- Konsekuensi Yuridis Putusan Makamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010 Terhadap Kedudukan Anak Astra Dalam Hukum Adat Bali
- Uu No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum
- Perlindungan Hukum Terhadap Keaslian Cerita Rakyat
- Urgensi Pelaksanaan Mediasi Penal Di Tingkat Penyidikan Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan Ringan Di Kepolisian Resort Kota Denpasar
- Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia
- Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali
- Kedudukan Desa Di Bali Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
- Landasan Yuridis Dan Makna Pengukuhan Awig-Awig Desa Pakraman Oleh Bupati/Wali Kota
- Hakikat Dan Peranan Sanksi Adat Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Awig-Awig (Studi Kasus Di Desa Pakraman Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar)
- Efektivitas Penerapan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Terkait Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Bagi Pejalan Kaki
- Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Perpajakan
- Uu No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum
- Konsekuensi Yuridis Putusan Makamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010 Terhadap Kedudukan Anak Astra Dalam Hukum Adat Bali
- Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Perspektif Ius Consti Tutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum)
- Inkonstitusionalitas Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi
- Implementasi Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Kantong Plastik
- Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
- Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Uudnri Tahun 1945
- Analisis Yuridis Terhadap Pendamaian Dalam Perkara Perceraian Aparatur Sipil Negara Dengan Pendekatan Hukum Perkawinan
- Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar Pasca Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Di Bali
Konsekuensi Yuridis Putusan Makamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010 Terhadap Kedudukan Anak Astra Dalam Hukum Adat Bali
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang signifikansi Putusan Mahkamah Konstitusi No.46 / PUU-VIII / 2010 posisi anak astra dalam hukum adat Bali.
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan memilih jenis pendekatan patung dan konseptual pendekatan. Sumber bahan hukum yang diperiksa dalam penelitian ini terdiri dari hukum primer bahan dan bahan hukum sekunder dan teknik dianalisis dengan deskripsi, sistematis, evaluasi dan argumentasi.
Hasil Penelitian
Berdasarkan perspektif (review) Konstitusi Putusan Pengadilan No. 46 / PUU-VIII / 2010, anak astra memiliki hubungan sipil dengan biologisnya ayah dan keluarganya dapat dibuktikan dengan sains dan teknologi dan / atau bukti lainnya menurut hukum. Konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 / PUU-VIII / 2010 dengan norma-norma hukum adat Bali tentang anak astra Bali harus sesuai arahan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi.
Uu No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum
Intisari
Diberlakukannya UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah menimbulkan kontroversi luas di kalangan masyarakat. Beberapa daerah menolak memberlakukan undang-undang tersebut karena dianggap tidak mencerminkan semangat beragam budaya, atau Prinsip Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu, harus review undang-undang yang filosofis, yuridis dan sosiologis secara komprehensif sesuai dengan karakter nasional, keterbukaan, kejujuran, dan toleransi berdasarkan semangat persatuan nasional
Perlindungan Hukum Terhadap Keaslian Cerita Rakyat
Intisari
Persyaratan orisinalitas ditentukan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta dapat dengan mudah diterapkan pada kreasi baru, tetapi ketika menyangkut kreasi seperti tradisional folktale membutuhkan lebih banyak pencarian untuk menentukan orisinalitasnya. Cerita rakyat mulai dipindahkan ke yang lain bentuk yang lebih menarik, tetapi mengurangi elemen orisinalitas sehingga cerita menjadi lebih muda generasi mungkin tidak tahu bentuk cerita rakyat yang sebenarnya. Berdasarkan latar belakang itu, penelitian ini membahas masalah tentang konsep orisinalitas tentang hak cipta dalam sebuah karya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta dan Konvensi Berne dan perlindungan hukum atas orisinalitas cerita rakyat. Penelitian ini adalah sebuah penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan statuta dan pendekatan konseptual.
