BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan sehingga mereka dapat berhubungan satu sama lain, mencintai, menghasilkan keturunan serta hidup dalam kedamaian. Hal ini sebagaimana kita lihat dalam firman Allah SWT berikut :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum : 21) Allah mengangkat derajat manusia di atas makhluk-makhluk-Nya yang lain. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya ketetapan pernikahan bagi manusia. Dengan pernikahan pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat. Dalam pernikahan ikatan suami-istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh atau disebut dengan mitsaqoh ghazilhan (perjanjian yang kokoh)
Pada prinsipnya tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Hal ini ditegaskan dalam undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 yaitu ucapan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, terkadang fenomena berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah, mawadah, warohmah ternyata karena satu dan lain hal harus kandas di tengah jalan. Kondisi rumah tangga mengalami perselisihan, pertengkaran serta suami istri sudah tidak dapat lagi di damaikan maka Islam memberi solusi dengan perceraian atau talak. Perceraian atau talak merupakanobat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan antara suami istri serta menjadi jalan keluar yang layak untuk keduanya. Kendati dibolehkan Allah membenci perceraian atau talak. Hadis Nabi Muhammad SAW :
“Allah tidak menghalalkan sesuatu yang paling dibencinya daripada thalaq”. (HR. Abu Daud) Namun jika perceraian adalah jalan terbaik bagi keduanya maka hal ini dapat saja dilakukan, firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
“Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al Baqarah : 227)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. An Nisaa : 129-130)
Pasal 19 ayat 2 undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974 yang menjelaskan keadaan yang dapat dijadikan alasan perceraian diantaranya :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman selama 5 tahun atau lebih berat setelah perkawinannya berlangsung
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban suami istri.
- Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dua alasan lagi yang termuat dalam pasal 116 poin 9 dan h sebagai berikut :
- Suami melanggar taklik talak
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga
Adapun sighat taklik yang diucapkan suami setelah aqad nikah kepada istri adalah :
Sewaktu-waktu saya :
- Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut
- Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.
- Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya
- Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya.
Kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) sebagai ’iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kemudian pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang ’iwadh itu dan kemudian menyerahkan kepada Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) pusat untuk keperluan ibadah sosial. Dalam proses pernikahan biasanya mempelai wanita ditanya apakah mohon mempelai laki-laki mengucapkan taklik talak atau tidak, demikian halnya dengan mempelai laki-laki. Dan hampir dapat dipastikan keduanya setuju agar taklik talak dibacakan dan mempelai laki-laki membacakan sendiri taklik talak di hadapan istri.
Secara singkat taklik talak adalah suatu talak yang digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu. Meski bukan merupakan syarat namun Departemen Agama menganjurkan kepada pejabat daerah agar dalam pernikahan itu dibacakan taklik talak (maklumat Kementrian Agama No. 3 tahun 1953). Sighat taklik dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi istri dari sikap kesewenang-wenangan suami, jika istri tidak rela atas perlakuan suami maka istri dapat mengajukan gugatan perceraian berdasarkan terwujudnya syarat taklik talak yang disebutkan dalam sighat taklik Kendati awalnya penetapan taklik talak adalah untuk melindungi istri dari perbuatan nusyus suami, pada kenyataannya putusan perceraian akibat pelanggaran taklik talak di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2007 menduduki rating tertinggi yakni 52% dari kasus perceraian yang ada10. Bagaimana rumusan taklik talak menurut UU dan hukum Islam? Bilamana taklik talak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan gugatan cerai bagi istri?
Pertimbangan apa yang digunakan oleh hakim dalam hal ini Pengadilan Agama untuk memutuskan bahwa taklik talak telah jatuh dan mengakibatkan perceraian bagi suami istri atau tidak, serta memutuskan bahwa suatu perkara itu termasuk dalam kategori taklik talak atau bukan. Hal ini melatarbelakangi penyusun untuk meneliti lebih lanjut tentang perkara pelanggaran taklik talak
di Pengadilan Agama Salatiga.
Leave a Reply