HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tesis S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Balikpapan

  1. Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/Puu-Viii/2010 Tanggal 13 Februari 2012 Terhadap Hak Waris Anak Diluar Nikah (Study Kasus Terhadap Putusan Pn Balikpapan No.91/Pdt.G/2014/Pn.Bpp Tanggal 26 Mei 2015)
  2. Gagasan Sistem Perwakilan Indonesia Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasca Reformasi 1998 (Studi Terhadap Penguatan D P D)
  3. Perlindungan Hukum Bagi Koperasi Simpan Pinjam (Ksp) Putra Bangsa Minibank Cabang Balikpapan Sebagai Penerima Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Kredit Macet
  4. Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Yang Bekerja Pada Perusahaan Asing Di Balikpapan :: Studi Kasus Unocal Indonesia Company Di Balikpapan-Kaltim
  5. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Perjanjian Gadai Di Prum Pegadaian Kota Balikpapan
  6. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive Subtance Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
  7. Analisis Determinan Abnormalitas Profil Darah Dan Kadar Pb Dalam Darah Pada Polisi Di Kota Balikpapan (Studi Pada Polisi Lalu Lintas Yang Bertugas Di Jalan Raya Balikpapan)
  8. Perlindungan Hukum Terhadap Debt Collector Dalam Pelaksanaan Tugas Pengambilan Kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan Kredit
  9. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Menggunakan Pembangkit Listrik Tanpa Izin Operasi Di Kota Balikpapan
  10. Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah Daerah Apabila Terjadi Gagal Bayar (Default) Dalam Penerbitan Obligasi Daerah
  11. Surat Izin Membuka Tanah Negara Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 Kaitannya Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
  12. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih (Studi Di Pdam Tirta Jati Kabupaten Cirebon)
  13. Tanggung Gugat Dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (Kso) (Analisis Perjanjian Kerjasama Operasional Pembangunan Jalan Dan Jembatan Antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dengan Pt Waskita Karya(Persero), Pt Rimba Ayu Kencana Dan Pt Marinda Utama Ks)
  14. Kajian Hukum Tentang Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara Berkaitan Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah :: Studi Kasus Pt. Nhutani I
  15. Analisis Yuridis Kebijakan Pemidanaan Dengan Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Pedofilia
  16. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkotika Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Polresta Medan
  17. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Bagi Badan Hukum Publik Terhadap Korban Tindak Pidana Badan Hukum Publik
  18. Kedudukan Prolegda Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Pelaksanaan Prolegda Di Dprd Kota Balikpapan Tahun 2012)

 

Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/Puu-Viii/2010 Tanggal 13 Februari 2012 Terhadap Hak Waris Anak Diluar Nikah (Study Kasus Terhadap Putusan Pn Balikpapan No.91/Pdt.G/2014/Pn.Bpp Tanggal 26 Mei 2015)

Intisari

Seorang anak memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan melangsungkan perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera juga untuk mempersatukan keluarga dan meneruskan keturunan. Seorang anak yang lahir sebagai akibat dari hubungan biologis yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan akan menyandang status dan kedudukan di mata hukum berdasarkan perkawinan orang tuanya. Suatu perkawinan yang sah akan melahirkan seorang anak yang memiliki status dan kedudukan yang sah dimata hukum, sedangkan seorang anak yang lahir dari suatu hubungan yang tidak sah tanpa adanya perkawinan yang sah, maka anak tersebut akan menyandang status sebagai anak luar kawin. Pasal 43 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 pada tanggal 13 Februari 2012 tentang judicial review terhadap Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan telah melahirkan norma baru, yakni menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Gagasan Sistem Perwakilan Indonesia Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasca Reformasi 1998 (Studi Terhadap Penguatan D P D)

Intisari

Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya disparitas yang begitu jauh antara DPD dan DPR, disparitas ini bisa dilihat pada terbatasnya kewenangan yang dimiliki oleh DPD (Pasal 22D UUD 1945) sebagai wakil daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing. Bahkan kebanyakan kalangan menyebut DPD sebagai co-legislator atau acap disebut juga dengan “staaf ahli” DPR, julukan ini diberikan karena DPD hanya mempunyai kewenangan sebatas merancang dan membahas RUU tertentu bersama DPR, tidak sampai pada tahap persetujuan. Kewenangan yang dimiliki DPD jauh lebih kecil bila melihat kewenangan yang dimiliki DPR, baik dalam fungsi legislasi, pengawasan maupun fungsi anggaran. Di samping itu, keberadaan MPR sebagai “rumah bersama” anggota DPR dan anggota DPD juga secara struktural bersifat permanen karena memiliki Pimpinan, kesekretariatan dan alat kelengkapan sendiri, sehingga dengan demikin parlemen Indonesia tidak jelas bangunannya. Maka sering disebutkan bahwa parlemen Indonesia secara struktural berbentuk trikameral, secara formal bikameral dan secara praktis unikameral. Berkaitan dengan kewenangan DPD, kurang besarnya kewenangan DPD bisa menyebabkan disintegrasi bangsa karena daerah bisa melakukan separatis apabila kesewenangwenangan terus diterima akibat kebijakan pusat tidak melibatkan daerah, melalui DPD, baik sebagai pembuat regulasi maupun melakukan pengawasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis yuridis normatif dengan pendekatan yuridis, historis dan politis serta penelitian ini bersifat ius constituendum dan ius contitutum, teknis pengumpulan data studi kepustakaan.

