- Kedudukan Desa Adat Di Bali Sebagai Subyek Hukum Hak Milik Atas Tanah
- Pengaturan Mahasiswa Dokter Layanan Primer Dalam Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran Dan Asas Perlindungan Hukum
- Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower Dan Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Korupsi
- Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Militer Dalam Melindungi Hak Prajurit Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 Dan Kekosongan Hukum Saat Ini
- Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Oleh Pengadilan Negeri Medan
- Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Perspektif Ius Consti Tutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum)
- Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Pengadilan Negeri Padang Sidempuan)
- Tanggung Gugat Pemerintah Kota Surabaya Atas Pembatasan Kuota Di Bidang Pendidikan. Thesis Thesis, Universitas Airlangga.
- Disparitas Putusan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Dalam Lingkup Rumah Tangga
- Bentuk Badan Hukum Lembaga Perkreditan Desa Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Lembaga Perkreditan Desa :: Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa Di Kabupaten Tabanan Bali
- Perkawinan Nyeburin Berbeda Wangsa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Hukum Adat Di Bali (Studi Kasus Di Desa Adat Wanasari, Tabanan)
- Inkonstitusionalitas Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi
- Telaah Yuridis Tentang Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Di Indonesia
- Fungsionalisasi Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Perambahan Hutan Di Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Propinsi Sumatera Utara
- Kedudukan duda dalam hal mewaris karena putusnya perkawinan nyeburin menurut Hukum Adat Bali di Kabupaten Tabanan
- Kajian Tentang Kompetensi Peradilan Mahkamah Konstitusi Terkait Dengan Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah
- Perkawinan Kedua (Poligami) Bagisuami Yang Kawin Nyeburin Pada Istri Pertama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Hukum Adat Bali (Suatu Studi Kasus Di Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan)
- Penerapan Prinsiip Good Governance Dalam Pengelolaan Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Humbang Hasundutan
- Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Penerapan Deportasi Bagi Tenaga Kerja Asing Di Bali
- Rencana Reklamasi Teluk Benoa Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Dan Tabanan
- Analisis Relevansi Subjek Dokumen Yang Menyitir Dengan Dokumen Yang Disitir Dalam Tesis Magister Ilmu Hukum Tahun 2016 Universitas Sumatera Utara
- Kedudukan Anak Angkat Menurut Hukum Waris Adat Bali Di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan – Bali (The Foster Child Status Comes According To Hereditary Law Of Bali Custom In Subdistrict Of Kediri, Tabanan Regency – Bali)
- Penerapan Batas Kedewasaan Dalam Pembuatan Akta Notaris Dan Akta Ppat Berkaitan Dengan Jual Beli Hak Atas Tanah Di Kabupaten Tabanan Bali
Kedudukan Desa Adat Di Bali Sebagai Subyek Hukum Hak Milik Atas Tanah
Intisari
Tesis ini berjudul KEDUDUKAN DESA ADAT DI BALI SEBAGAI SUBYEK HUKUM HAK MILIK ATAS TANAH dengan dua pokok permasalahan yaitu yang pertama yaitu desa adat di Bali sebagai subyek hukum hak milik atas tanah, yang kedua adalah akibat hukum pasca ditetapkannya desa adat di Bali sebagai subyek hukum hak milik atas tanah. Metode peneletian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diolah dengan teori bola salju.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis desa adat di Bali sebagai subyek hukum hak milik atas tanah serta akibat hukum pasca ditetapkannya desa adat di Bali sebagai subyek hukum hak milik atas tanah.
Hasil Penelitian
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa desa adat di Bali bukan merupakan subyek hukum hak milik atas tanah. Serta tanah milik desa adat di Bali yang telah disertifikatkan dengan hak milik atas nama desa adat mengakibatkan tanah tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak lain dan diatas tanah tersebut dapat diberikan hak guna bangunan dan hak pakai selama mendapatkan persetujuan dari desa adat namun tanah tersebut tidak dapat diwariskan sehingga tidak memenuhi sifat-sifat dari hak miliki atas tanah sebagaimana dalam UUPA.
Pengaturan Mahasiswa Dokter Layanan Primer Dalam Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran Dan Asas Perlindungan Hukum
Intisari
Berdasarkan UU 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (UU Pendidikan Kedokteran), dokter layanan primer diarahkan untuk melanjutkan studi setara pendidikan spesialisasi kedokteran yang lain. Lulusan program ini akan dikenal dengan sebutan Dokter Layanan Primer. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan perlindungan hukum bagi Mahasiswa Program Dokter Layanan Primer. Pertama, tesis ini akan menganalisis maksud dari Pasal 31 UU Pendidikan Kedokteran tentang perlindungan hukum bagi Mahasiswa Dokter Layanan Primer. Kedua, tesis ini akan menganalisis asas kepastian hukum, keadilan, manfaat, dan asas-asas perlindungan hukum dalam pengaturan Mahasiswa Program Dokter Layanan Primer. Ketiga, tesis ini akan menganalisis apakah perlindungan hukum bagi pengaturan Mahasiswa Program Dokter Layanan Primer dalam UU Pendidikan Kedokteran telah memenuhi asas- asas dasar hukum tersebut. Tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif dan pendekatan kualitatif berdasarkan data sekunder dari studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini akan dianalisis dengan metode kualitatif.
Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower Dan Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Korupsi
Intisari
Persoalan mengenai Whistleblower ataupun Justice Collaborator merupakan persoalan yang rumit sekaligus menarik untuk dibahas dalam suatu konsepsi ataupun legilasinya. Apakah seorang Whistleblower maupun Justice Collaborator merupakan seorang pelaku tindak pidana ataupun bukan pelaku tindak pidana, ataukah diperlukan suatu penghargaan ataupun hukuman khusus mengingat sangat diperlukannya peran Whistleblower maupun Justice Collaborator dalam mengungkap suatu kejahatan-kejahatan luar biasa seperti tindak pidana korupsi. Penegak hukum pun seringkali menjumpai kebuntuan untuk memutus perkara-perkara yang melibatkan seorang Whistleblower atau Justice Collaborator karena belum adanya perangkat hukum yang memadai untuk memfasilitasi jaminan hukum yang akan didapat, sehingga rumusan masalah yang dapat dikemukakan terkait dengan fenomena hukum tersebut yaitu: 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Indonesia, dan 2) Bagaimana konsep kebijakan hukum pidana perlindungan hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam tindak pidana korupsi di Indonesia pada masa mendatang.
