap bertahan dan berkembang. Proses tersebut merupakan stategi yang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis untuk menyelamatkan perusahaannya. Pemegang saham Minoritas adalah pihak-pihak yang memiliki saham dalam suatu perseroan terbatas dalam jumlah yang terbatas atau sedikit. Pada umumnya pemegang saham minoritas tidak memiliki kedudukan dalam baik sebagai direksi maupun komisaris. Meski demikian pemegang saham tetaplah bagian dari perusahaan yang juga memiliki hak-hak atas perusahaan, oleh karena itu pemegang saham minoritas perlu untuk mengetahui kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan maupun mengenai kondisi perseroan terbatas yang sebenarnya,akan tetapi pada kenyatannya yang terjadi seringkali memandang sebelah mata akan keberadaan pemegang saham minoritas dan melanggar hak-hak pemegang saham minoritas sehingga kepentingan dari pemegang saham minoritas tidak terlindungi. Suara minoritas juga harus mendapat perlindungan, meskipun tidak harus sampai menjadi pihak yang mengatur perusahaan.

Prinsip Keseimbangan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank

Intisari

Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat dihindari, dengan meningkatnya kegiatan berbagai bidang mensyaratkan adanya pelayanan yang cepat dan tepat tanpa mengabaikan kepatutan dan keadilan bagi semua pihak yang akan terikat pada perjanjian itu, salah satu cara untuk memberikan pelayanan yang cepat adalah dengan mempersiapkan lebih dahulu naskah perjanjian yang akan digunakan untuk kegiatan transaksional. Pembakuan perjanjian kredit bagi para pengusaha merupakan cara mencapai tujuan ekonomi efisien, praktis, cepat, tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan yaitu hanya dihadapkan pada satu pilihan menerima atau menolak (take it or leave it). Perjanjian baku adalah suatu wujud dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaan, setiap individu bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan merugikan pihak yang lain. Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lain mengetahui dan memahami perjanjian kredit perbankan antara kreditur dan debitur terhadap prinsip-prinsip keseimbangan, mengetahui dan memahami klausula baku dalam perjanjian kredit perbankan terhadap prinsip-prinsip keseimbangan, dan pengaturan klausula baku dalam perjanjian kredit perbankan yang mencerminkan prinsip keseimbangan dan memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah bank selaku pengguna jasa perbankan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis ini yaitu pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kesimpulan dari tesis ini bahwa perjanjian kredit perbankan kurang mencerminkan prinsip-prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan dapat mencapai keadilan dan mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para pihak mempunyai kedudukan yang seimbang, sering kali dijumpai klausulaklausula yang timpang karena perjanjian-perjanjian kredit dengan pencantuman klausula baku yang lebih banyak mengatur kewajiban-kewajiban debitur daripada secara seimbang mengatur juga kewajiban-kewajiban bank. Prinsip kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian memberikan kontribusi terhadap posisi dominan kreditur dalam menentukan materi suatu perjanjian kredit perbankan. Klausula baku dalam kredit perbankan cenderung memposisikan kreditur lebih dominan dibandingkan posisi debitur, untuk itu dapat dikatakan bahwa klausula baku yang diperjanjikan oleh perbankan belum mencerminkan prinsip-prinsip keseimbangan. Hal ini dikarenakan tidak ada posisi tawar untuk salah satu pihak xiv dalam perjanjian kredit. Penyusunan kontrak untuk memberikan dasar hukum bagi para kontraktan yang dibuat dalam bingkai atau rambu-rambu aturan main setiap transaksi bisnis sebagai batu uji untuk mengukur eksistensi kontrak yang bersangkutan untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara seimbang. Perjanjian-perjanjian kredit bank banyak mengandung klausula-klausula yang memberatkan debitur, yakni memuat klausula-klausula yang tidak wajar dan tidak adil, dengan menyalahgunakan keadaan debitur. Hal demikian terjadi karena secara ekonomis dan psikologis kedudukan bank sangat kuat dan tidak seimbang dengan debitur pada saat penandatanganan pemberian kredit. Posisi yang menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak perlu diintervensi otoritas tertentu (Pemerintah) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pihak yang lemah apabila terjadi bargaining position yang tidak seimbang. Pembaharuan hukum dan pembentukan hukum harus melihat ke depan untuk memprediksi kemungkinankemungkinan yang terjadi pada waktu akan datang seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat. Dengan adanya regulasi yang mengatur mengenai standarisasi dalam perjanjian kredit perbankan sebagai panduan dalam melakukan transaksi perjanjian kredit untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara seimbang. Pada perjanjian kredit perbankan dapat dilihat masih adanya posisi yang lebih dominan dari salah satu pihak. Pada awal pembuatan kontrak posisi bank sangat kuat. Seharusnya sejak awal sampai akhir posisi para pihak harus dibuat dalam bingkai aturan main secara proporsional dan berimbang, baik dalam hal hak maupun kewajiban para pihak. Saran bagi pelaku usaha perbankan seharusnya mengindahkan atau menyesuaikan ketentuan Pasal 18 UUPK. Pengaturan prinsip keseimbangan sebagai prinsip fundamental dalam hukum perjanjian sejalan dengan adanya prinsip keseimbangan yang terdapat dalam UUPK yang bertujuan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur. Sementara bagi calon debitur sebelum menandatangani isi perjanjian kredit perbankan sebaiknya mempelajari isi perjanjian dan bila perlu berkonsultasi terlebih dahulu kepada seorang konsultan hukum yang menguasai bidang perbankan. Dan perlu mengoptimalkan peran dan fungsi OJK maupun BPSK dalam melakukan pengawasan pemberlakuan perjanjian baku di sektor perbankan. Terkait itu pula perlu adanya regulasi yang mengatur mengenai standarisasi dalam perjanjian kredit perbankan sebagai panduan dalam melakukan transaksi perjanjian kredit perbankan untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara seimbang dalam hal perjanjian baku yang dilakukan oleh perbankan.

