HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tingkat Kesadaran Hukum Tentang Perceraian Bagi Isteri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam diturunkan ke muka bumi tidak hanya menjadi pedoman bagi umat, melainkan ia diturunkan sebagai pelindung dan pedoman bagi seluruhumat. Diyakini bahwa Agama Islam bukanlah pada ruang yang kosong melainkan, ia langsung berkumpul dan berinteraksi dengan budaya di mana Agama Islam tersebut berkembang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dan diagungkan oleh keluarga yang melaksanakannya. Perkawinan merupakan perpaduan instink manusiawi antara laki-laki dan perempuan di mana bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmani, lebih tegasnya perkawinan adalah suatu perkataan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara diridhoi oleh Allah SWT.

Sebagai firman Allah SWT :

Photobucket

“Dan diantara tanda-tanda (Kemaha Besaran)-Nya adalah bahwa dia menciptakan jodoh-jodohmu sendiri agar merasa tenang bersamamereka dan Dia menciptakan rasa cinta kasih diantara kamu.

Sesungguhnya di dalam hal itu terdapat tanda-tanda kemaha besaran Allah SWT bagi orang-orang yang mau berfikir”. Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis yang diangankan, pada kehidupan kenyataan. Bahwa memelihara, kelestarian dan keseimbangan hidup bersama suami isteri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Bahkan banyak di dalam hal kasih sayang dan kehidupan harmonis antara suami isteri itu tidak dapat diwujudkan. Kadangkala pihak isteri tidak mampu menanggulangi kesulitankesulitan tersebut, sehingga perkawinan yang didambakan tidak tercapai dan berakhir dengan perceraian.

Al-Qur’an menyerukan bahwa laki-laki dan perempuan tidak dibedabedakan, laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan tanggung jawab dan balasan amal, ada keseimbangan (timbal balik) antara hak dan kewajiban suami dan isteri. Meskipun demikian, ada kesan seruan keseimbangan ini diikuti dengan adanya diskriminasi terhadap perempuan, misalnya disebutkan bahwa suami memiliki kelebihan satu derajat dibanding isteri, dan suami mempunyai status pemimpin. Sedangkan perempuan tidak cocok memegang kekuasaan ataupun memiliki kemampuan yang dimiliki laki-laki. Di dalam melakukan perceraian seorang suami mempunyai hak talak sepihak secara mutlak.

Artinya, tanpa alasan yang jelaspun seorang suami boleh melakukan poligami  tanpa persetujuan isteri, sebab diyakini bahwa berpoligami merupakan hak mutlak suami, sementara isteri tidak boleh melakukan poliandri. Pengadilan juga menerima gugatan perceraian yang disebut cerai gugat, hal ini atas inisiatif isteri bukan karena ditalak suaminya. Sedangkan cerai talak adalah percerian atas kehendak suami dan bukan atas inisiatif isteri. Dalam undang-undang pemrosesan antara cerai talak dengan cerai gugat. Karena dengan adanya perbedaan itu maka dalam perceraian yang dilaksanakan di pengadilan perlu diketahui lebih mendalam. Setelah penyusun mengadakan observasi awal sebelumnya di Kantor Urusan Agama di Kecamatan Tengaran tahun 2005, tercatat kasus cerai gugat lebih banyak dengan prosentase 1 : 5 dibanding cerai talak.8

Permasalahan dalam cerai gugat tersebut disebabkan oleh, faktor moral, meninggalkan kewajiban, kawin bawah umur, penganiayaan, dihukum, cacat biologis, dan terus menerus berselisih. Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang cerai gugat.

Untuk itu penulis mengambil judul : ”TINGKAT KESADARAN HUKUM TENTANG PERCERAIAN BAGI ISTERI (Studi Kasus Tentang Cerai Gugat di Kecamatan Tengaran Tahun 2005)”.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?