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan komparatif. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dikumpulkan melalui metode sistematis dengan dicatat melalui sistem kartu untuk memudahkan analisis permasalahan. Lalu teknik untuk menganalisis bahan hukum menggunakan teknik deskripsi lalu dikembangkan dan dikaji dengan metode interpretasi, apabila bahan hukum sudah dideskripsikan dan diinterpretasikan sesuai pokok permasalahan, selanjutnya disistematisasi, dieksplanasi dan diberikan argumentasi.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurang memadainya perlindungan hukum yang diterima oleh Whistleblower ataupun Justice Collaborator dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena perlindungan hukum kepada Justice Collaborator dan Whistleblower dilakukan ketika melakukan peran serta masyarakat untuk membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi Selain itu, konsep kebijakan hukum pidana terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam tindak pidana korupsi pada masa mendatang berorientasi pada dimensi konsep pendekatan non penal berupakan pendekatan keadilan restorative dan perlindungan hukum terhadap orang yang bekerja sama kemudian penjatuhan hukum pidana dengan pidana bersyarat khusus, remisi istimewa dan pelepasan bersyarat yang dipercepat serta beberapa model perlindungan Whistleblower dan Justice Collaborator.
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Militer Dalam Melindungi Hak Prajurit Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 Dan Kekosongan Hukum Saat Ini
Intisari
Kekosongan hukum akibat belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Hukum Acara Tata Usaha Militer sebagaimana diatur dalam Bab V Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, menimbulkan ketidakpastian bagi prajurit TNI yang dirugikan akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Militer. Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan bagaimana upaya yang dapat dilakukan prajurit TNI yang merasa haknya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Militer pada kekosongan hukum saat ini. Penelitian menggunakan metode yuridis sosiologis atau social legal research dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analistis, menggunakan data sekunder dan data primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh prajurit TNI yang dirugikan akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Militer selama kekosongan hukum saat ini adalah melalui upaya administrasi, yaitu dengan mengajukan keberatan agar memperoleh keputusan dari atasan Badan atau Pejabat Tata Usaha Militer yang bersangkutan. Simpulan dari penelitian ini adalah upaya administrasi merupakan restorative justice yang dapat digunakan oleh Prajurit TNI untuk membela haknya yang dirugikan berkaitan dengan sengketa Tata Usaha Militer. Disarankan kepada atasan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Militer yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Militer untuk bersikap arif dan bijaksana dalam memutus upaya administrasi yang diajukan oleh prajurit bawahannya.
Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Oleh Pengadilan Negeri Medan
Intisari
Fenomena penegakan hukum pidana dewasa ini semakin kehilangan arah bahkan dinilai telah mencapai titik terendah, masyarakat pencari kadilan mengeluhkan proses penyidikan tindak pidana ( umum) yang prosesnya berbelit-belit, berlarut-larut bahkan tidak ada ujung penyelesaianya, keadaan ini jelas tidak memberi kepastian hukum, keadilan serta menfaat dalam penegakan hukum terlebih lagi akan terjadi pelanggaran terhadap hak-hak tersangka, salah satu penyebab keadaan tersebut adalah tidak adanya ketentuan batas waktu penyidikan (kekosongan norma), yang memberi kesempatan kepada penyidik untuk menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, berkenaan dengan hal tersebut penulis mengangkat judul tesis “Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Persepektif Ius Constitutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum) ”.
Pendekatan Penelitian
Penelitian dalam tesis ini menggunakan metode deskriptif normatif, dilakukan untuk mencari jawaban atas permasalahan : Bagaimana ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana umum terkait dengan perlindungan hak asasi tersangka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)? dan Bagaimana sebaiknya pengaturan batas waktu penyidikan tindak pidana umum dalam hukum acara pidana yang akan datang ?.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian kepustakaan, diperoleh jawaban atas permasalah tersebut yaitu : Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Ius Constitutum) tidak diatur mengenai ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana umum secara tegas sehingga banyak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi tersangka dan pembaharuan hukum acara pidana yang akan datang ( Ius Constituendum) seharusnya mengatur mengenai batas waktu penyidikan tindak pidana umum secara tegas dan pasti, serta mengatur mengenai penegakan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi tersangka, korban maupun saksi pada umumnya .
Untuk mewujudkan tindakan penyidikan yang memiliki kepastian hukum, mencerminkan keadilan serta penegakan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (tersangka, korban dan saksi ) .
Ketentuan Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Dalam Perspektif Ius Consti Tutum Terkait Dengan Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana (Ius Constituendum)
Intisari
Adanya pelaksanaan eksekusi hak tanggungan adalah karena adanya kewajiban debitur kepada kreditur yang tidak terpenuhi, karena sebelumnya telah dibuat suatu perjanjian dengan ditandatanganinya Akta Pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan didaftarkan di Kantor Pertanahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pendaftaran hak tanggungan, pelaksanaan eksekusi hak tanggungan oleh Pengadilan Negeri Medan, dan kelebihan serta kekurangan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan melalui Pengadilan Negeri Medan?