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Janda Yang Bercerai Dari Suaminya Menurut Hukum Islam

Intisari

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghalidan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun dewasa ini esensi dari perkawinan sendiri telah berangsur hilang, banyak sekali fenomena kawin-cerai yang terjadi di masyarakat. Perceraian menimbulkan akibat hukum yang harus ditanggung kedua belah pihak yakni pihak mantan suami dan mantan istri, akibat hukum tersebut berupa hak dan kewajiban yang di dalamnya mengandung bentuk perlindungan hukum terhadap mantan istri. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. Apa bentuk perlindungan hukum terhadap hak janda yang telah bercerai dari suaminya? Apa upaya hukum jika hak janda yang telah bercerai dari suami tidak dapat dipenuhi oleh mantan suami?. Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bersifat akademis, antara lain: yakni untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, upaya untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama mengikuti perkuliahan, sumbangan pemikiran ilmiah di bidang ilmu hukum yang diharapkan dapat berguna bagi almamater, mahasiswa Fakultas Hukum dan masyarakat umum. Adapun tujuan khususnya yaitu khususnya untuk menjawab rumusan masalah yang ada didalam skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dimana penelitian yang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa substansi peraturan perundang-undangan atas pokok permasalahan atau isu hukum dalam konsistennya dengan asas-asas hukum yang ada. Sedangkan pendekatan Perundang-Undangan atau statute approach. Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai Perlindungan Hukum, Perceraian, dan Hukum Islam. Hadjon menjelaskan bahwa sarana perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum secara represif, yang bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, sedangkan perlindungan hukum secara preventif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kemudian kaitan dengan perceraian adalah soal perlindungan pemenuhan hak-hak yang telah dijelaskan dalam berbagai peraturan seperti Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan bentuk perlindungann terhadap mantan istri yang bercerai dari suaminya. Perlindungan hukum bagi janda karena perceraian sangat dibutuhkan dari adanya indikasi kecurangan yang dilakukan mantan suami dengan tidak membayar nafkah kepada mantan istrinya, kemudian Hukum Islam sebagai sudut pandang penulis dalam mengkaji permasalahan ini dengan memperhatikan sumber utamanya yakni Al-Qur?an dan Hadist yang disesuaikan dengan Kompilasi Hukum Islam dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pelaksanaannya di masyarakat. Berdasarkan hasil pembahasan bahwa perlindungan hukum bagi janda dapat dilakukan dengan dua cara yakni preventif dan represif, perlindungan secara preventif telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dimana di dalam pengaturan tersebut menyebutkan hak-hak apa saja yang berhak didapat oleh janda karena perceraian. Sedangkan perlindungan hukum secara represif sejauh ini hanya upaya gugat yang dapat ditempuh oleh mantan istri dengan berdasar hukum pada Pasal 34 ayat 3 dan Pasal 41 huruf C. kemudian mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh adalah upaya hukum litigasi dan non-litigasi. Contoh upaya hukum litigasi yakni sama seperti halnya yang sudah dijelaskan dalam Pasal 34 ayat 3 dan Pasal 41 huruf C dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, apabila memungkinkan dalam kasusnya suami dengan sengaja melalaikan putusan yang telah ditetapkan hakim maka dapat diajukan pelaksanaan eksekusi berdasar dari Pasal 196 HIR. Kemudian upaya non-litigasi yang dapat dilakukan adalah dengan metode mediasi sesuai dengan PERMA 1 Tahun 2008. Salah satu upaya non-litigasi yang dilakukan Pengadilan Agama Probolinggo dapat menjadi contoh yakni dengan melakukan berbagai pendekatan kepada mantan suami untuk membantu mereka memenuhi kewajiban membayar nafkah kepada mantan istri, Meskipun cara tersebut tidak dapat memaksa sepenuhnya kepada mantan suami namun dapat mengurangi indikasi kecurangan dari mantan suami dengan melakukan pengingkaran.