Hasil Penelitian
Hasilnya dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan keaslian suatu penemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mendefinisikan kreativitas sebagai dasar untuk menentukan orisinalitas suatu karya. Perlindungan untuk orisinalitas cerita rakyat dapat dilakukan dengan Bagian dan implementasi dokumentasi Pasal 15 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Urgensi Pelaksanaan Mediasi Penal Di Tingkat Penyidikan Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan Ringan Di Kepolisian Resort Kota Denpasar
Intisari
Mediasi (ADR) merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam kasus-kasus di lingkungan hukum perdata. Hukum pidana tidak mengenal mediasi (mediasi penal) sebagai alternatif penyelesaian suatu tindak pidana di luar pengadilan. Meskipun belum memiliki landasan yuridis formal, fakta obyektif menunjukan bahwa dalam prakteknya mediasi penal dilakukan dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Polresta Denpasar. Terlaksananya mediasi penal tidak terlepas dari keinginan masyarakat (pelaku dan korban) serta sikap progresif dan responsif dari penegak hukum (penyidik Kepolisian) melihat mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian kasus tindak pidana penganiayaan ringan. Praktek mediasi penal di Polresta Denpasar dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan tentunya menemui beberapa hambatan, sehingga rumusan masalah yang dapat dikemukakan terkait dengan fenomena hukum tersebut yaitu : 1) Bagaimanakah pelaksanaan mediasi penal di tingkat penyidikan dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Polresta Denpasar, dan 2) Apa saja faktor-faktor penghambat pelaksanaan mediasi penal di tingkat penyidikan dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Polresta Denpasar.
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik penentuan sampel penelitian menggunakan teknik non probability sampling, dan keseluruhan data-data yang terkait akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis dan selektif, kemudian data tersebut akan dijabarkan secara deskriptif analitis dalam bentuk uraian-uraian yang disertai dengan penjelasan teori-teori hukum.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi penal dalam penyelesaian tindak pidana ringan belum berjalan maksimal karena dalam pelaksanaanya Polresta Denpasar harus berhadapan dengan pemikiran positivism hukum dalam masyarakat dan penyidik. Kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaan mediasi penal guna penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di Polresta Denpasar meliputi: faktor hukum, faktor penegak hukum serta factor budaya masyarakat. Optimalisasi pelaksanaan mediasi penal oleh Polresta Denpasar dalam penyelesaian tindak pidana ringan meliputi upaya intern dan ekstern, dimana upaya intern dilakukan dengan mengoptimalkan kemampuan serta keterampilan seluruh jajaran Satuan Reserse Kriminal Polresta Denpasar, sedangkan upaya ekstern meliputi sikap responsif bagi korban dan pelaku yang ingin menyelesiakan kasus penganiayaan ringan melalui mediasi penal (di luar jalur litigasi).
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Intisari
Perkosaan merupakan persoalan yang semakin banyak terjadi namun sepertinya kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di Indonesai secara umum kasus perkosaan semakin hari semakin meningkat bahkan tak jarang perkosaan terjadi di dalam lingkungan keluarga bahkan kini pelaku perkosaan maupun korbannya adalah anak dibawah umur ini menjadi suatu masalah yang sangat perlu untuk diperhatikan secara serius. Tindak pidana perkosaan sering terjadi akibat lemahnya penegakan hukum pidana matriil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadp anak korban pemerkosaan di bawah umur dalam sistem peradilan pidana.
Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum normatif adalah hukum yang dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan penelitian ini didasarkan pada sistematika, metode dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan mengenalinya. Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak yang dimaksud dengan Anak adalah seseornag yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, temasuk yang masih dalam kandungan menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Bertolak dari konsep perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, maka undang-undang meletakan kewajiban atas perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut : a) nondiskriminasi; b) kepentingan yang terbaik bagi anak; c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; d) penghargaan terhadap pendapat anak. Bahwa perlindungan yang di berikan kepada korban perkosaan anak belum maksimal, padahal korban perkosaan di bawah umur merupakan korban yang sangat dirugikan baik secara fisik maupun psikis karena konteks perlindungan terhadap korban dalam sistem pemidaan adanya upaya preventif dan represif yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, kepastian dan keadilan oleh aparat penegak hukum menyangkut memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan anak di bawah umur seyognya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Semua pihak diwajibkan untuk memberikan perlindungan kepada anak dimulai dari lingkungan keluarga sampai di mana anak menjalankan aktifitasnya sehari-hari, sehingga mengurangi kesempatan bagi calon pelaku yang akan melakukan kejahatan, dan baik pemerintah, aparat hukum dan LSM juga dapat meningkatkan profesionalnya dalam memahami permasalan anak sehingga mampu mensejahterahkan anak Indonesia yang bertanggungjawab kepada bangsa dan negara, keluarga, orang tua dan lingkungannya.
Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara faktual prinsip penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan ketentuan Undang – Undang No. 10 tahun 2009 tetang Kepariwisataan mengalami hambatan dalam penerapan kegiatan investasi pariwisata di Bali, adanya pelanggaran dari pihak investor sehingga eksistensi budaya yang selama ini menjadi ikon pariwisata Bali mengalami pergeseran. Penelitian ini memuat penelitian hukum empiris. Data dan sumber data yang digunakan yakni data primer, yang berasal dari dinas parwisata provinsi Bali kemudian daerah daerah yang banyak kegiatan investasi diBali seperti Badung, Denpasar dan Gianyar (Ubud), sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara, dengan Teknik Pengambilan sampel atas populasi penelitian yang digunakan adalah Teknik Non Probability Sampling. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Data Kualitatif.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip penyelenggaraan kepariwisatan menemui hambatan pada struktur hukumnya yang masih mengalami tumpang tindih, ketidak konsistenan penerapan aturan hukum, dan pada tingkat budaya hukum, para investor masih beranggapan tanggung jawab sosial hanya kewajiban moral, sehingga penerapannya hanya bersifat sukarela. Kemudian ideal penyelenggaraan investasi segala bentuk kegiatan yang berbentuk hukum, sehingga perlindungan bagi asset budaya Bali dapat terlaksana bukan dikarenakan kewajiban moral tapi kewajiban hukum.
Kedudukan Desa Di Bali Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Intisari
Bali memiliki dua jenis Desa yaitu Desa Dinas, dan Desa Adat. Masingmasing desa tersebut memiliki kewenangan yang berbeda. Desa Adat menjalankan kewenangan yang berkaitan dengan urusan adat istiadat dan agama sedangkan Desa Dinas melaksanakan kewenangan administratif. Namun kedua Desa ini dihadapkan pada pilihan untuk memilih salah satu dari Desa tersebut. Hal ini diakibatkan oleh adanya kekaburan norma dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Bertolak dari hal tersebut, substansi permasalahannya ada dua yaitu, bagaimanakah keuntungan dan kerugian memilih Desa Adat di Bali serta bagaimanakah keuntungan dan kerugian memilih Desa Dinas di Bali. Dua permasalahan pokok ini pada intinya ditujukan untuk mengetahui dan menganalisa kedudukan Desa di Bali setelah berlakunya UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan melalui analisis yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan konsep hukum sebagai basis penelitiannya. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsep hukum, pendekatan perundang-undangan serta pendekatan sejarah.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa keuntungan memilih Desa Adat adalah eksistensi Desa Adat akan semakin diakui dalam Pemerintahan Desa di Indonesia, selain memang telah diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kerugian dari memilih Desa Adat adalah semakin besarnya intervensi pemerintah terhadap otonomi asli yang dimiliki oleh Desa Adat, hal tersebut akan menyebabkan Desa Adat akan kehilangan kekhususannya dalam menjalankan kewenangan yang dimilikinya. Keuntungan memilih Desa Dinas yaitu, tidak akan terjadi perubahan yang signifikan dari sistem pemerintahan maupun organisasi, sehingga tidak menyulitkan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam menata ulang keseluruhan dari organisasi Desa tersebut. Kerugian memilih Desa Dinas yaitu Desa Dinas tidak mampu menjalankan kewenangan adat istiadat dan agama, dimana urusan adat istiadat dan agama tidak bisa digabungkan dengan urusan administrasi pemerintahan.