Pendekatan Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dan empiris, dalam arti pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan, dan penelitian lapangan untuk memperoleh informasi sebagai bahan penunjang. Khususnya hal-hal yang mempengaruhi proses bekerjanya hukum dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan oleh pengadilan. Dari penelitian disimpulkan bahwa pemberian hak tanggungan dalam perjanjian kredit wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan oleh Pengadilan Negeri Medan tidak saja mengacu kepada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, tetapi juga mempertimbangkan ketentuan Pasal 224 HIR/258 RBg. Dalam hal debitur/termohon tidak bersedia keluar dari objek tanggungan atau jaminan atau barang yang dilelang, cukup dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dilakukan pengosongan, Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera dan Juru Sita melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan setelah sebelumnya memberikan teguran (aanmaning). Kelebihan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan melalui pengadilan antara lain Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat perintah kepada pejabat yang bertugas bila perlu dengan bantuan Polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Jadi penetapan Pengadilan Negeri merupakan tindak lanjut dari apa yang merupakan kewajiban dari debitur untuk memenuhi prestasinya, yang merupakan hak dari pihak kreditur sebagaimana ditentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Di samping itu pelaksanaan eksekusi hak tanggungan melalui pengadilan kurang efisian dikarenakan kreditur dalam memperoleh pelunasan dari hasil eksekusi harus menunggu proses pelaksanaan eksekusi pengadilan selesai, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk menghindari jangan sampai terjadi eksekusi hak tanggungan dan untuk meminimalisir adanya eksekusi hak tanggungan, kreditur ada baiknya lebih teliti dan hati-hati serta selektif dalam memberikan kreditnya pada debitur dengan memilih kriteria calon debitur. Pemberian kredit oleh kreditur kepada debitur sebaiknya nilai jaminan lebih tinggi dari pada nilai pinjaman. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi lelang eksekusi, obyek jaminan dapat mencukupi untuk membayar utangnya kepada kreditur (bank), baik biaya perkara, denda dan biaya yang berkaitan dengan eksekusi hak tanggungan di pengadilan.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Pengadilan Negeri Padang Sidempuan)
Intisari
Tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain. Walaupun Undang-Undang yang mengatur tentang tindak: kekerasan dalam rumah tangga telah dikeluarkan oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaanya kejahatan itu belum juga berkurang. Yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana pengaturan tentang Tindak pidana pada Tindak Pidana kekerasan dalam rumah tangga ? 2. Bagaimana Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Psikis Dalam Putusan ? 3. Bagaimana model penyelesaian terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ?. Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Sedang data utama yang digunakan adalah sekunder dalam bentuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris (sosiologis). Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Negeri Sidempuan. Dan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan hukum tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, telah digunakan sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Faktor dominan penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah faktor eksternal. Kebijakan yang diterapkan dalam penjatuhan hukuman, baru sebatas kebijakan penal dalam arti pemberian sanksi yang lebih didahulukan.
Tanggung Gugat Pemerintah Kota Surabaya Atas Pembatasan Kuota Di Bidang Pendidikan. Thesis Thesis, Universitas Airlangga
Intisari
Penelitian ini memfokuskan pada tanggung gugat pemerintah kota Surabaya atas pembatasan kuota di bidang pendidikan, dengan permasalahan apakah pemerintah Kota Surabaya mempunyai wewenang melakukan pembatasan kuota siswa luar daerah kota Surabaya? dan apakah walikota Surabaya bertanggung gugat atas kerugian pembatasan siswa luar kota untuk menempuh pendidikan di Surabaya? Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan statute approach dan conceptual approach.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pembatasan kuota siswa luar daerah kota Surabaya tidak sesuai dengan program pendidikan nasional, meskipun Pendidikan Nasional tidak termasuk urusan pemerintah pusat, melainkan sebagai bagian dari otonomi daerah sebagaimana Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, namun penyelenggaraan pendidikan nasional menjadi tanggungjawab pemerintah pusat bersama-sama dengan kemerintah daerah. Pemerintah pusat sebagai pihak yang membiayai pendidikan nasional dengan diambilkan 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Walikota Surabaya/Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang membatasi siswa dari luar kota melanggar ketentuan Pasal 31 UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003, dikatakan melanggar hukum sebagaimana Pasal 1365 B.W., sehingga bertanggung gugat atas kerugian pembatasan siswa luar kota untuk menempuh pendidikan di Surabaya, karena Dinas Daerah (Diknas) dalam penyelenggaraan pemerintahan kota berada di bawah tanggungan oleh Walikota. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1367 B.W., bahwa Walikota tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri, melainkan juga kerugian yang ditimbulkan oleh orang-orang (kepala dinas-dinas/Diknas) yang berada di bawah tanggungannya.
Bentuk Badan Hukum Lembaga Perkreditan Desa Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Lembaga Perkreditan Desa :: Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa Di Kabupaten Tabanan Bali
Intisari
Penelitian mengenai bentuk badan hukum lembaga perkreditan desa berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap kreditur Lembaga Perkreditan Desa (Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Tabanan, Bali) bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk badan hukum Lembaga Perkreditan Desa dan bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur Lembaga Perkreditan Desa. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu meneliti asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder. Untuk menunjang dan melengkapi data sekunder, maka dilakukan pula penelitian lapangan guna memperoleh data primer secara langsung dari subjek penelitian.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengacu pada adanya beberapa kesamaan konseptual dan operasional, dan juga berdasarkan interpretasi argumentum per analogiam, dapat disimpulkan bahwa bentuk badan hukum Lembaga Perkreditan Desa adalah koperasi. Perlindungan hukum terhadap kreditur Lembaga Perkreditan Desa melibatkan tidak hanya aspek yuridis namun juga aspek sosiologis. Dari sisi yuridis, perlindungan hukum mengacu pada aspek-aspek yuiridis badan hukum koperasi. Dari aspek sosiologis, perlindungan hukum mengacu pada ketegasan dan karisma pemimpin desa adat dalam menegakkan ketentuan dalam awig-awig desa.