Pendekatan Penelitian

Analisis data dilakukan secara deksriptif kualitatif dan pada akhirnya dilakukan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian maka penyusun menuimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan yang besar antara kewenangan DPR dan DPD, baik dalam fungsi legislasi, pengawasan maupun keuangan, padahal keduanya samasama dipilih langsung oleh rakyat. Maka secara teoritis disimpulkan bahwa parlemen Indonesia merupakan perpaduan differentiated bicameralism dan soft bicameralism. Kesimpulan lain adalah masih lemahnya keberadaan DPD yang suatu waktu bisa dibubarkan dan/atau dibekukan oleh Presiden, masih kaburnya sistem Presidensiil Indonesia karena Presiden juga mempunyai fungsi legislasi. Kelemahan lain adalah mekanisme check and balances bisa tidak efektif karena proses legislasi maupun pengawasan hanya berada di tangan lembaga perwakilan politik, sedangkan unsur perwakilan lain, yaitu DPD sebagai representasi daerah, tidak mendapat kewenangan yang berarti sehingga rentan terhadap kongkalikong antara eksekutif dan legislatif. Parlemen bikameral dalam penelitian ini tidaklah berbenturan dengan bentuk negara kesatuan. Kesimpulan yang utama dalam penelitian ini adalah perlunya perubahan kelima UUD 1945, khususnya mengenai bagunan parlemen Indonesia. MPR hendaknya dijadikan sebagai lembaga non permanen sebagai joint session DPR dan DPD saja. Selanjutnya baru diberikan kewenangan yang lebih besar kepada DPD dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan fungsi integrasi, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan daerah.

Perlindungan Hukum Bagi Koperasi Simpan Pinjam (Ksp) Putra Bangsa Minibank Cabang Balikpapan Sebagai Penerima Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Kredit Macet

Intisari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Putra Bangsa Minibank dalam hal terjadi kredit macet terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan serta penyelesaian kredit macet di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Putra Bangsa Minibank cabang Balikpapan

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris sehingga yang diteliti adalah kenyataan di lapangan untuk memperoleh data empiris serta ditunjang dengan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa perlindungan hukum bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Putra Bangsa Minibank Balikpapan dalam hal terjadi kredit macet belum ada. Hal ini disebabkan karena benda yang dibebani jaminan fidusia tidak melalui prosedur pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Pembebanan jaminan fidusia tidak menggunakan akta notariil sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang jaminan Fidusia. Surat Pernyataan Penyerahan Jaminan yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik. Dengan ketentuan tersebut maka Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Putra Bangsa Minibank menyelesaikan kredit macet dengan cara memberikan keringanan-keringanan terlebih dahulu kepada debitur, jika dengan cara tersebut debitur belum juga dapat melunasi kreditnya maka kredit macet diselesaikan melalui jalur non litigasi yaitu eksekusi terhadap jaminan fidusia secara di bawah tangan.

Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Yang Bekerja Pada Perusahaan Asing Di Balikpapan :: Studi Kasus Unocal Indonesia Company Di Balikpapan-Kaltim

Intisari

Penelitian mengenai Perlindungan hukum tenaga kerja kontrak yang bekerja pada perusahaan asing di Balikpapan ini merupakan penelitian deskriptif yuridis analitis. Disebut penelitian deskriptif yuridis analitis karena dengan penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran yang menyeluruh, yang sistematis dan menentukan bahan-bahan maupun masalah mengenai tenaga kerja kontrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum tenaga kerja khususnya tenaga kerja kontrak yang bekerja peda perusahaan asing sektor migas di Balipapan dan mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah kota Balikpapan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja kontrak tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut data yang diperlukan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari telaah bahan-bahan hukum dan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dan narasumber dengan menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara langsung. Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan dilaporkan sebagai hasil penelitian yang bersifat deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tenaga kerja kontrak yang bekerja pada perusahaan asing juga berperan penting untuk memperlancar produksi diperusahan asing tersebut, maka dari itu perlu adanya perlidungan hukum yang diberikan oleh tenaga kerja kontrak tersebut. Dalam perlindungan hukum yang diberikan kepada tenaga kerja kontrak tersebut adalah adanya suatu perjanjian kontrak kerja antara tenaga kerja kontrak dengan perusahaan asing sebagai pemberi kerja. Dan apabila terdapat suatu perselisihan yang terjadi antara tenaga kerja kontrak dengan perusahaan asing yang sebagai pemberi kerja maka diperlukan peranan pemerintah daerah kota Balikpapan dalam membantu menyelesaiakan masalah kedua belah pihak dengan cara damai dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang sedang berselisih, sehingga tidak ada yang dirugikan dalam perselisihan tersebut.