Landasan Yuridis Dan Makna Pengukuhan Awig-Awig Desa Pakraman Oleh Bupati/Wali Kota
Intisari
Desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri yang dituangkan dalam awigawig desa pakraman. Dalam awig-awig ada tandatangan dan stempel Bupati/Wali Kota. Permasalahannya adalah apa landasan yuridis pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Wali Kota, bagaimana mekanisme pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Wali Kota, dan apa makna pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Wali Kota.
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan perundangan-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan konsep. Penelitian dilakukan terhadap taraf sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan landasan yuridis dari pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Wali Kota adalah Pasal 12 Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Mekanisme pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Walikota dilakukan setelah awig-awig disahkan krama desa pakraman. Makna pengukuhan awig-awig desa pakraman oleh Bupati/Wali Kota adalah pengakuan terhadap hak tradisional masyarakat hukum adat seperti diatur dalam Pasal 18B ayat 2 UUD NRI 1945.
Hakikat Dan Peranan Sanksi Adat Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Awig-Awig (Studi Kasus Di Desa Pakraman Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar)
Intisari
Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan norma sosial sebagai pedoman perilaku anggota masyarakat agar kehidupan sosial menjadi tertib. Kehidupan masyarakat tertib apabila terdapat hukum disertai dengan sanksi yang mengikat masyarakat adat. Di Bali, Kehidupan masyarakat adatnya tersusun dalam satu kesatuan desa adat (desa Pakraman) yang mempunyai hukum sendiri yang disebut Awig-awig. Setiap desa adat mempunyai Awig-awig, yang berlandaskan falsafah Tri Hita Karana yaitu Parhyangan, Palemahan, Pawongan. Demikian pula di Desa Pakraman Keramas yang memiliki Awig-awig dan masih hidup serta berlaku sampai saat ini dan mengandung sanksi moral dan magis yang bersifat edukatif terhadap pelanggarnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah hakikat sanksi adat dalam awig-awig di Desa Pakraman Keramas? dan bagaimana peranan sanksi adat terhadap kesadaran hukum masyarakat Desa Pakraman Keramas?
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan analisis data kualitatif. Keseluruhan hasil analisis tersebut disajikan secara deskripsi yaitu memaparkan secara lengkap masalah yang diteliti, disertai dengan pembahasan yang kritis. Berdasarkan Teori Sistem Hukum dari L. M. Friedman, teori legal system dijabarkan lebih lanjut oleh Soerjono Soekanto menjadi teori efektivitas hukum, Ajaran Menimbang dan Memutus dari Moh.M.Koesno, Fungsi Hukum, Konsep Kesadaran Hukum, Peraturan Perundang-undangan serta hasil penelitian di lapangan, bahwa Hakikat sanksi adat menurut Awig-Awig Desa Pakraman Keramas, dapat dilihat dari bentuk sanksinya, tujuannya serta penerapan sanksinya di masyarakat yang bertujuan untuk memberikan efek jera, mengembalikan keseimbangan desa, kesucian desa, serta menjaga kehrmonisan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam lingkungannya yang terangkum dalam konsep Tri Hita Karana.Dengan diterapkannya sanksi adat, maka akan dapat meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat dapat diukur dengan indicator kesadaran hukum yaitu pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum serta pola perilaku hukum. Dengan demikian peranan sanksi adat sangat penting dalam meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat melalui subtansi, struktur dan budaya hukum.