Perkawinan Nyeburin Berbeda Wangsa Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Hukum Adat Di Bali (Studi Kasus Di Desa Adat Wanasari, Tabanan)
Intisari
Pada masyarakat Bali, sistem kekeluargaan yang dianut adalah sistem kebapakan (Vaderrachttelijk)Sistem kebapakan di Bali sangat nyata terlihat, dimana istri beralih ke pihak keluarga suaminya, demikian pula selanjutnya anak-anaknya akan masuk keluarga ayah (suaminya) dan tidak ada hubungan lurus kepada keluarga ibunya. Namun karena alasan-alasan dan faktor-faktor tertentu perkawinan yang lain bisa terjadi dimana bukan wanita yang masuk dalam keluarga laki-laki (purusa) tetapi laki-laki yang masuk kedalam keluarga si wanita, yang dikenal dengan perkawinan nyeburin. Perkawinan nyeburin yang biasa terjadi, perkawinan Sesama wangsa atau beda wangsa (wangsa suami lebih tinggi dari wangsa istri). Jika perkawinan yang terjadi adalah perkawinan Nyeburin beda Wangsa (wangsa suami lebih rendah dari wangsa istri) apakah perkawinan nyeburin tersebut dapat dinyatakan sah dan apakah akibat hukumnya menurut hukum adat Bali? Untuk menemukan jawaban diatas, dilakukan penelitian di Desa wanasari, Tabanan, Setelah bahan hukum dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif. Dalam pengolahan dan analisis bahan hukum. Pertama-tama bahan hukum dikualifikasikan menurut permasalahan yang diajukan, kemudian disusun secara sistematis sesuai dengan kerangka penulisan yang telah disiapkan. Keseluruhan bahan hukum kemudian dianalisis dengan menggunakan penafsiran-penafsiran untuk dapat diperoleh kesimpulan, selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan Perkawinan nyeburin berbeda Wangsa dimana kewangsaan si istri lebih tinggi dari kewangsaan si suami menurut hukum adat Bali dinyatakan tidak sah karena melanggar peswara-peswara, sesana-sesana dan dresta-dresta (kebiasaan-kebiasaan) desa adat. Akibat hukum perkawinan nyeburin berbeda wangsa dimana kewangsaan si istri lebih tinggi dari kewangsaan suami menurut Hukum Adat Bali adalah : Hak dan kewajiban Suami istri di Desa Adat hilang karena telah dikeluarkan dari Desa adat. Kedudukan anak yang lahir pada perkawinan nyeburin beda wangsa tetap mengikuti garis keturunan ibunya, namun tidak diperkenankan menyungsung Pura Warga Catur Brahmana Wanasari (sanggah/merajan ibunya) karena perkawinan itu dianggap tidak sah. Karena perkawinannya dianggap tidak sah maka kewangsaan masing-masing suami istri tetap seperti semula sebelum dilakukan perkawinan.
Inkonstitusionalitas Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi
Intisari
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) merupakan salah satu produk hukum yang dibentuk oleh Presiden pada saat negara dalam keadaan genting yang memaksa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) kedudukan Perpu diletakkan sejajar dengan undang-undang. Pada hakekatnya dari segi bentuk Perpu adalah Peraturan Pemerintah sedangkan dari segi materi muatan adalah sama dengan undangundang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11. Eksistensi Perpu yang demikian menjadi menarik ketika produk hukum tersebut diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan secara konstitusional kewenangankewenangan MK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 salah satunya adalah untuk menguji undang-undang terhadap UUD NRI 1945 bukan menguji Perpu terhadap UUD NRI 1945. Berdasarkan itu, adapun rumusan masalahnya ialah apakah dengan disejajarkannya Perpu dengan undangundang dalam hierarki peraturan perundang-undangan Perpu memiliki kualifikasi yang sama dengan undang-undang? Dan apakah MK berwenang menguji Perpu?
Penelitian Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif yang bersifat analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan sejarah, dan pendekatan kasus yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan memakai sistem kartu sebagai teknik pengumpulan bahan hukumnya. Kajian terhadap masalah ini didukung oleh konsep negara hukum, teori kewenangan, teori penafsiran konstitusi dan teori pembentukan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah walaupun secara materiil substansi Perpu sama dengan undang-undang namun secara formil Perpu tidak sama dengan undang-undang. MK tidak memiliki kewenangan untuk menguji Perpu sebab kewenangan MK bersifat otoritatif dan limitatif, sehingga pengujian Perpu oleh MK dapat dikatakan inkonstitusional.
Telaah Yuridis Tentang Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Di Indonesia
Intisari
Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai perikatan yang timbul dari suatu perjanjian baku (standart contract), ataupun berlaku sebagai hukum bagi para pihak yang berkontrak, khususnya bagi pihak pengguna barang dan jasa cenderung ditempatkan pada posisi yang lemah. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian baku yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat antara penanggung dengan tertanggung, sehingga mengharuskan untuk ditaatinya seluruh point-point perjanjian yang merupakan bagian dari kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Hukum perjanjian memberi gambaran, bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila kontrak tersebut dibuat harus memenuhi persyaratan-persyaratan subjektif dan objektif yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan secara spesifik adanya “kesepakatan“ yang merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian. Tujuan dari penulisan tesis ini merupakan tujuan yang berkaitan dengan obyek studi, yaitu: (1) untuk menelaah dan menganalisa tentang penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia, (2) untuk mengkaji dan menganalisa asas kebebasan berkontrak yang diterapkan dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia telah memenuhi rasa keadilan atau sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dan (3) untuk mengkaji dan mencari solusi dalam upaya yang dilakukan agar rasa keadilan dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia itu terpenuhi. Metodologi pada hakekatnya berusaha untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan penelitian ialah suatu usaha untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada antara fakta-fakta yang diamati secara seksama. Tipe kajian dalam penulisan tesis ini adalah tipe penelitian hukum yuridis normatif, yang menggambarkan berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengan penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia. Analisis bahan hukum didasarkan pada metode deskriptif analitis serta menggunakan metode atau tipe penelitian yuridis normatif, metode pendekatannya menggunakan pendekatan peraturan hukum di Indonesia dan pendekatan analisis, bahan hukum yang yang diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, produk perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa di Indonesia sebagai obyek penelitian. Penerapan standar kontrak secara yuridis normatif bertentangan dengan undang-undang, namun pada kenyataannya kebutuhan masyarakat menuntut terus diberlakukannya standar kontrak. Ada dua pemikiran mengenai penerapan standar kontrak. Kelompok pertama menolak penerapan standar kontrak karena dianggap bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme. Hal ini karena standar kontrak dianggap memuat klausula-kalusula yang dianggap sifatnya sepihak atau berat sebelah. Pendapat kedua yang menerima atau mendukung berlakunya standar kontrak yaitu : (1) menegaskan bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fisik adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, (2) menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang menandatangani standar kontrak, maka tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi dan Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai perikatan yang timbul dari suatu perjanjian baku (standart contract), ataupun berlaku sebagai hukum bagi para pihak yang berkontrak, khususnya bagi pihak pengguna barang dan jasa cenderung ditempatkan pada posisi yang lemah. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian baku yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat antara penanggung dengan tertanggung, sehingga mengharuskan untuk ditaatinya seluruh point-point perjanjian yang merupakan bagian dari kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Hukum perjanjian memberi gambaran, bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila kontrak tersebut dibuat harus memenuhi persyaratan-persyaratan subjektif dan objektif yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan secara spesifik adanya “kesepakatan“ yang merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian. Tujuan dari penulisan tesis ini merupakan tujuan yang berkaitan dengan obyek studi, yaitu: (1) untuk menelaah dan menganalisa tentang penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia, (2) untuk mengkaji dan menganalisa asas kebebasan berkontrak yang diterapkan dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia telah memenuhi rasa keadilan atau sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dan (3) untuk mengkaji dan mencari solusi dalam upaya yang dilakukan agar rasa keadilan dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia itu terpenuhi. Metodologi pada hakekatnya berusaha untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan penelitian ialah suatu usaha untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada antara fakta-fakta yang diamati secara seksama. Tipe kajian dalam penulisan tesis ini adalah tipe penelitian hukum yuridis normatif, yang menggambarkan berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengan penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia. Analisis bahan hukum didasarkan pada metode deskriptif analitis serta menggunakan metode atau tipe penelitian yuridis normatif, metode pendekatannya menggunakan pendekatan peraturan hukum di Indonesia dan pendekatan analisis, bahan hukum yang yang diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, produk perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa di Indonesia sebagai obyek penelitian. Penerapan standar kontrak secara yuridis normatif bertentangan dengan undang-undang, namun pada kenyataannya kebutuhan masyarakat menuntut terus diberlakukannya standar kontrak. Ada dua pemikiran mengenai penerapan standar kontrak. Kelompok pertama menolak penerapan standar kontrak karena dianggap bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme. Hal ini karena standar kontrak dianggap memuat klausula-kalusula yang dianggap sifatnya sepihak atau berat sebelah. Pendapat kedua yang menerima atau mendukung berlakunya standar kontrak yaitu : (1) menegaskan bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fisik adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, (2) menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang menandatangani standar kontrak, maka tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi dan formulir yang ditandatanganinya tersebut, dan (3) menyatakan bahwa standar kontrak mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas bisnis di dunia. Hakekat tujuan pembatasan atau pembebasan tanggung jawab (syarat eksonerasi) bukanlah untuk merugikan salah satu pihak, tetapi justru untuk membagi beban resiko yang layak. Kebebasan berkontrak merupakan pilar dari hukum kontrak yang diatur di dalam KUH Perdata. Menurut sejarahnya merupakan produk individualisme, liberalisme, kolonialisme, dan telah diterima sebagai asas umum dalam hukum kontrak nasional. Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Namun isinya dan pengertiannya memiliki arti sendiri karena posisinya berada dalam sistem Hukum Nasional Indonesia. Sekarang ia berakar pada Pancasila, UUD 1945 dan perangkat peraturan perundang-undangan lainnya. Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditentukan dalam kaitannya dengan cara berpikir bangsa Indonesia. Sebagai suatu kontrak, maka segala bentuk kesepakatan yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam kontrak asuransi akan berlaku sebagai hukum khusus (lex specialis) yang mengikat perusahaan asuransi dengan tertanggung ataupun pemegang polisnya. Artinya, bila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya (wanprestasi) sesuai dengan yang telah disepakati dalam kontrak asuransi, maka pihak tersebut akan dihukum untuk mengganti kerugian yang dialami oleh mitra berkontraknya sebagai akibat dari wan prestasi tersebut. Untuk melindungi kepentingan pihak tertanggung dan menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Perusahaan Asuransi dengan tertanggungnya, berdasarkan Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka dibentuklah Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI), dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) oleh tiga asosiasi perusahaan asuransi Indonesia yaitu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) yang didukung sepenuhnya oleh Menteri Keuangan RI cq. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan RI (sekarang BAPEPAM-LK Departemen keuangan RI). Sejalan dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan konsumen, tujuan dari pendirian BMAI tidak adalah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dan yang lebih penting, dengan mendirikan BMAI, industri asuransi Indonesia telah berhasil membuat suatu terobosan dalam upaya untuk mempersempit jurang pemisah antara masyarakat selaku pengguna jasa asuransi dengan perusahaan asuransi, dalam hal terjadi persengketaan klaim atau tuntutan ganti rugi oleh tertanggung. Perlu adanya perbaikan dari draf standar kontrak asuransi sehingga ada kebebasan berkontrak bagi kedua belah pihak. Perlu juga dibentuk peraturan khusus dari Pemerintah mengenai penerapan standar kontrak asuransi jiwa di Indonesia, sehingga pihak penanggung tidak bertindak sewenang-wenang terhadap pihak tertanggung. Hal ini bertujuan agar dapat terpenuhi rasa keadilan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila atau falsafah bangsa Indonesia Perlu lebih diefektifkannya Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI), dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal sesuai dengan amanat Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Fungsionalisasi Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Perambahan Hutan Di Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Propinsi Sumatera Utara
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terhambatnya fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana perambahan hutan di SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Propinsi Sumatera Utara, serta untuk memberi kontribusi melalui kebijakan kriminal (criminal policy) yang bisa diterapkan terhadap permasalahan penanggulangan tindak pidana perambahan hutan. Penelitian ini termasuk penelitian non doktrinal dengan menggunakan konsep hukum kelima, bahwa hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagi tampak dalam interaksi antar mereka. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi kepustakaan guna memperoleh data primer dan data sekunder. Dilihat dari bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian diagnostik dengan analisis data menggunakan metode kualitatif interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode tahun 2004-2009 hanya 8 tindak pidana perambahan hutan yang dilaporkan dan yang sampai pada proses pengadilan yaitu satu tindak pidana dalam 3 berkas perkara yang ketiganya divonis lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle recvhvervolging).