Prinsip Keadilan Bagi Perseroan Terbatas Solvabel Yang Dinyatakan Pailit

Intisari

Perseroan Terbatas banyak diminati dan menjadi pilihan dari para pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Dalam praktek bisnis, pertimbangan yang didasarkan atas prospek suatu perusahaan semakin menonjol dan dewasa ini, terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan yang beroperasi memiliki modal pinjaman yang jauh lebih besar dari jumlah modalnya sendiri. Apabila organ-organ perseroan tidak mampu mengatasinya sehingga dapat berakibat buruk bagi keuangan perseroan, kemudian menimbulkan kemungkinan perusahaan dalam keadaan insolven yang berujung pailit. Hukum Kepailitan dalam hal ini bukan mengatur kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya hanya kepada salah satu kreditor saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven, jadi debitur tidak dapat dikatakan insolven hanya kepada seorang kreditur saja, debitur tersebut tidak membayar utang. Dengan adanya kemudahan pada syarat pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan menimbulkan implikasi dengan meningkatnya kasus-kasus kepailitan khususnya yang masuk di Pengadilan Niaga. Justru banyak perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang tergolong solvabel dan memiliki aset lebih besar serta stabil dimohonkan pailit Padahal pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tentang sayarat dijatuhkan pailit tidak menyebutkan bahwa mensyaratkan kondisi keuangan perusahaan yang insolvensi. Sehingga terjadi ketidaksinkronan atau inkonsistensi ketentuan syarat pailit yang di atur dalam Undang-Undang PT dan Undang-Undang Kepailitan. Hal inilah yang banyak digunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk mempailitkan suatu perusahaan, sehingga bisa memberi celah bagi terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan hanya memberikan keuntungan pada pihak yang berkepentingan. Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lain Mengkaji apakah prinsip keadilan bagi Perseroan Terbatas solvabel yang dinyatakan pailit telah terpenuhi; Menganalisis upaya yang dapat dilakukan tehadap pernyataan pailit atas Perseroan Terbatas yang solvabel; Menganalisis bagaimana seharusnya pengaturan kedepannya apabila Perseroan Terbatas solvabel dibubarkan akibat pernyataan pailit. Metodologi penelitian yang digunakan dalam tesis ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis yaitu perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan historis (historical approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non hukum. Hasil dari penelitian dalam tesis ini yang pertama adalah Dasar pengaturan syarat kepailitan pada Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tidak mensyaratkan agar debitur benar-benar dalam keadaan insolven untuk menjadi persyaratan agar debitur dapat diputuskan pailit. Hal ini sangat merugikan bagi para debitur, khususnya Perseroan Terbatas. Karena syarat insolvensi tidak digunakan dalam UUK-PKPU dimana likuidasi dapat dilakukan sehubungan dengan Perseroan yang terjadi karena sebab-sebab yang diatur oleh Pasal 142 ayat (1) UUPT yang salah satu sebabnya yaitu karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana yang telah diatur dalam PKPU.Suatu debitur dapat layak dinyatakan pailit apabila debitur tersebut berada dalam keadaan insolven, yang berarti debitur telah berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya. Jadi menurut penulis syarat pailit tidak memenuhi asas keseimbangan dan terlihat simpang siur sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum akan hal tersebut. Kedua, Upaya Hukum yang dapat dilakukan terhadap permohonan pernyataan pailit atas Perseroan Terbatas solvabel yaitu upaya hukum pertama yang dapat dilakukan dalam kepailitan jika tidak puas dengan putusan Pengadilan Niaga ialah upaya hukum Kasasi di Mahkamah Agung, dan jika dalam putusan kasasi dirasa masih kurang puas maka jalan upaya hukum terakhir ialah dengann melakukan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Pengaturan kedepan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang apabila ada perubahan, menurut penulis pembuat undang-undang harus bisa menelaah lebih jauh permasalahan perseroan terbatas solvabel yang dipailitkan ini. Karena seperti yang sudah dipaparkan dalam pembahasan, bahwa syarat kepailitan belum menerapkan asas persyaratan insolvensi dalam UUKPKPU. Prinsip keadilan dan kepastian hukum akan aturan yang akan dibuat, dalam hal ini adalah pembubaran perseroan terbatas solvabel akibat kepailitan. Jadi apabila dikemudian hari terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, maka menurut penulis lebih baik peraturan tentang syarat kepailitan menerapkan asas persyaratan insolvensi. Saran dari penulis yang pertama ditujukan kepada pembuat undang-undang untuk lebih mempertimbangkan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum kepailitan khususnya syarat kepailitan Bagi pembuat undang-undang untuk lebih memperjelas dasar pengaturan syarat kepailitan dalam hal ini Perseroan Terbatas solvabel agar bisa menimbulkan keadilan, asas keseimbangan dan kepastian hukum akan aturan tersebut. perubahan peraturan perundang-undangan, maka menurut penulis lebih baik peraturan tentang syarat kepailitan menerapkan asas persyaratan insolvensi. Saran dari penulis yang pertama ditujukan kepada pembuat undang-undang untuk lebih mempertimbangkan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum kepailitan khususnya syarat kepailitan Bagi pembuat undang-undang untuk lebih memperjelas dasar pengaturan syarat kepailitan dalam hal ini Perseroan Terbatas solvabel agar bisa menimbulkan keadilan, asas keseimbangan dan kepastian hukum akan aturan tersebut.

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Terhadap Pelayanan Publik Perlindungan Hukum Bagi Bank (Kreditur) Bila Debitur Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Cipta

Intisari

Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang mengusung gagasan negara (kesejahteraan negara) karena dalam pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia memiliki salah satu tujuan negara mencapai negara. Tujuan negara adalah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang ada dalam hal ini dan peralatan atau aparatur yang melayani kepentingan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, termasuk menyediakan kesehatan, seperti perawatan kesehatan, pemeliharaan orang miskin dan menelantarkan anak-anak, tidak cukup bahkan ada tujuan negara yang memiliki arti sangat luas yaitu kesejahteraan warganya baik normal maupun abnormal.

Analisis Tentang Kedudukan Pencatatan Perkawinan Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Perspektif Kompilasi Hukum Islam Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Layanan Khalisha Enterprise

Intisari

Wedding Organizer (K.E.W.O) Dalam Hal Wanprestasi Salah satu bentuk pembangunan ekonomi adalah keberadaan perusahaan-perusahaan maju di semua bidang, baik jasa dan barang. Agar dapat mengembangkan perusahaan sesuai dengan Merencanakan dan untuk menjadi sukses, tentu diperlukan dukungan modal (dana) yang dapat diperoleh dari Lembaga Perbankan dengan bentuk jaminan yang disebut Hak Paten. Penelitian ini adalah yuridis-normatif (penelitian hukum), yaitu penelitian yang difokuskan pada analisis aturan atau norma dalam hukum positif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Hak Paten dapat dijadikan sebagai utama jaminan perjanjian kredit karena dapat dikategorikan sebagai objek bergerak tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomi. Namun, karena Hak Paten adalah bentuk jaminan baru, itu sulit untuk menilai nilai ekonominya dan tidak ada peraturan tentang itu. Dalam prakteknya Lembaga Perbankan belum dapat menerima Hak Paten sebagai jaminan utama, tetapi hanya sebagai jaminan tambahan.