Efektivitas Penerapan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Terkait Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Bagi Pejalan Kaki
Intisari
Salah satu fasilitas di jalan bagi pejalan kaki adalah berupa trotoar. Penyediaan trotoar adalah merupakan tanggungjawab pemerintah dan pemanfaatannya adalah dari kesadaran hukum masyarakat. Ruang bagi pejalan kaki dalam kenyataan saat ini kondisinya tidak aman dan pemanfaatannya untuk parkir, berdagang, dan penempatan material bangunan. Kompleksitas suatu kota mengharuskan pengaturan yang menunjang kegiatan masyarakatnya khususnya dalam perlindungan kepada pejalan kaki sehingga dari masalah tersebut maka dirumuskan permalasahan berikut, yaitu:1) Bagaimana efektivitas penerapan Pasal 33 huruf a Perda Nomor 27 Tahun 2011? 2) Bagaimana upaya Pemerintah Kota dalam menerapkan Pasal 33 huruf a? Jenis penelitian adalah penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif analisis. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumen. Lokasi penelitian di wilayah Kota Denpasar. Penentuan sampel penelitian dengan teknik Non Probability Sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menyusun dan mengklasifikasikan data secara sistematis, sehingga dapat menghubungkan data primer dan data sekunder untuk dapat ditafsirkan dari perspektif peneliti disertai dengan analisis teori-teori hukum.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Pasal 33 Huruf a terkait penyediaan dan pemanfaatan ruang bagi pejalan kaki dipengaruhi oleh beberapa unsur yang meliputi unsur substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Tingkat efektivitas penerapan dari Pasal 33 Huruf a di Kota Denpasar dinilai cukup efektif. Optimalisasi penerapan penyediaan dan pemanfaatan ruang bagi pejalan kaki dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja petugas yang ada, pemanfaatan teknologi dan memaksimalkan fasilitas umum
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Perpajakan
Intisari
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wajib Pajak terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. KUHP tidak mengenal badan hukum sebagai subjek hukum pidana. Hal ini didasarkan pada Pasal 59 KUHP, dimana apabila badan hukum yang melakukan tindak pidana, maka pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada pengurus badan hukum dalam hal pengurus badan hukum melakukan tindak pidana dalam rangka mewakili atau dilakukan atas nama badan hukum tersebut. Adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah 1) Pengaturan tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Korporasi sebagai Wajib Pajak; dan 2) Bagaimanakah pengaturan pertanggungjawaban Wajib Pajak Korporasi di masa mendatang ? Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undagan. Dan teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah dokrin Strict Liability, konsep kepastian hukum, teori pembenaran pemungutan pajak,teori keadilan restoratif dan teori fiksi.
Hasil Penelitian
Kesimpulan yang didapat adalah adanya kekaburan norma. Korporasi sebagai subjek hukum sudah ada diatur dalam Undang-Undang di luar KUHP. Diantaranya dalam UU Perpajakan . Dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 39A UU Perpajakan tidak ada satupun dari pasal tersebut yang mencantumkan sanksi yang tegas bagi korporasi, namun tidak ada satupun dari pasal tersebut yang dengan tegas menyebutkan siapa yang bertanggungjawab terhadap pelanggaran pidana di bidang pajak dan bentuk pidana apa yang tepat dikenakan kepada korporasi yang melakukan tindak pidana perpajakan. Diperlukan pembaruan di pada UU Perpajakan, yang mana sanksi yang dikenakan kepada korporasi lebih ditekankan kepada pidana denda. karena pada prinsipnya pajak adalah merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membangun bangsa Indonesia
Uu No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum
Intisari
Diberlakukannya UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah menimbulkan kontroversi luas di kalangan masyarakat. Beberapa daerah menolak memberlakukan undang-undang tersebut karena dianggap tidak mencerminkan semangat beragam budaya, atau Prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, harus review undang-undang yang filosofis, yuridis dan sosiologis secara komprehensif sesuai dengan karakter nasional, keterbukaan, kejujuran, dan toleransi berdasarkan semangat persatuan nasional.
Konsekuensi Yuridis Putusan Makamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010 Terhadap Kedudukan Anak Astra Dalam Hukum Adat Bali
Intisari
Putusan Mahkamah Konstitusi No.46 / PUU-VIII / 2010 tentang posisi anak astra dalam hukum adat Bali. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan memilih jenis pendekatan patung dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta teknik dianalisis dengan uraian, sistematis, evaluasi dan argumentasi.