Hasil Penelitian
Setelah dilakukan analisa diperoleh kesimpulan bahwa fungsionalisasi hukum pidana mengalami kendala, disebabkan oleh karena sarana hukum pidana belum diterapkan secara maksimal dan adanya penyimpangan penerapan azas-azas hukum yang dapat diklasifikasikan menjadi : 1)Berdasarkan kajian Substansi hukum, bahwa terdapatnya perumusan tindak pidana dalam formulasi delik materil pada Undang-undang bidang kehutanan, kemudian tidak diatur tentang sanksi hukuman minimum, mekanisme penyidikan oleh Penyidik PNS Kehutanan dan terbatasnya kewenangan Penyidik PNS. 2)Berdasarkan kajian komponen struktur hukum bahwa terdapat kelemahan pada struktur organisasi resor konservasi wilayah sekarang ini, tidak adanya satuan kerja bidang hukum di daerah dan tidak adanya pemahaman yang sama oleh sub sistem dalam sistem peradilan pidana terpadu dalam menerapkan ketentuan pidana terhadap tindak pidana perambahan hutan kemudian adanya penyimpangan penerapan azas-azas hukum pidana. 3) Berdasarkan kajian komponen budaya hukum bahwa budaya hukum internal yang masih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan dari luar dan budaya hukum eksternal, masyarakat sekitar hutan yang paternalisitik sangat mudah dipengaruhi oleh kekuasan politik dan kekuasaan ekonomi. Sebagai solusinya adalah dengan memperbaiki Undang-undang di Bidang Kehutanan dengan formulasi yang lebih lengkap dan tidak menimbulkan multitafsir, perbaikan struktur organisasi resor konservasi wilayah, pembuatan satuan kerja bidang hukum di daerah-daerah dan peningkatan profesionalisme aparatur.
Kajian Tentang Kompetensi Peradilan Mahkamah Konstitusi Terkait Dengan Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan duda dalam hal mewaris karena putusnya perkawinan nyeburin menurut hukum adat Bali yaitu mengenai kedudukan duda dalam hal mewaris di kerabat asalnya dan kedudukan duda dalam hal mewaris di kerabat istrinya. 30 (tigapuluh) responden di pilih secara porpusive snow ball dari masyarakat adat Kelurahan Banjar Anyar dan masyarakat adat Desa Belumbang yaitu orang-orang yang pernah melakukan perkawinan nyeburin maupun yang sudah putus perkawinannya. Penelitian ini merupakan penelitian sosiologis yuridis yaitu penelitian terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat khususnya mengenai kedudukan duda dalam perkawinan nyeburin menurut hukum adat Bali mengenai hak mewarisnya. Data sekunder dan data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan lapangan dengan alat pengumpulan data studi dokumen, kuesioner maupun pedoman wawancara.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kedudukan duda dalam perkawinan nyeburin di kerabat asalnya, mengenai kewarisan secara hukum adat di Bali tidak berhak memperoleh harta warisan. Hal ini disebabkan karena laki-laki yang kawin nyeburin telah melakukan kesepakatan pada waktu terjadi perkawinan untuk memutuskan hubungan dengan saudara dan orang tua di kerabat asalnya, termasuk juga menyangkut hak mewarisnya. Namun apabila duda tersebut kembali kekerabat asalnya, masih ada mendapat pemberian harta secara kebijaksanaan keluarga karena adanya rasa kemanusiaan dan masih merasa ada hubungan darah diantara mereka. Kedudukan duda dalam hal mewaris di kerabat istrinya, tidak mempunyai hak sama sekali atas harta warisan yang dimiliki istrinya, namun selama ia tetap tinggal di kerabat istrinya berhak menikmati bagian harta bersama yang diperoleh istrinya dan memelihara harta warisan istrinya. Terhadap harta bersama yang diperoleh selama perkawinannya ia mendapat hak bagian yang sama sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku di Bali.
Perkawinan Kedua (Poligami) Bagisuami Yang Kawin Nyeburin Pada Istri Pertama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Hukum Adat Bali (Suatu Studi Kasus Di Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan)
Intisari
Perubahan terhadap UUD 1945, telah menghasilkan perubahan yang sangat mendasar yaitu menempatkan kedaulatan rakyat ditangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti bahwa kedaulatan rakyat tetap berada ditangan rakyat, sebagai bentuk nyata dari kedaulatan berada di tangan rakyat dalam Penyelenggaraan negara. dalam sistem Penyelenggaraan Pemilu dapat diwujudkan melalui penataan sistem dan kualitas Penyelenggaraan Pemilu UUD 1945, menggariskan asas-asas Pemilu yang jujur dan adil dalam Penyelanggaraan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang. Dalam perubahan ketentuan yang diatur oleh Pasal 1 ayat (2) itu di maksudkan untuk mengoptimalkan dan menegaskan paham kadaulatan rakyat yang dianut di Indonesia. Selanjutnya dalam hal, Pemilihan kepala daerah yang termuat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Kedaulatan di tangan rakyak dilaksanakan menurut Undang – Undang melalui Pemilu yang demokratis untuk mendapatkan wakil yang berintegritas, kapabilitas, akuntabilitas dan bermoral sebagai pejabat publik. Pasal 24C menegaskan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final untuk menguji Undang – Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, artinya dalam perkara PHPU Pemilukada tidak dikenal upaya hukum lain untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. Kemudian berperkara di Mahkamah Konstitusi tidak dikenal dengan upaya perlawanan terhadap putusan yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi, baik Putusan hari sidang, penarikan kembali permohonan, ketetapan Mahkamah tidak berwenang dan lainlainnya yang diterbitkan oleh Mahkamah terkait dengan perkara PHPU. Dalam proses pengambilan putusan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan. Putusan Mahkamah Konstitusi terkait perkara Pemilukada di pengadilan tingkat pertama dan akhir. Sebagaimana Pasal 13 ayat (4) PMK 15/2008.