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek “Matahari” Pada Produk Roti Di Kota Pasuruan

Intisari

Latar belakang skripsi ini adalah masih banyaknya pemikahan siri atau pemikahan dibawah tangan terjadi ditengah masyarakat, maka dari itu penulis meneliti mengapa masih terjadi pemilcahan yang tidak dilakukan didepan pejabat yang berwenang dan bagaimana kedudukan pencatatan perkawinan dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam. Metode yang Digunakan adalah penelitian bukum normatif didukung data empiris dengan mengkeji. Ketentuan hukum yang berlaku . Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan juga wawancara dengan Ketua Kementrian Agama, Ketua KUA dan Penghulu, lalu penarikan kesimpulan secara deduktif induktifmengumpulkan bahan hukum yang berupa keterangan dan bahan-bahan hukum tertulis.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian skripsi ini adalah masih terjadi perkawinan yang tidak dilakukan dihadapan pegawai pencatat yang bewenang karena mereka berpandangan menilcah dengan cara tersebut sah menurut agama, faktor biaya perkawinan yang dicatatkan melalui KUA cukup memberatkan , perkawinan tersebut tidak direstui orang tua salah satu mempelai at.au kedua mempelai, hamil duluan. salah satu atau kedua mempelai terikat ikatan dinas, karena tidak ingin diketahui istri pertama bagi laki-laki yang ingin poligami, karena kurangnya persyaratan seperti belum cakap atau cukup umur dan memerlukan ijin Pengadilan Agama, karena ingin menaikkan status sosial. Dan kedudukan perkawinan yang tidak dicatatkan dihadapan pejabat yang jelas bahwa perkawinan tebebut temasuk perkawinan yang ilegal statusnya .

Pemberhentian Rektor Universitas Gunung Leuser (Ugl) Dalam Perspektif Hukum Administrasi

Intisari

Perkembangan usaha wedding organizer saat ini sering kali disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan semata. Salah satunya seperti kasus yang pernah terjadi di Depok oleh jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer. Setelah mendapatkan klien/pengguna jasanya (Tini dan Tono), kedua pihak mengadakan perjanjian secara lisan. Pihak Khalisha kesepakatan untuk melaksanakan acara perkawinan yang diminta oleh kliennya, dan klien tersebut juga sepakat memenuhi biaya pesta perkawinan yang telah ditetapkan. Akan tetapi pihak Khalisha lalai dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak mempersiapkan dan membantu melaksanakan acara perkawinan. Tini dan Tono ini mengaku bahwa mereka dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh pihak WO milik Galih Darma Dewangga. Mereka telah memenuhi kewajiban mereka sebagai konsumen dengan melunasi biaya pesta yang diminta oleh WO Khalisha yang besarnya berkisar antara Rp.20-50 juta tetapi tidak mendapatkan haknya berupa pelaksanaan acara pesta perkawinan. Hal ini telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana hak-hak yang seharusnya didapat oleh konsumen justru diabaikan oleh pelaku usaha. Penelitian skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturanperaturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Hasil Penelitian

Hasil dari pembahasan dalam skripsi ini adalah bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) terhadap pihak pengguna layanan jasa atau konsumen termasuk dalam tindakan wanprestasi. Pelaku usaha yang melakukan wanprestasi harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan mengganti kerugian yang dialami oleh konsumen/pengguna layanan jasa. Upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dalam permasalahan ini adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) dan penyelesaian sengketa melalui peradilan (litigasi). Kesimpulan dari skripsi ini yang Pertama, Pelaku usaha Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) dalam kasusnya telah melakukan tindakan yang tergolong wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) berupa tidak dipenuhinya kewajiban yang telah disepakati berupa merancang dan melaksanakan acara pesta perkawinan yang diinginkan oleh pihak klien/konsumen, sedangkan pihak konsumen telah memenuhi kewajibannya dengan membayar biaya jasa yang diminta oleh pihak Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata, konsumen dapat menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Kedua, Perlindungan hukum yang digunakan dalam kasus antara pelaku usaha jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) dengan konsumen/pengguna jasa adalah perlindungan hukum secara represif. Perlindungan hukum secara represif ini diharapkan dapat membantu dan berdampak bagi pelaku usaha layanan jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) dan juga konsumen pengguna layanan jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) untuk kedepannya. Sengketa yang terjadi diantara keduanya diharapkan dapat terselesaikan dengan baik. Pada dasarnya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen merupakan pihak yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Ketiga, Konsumen yang telah dirugikan oleh penyedia layanan jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O) dapat menggunakan upaya penyelesaian non-litigasi ataupun upaya penyelesaian secara litigasi. Apabila upaya penyelesaian sengketa non-litigasi tidak mendapat respon yang baik dari pelaku usaha, berdasarkan Pasal 23 jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau litigasi dapat digunakan oleh konsumen yang dirugikan atas layanan jasa Khalisha Enterprise Wedding Organizer (K.E.W.O), apabila penyelesaian secara non-litigasi baik melalui penyelesaian secara damai (musyawarah kekeluargaan) ataupun menggunakan bantuan lembaga penyelasaian sengketa dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), dan lembaga penyelesaian sengketa konsumen lainnya dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Saran yang dapat diberikan penulis yaitu, Hendaknya dalam melakukan suatu perjanjian, kedua pihak harus saling mengenal satu dengan yang lain sebelum mengadakan perjanjian. Perjanjian sebaiknya dilakukan secara tertulis agar mempermudah pada saat pembuktian apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Hendaknya pelaku usaha dalam melakukan suatu perjanjian harus memiliki itikat baik agar tidak ada pihak yang dirugikan. Dalam hal ini pelaku usaha jasa yang telah dengan sengaja melakukan wanprestasi harus bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukannya kepada konsumen pengguna layanan jasa dengan cara mengganti kerugian yang diajukan kepadanya. Hendaknya bagi konsumen, sebaiknya meningkatkan pengetahuan agar dapat memahami apa saja hak dan kewajiban yang dimilikinya agar dapat mengantisipasi hal-hal buruk yang dilakukan oleh pelaku usaha yang akan merugikan konsumen. Pihak konsumen yang merasa dirugikan dengan tidak dipenuhinya hak-haknya atas tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha sebaiknya mengutamakan menyelesaikan sengketa melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau Non-Litigasi terlebih dahulu agar kedua belah pihak tidak saling dirugikan dan apabila dengan cara tersebut tidak dapat terselesaikan maka dapat menyelesaikannya menggunakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau Litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk menuntut ganti kerugian yang telah dialami oleh konsumen.