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Perjanjian Gadai Di Prum Pegadaian Kota Balikpapan

Intisari

Penelitian tentang perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian Kota Balikpapan merupakan penelitian yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap debitur dalam pembuatan perjanjian gadai di Perum Pegadaian kota Balikpapan terutama dilihat dari sisi kebebasan berkontrak dan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam kaitannya dengan pelelangan jika nasabah tidak melaksanakan kewajibannya kepada Perum Pegadaian di kota Balikpapan.

Pendekatan Penelitian

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sekunder dan tersier. Data tersebut dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Untuk penelitian kepustakaan cara pengumpulan data dengan studi dokumen, sedangkan penelitian lapangan cara pengumpulan data dengan wawancara dan alat yang digunakan adalah pedoman wawancara. Penelitian ini dilakukan di Kantor Perum Pegadaian Wilayah Balikpapan. Responden dari penelitian ini adalah Perum Pegadaian dan Nasabah.

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terhadap pelaksanaan perjanjian gadai di Perum Pegadaian wilayah Balikpapan perlindungan hukum terhadap nasabah belum sepenuhya terpenuhi. Hal ini dikarenakan di dalam pembuatan perjanjiannya sudah ditetapkan oleh pihak Perum Pegadaian, dengan kata lain sudah distandarisasi, sehingga tidak terdapat kebebasan berkontrak oleh nasabah. Pihak nasabah hanya tinggal menyetujui atau tidak menyetujui perjanjian ini. Untuk memperoleh kembali barang jaminan nasabah maka dilakukan pembayaran. Jika nasabah tidak melunasi kreditnya pada waktu yang telah ditentukan, tidak melakukan perpanjangan kredit dan gadai ulang maka barang jaminan akan dilelang oleh Perum Pegadaian. Sebelum pelelangan Perum Pegadaian melakukan pemberitahuan yang berupa pengumuman, namun banyak nasabah yang tidak mengetahui adanya pelelangan tersebut. Terhadap uang hasil jika ada kelebihan menjadi hak nasabah, namun ada nasabah yang tidak mendapatkan uang sisa dari dari penjualan lelang barang jaminannya. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat perlindungan hukum terhadap nasabah dalam hal lelang baik sebelum, pada saat ataupun setelah pelelangan.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive Subtance Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Intisari

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat jenis-jenis narkotika dan psikotropika bertambah banyak, jenis-jenisnya pun yang beredar di kalangan pecandu makin bervariasi pula. Zat tersebut dikenal dengan nama New Psychoactive Subtance. Dikarenakan zat tersebut belum masuk ke dalam lampiran daftar golongan narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka penegak hukum sulit untuk menjeratnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yaitu kajian mengenai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta penerapannya pada kasus penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika New Psychoactive Subtance secara konkrit. Dalam Putusan Nomor 387/Pid. SUS/2013/PN Mtr majelis hakim telah keliru dalam melakukan penafsiran terhadap zat methylone dengan memasukkan zat tersebut ke dalam lampiran daftar golongan narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Kesimpulan penelitian ini adalah dengan adanya asas legalitas tidak dimungkinkan penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive Subtance (NPS) dikarenakan narkotika yang disalahgunakan harus terlebih dahulu masuk ke dalam Lampiran Undang-Undang dan terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika perlu untuk diadakan perubahan untuk mempercepat penambahan golongan narkotika.

Analisis Determinan Abnormalitas Profil Darah Dan Kadar Pb Dalam Darah Pada Polisi Di Kota Balikpapan (Studi Pada Polisi Lalu Lintas Yang Bertugas Di Jalan Raya Balikpapan)