Penerapan Prinsiip Good Governance Dalam Pengelolaan Administrasi Kependudukan Di Kabupaten Humbang Hasundutan
Intisari
Perkawinan merupakan dasar terwujudnya pertalian keluarga, sehingga dengan adanya ikatan perkawinan ini akan menyebabkan adanya akibat-akibat hukum dalam perkawinan antara suami istri tersebut sehingga akan mempengaruhi pula terhadap hubungan keluarga dari yang bersangkutan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan hak istri kedua (yang suaminya kawin nyeburin untuk perkawinan pertama) menurut Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1974 dan Hukum adat Bali di Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, untuk mengetahui kedudukan dari anak-anak yang lahir dari istri yang kedua (yang suaminya kawin nyeburin untuk perkawinan pertama) dalam hal pewarisan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan yuridis-empiris. Dalam pengumpulan data dan bahan hukum, baik primer maupun sekunder, kasus yang dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara dan study dokumen-dokumen hukum, sedangkan teknik analisis dilakukan secara kwalitatif. Perkawinan dengan istri kedua yang dilakukan oleh suami yang melakukan perkawinan nyeburin dengan istri yang pertama adalah sah, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Hukum Perkawinan Nomor: 1 tahun 1974 dan sesuai dengan Hukum Adat Bali dilakukan mebiakaonan dan mekala-kalaan. Sedangkan kedudukan anak¬anak tersebut dilahirkan dari perkawinan yang sah. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan masukan bagi pembinaan, pengembangan dan pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan pada hukum adat khususnya yang menyangkut hukum perkawinan dan hukum waris.
Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Penerapan Deportasi Bagi Tenaga Kerja Asing Di Bali
Intisari
Penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan administrasi kependudukan adalah sangat penting guna memberikan pelayanan pemerintah yang baik kepada masyarakat, sehingga masyarakat atau penduduk sebagai salah satu unsur negara dapat terlindungi. Pemerintah melalui aparatur birokrasi terus dituntut untuk tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan peraturan perundangundangan lainnya maupun melalui kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Dengan demikian penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan administrasi kependudukan jelas akan memperbaiki dan menata lebih baik administrasi kependudukan yang benar dan akurat dan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat khususnya tentang pentingnya kepemilikan dokumen kependudukan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk yang benar dan akurat, sehingga diharapkan seluruh penduduk yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat memilikinya Berdasarkan latar belakang diatas, menimbulkan suatu perumusan masalah yaitu: a) Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dalam penerbitan dokumen Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk di Kabupaten Humbang Hasundutan ? b) Bagaimana kendala atau faktor-faktor penghambat yang dihadapi dalam penerbitan dokumen kependudukan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk ? c) Bagaimana pelayanan penerbitan dokumen kependudukan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan kepada masyarakat ? Pada penelitian yang berlokasi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Humbang Hasundutan ini, dilakukan analisis untuk mengetahui proses penerapan prinsip good governance kepada masyarakat dalam pengelolaan administrasi kependudukan dengan analisa data kualitatif berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Humbang Hasundutan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses penerbitan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Humbang Hasundutan telah dilaksankan dengan aturan dimulai dari berkas yang harus dipenuhi, tata cara, sampai diterbitkan dan diterimanya dokumen oleh masyarakat, dan bagi pelanggar telah dikenai sanksi baik sanksi administratif berupa denda maupun sanksi pidana penjara. Kemudian masih terdapat kendala baik interen maupun eksteren yang mengakibatkan pendataan administrasi kependudukan khususnya penerbitan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk belum maksimal sehingga masih banyak penduduk belum memilikinya. Dari 43.073 kepala keluarga, baru 16.187 atau 37,58 % kepala keluarga yang sudab memiliki Kartu Keluarga. Sementara dari 117.043 orang wajib Kartu Tanda Penduduk, baru 61.468 atau 52,51 % yang sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk. Sedang pemberian sanksi administratif berupa denda bagi penduduk yang terlambat membuat KTP baru atau memperpanjang KTP tidak banyak berpengaruh kepada meningkatnya penduduk memiliki KK dan KTP, dimana dari Januari sampai 31 Maret 2012 pengurusan KK dan KTP yang didenda sebanyak 1.167 dari 1.172 atau sebesar 99,57 % dan yang tidak di denda hanya 5 dari 1.172 atau sebesar 0,43 %. Masih rendahnya penduduk memiliki KK dan KTP adalah karena KK dan KTP baru diurus apabila diperlukan (utility) berarti orang mematuhi hukum adalah karena kegunaan daripada hukum tersebut, atau manusia menyadari kalau dia hendak pantas dan teratur maka diperlukan kaedah. Selanjutnya prinsip-prinsip good governance telah dilaksanakan walaupun masih perlu disempurnakan khususnya masih sering terjadi kekuranghati-hatian petugas pada dinas atau pemerintah, dan masih kurangnya pemberian informasi yang benar kepada masyarakat sehingga masih banyak masyarakat belum mengetahui peraturan administrasi kependudukan khususnya penerbitan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
Rencana Reklamasi Teluk Benoa Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Dan Tabanan
Intisari
Sejumlah tindakan deportasi yang dikenakan kepada para Warga Negara Asing (WNA) yang menyalahgunakan Visa Kunjungan sebagai dalih untuk bekerja di Bali merupakan latar belakang utama dari penelitian ini. Dari informasi yang dapat ditelusuri, peneliti mengasumsikan belum petugas keimigrasian belum terlalu memperhatikan aspek terpenuhinya standar pengormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia (HAM) dalam tindakan deportasi yang dilakukan. Ada dua hal yang menjadi tujuan penelitian ini. Pertama, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis pengormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM dalam pengaturan hukum keimigrasian mengenai tindakan deportasi terhadap tenaga kerja asing di Indonesia. Kedua, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktorfaktor yang perlu diperhatikan untuk menjamin bahwa tindakan deportasi yang dilakukan oleh pejabat kemigrasian tidak melanggar HAM yang dimiliki oleh tenaga kerja asing tersebut dalam kaitannya dengan proses deportasi terhadap tenaga kerja asing di Bali. Secara praktis, hasil penelitian ini nantinya akan sangat berguna bagi para pengambil kebijakan keimigrasian berkaitan dengan penyempurnaan dalam prosedur operasi standar (standard operational procedure/SOP) tindakan deportasi yang memuat aspek-aspek HAM.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian hukum normatif yang akan meneliti bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan isu dan pengaturan hukum mengenai deportasi dan tenaga kerja asing. Dalam desain ini, akan dilakukan penelitian kepustakaan, baik terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier. Sebagai suatu tinjauan Hukum HAM, penelitian hukum normative ini juga akan dipadukan dan diperkaya dengan metode penelitian HAM. Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan analisis /konsep, dan pendekatan fakta. Analisis terhadap bahan hukum difokuskan untuk menarik kesimpulan mengenai ada atau tidaknya pengormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM dalam pengaturan hukum keimigrasian mengenai tindakan deportasi terhadap tenaga kerja asing di Indonesia serta mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menjamin bahwa tindakan deportasi yang dilakukan oleh pejabat kemigrasian tidak melanggar HAM.