Perlindungan Hukum Terhadap Debitor Dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dengan Jaminan Fidusia

Intisari

Untuk memperoleh perlindungan hukum atas merek, wajib dilakukan pendaftaran merek sebagaimana diatur dalam Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.Pasal tersebut mewajibkan adanya merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek agar pemilik merek dapat memperoleh hak – haknya sebagai pemegang merek asli. Apabila suatu merek belum terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dibuktikan dengan adanya sertifikat merek, maka akan sulit memperoleh perlindungan hukum atas suatu merek. Salah satu potensi merek dagang adalah makanan olahan roti khas pasuruan dengan merek “Matahari”. Roti tersebut sudah ada sejak tahun 1955 dan menjadi oleh – oleh khas Kota Pasuruan karna cita rasanya yang khas dan dianggap berbeda dari roti – roti yang ada. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menelit i mengenai makanan olahan roti dengan merek “Matahari” yang belum terdaftar sebagai merek dengan judul :“Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek “Matahari” Pada Produk Roti Di Kota Pasuruan”, serta mengkaji rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu pertama, merek “Matahari” pada produk makanan olahan roti di Kota Pasuruan apakah sudah mampu memberikan perlindungan hukum bagi pemegang merek tersebut?. Kedua, Indikasi Geografis pada produk makanan olahan roti di Kota Pasuruan.Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi tugas sebagai persyaratan pokok kurikulim Fakultas Hukum Universitas Jember serta untuk memahami upaya perlindungan hukum atas pemilik merek “Matahari” pada produk makanan olahan roti di Kota Pasuruan yang belum terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Perlindungan hukum terhadap hak masyarakat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara : pertama, perlindungan hukum secara preventif, yang memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena pemerintah terdorong untuk bersikap hati–hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan deskresi. Kedua, perlindungan hukum secara represif, yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa dalam artian yang luas, yaitu perlindungan hukum bagi hak masyarakat melalui proses pengenaan sanksi administrasi. Merek berdasarkan perspektif hukum yang disepakat i secara internasional adalah : “tanda atau serangkaian tanda yang menyatakan asal produk atau jasa dana membedakannya dari para pesaing”. Perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa dalam udanng–undang diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang karena faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Letak Kota Pasuruan yang tepat di jalur utama transportasi dan perdagangan Surabaya – Bali, menjadikan Kota dengan luas wilayah 36.58 km2 atau sekitar 0.07 persen luas Jawa Timur ini cukup strategis memberikan kontribusi pada pergerakan perindustrian dan perdagangan. Hasil pembahasan dari skripsi ini adalah Perusahaan roti “Matahari” didirikan oleh Bapak Yakobus Laksamana dan Ibu Wurilatsih pada tanggal 1 Maret 1955. Struktur organisasi Perusahaan Roti “Matahari” adalah struktur organisasi garis. Pimpinan merupakan satu – satunya sumber kekuasaan, keputusan, dan kebijaksanaan dari organisasi. Seluruh karyawan perusahaan melakukan seluruh perintah dari pimpinan. Ketetapan – ketetapan mengenai pemasaran, produksi dan administrasi dibuat oleh direktur dan dilaksanakan oleh seluruh karyawan sesuai dengan bagiannya masing masing. Produk roti khas Pasuruan dengan merek “Matahari” adalah salah satu usaha industri rumahan yang mereknya masih belum di daftarkan kepada Ditjen HKI. Perlindungan hukum bagi pemegang merek diatur dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Upaya perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan roti “Matahari” adalah ada 2, yaitu : Pertama, perlindungan hukum preventif sebuah bentuk perlindungan hukum yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah untuk meminimalisir peluang terjadinya pelanggaran merek dagang. Kedua, perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi. Produk roti khas Kota Pasuruan dengan merk “Matahari” bukan merupakan salah satu potensi Indikasi Geografis di Kota Pasuruan. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Produk roti khas pasuruan dengan merek “Matahari” tidak termasuk potensi Indikasi Geografis karena tidak memenuhi unsur – unsure Indikasi Geografis yang diatur oleh Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal 56 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan bahwa Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Kesimpulan dari skripsi ini yang pertama adalah Merek “Matahari” pada produk roti di Kota Pasuruan belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi pemegang merek, karena merek “Matahari” belum terdaftar dalam Daftar Umum merek di Dit jen HKI. Kedua, Kurangnya kesadaran tentang pentingnya pendaftaran merek sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dari pemilik merek produk roti “Matahari” menjadi faktor penyebab tidak didaftarkannya merek tersebut. Saran yang dapat diberikan dari skripsi ini adalah pertama kepada pemegang merek “Matahari” harus lebih meningkatkan kesadaran hukumnya akan pentingnya pendaftaran merek sebagai kekayaan intelektual dan sesegera mungkin melakukan mereknya kepada Ditjen HKI. Karena pemegang merek tersebut perlu juga melindungi merek nya dari tindakan peniruan. Kedua, kepada Dinas Koperasi dan UMKM seharusnya lebih giat melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran merek dagang agar para pemilik hak merek dapat mengerti pentingnya perlindungan merek dagang mereka.

Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Modal Terhadap Perjanjian Kerjasama Dalam Pembukaan Dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Secara Lisa

Intisari

Kasus pemberhentian Rektor Universitas Gunung Leuser (UGL) Kutacane periode 2011-2015 berbeda dengan kasus serupa pada umumnya, karena tidak hanya dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan Gunung Leuser (YPGL) melainkan juga adanya keterlibatan Bupati Kabupaten Aceh Tenggara yang secara bersamaan juga berposisi sebagai Ketua Dewan Pembina YPGL. Terdapat dua fokus masalah yang diulas dalam penelitian ini, Pertama, bagaimana konstruksi kewenangan Bupati Aceh Tenggara dalam Pengelolaan UGL, Kedua, apakah pemberhentian Prof. Hasnudi sebagai Rektor UGL sesuai dengan kaidah hukum administrasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Pertama, Bupati Aceh Tenggara tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan UGL berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Sisdiknas. Tindakan Bupati Aceh Tenggara secara formal dalam pengelolaan UGL dan YPGL bahkan sesuatu yang terlarang, namun konstruksi kewenangan Bupati Aceh Tenggara dalam pengelolaan UGL dapat dikonfirmasi melalui Undang-Undang tentang Yayasan dimana YPGL yang menaungi UGL didirikan oleh Pemda Aceh Tenggara. Kedua, pemberhentian Rektor UGL periode 2011-2015 tidak sesuai dengan kaidah hukum administrasi negara, tepatnya melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), yakni asas kecermatan, asas permainan yang layak (fair play) dan asas kepastian hukum.

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Melalui Diversi

Intisari

Bertitik tolak dari permasalahan dan pembahasan terhadap isu atau masalah penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap debitor dalam perjanjian kendaraan bermotor dengan jaminan fidusia, terdapat 2 bentuk yaitu : a. Bentuk Preventif, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dan diatur dalam ketentuan Pasal 11 jo Pasal 13 jo Pasal 15 UUJF dan Pasal 3, pasal 4 dan pasal 18 UUPK. b. Bentuk Represif, perlindungan hukum terhadap debitor yang bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa melalui proses Peradilan Administrasi. 2. Ada empat bentuk wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor yaitu : debitor tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; debitor melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; debitor melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; debitor melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1238, Pasal 1243, dan Pasal 1267 KUHPerdata. Wanprestasi dari penyebabnya yaitu karena kesalahan debitor, baik disengaja atau karena kelalaian, dan karena disebabkan oleh keadaan memaksa (overmacht). 3. Pelaksanaan parate executie oleh kreditor yang memiliki hak separatis terhadap obyek jaminan pada saat debitor wanprestasi dengan sengaja atau lalai, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1132, Pasal 1134, dan Pasal 1238 KUHPerdata, Pasal 15, Pasal 29 ayat (1) UUJF dan dalam pendekatan kontrak. Asas-asas keadilan yang dipilih bersama merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional dan sederajat dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor dengan jaminan fidusia adalah telah sesuai dengan asas keadilan, sebaliknya jika debitor wanprestasi karena overmacht sebgaimana diatur dalam ketentuan pasal 1545, Pasal 1553, Pasal 1602 huruf b, dan Pasal 1607 KUHPerdata, maka parate executie yang dilakukan oleh kreditor terhadap obyek jaminan adalah tidak sesuai dengan asas keadilan.