Hasil Penelitian
Berdasarkan perspektif (review) Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 / PUU-VIII / 2010, anak astra memiliki hubungan sipil dengan ayah kandungnya dan keluarganya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dan / atau bukti lain sesuai dengan hukum. . Konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 / PUU-VIII / 2010 terhadap norma-norma hukum adat Bali tentang anak astra Bali adalah harus sesuai dengan arahan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Perspektif Ius Consti Tutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum)
Intisari
Fenomena penegakan hukum pidana dewasa ini semakin kehilangan arah bahkan dinilai telah mencapai titik terendah, masyarakat pencari kadilan mengeluhkan proses penyidikan tindak pidana ( umum) yang prosesnya berbelit-belit, berlarut-larut bahkan tidak ada ujung penyelesaianya, keadaan ini jelas tidak memberi kepastian hukum, keadilan serta menfaat dalam penegakan hukum terlebih lagi akan terjadi pelanggaran terhadap hak-hak tersangka, salah satu penyebab keadaan tersebut adalah tidak adanya ketentuan batas waktu penyidikan (kekosongan norma), yang memberi kesempatan kepada penyidik untuk menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, berkenaan dengan hal tersebut penulis mengangkat judul tesis “Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Persepektif Ius Constitutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum) ”.
Pendekatan Penelitian
Penelitian dalam tesis ini menggunakan metode deskriptif normatif, dilakukan untuk mencari jawaban atas permasalahan : Bagaimana ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana umum terkait dengan perlindungan hak asasi tersangka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)? dan Bagaimana sebaiknya pengaturan batas waktu penyidikan tindak pidana umum dalam hukum acara pidana yang akan datang ?.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian kepustakaan, diperoleh jawaban atas permasalah tersebut yaitu : Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Ius Constitutum) tidak diatur mengenai ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana umum secara tegas sehingga banyak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi tersangka dan pembaharuan hukum acara pidana yang akan datang ( Ius Constituendum) seharusnya mengatur mengenai batas waktu penyidikan tindak pidana umum secara tegas dan pasti, serta mengatur mengenai penegakan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi tersangka, korban maupun saksi pada umumnya . Untuk mewujudkan tindakan penyidikan yang memiliki kepastian hukum, mencerminkan keadilan serta penegakan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (tersangka, korban dan saksi ) .
Inkonstitusionalitas Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi
Intisari
Peraturan pemerintah sebagai pengganti hukum (Perpu) adalah salah satu produk hukum itu dibentuk oleh Presiden ketika negara dalam masa genting yang ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945). Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-undang (UU 12/2011) Perpu ditempatkan sejajar dengan hukum. Pada dasarnya, dalam hal bentuk, Perpu adalah Peraturan Pemerintah sementara di Indonesia ketentuan substansi sama dengan hukum sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 11. The keberadaan Perpu menjadi menarik ketika produk hukum diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tentang konstitusionalitasnya, sedangkan konstitusional kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) pada UUD NRI 1945, salah satunya adalah memeriksa undang-undang terhadap UUD NRI 1945, bukan Perpu melawan UUD NRI 1945. Berdasarkan hal tersebut, adapun perumusannya Masalahnya adalah apakah Perpu selaras dengan legislasi dalam hierarki legislasi regulasi memiliki kualifikasi yang sama dengan undang-undang? dan Apakah Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa Perpu?
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif deskriptif analisis menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan historis, dan pendekatan kasus yang berasal dari bahan sumber primer, sekunder dan tersier menggunakan sistem kartu sebagai koleksi materi hukumnya teknik. Studi tentang masalah ini didukung oleh konsep supremasi hukum, teori otoritas, teori interpretasi konstitusi dan teori pembentukan undang-undang.
Hasil Penelitian
Kesimpulan dari penelitian ini meskipun Perpu secara material memiliki kesamaan substansi sebagai hukum, tetapi secara formal regulasi tidak sama dengan hukum. Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa Perpu karena kewenangan Mahkamah Konstitusi bersifat otoritatif dan terbatas, jadi pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan tidak konstitusional.