Analisis Relevansi Subjek Dokumen Yang Menyitir Dengan Dokumen Yang Disitir Dalam Tesis Magister Ilmu Hukum Tahun 2016 Universitas Sumatera Utara
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik norma dan politik hukum yang terjadi berdasarkan terbitnya Peraturan Presiden No 51 Tahun 20 14 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan terkait yang memperbolehkan rencana Reklamasi Teluk Benoa. Selain itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi hukum dengan pemberlakuan Peraturan Presiden tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Perundangan-Undang, pendekatan Konseptual dan pendekatan Historis. Bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah teori keadilan, teori politik hukum dan teori jenjang norma.
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak unsur politik dan banyak kepentingan-kepentingan didalamnya yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu tanpa melihat dampak jangka pndek maupun jangka panjang terhadap masyarakat maupun alam di Pulau Bali.
Kedudukan Anak Angkat Menurut Hukum Waris Adat Bali Di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan – Bali (The Foster Child Status Comes According To Hereditary Law Of Bali Custom In Subdistrict Of Kediri, Tabanan Regency – Bali)
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat relevansi subjek dokumen yang menyitir dengan dokumen yang disitir dalam tesis Magister (S2) Ilmu Hukum tahun 2016 Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan menggunakan metode dokumentasi. Unit analisis dalam penelitian ini adalah tesis mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara tahun 2016 periode terbit Juni sampai dengan Desember yang berjumlah 7 tesis.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh bahwa berdasarkan jenis dokumen yang sering disitir mayoritas menyitir buku dengan tingkat persentase 61 % dan berdasarkan relevansi subjek dokumen yang menyitir dengan yang disitir ada 85 %. Dari persentase hasil analisis tesis diperoleh rata-rata persentase notasi klasifikasi subjek sitiran yang relevan (R) terhadap notasi klasifikasi subjek sitiran adalah sebanyak 37 %, relevan marjinal (RM) terhadap notasi klasifiksi subjek tesis adalah sebanyak 48%, kemudian yang berada di luar notasi klasifikasi subjek disertasi (tidak relevan) (NR) adalah sebanyak 15%. Persentase relevan (R) notasi klasifikasi subjek sitiran yang tertinggi terhadap notasi klasifikasi subjek tesis adalah sebanyak 63% terdapat pada tesis T2 dan terendah sebanyak 10% terdapat pada tesis T7. Persentase relevan marjinal (RM) notasi klasifikasi subjek sitiran yang tertinggi terhadap notasi klasifikasi subjek tesis adalah sebanyak 68% terdapat pada tesis T3 dan terendah sebanyak 25% terdapat pada tesis T2. Persentase tidak relevan (NR) notasi klasifikasi subjek sitiran yang tertinggi tehadap notasi klasifikasi subjek tesis adalah sebanyak 38% terdapat pada tesis T1 dan terendah sebanyak 6% terdapat pada tesis T4. Artinya tesis Magister (S2) Ilmu Hukum 2016 Universitas Sumatera Utara menyitir dokumen-dokumen yang relevan.
Penerapan Batas Kedewasaan Dalam Pembuatan Akta Notaris Dan Akta Ppat Berkaitan Dengan Jual Beli Hak Atas Tanah Di Kabupaten Tabanan Bali
Intisari
Dari perkawinan suami istri diharapkan akan mendapatkan keturunan yang baik dan diharapkan dapat menyambung cita-cita orang tuanya. Suatu perkawinan dapat dikatakan belum sempurna, jika pasangan suami istri belum dikaruniai anak, karena mempunyai kedudukan penting dan merupakan salah satu tujuan perkawinan. Suatu keluarga baru dikatakan lengkap apabila terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Pengangkatan anak biasanya terjadi apabila pasangan suami istri belum atau tidak mempunyai anak. Keinginan mempunyai anak merupakan naluri manusia, akan tetapi karena kehendak Tuhan, sehingga keinginan mempunyai anak tidak tercapai. Untuk mengatasinya usaha untuk mempunyai anak. Salah satu cara yang dilakukan manusia untuk mempunyai anak adalah dengan mengangkat anak atau adopsi.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Dalam pengumpulan data dan bahan hukum, baik primer maupun sekunder, kasus yang dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara dan pembelajaran dokumen-dokumen hukum, sedangkan teknik deskripsi analisis dilakukan secara kualitatif. Pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat Bali dapat dikategorikan menjadi 2 bentuk yaitu dengan Terang, pelaksanaan pengangkatan anak dengan disaksikan oleh Kepala Desa.Tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan suatu pembayaran berupa benda-benda magis sebagai gantinya.Terang dan tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan adanya kesaksian dan pembayaran.Tidak terang dan tidak tunai, pelaksanaan pengangkatan anak yang dilakukan tanpa kesaksian dan pembayaran. Anak angkat berhak memelihara hubungan kekeluargaan sebaikbaiknya guna terciptanya hubungan yang harmonis antara keluarga kedua belah pihak, di samping itu ia juga berhak atas warisan orang tua angkatnya. Anak angkat berkewajiban lebih banyak bersifat non materiil, yaitu kewajiban tanggung tegenan (tanggung jawab).
Leave a Reply