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kelainan pada profil darah dan kadar Pb dalam darah yang disebabkan oleh paparan Pb. Faktor-faktor penentu adalah usia, tinggi, berat badan, IMT, beban kerja, masa kerja, waktu kerja, penggunaan masker, riwayat pekerjaan, perilaku merokok kebijakan dan jumlah rokok yang dikonsumsi. Penelitian ini dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Balikpapan pada bulan April – Juli 2013. Pendekatan dalam penelitian ini adalah observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Total populasi dalam penelitian ini adalah 379 dengan sampel 102 kebijakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan sistem simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kelainan kadar Pb dalam polisi darah yang terpapar Pb dengan penggunaan masker, dan ada pengaruh yang signifikan antara profil darah; Hb lavel dengan masa kerja dan level Pb dalam darah, PCV dengan masa kerja dan level Pb dalam darah, level Eritrosit dengan level Pb dalam darah. Faktor-faktor lain yang juga diteliti seperti usia, tinggi, berat badan, IMT, beban kerja, waktu kerja, penggunaan masker, riwayat kerja, dan perilaku merokok kebijakan tidak secara signifikan mempengaruhi kelainan profil darah dan kadar Pb dalam darah dalam kebijakan. hasil juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara profil darah dengan usia, tinggi, berat badan, IMT, beban kerja, waktu kerja, penggunaan masker, riwayat kerja, dan perilaku merokok pekerja. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kelainan kadar Pb pada polisi darah yang terpapar Pb dengan penggunaan masker, dan ada pengaruh yang signifikan antara profil darah; Hb lavel dengan masa kerja dan level Pb dalam darah, PCV dengan masa kerja dan level Pb dalam darah, level Eritrosit dengan level Pb dalam darah. Faktor-faktor lain yang juga diteliti seperti usia, tinggi, berat, IMT, beban kerja, waktu kerja, penggunaan masker, riwayat kerja, dan perilaku merokok kebijakan tidak secara signifikan mempengaruhi kelainan profil darah dan kadar Pb dalam darah dalam kebijakan.

Perlindungan Hukum Terhadap Debt Collector Dalam Pelaksanaan Tugas Pengambilan Kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan Kredit

Intisari

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Sebab, ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan manusia tanpa bantuan orang lain. Terlepas dari hal tersebut, manusia dalam hidupnya juga mempunyai 3 (tiga) kebutuhan pokok yaitu : kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Menghadapi adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut baik manusia maupun perusahaan selalu berkeinginan memenuhi seluruhnya karena mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, yang banyak terjadi adalah baik orang maupun perusahaan tidak membeli barang secara tunai melainkan secara cicilan atau kredit. Pemenuhan kebutuhan yang dilatarbelakangi dengan utang, karena membeli barang dengan cara mencicil, sering dijumpai keadaan pembayarannya kurang atau tidak lancar (utangnya menjadi macet). Menghadapi pembiayaan yang macet tersebut, perusahaan leasing melalui debt collector sering melakukan aksinya yaitu: melakukan penyitaan kendaraan bermotor yang dikredit oleh lessor Oleh karena itu penulis mengangkat judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBT COLLECTOR DALAM PELAKSANAAN TUGAS PENGAMBILAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI JAMINAN KREDIT” Dengan permasalahan sebagai berikut : Hubungan hukum antara debt collector dengan debitor. dan Bentuk perlindungan hukum terhadap debt collector yang melakukan pengambilan kendaraan bermotor objek jaminan kredit, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normative atau kepustakaan. Disimpulkan bahwa Hubungan hukum antara debt collector dengan debitor yakni debt collector dalam melakukan pekerjaannya bertindak sebagai lessor berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh lessor kepada debt collector untuk menagih atau mengambil objek jaminan dari debitor. Landasan hukum bagi debt collector dalam menjalankan tugasnya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemberian kuasa dari lessor kepada debt collector sebagaimana ketentuan Pasal 1792 dan Pasal 1795 KUH Perdata tentang surat kuasa khusus. Perlindungan hukum terhadap debt collector yang melakukan pengambilan kendaraan bermotor objek jaminan kredit dapat diterapkan apabila debt collector dalam melakukan aksinya tidak melanggar ketentuan Pasal 368 KUH Pidana tentang pemerasan. Selanjutnya perlindungan hukum ini terjadi karena dalam perjanjian leasing telah diperjanjikan pengesampingan terhadap Pasal 1266 KUH Perdata, sehingga pengambilan objek leasing tidak memerlukan putusan Hakim, dan pengambilan tersebut juga diperjanjikan antara lessor dengan lessee.

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Menggunakan Pembangkit Listrik Tanpa Iziz Operasi Di Kota Balikpapan

Hasil Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini :

  1. Penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menggunakan pembangkit listrik tanpa izin operasi di Kota Balikpapan sudah berlangsung sejak tahun 2017. Dasar hukum yang menjadi dasar aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penegakan terhadap pelaku usaha yang menggunakan pembangkit listrik tanpa izin operasi di Kota Balikpapan adalah Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 49 ayat 2, yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp, 4.000.000.000 (empat miliar rupiah)”. Untuk teknis pengaturan tentang kewajiban memiliki izin Operasi terhadap pengguna pembangkit listrik dengan kapasitas diatas 200 KVA terdapat di Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2012 tentang Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri yang Berdasarkan Izin Operasi.
  2. hambatan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menggunakan pembangkit listrik tanpa izin operasi di Kota Balikpapan adalah tidak ada peraturan daerah balikpapan yang mengatur kewajiban memiliki izin operasi terhadap pelaku usaha yang menggunakan pembangkit listrik / genset dengan kapasitas 200 KVA untuk kepentingan operasional sehingga terjadi kekosongan hukum ditingkat Peraturan Daerah Balikpapan dan kurangnya sosialisasi dari aparat penegak hukum terkait yaitu Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur, para pelaku usaha yang menggunakan pembangkit listrik / genset diatas 200 KVA mengeluh tidak pernah ada sosialisasi ketika dilakukan penegakan hukum oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Kaltim.

Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah Daerah Apabila Terjadi Gagal Bayar (Default) Dalam Penerbitan Obligasi Daerah

Intisari

Pembiayaan pembangunan infrastruktur di daerah melalui obligasi daerah tidak terlepas dari risiko gagal bayar (default). Pemerintah pusat yang tidak menjamin obligasi daerah, sehingga pertanggungjawaban hukum dalam hal terjadinya gagal bayar (default) dibebankan kepada pemerintah daerah selaku penerbit obligasi daerah, sementara dalam proses penerbitan obligasi daerah melibatkan berbagai pihak, termasuk menteri keuangan dan wali amanat. Penelitian tesis ini menitikberatkan pada batas pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penerbitan obligasi daerah, serta pertanggungjawaban hukum pemerintah daerah apabila terjadi gagal bayar (default) dalam penerbitan obligasi daerah, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian tesis ini bahwa pemerintah pusat melalui menteri keuangan memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atas usulan rencana penerbitan obligasi daerah, menerima laporan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan obligasi daerah, serta memberikan sanksi penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah daerah yang tidak menyampaikan laporan pelaksanaan obligasi daerah, sedangkan pemerintah daerah hanya dapat menerbitkan obligasi pendapatan (revenue bond), membentuk unit pengelola obligasi daerah, dan menerbitkan peraturan daerah. Pertanggungjawaban hukum pemerintah daerah dalam penerbitan obligasi daerah meliputi pertanggungjawaban pengelolaan dan dana hasil obligasi daerah. Di sisi lain, apabila wali amanat sebagai pihak dalam penerbitan obligasi daerah tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dalam perjanjian perwaliamanatan, maka ikut bertanggungjawab atas terjadinya gagal bayar (default).

Surat Izin Membuka Tanah Negara Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 Kaitannya Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Intisari

Penelitian ini bertujuan mengethui (1) latar belakang dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara, megetahui megapa Izin Membuka Tanah Negara dapat menjadi dasar untuk pendaftaran tanah dan untuk mengetahui akibat hukum atas jual beli objek tanah yang berdasarkan Surat Izin Membuka Tanah Negara.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data dengan cara meneliti dan menelaah fakta yang ada sejalan dengan pengamatan dilapangan. Permasalahan pertanahan di Indonesia merupakan tanggungnjawab dari semua pihak yang terlibat didalamnya termasuk pula tanggungjawab dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah Daerah Kota Balikpapan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Izin Membuka Tanah Negara (selanjutnya disebut Perda IMTN). Hasil dari penelitian ini yakni latar belakang dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Izin Membuka Tanah Negara yakni dilandasi oleh kebutuhan masyarakat dalam proses kepemilikan hak atas tanah sebagai suatu alat bukti yang mengikat. peraturan daerah ini bertujuan untuk mencegah dan mengurangi adanya sengketa pertanahan dengan cara tertib administrasi pertanahan. Izin Membuka Tanah Negara Dapat Menjadi Dasar Untuk Pendaftaran Tanah Masyarakat karena secara yuridis formal telah ditentukan secara eksplisit dalam Pasal 11 Perda IMTN dimana ditentukan bahwa pemegang izin dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh hak atas tanah dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak IMTN diterbitkan. Akibat Hukum Atas Jual Beli Objek Tanah Yang Berdasarkan Surat Izin Membuka Tanah Negara yakni perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum dan perjanjian jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada karena telah diatur secara tegas dalam pasal 12 Perda IMTN.

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih (Studi Di Pdam Tirta Jati Kabupaten Cirebon)

Intisari

Air bersih merupakan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pemerintah memberikan pelayanan berupa perusahaan air minum (PDAM). Masyarakat sebagai konsumen air minum mengeluhkan pelayanan PDAM karena kualitas air yang keruh dan berbau yang tidak memenuhi standar kesehatan untuk dikonsumsi. Permasalahan tentang perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih oleh PDAM yaitu bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan ketentuan hukum undang-undang perlindungan konsumen dan penyelesaian hukum yang dilakukan oleh PDAM Tirta Jati Kabupaten Cirebon berkenaan dengan terjadinya kelalaian. Penelitian bertujuan untuk memahami dan mengkaji perwujudan konstruksi perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih oleh PDAM Tirta Jati Kabupaten Cirebon berdasarkan norma hukum Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan harapan dapat menjadi tolok ukur keilmuan untuk pengembangan disiplin ilmu hukum dan kebijakan publik. Metode penelitian dilakukan secara pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap peraturan perundang-undangan khususnya UUPK serta dokumen yang terkait dengan perlindungan konsumen air bersih, serta didukung dengan wawancara kepada konsumen air bersih di Kabupaten cirebon dan Pejabat PDAM Tirta Jati.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan UUPK telah mengatur hak konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha, sesuai Pasal 19 UUPK pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen tidak hanya sebatas uang atau barang bahkan perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan akibat mengkonsumsi air minum yang tercemar.