Implementasi Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Kantong Plastik
Intisari
Sampah plastik merupakan masalah yang sangat sulit diatasi oleh karena itu Pemerintah Kota Denpasar telah mengatur tentang Pengurangaan Penggunaan Kantong Plastik. Namun dalam pelaksanaanya masih banyak fenomena sosial yang perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari masyarakat yaitu sampah plastik lebih tepatnya kantong plastik karena setiap masyrakat masih banyak menggunakan kantong plastik dalam kesehariannya. “Penulisan article ini bertujuan untuk mengetahui implementasi hukum terhadap Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2018 pada pelaku usaha di pasar tradisional serta upaya hukum yang dapat ditempuh pemerintah untuk memaksimalkan penerapan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018.” Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum empiris ini menunjukkan bahwa Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 masih kurang diterapkan di pasar tradisional oleh karena itu pemerintah diharapkan lebih tegas lagi mengatur tentang pengurangan sampah plastik ini.
Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Intisari
Perubahan pelaksanaan urusan pemeriksaan ketenagakerjaan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang dampak Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan dan prosedur pelaporan untuk laporan kerja wajib di perusahaan, yaitu: 1) Bagaimana pelaksanaan wajib pelaporan kerja di perusahaan di kantor kantor yang bertanggung jawab atas tenaga kerja di kabupaten / kota? 2) Bagaimana prosedur pelaporan yang diperlukan untuk melaporkan pekerjaan di perusahaan setelah berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014? Untuk mencari dan menemukan solusi terhadap rumusan masalah yang akan diteliti, maka dalam penulisan ini dilakukan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Pelaporan Kewajiban Wajib di Perusahaan, pengusaha atau manajer perusahaan wajib melaporkan secara tertulis segala bentuk pendirian, pemutusan hubungan kerja, pembangunan kembali, pemindahan atau pembubaran perusahaan. perusahaan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk dalam hal ini yang dipercayakan dengan tugas pengawasan di bidang ketenagakerjaan.
Analisis Yuridis Terhadap Pendamaian Dalam Perkara Perceraian Aparatur Sipil Negara Dengan Pendekatan Hukum Perkawinan
Intisari
Ketika perkawinan tidak dapat dipertahankan kembali, maka perceraian menjadi salah satu upaya yang ditempuh oleh sebuah pasangan suami istri untuk melepaskan ikatan kekeluargaan yang terjalin diantaranya. Dalam pengaturan hukum nasional, prosedur perceraian tidak dapat disetarakan secara general namun ditentukan oleh status ataupun profesinya. Hal ini turut berlaku bagi para pihak yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya PNS yang oleh karena profesinya maka mengharuskan adanya pengkhususan dalam proses perceraian yakni melewati tahap perijinan dan pendamaian oleh atasannya. Journal ini disusun untuk menganalisis aktifitas syarat sahnya perceraian dan bentuk serta peran upaya pendamaian dalam perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil dengan menggunakan metode normatif dan pendekatan fakta, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis dan sintesis hukum.
Hasil Penelitian
Hasil akhir dari Journal ini bermuara pada kesimpulan bahwa syarat sahnya perceraian PNS tidak sepenuhnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan namun adapula syarat-syarat khusus yakni mendapatkan ijin dari atasan dan telah melewati tahap mediasi namun tidak dapat diselesaikan.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar Pasca Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Di Bali
Intisari
Perencanaan pembangunan daerah adalah salah satu bagian dari urusan pemerintah daerah dalam kewenangannya mengatur urusan rumah tangga dari daerah itu sendiri. Dalam perencanaan pembangunan daerah, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mewajibkan pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berdurasi (5) lima tahun setelah daerah tersebut menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu bagaimanakah proses penyusunan RPJMD Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar pasca pemilihan umum kepala daerah di bali dan faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam proses penyusunan RPJMD Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum empiris, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat. Penyusunan RPJMD Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar diwajibkan penyusunannya berdasarkan ketentuan yang ada pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017. Berbagai proses tahapan yang terdapat dalam ketentuan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 wajib ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan Kabupaten Gianyar sebagai pelaksananya. Adapun faktor penghambat penyusunan RPJMD Tahun 2018-2023 Kabupaten Gianyar adalah kurangnya penegakan hukum pada lingkungan organisasi perangkat daerah, tidak efektif nya sistem informasi pembangunan daerah dan masyarakat desa yang masih belum memahami pentingnya prioritas pembangunan dan penyelarasan perencanaan.
Leave a Reply