Judul Skripsi : Telaah Peraturan Daerah tentang Pencegahan Maksiat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Ber-Bhineka Tunggal Ika (Studi Kasus di Provinsi Gorontalo)
A. Latar Belakang
Pilihan bentuk desentralisasi sendiri bukan merupakan pilihan yang mudah bagi Indonesia, mengingat wilayah geografis yang sangat luas dan terbentang dalam puluhan ribu pulau, serta masyarakat yang sangat heterogen. Desentralisasi seringkali menjadi dilema ketika apresiasi terhadap keberagaman menuntut desentralisasi yang pada gilirannya melahirkan otonomi daerah. Pilihan kebijakan desentralisasi sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 juga bukan merupakan pilihan final. Indonesia harus mengadopsi sebuah kebijaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang baru dan berbeda sama sekali dengan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 30 tahun lebih yang ditempuh pemerintahan Orde Baru.
Jika dulu otonomi luas dianggap mengancam integritas nasional, saat ini otonomi justru diyakini bisa mempererat integrasi. Tidak pernah ada negara yang hancur karena otonomi. Kehancuran justru disebabkan sentralisme (Ni’matul Huda, 2007: 12).
B. Perumusan Masalah
- Bagaimanakah kewenangan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah di dalam negara kesatuan?
- Apakah Peraturan Daerah tentang Pencegahan Maksiat sudah sesuai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia?
C. Tinjauan Pustaka
Tinjauan tentang Teori Bentuk Negara
Negara dalam arti luas adalah kesatuan sosial yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Menurut Plato, negara timbul atau ada karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan mereka, karena masing-masing orang itu secara sendiri sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Tujuan negara adalah untuk mengetahui atau mencapai atau mengenal idea yang sesungguhnya, sedang yang dapat mengetahui atau mencapai idea yang sesungguhnya itu hanyalah ahli-ahli filsafat saja, oleh karena itu pimpinan negara atau pemerintahan negara sebaiknya harus dipegang oleh ahli-ahli filsafat saja (Soehino, 2000: 17).
Tinjauan tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Mengenai Daerah Otonom disebutkan bahwa Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tinjauan tentang Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah semboyan atau seloka yang tertulis pada lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lambang Negara ini berupa Burung Garuda berkalung perisai yang melukiskan Pancasila. Helai-helai bulu pada tubuh dan sayap burung mengingatkan pada hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Bulu pada sayap berjumlah tujuh belas helai. Kaki-kaki burung garuda mencengkeram semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Diresmikan sebagai Lambang Negara sejak tanggal 17 Agustus 1950 (Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 1951).
D. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh data yang seteliti mungkin mengenai obyek yang diteliti.
Data penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh sumber data sekunder.
Data yang diperoleh tersebut selanjutnya diolah untuk diklasifikasi dengan system penalaran deduktif dalam bentuk analisis data model interaktif.
E. Kesimpulan Skripsi
Kewenangan Daerah dalam Rangka Melaksanakan Otonomi Daerah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat pada:
- Secara garis besar termaktub dalam Pasal 18A UUD 1945.
- Perundang-undangan dibawahnya menjabarkan dengan:
- UU Nomor 22 Tahun 1999 memberi kewenangan daerah seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
- UU Nomor 38 Tahun 2000 memuat kewenangan hanya untuk Provinsi Gorontalo.
- UU Nomor 32 Tahun 2004 membedakan kewenangan pemerintahan daerah menjadi urusan wajib dan urusan pilihan.
Kesesuian Perda Provinsi Gorontalo Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dilihat dari peraturan perundang-undangan diatasnya yang telah mengatur materi Sedangkan pencegahan maksiat adalah berupa upaya pencegahan terhadap tindakan dan atau perbuatan maksiat. Pembentukan Perda harus mempunyai dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis, yakni:
- Landasan Yuridis Perda ini adalah UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Daerah Adat; UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; UU Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; dan Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan
- Landasan Filosofis berupa keinginan masyarakat Gorontalo untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai adat dengan filosofi mereka “Adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan Kitabullah”;
Contoh Skripsi Hukum
- Telaah Peraturan Daerah tentang Pencegahan Maksiat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Ber-Bhineka Tunggal Ika
- Analisis terhadap Putusan Hakim Berupa Pemidanaan terhadap Perkara Tindak Pidana Anak
- Penerapan Alat Bukti pada Proses Penyelesaian Tindak Pidana Insubordinasi yang dilakukan oleh Anggota TNI dalam Lingkungan Peradilan Militer (Studi Kasus Di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta)
- Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Karanganyar (Studi Kasus Putusan Nomor 36pdt.G2006pa.Kra), 09
- Kajian terhadap Putusan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh Anak
Leave a Reply