Berkenaan dengan terjadinya kelalaian PDAM terhadap konsumen, PDAM Tirta Jati Kabupaten Cirebon telah membebaskan pembayaran biaya berlangganan bulanan pada bulan berikutnya atau sesuai dengan permintaan pelanggan.

Disarankan agar ditinjau kembali ketentuan BPSK dalam UUPK, karena keputusan majelis menurut Pasal 56 ayat (2) masih dimungkinkan untuk diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri oleh pihak yang tidak puas. Padahal sesuai Pasal 54 ayat (3) putusan BPSK bersifat final dan mengikat, karena BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang nilai tuntutannya kecil. Kepada Pemerintah, agar pendekatan anggaran pembangunan prasarana air minum yang berbasis proyek dan negosiasi sudah waktunya diubah menjadi anggaran prioritas yang mengedepankan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat. Kepada PDAM Tirta Jati Kabupaten Cirebon untuk mengadakan perawatan peralatan distribusi air minum agar tercemarnya air dapat diminimalisir, bila dimungkinkan diadakan penggantian peralatan yang sudah tidak layak demi pelayanan yang baik baik konsumen.

Tanggung Gugat Dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (Kso) (Analisis Perjanjian Kerjasama Operasional Pembangunan Jalan Dan Jembatan Antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dengan Pt Waskita Karya(Persero), Pt Rimba Ayu Kencana Dan Pt Marinda Utama Ks)

Intisari

Materi pembahasan tanggung gugat dalam perjanjian kerjasama operasional(KSO) (Analisis Perjanjian Kerjasama Operasional Pembangunan Jalan dan Jembatan Antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Dengan PT Waskita Karya (Persero), PT Rimba Ayu Kencana dan PT Marinda Utama KS), dengan mengajukan permasalahan hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kerjasama dalam pembangunan jalan dan jembatan dan tanggung gugat para pihak dalam perjanjian kerjasama dalam pembangunan jalan dan jembatan.

Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut: Hubungan hukum dalam perjanjian kerjasama dalam pembangunan Jalan Tol/Bebas Hambatan/Freeway Balikpapan ? Samarinda Paket Kamboja ? Palaran dibuat antara PPK selaku unsur dari pemerintah sebagai pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hal ini PT Waskita Karya (Persero),PT Rimba Ayu Kencana dan PT Marida Utama KS. Pelaksanaan pembangunan perusahaan yang tergabung dalam KSO membagi proyek masingmasing PT Waskita Karya (Persero) sebanyak 51 %, Divisi II, dikelola oleh PT Rimba Ayu Kencana sebanyak 25 % dan Divisi III dikelola oleh PT Marida Utama KS sebanyak 24 %. Perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang sesuai dengan pasal 1338 ayat (1)B.W. Tanggung gugat para pihak dalam perjanjian kerjasama dalam pembangunan jalan dan jembatan apabila terjadi wanprestasi tidak dibebankan kepada salah satu perusahaan yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi,melainkan menjadi tanggung jawab bersama, meskipun dalam KSO tersebut sepakat menunjuk PT Waskita Karya sebagai perusahaan utama dalam KSO,meskipun demikian tidak melepaskan kewajiban PT Rimba Ayu Kencana dan PT Marida Utama KS secara tanggung renteng untuk mengganti kerugian yang terjadi karena kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan jalan tol. Memang sebagai perusahaan utama menjalankan kewajiban untuk dan atas nama KSO maksudnya atas nama ketiga perusahaan tersebut.