Pada perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis pun tetap mengikat para pihak, dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat. untuk kemudahan pembuktian, acuan bekerja sama dan melaksanakan transaksi, sebaiknya dibuat secara tertulis kasus yang terjadi Junaidi dengan Sukamto Handoko yang pada awalnya adalah tentang kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit seluas ± 240 ha (dua ratus empat puluh hektar) di Desa Pulau Kabal, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir. Pada kerjasama tersebut, perjanjian kerjasama hanya terjadi secara lisan saja. Pada bulan Februari 2011, Junaidi telah mengeluarkan modal sebesar ± Rp409.051.569,00 (empat ratus sembilan juta lima puluh satu ribu lima ratus enam puluh sembilan rupiah). Modal yang telah dikeluarkan Junaidi sudah banyak, Junaidi pun meminta kepada Sukamto Handoko agar kesepakatan secara lisan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk Surat Perjanjian Kerjasama yang mana draftnya telah Junaidi siapkan dan berikan kepada Sukamto Handoko untuk dikoreksi.. Hal ini juga dimaksudkan menjadi Legal Problem apabila terdapat perbedaan pendapat dapat kembali mengacu kepada perjanjian yang telah disepakati. Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dibahas ada 3 (tiga) yaitu : Pertama, Apakah Perjanjian kerjasama secara lisan mempunyai kekuatan mengikat para pihak Kedua, Apa bentuk perlindungan hukum bagi pemilik modal dalam perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara lisan yang dapat memberikan kepastian hukum. Ketiga, Bagaimana dasar ratio decidendi putusan hakim perjajian kerjasama pemilik modal yang dilakukan secara lisan. Metode pada penulisan yang digunakan penulis adalah yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Undang – Undang, pendekatan konseptual dan Pendekatan Kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui memahami dan menguraikan perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara lisan telah sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, untuk mengetahui memahami dan menguraikan perjanjian kerjasama secara lisan mempunyai kekuatan mengikat para pihak, untuk mengetahui memahami dan menguraikan bentuk perlindungan hukum bagi pemilik modal dalam perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara lisan yang dapat memberikan kepastian hukum Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Kekuatan hukum mengikatnya perjanjian kerjasama secara lisan terhadap para pihak juga harus melihat pada moral antara indvidu dan asas kepercayaan serta kejujuran antar pihak dalam melakukan perbuatn hukum, perjanjian lisan tersebut diakui keberadaannya atau eksistensinya oleh Penggugat maupun Tergugat namun ada ketidak sesuaian poin-poin atau isi dari perjanjian tersebut, karena pihak Tergugat menyangkal isi perjanjian sebagaimana Penggugat sampaikan di sidang pengadilan. Kedua, Bentuk perlindungan hukum bagi pemilik modal dalam perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara lisan adalah dengan mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang tentunya harus didukung oleh bukti yang kuat atas apa yang didalilkan dalam gugatan. Sangat jelas bahwa perjanjian lisan merupakan kesepakatan tidak tertulis antara para pihak yang berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya maka menurut Majelis Hakim tingkat banding, antara kedua belah pihak tidak tercipta adanya “kesepakatan” yang merupakan syarat sahnya perjanjian karena masing-masing pihak telah mengabaikan hal-hal yang menjadi kewajiban. Dan sangat jelas bahwa perjanjian secara lisan menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan menjadi sulit ketika timbul sengketa atau ketidaksesuaian pendapat. Ketiga, Perjanjian lisan mempunyai konsekwensi kekuatan hukum yang mengikat yang diikuti perlindungan hukum bagi para bagi para pihak tentunya kepada syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUHPer. Demikian halnya dengan perjanjian lisan juga mempunyai konsekwensi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bahkan dapat menjadi batal demi hukum manakala perjanjian lisan tersebut tidak diakui oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian maupun tidak adanya kesesuaian atau kesepakatan terhadap isi perjanjian yang disangkal oleh salah satu pihak. Berdasarkan dari hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain ; Pertama, Hendaknya setiap orang dapat menjalankan dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing dalam suatu bingkai perjanjian dan melihat moral serta asas kepercayaan serta kejujuran antar individu, sehingga tidak timbul perbuatan yang merugikan dalam bentuk wanprestasi. Demikian halnya dengan perjanjian lisan. Kedua. Hendaknya pihak penggugat dapat mempersiapkan bukti-bukti yang baik dan kuat sehingga dapat menguatkan gugatannya di pengadilan. Demikian halnya dengan tergugat dapat mempersiapkan bukti-bukti di persidangan untuk menyangkal gugatan di persidangan untuk membuktikan ia tidak bersalah melakukan wanprestasi.Oleh karena itu, pemahaman hak dan kewajiban serta pelaksanaannya dengan baik dan benar akan membawa keseimbangan perjanjian bagi kedua belah pihak. Ketiga, Hendaknya pada semua masyarakat agar terlebih berhati – hati dalam melakukan perbuatan hukum, akan baiknya dituangkan dalam bentuk tulisan dan lebih berfikir lagi dalam melakukan kesepakatan secara lisan.

Anak merupakan bagian dari generasi mudah sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan startegis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi selaras dan seimbang. Hak-hak anak merupakan bagian integral dari HAM (Hak Asasi Manusia) berkaitan dengan peranan negara, maka tiap negara mengembankan kewajiban untuk melindungi, memenuhi, dan menghormati hak-hak anak.Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian yaitu; bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap hak asasi anak melalui diversi. Selanjutnya bagaimanakah konsep perlindungan hukum terhadap hak asasi anak di masa yang akan datang.Berdasarkan hasil penelitian bahwa, bentuk perlindungan hukum melalui diversi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu dalam bentuk restoratif justice dengan tujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan Anak, serta mengutamakan menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan.Sedangkan konsep perlindungan terhadap hak asasi anak melalui diversi di masa yang akan datang perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan memasukan asas keadilan, kepastian, dan kemanpaatan dalam konsep diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dengan tujuan untuk memberikan hak yang sama dengan anak pada umumnya, kemudian pemerintah berkewajiban untuk memberikan jaminan pendidikan formal terhadap anak, sekaligus mendapatkan pendampingan dari ahli psikologis.

Pembentukan Peraturan Hukum Daerah Yang Demokratis Oleh Pemerintah Daerah

Intisari

Produk hukum daerah yang berupa keputusan pemerintah daerah maupun peraturan daerah dapat terjebak sebagai produk hukum yang cacat hukum, padahal setiap pembentukan peraturan hukum daerah senantiasa harus memperhatikan konsep Negara hukum, asas demokrasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan asas-asas umum perundang-undangan yang baik. Sehingga penulisan tesis ini mengkaji penerapan asas perundang-undangan dan implementasi pembentukan peraturan hukum daerah oleh pemerintah daerah. Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan yang bersifat Yuridis Empiris. Penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penemuan azas-azas hukum dan penemuan hukum inconcretto, yang dilengkapi pengamatan operasionalisasi asas-asas hukum secara empiris di masyarakat. Eksistensi peraturan hukum daerah dalam pembentukannya oleh pemerintah daerah telah sesuai dengan asas-asas perundang-undangan yang baik, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Asas demokrasi telah diterapkan dalam pembentukan peraturan hukum daerah oleh Kepala Daerah yang terdapat pada: usulan rancangan peraturan daerah berasal dari Pemerintah Daerah maupun DPRD; proses pembuatan peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu dan sistematis.

Problematika Hukum Pengaturan Desa Dalam Konstitusi (Analisis Terhadap Pengaturan Desa Sebelum Dan Sesudah Perubahan UUD NRI 1945 )

Intisari

Gagasan pengaturan desa sebagai unit terbawah dalam hirarki susunan pemerintahan di Indonesia sejak kemerdekaan sudah didengungkan setidaknya oleh Mohammad Yamin dan Soepomo sebagai founding fathers tatkala perdebatan dalam sidang BPUPKI-PPKI untuk dirumuskan dalam konstitusi. Buah manis dari perjuangan kedua tokoh tersebut menghasilkan pengaturan desa yang dimuat dalam konstitusi. Namun sangat disayangkan karena dalam perkembangannya pengaturan desa tidak ditaati secara konsisten dalam konstitusi ketika perubahan konstitusi terjadi pada setiaperiode. Akibat keadaan ini menimbulkan inskonsistensi pengaturan desa di tengah keberadaan desa yang semakin banyak. Desa yang ada menjadi terombang-ambing, seolah tidak mempunyai dasar pijakannya. Berangkat dari diskursus tersebut, maka permasalahan yang muncul adalah, pertama, apakah eksistensi desa diatur dalam konstitusi sebelum dan sesudah perubahan? Kedua apakah rumusan dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 hasil amandemen dapat dimaknai mencakup pengertian desa?. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach), pendekatan historis dan pendekatan filosofis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer yang meliputi Risalah Sidang BPUPKI, Risalah Sidang Amandemen UUD 1945, Konstitusi Indonesia (UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, UUD NRI 1945), Naskah Akademik UU No. 6 Tahun 2014 dan UU No 6 tahun 2014. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku literatur, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan topic penelitian ini dan bahan hukum tersier, yang terdiri dari Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Inggris Indonesia, Enslikopedia.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, pengaturan desa dalam konstitusi dalam lintasan periodesasi sejak kemerdekaan hingga setelah perubahan hanya secara eksplisit diatur dalam konstitusi pertama yaitu pada Pasal 18 UUD 1945.Tatkala disahkannya Konstitusi RIS pada tahun 1949 di bawah naungan sistem parlementer, pengaturan desa tidak ditemukan dalam substansi isi Konstitusi RIS. Tidak jauh berbeda dengan Konstitusi RIS dalam UUDS 1950 tidak juga ditemukan secara eksplisit dalam batang tubuh UUDS 1950. Setelah perubahan sebanyak 4 (empat) tahap yang menghasilkan UUD NRI 1945 juga tidak terdapat nomenklatur desa dalam Bab Pemerintahan Daerah Pasal 18 UUD NRI 1945. Kedua, nomenklatur Masyarakat Hukum Adat yang tertuang dalam Bab Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18B ayat (2) tidak dapat dimaknai mencakup pengertian desa. Masyarakat Hukum Adat lebih tepat disematkan dengan sebutan “desa adat” yang dalam hal ini berbeda dengan desa. Desa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan desa adat. Oleh karenanya tetah terjadi kekosongan hukum pengaturan desa dalam konstitusi pasca perubahan. Keadaan ini membawa implikasi terhadap inskonsistensi pengaturan desa di dalam peraturan organiknya atau peraturan di bawahnya.

Pembentukan Peraturan Hukum Daerah Yang Demokratis Oleh Pemerintah Daerah ( Establishment Of The Democratic Regional Lawful Regulations By The Regional Government)

Intisari

Produk hukum daerah yang berupa keputusan pemerintah daerah maupun peraturan daerah dapat terjebak sebagai produk hukum yang cacat hukum, padahal setiap pembentukan peraturan hukum daerah senantiasa harus memperhatikan konsep Negara hukum, asas demokrasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan asas-asas umum perundang-undangan yang baik. Sehingga penulisan tesis ini mengkaji penerapan asas perundang-undangan dan implementasi pembentukan peraturan hukum daerah oleh pemerintah daerah. Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan yang bersifat Yuridis Empiris. Penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penemuan azas-azas hukum dan penemuan hukum inconcretto, yang dilengkapi pengamatan operasionalisasi asas-asas hukum secara empiris di masyarakat. Eksistensi peraturan hukum daerah dalam pembentukannya oleh pemerintah daerah telah sesuai dengan asas-asas perundang-undangan yang baik, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Asas demokrasi telah diterapkan dalam pembentukan peraturan hukum daerah oleh Kepala Daerah yang terdapat pada: usulan rancangan peraturan daerah berasal dari Pemerintah Daerah maupun DPRD; proses pembuatan peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu dan sistematis.

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?