Kajian Hukum Tentang Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara Berkaitan Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah :: Studi Kasus Pt. Nhutani I

Intisari

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai mekanisme dan pelaksanaan yang tepat dalam restrukturisasi dan kemitraan PT. Inhutani I sebagai BUMN Departemen Kehutanan di Kalimantan Timur berkaitan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah, sistem pembagian saham dan pengawasan dalam pelaksanaan restrukturisasi dan kemitraan PT. Inhutani I dan keterkaitannya dengan Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten di wilayah Kalimantan Timur dan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap karyawan PT. Inhutani I khususnya pada unit-unit organisasi yang terstrukturisasi. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan situasi dan kondisi yang diteliti dihubungkan dengan isi peraturan yang berlaku yang berhubungan dengan judul penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan untuk memperoleh data sekunder maupun data primer. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan data primer diperoleh melalui penelitian lapangan. Penelitian dilakukan di lakukan diwilayah zona PT. Inhutani I Unit Balikpapan. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah ini sebagai pusat kegiatan operasional PT. Inhutani I sehingga banyak akses yang dapat diambil datanya. Data penelitian setelah dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, diperoleh hasil bahwa mekamisme restrukturisasi kemitraan belum menyentuh pada kepentingan banyak pihak karena dalam kenyataannya pembentukan usaha patungan tersebut lebih mengedepankan kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomis, pola pembagian saham pada pembentukan usaha kemitraan yaitu Pemerintah Propinsi 30 %, Pemerintah Kabupaten 30 %, PT. Inhutani I 30 % dan masyarakat melalui koperasi 10 %, namun pada kenyataannya pemerintah kabupaten menuntut perolehan saham lebih besar taitu 50 % untuk pemerintah Kabupaten (dalam hal ini Kabupaten Berau), 30 % PT. Inhutani I dan 20 % Pemerintah Propinsi, dan untuk perlindungan hukum bagi karyawan yang terkena restrukturisasi sudah mendapat pesangon sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003, tetapi bagi yang terkena penugasan keusaha kerjasama/patungan status karyawan yang bersangkutan belum jelas.

Analisis Yuridis Kebijakan Pemidanaan Dengan Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Pedofilia

Intisari

Kebijakan pemidanaan dengan hukuman kebiri adalah suatu bentuk upaya pemerintah untuk menekan kekerasan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini semakin meningkat. pemberian hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia dilakukan dengan kebiri kimia. Masalah yang dibahas didalam tesis ini adalah bagaimanakah kebijakan pemidanaan bagi pelaku pedofilia dalam hukum positif Indonesia, bagaimanakah pengaturan hukuman kebiri menurut Perppu No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta bagaimanakah hukuman kebiri dalam perspektif hukum islam dan hak asasi manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan jenis penelitian yang menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran dan solusi terhadap permasalahan tersebut. Penelitian ini kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan yakni pedofilia merupakan suatu kelainan seks yang menyimpang yang dialami oleh orang dewasa yakni ketertarikan seksual kepada anak-anak yang menjurus kepada pemerkosaan dan/atau pencabulan, pelaku yang diberikan hukuman kebiri adalah pelaku yang pernah dipidana dengan tindak pidana yang sama dan dihukum dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun. didalam hukum islam tidak menggunakan hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosa atau pencabulan dan terjadi perbedaan pendapat terhadap pemberian hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia dari segi hak asasi manusia. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, disarankan tidak hanya menambah jenis dan berat hukuman bagi pelaku pedofilia tetapi juga memperhatikan kepentingan anak yang menjadi korban kekerasan seksual, bagi pelaku yang pernah dipidana yang sama dan menimbulkan dampak serius sebaiknya dihukum mati saja tanpa dilakukan pemberian hukuman kebiri dan mengkaji kembali pemberian hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia.

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkotika Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Polresta Medan

Intisari

UU Narkotika dan UU Psikotropika mengamanatkan kewajiban untuk menjalani perawatan dan pengobatan atau rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Ketentuan mengenai “kewajiban” untuk menjalani rehabilitasi bagi pengguna yang mengalami kecanduan, dalam UU Psikotropika diatur dalam Pasal 36 s/d Pasal 39 dan pada UU Narkotika diatur dalam Pasal 45. Pengguna narkotika sebagai pelaku tindak pidana dan sekaligus sebagai korban, dengan berdasarkan pada Pasal 103 UU Narkotika, Mahkamah Agung RI mengeluarkan terobosan dengan mengeluarkan beberapa surat edaran, antara lain : Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 07 Tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke Dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi yang dituangkan ke dalam Surat No. 07/BUA.6/HS/SP/III/2009 tertanggal 17 Maret 2009 (selanjutnya disingkat SEMA No. 07 Tahun 2009); dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 04 Tahun 2010 tentang Penetapan Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial (selanjutnya disingkat SEMA No. 04 Tahun 2010). Akibat dari SEMA No. 07 Tahun 2009 dan dilanjutkan dengan SEMA No. 04 Tahun 2010 dikaitkan dengan penegakan hukum pidana terhadap pengguna narkotika sebagai pelaku tindak pidana narkotika di Polresta Medan, bagi Penyidik kesulitan menentukan apakah seseorang yang tertangkap tangan dengan barang bukti dibawah SEMA No. 07 Tahun 2009 termasuk ke dalam kategori pengguna ataukah pecandu. Karena kedua-duanya adalah selaku korban kejahatan tindak pidana narkotika. Kesulitan tersebut terjadi, karena banyaknya pelaku yang tertangkap tangan membawa barang bukti narkoba sebanyak yang ditentukan dalam SEMA No. 07 Tahun 2009 adalah seorang residivis, dan lebih parah lagi, malahan pelaku tersebut adalah seorang bandar narkoba kelas kakap. Hambatan-hambatan lain juga dihadapi oleh Penyidik Polresta Medan dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana narkotika. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat penelitian deskriptif analisis. Menggunakan metode pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan yaitu menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder. Sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Lalu dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatif, abstraktif, interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi Satres Narkoba Polresta Medan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika, sebagai berikut : SEMA No. 04 Tahun 2010 tidak dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, namun, SEMA tersebut mengikat para hakim yang menjatuhkan hukuman, karena pengadilan merupakan salah satu unsur dalam Sistem Peradilan Pidana; Keterbatasan personil, anggaran, dan kemampuan penyidik Satres Narkoba Polresta Medan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika. Personil yang ada hanya berjumlah 81 orang, namun, tidak kesemuanya dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan karena sudah termasuk pimpinan-pimpinan yang disebut dengan Kepala Satuan maupun Kepala Unit. Anggaran yang diberikan oleh Polda Sumut juga sangat minim, hanya dapat menyelesaikan + 15 (Kurang Lebih Lima Belas) perkara tindak pidana narkotika, sedangkan perkara yang masuk berjumlah + 1.000 (Kurang Lebih Seribu) perkara tindak pidana narkotika yang dilaporkan dan ditangani oleh Satres Narkoba Polresta Medan. Belum lagi ditambah dengan kemampuan penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap peredaran narkotika; SEMA No. 04 Tahun 2010 sering digunakan Penyidik untuk melepaskan Pecandu Narkotika, hal ini dikarenakan anggaran yang disediakan oleh pemerintah tidaklah cukup untuk melakukan penyidikan. Sehingga sangat rentan sekali suap terjadi kepada Penyidik; Adapun solusi-solusi yang didapat untuk menyelesaikan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Penyidik Satres Narkoba Polresta Medan terhadap tindak pidana narkoba dikaitkan dengan SEMA No. 04 Tahun 2010, yaitu : Melakukan peninjauan ulang/review terhadap SEMA No. 04 Tahun 2010 dan membuat aturan pelaksanaan dan aturan teknis dalam hal rehabilitasi sebagai pelaksanaan Pasal 103 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dapat berupa Peraturan Pemerintah; Menambah personil, anggaran, dan peningkatan kemampuan Penyidik Polresta Medan; Memberikan penyuluhan dan sosialisasi terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Pasal 103 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang baru kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi tahu tentang adanya peraturan perundang-undangan yang baru disahkan dan tidak menjadi buta hukum. Sebaiknya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Satres Narkoba Polresta Medan didukung dalam hal personil, anggaran, dan peningkatan kemampuan penyidik oleh Polda Sumut dengan melakukan penambahan personil, penambahan anggaran, dan meningkatkan kemampuan penyidik.

Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Bagi Badan Hukum Publik Terhadap Korban Tindak Pidana Badan Hukum Publik

Intisari

KUHP Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, hanya mengakui subjek hukum pidana berupa manusia. Dalam perkembangan peraturan perundang-undangan khusus di luar KUHP, subjek hukum pidana mengalami perkembangan, yaitu bukan hanya manusia, namun dapat pula berupa korporasi. Korporasi dapat berupa korporasi perdata dan badan hukum publik. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum publik karena dalam praktek di lapangan, hal tersebut masih sangat asing. Penyusunan tesis ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum publik terhadap korban tindak pidana badan hukum publik saat ini dan kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum publik terhadap korban tindak pidana badan hukum publik yang akan datang. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yang selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif normatif. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan hasil bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan khusus di luar KUHP yang telah merumuskan pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum publik. Namun demikian, dominasi doktrin yang dipergunaan adalah vicarious liability (pertanggungjawaban pengganti), sehingga pihak yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipidana hanyalah pejabat senior atau pimpinan dari suatu badan hukum publik. Disamping itu jenis pidana yang dapat dijatuhkan hanya berupa pidana penjara dan/ atau pidana denda. Jenis pidana demikian tidak berorientasi pada kepentingan korban, khususnya untuk memulihkan hak korban yang telah dilanggar dengan tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum publik. Dengan demikian, hendaknya kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum publik di masa yang akan datang tidak hanya menerapkan doktrin vicarious liability, namun juga identification theory atau direct corporate criminal liability (doktrin pertanggungjawaban pidana langsung), sehingga pihak yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipidana bukan hanya pejabat senior atau pimpinan dari badan hukum publik saja, namun juga badan hukum publik itu sendiri. Disamping itu, jenis pidana yang dapat dijatuhkan hendaknya juga berorientasi pada kepentingan korban.

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?