Peranan Wanita Dalam Dinamika Perekonomian Kota Surakarta ( Studi Kasus Pedagang Wanita Kota Surakarta)
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan metode kualitatif untuk menganalisa data dan metode kuantitatif untuk menyajikan data-data statistik. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan serta menganalisa tentang peranan wanita dalam dinamika perekonomian kota Surakarta, khususnya dalam sektor perdagangan dan perindustrian dalam kurun waktu tahun 1980-2000. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimanakah Peranan wanita dalam dinamika perekonomian kota Surakarta, khususnya dalam bidang perdagangan yang ada di Kota Surakarta antara tahun 1980-2000,
- Mengapa peranan kaum wanita dalam dinamika perekonomian Kota Surakarta identik dengan aktifitas perdagangan dan jasa, terutama dalam aktivitas perdagangan pasar, khususnya wanita pedagang di Pasar Gede dan Pasar Klewer,
- Pengaruh dari eksploitasi kaum wanita terhadap kondisi keluarga dan ikatan tradisional yang sudah lama mengakar dalam masyarakat.
Dalam penelitian dan penulisan atau penyusunan sumber data-data dan fakta, digunakan metode penelitian sejarah, dimana langkah-langkah dalam penelitian ini adalah, pertama, tahap heuristik, kedua tahap kritik sumber, yang ketiga adalah intepretasi atau melakukan penafsiran dari kebenaran data dan yang keempat adalah historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, studi dokumen dan studi pustaka.
Kesimpulan dari penelitian ini diketahui adanya peranan wanita yang sangat dominan dalam perekonomian kota Surakarta, khususnya dalam bidang perindustrian, perdagangan dan jasa, terutama perdagangan pasar. Partisipasi kaum wanita dapat dilihat indikator peranan yang meliputi peran aktif mereka dalam berbagai sektor pekerjaan yang strategis dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian. Indikator peranan kaum wanita dapat dilihat dalam sektor industri dan perdagangan, terutama perdagangan pasar yang sangat dominan peranan para pedagang wanita di Kota Surakarta, khususnya di Pasar Gede dan Pasar Klewer. Peran Kaum wanita dalam sektor industri juga dapat dilihat dari kaum wanita sebagai pemilik usaha maupun sebagai buruh industri. Sedangkan dalam aktivitas pasar peran kaum wanita dapat dilihat dari peran aktif kaum wanita sebagai pedagang.
Perdagangan pasar sangat identik dengan kaum wanita karena memang selain aktivitas berdagang merupakan warisan turun-temurun keluarga dan tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi, juga pekerjaan berdagang merupakan kegiatan yang membutuhkan keuletan, kehalusan dan ketelitian yang hanya cocok dilakukan oleh kaum wanita. Dengan kenyataan ini maka kaum wanita mulai mencoba keluar dari ikatan tradisional yang salama ini membelenggu yang hanya menempatkan mereka hanya di rumah saja dengan disibukkan berbagai aktivitas rumah yang kurang produktif. Namun dalam perkembangannya yang sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan, kaum wanita semakin banyak merambah sektor-sektor pekerjaan yang lebih baik. Kesempatan mereka juga sama dengan kaum pria. Jadi peranan wanita dalam dinamika perekonomian kota Surakarta semakin meningkat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam aktivitas perekonomian yang ada di berbagai daerah tidak lepas dari adanya sektor pasar. Biasanya suatu pasar selain menjadi pasar biasa pada waktu-waktu tertentu berfungsi juga sebagai pasar barang dari tanah asing bagi saudagar perantau, maka istilah kota berarti adalah tempat pasar.1 begitu juga dengan daerah-daerah atau kota-kota di Jawa, khususnya Jawa tengah. Dimana perekonomian mereka pada masa kerajaan pada saat itu sangat tergantung pada aktifitas perdagangan. Aktifitas perdagangan yang dilakukan pada awalnya masih bersifat sederhana, dimulai dengan adanya barter atau pertukaran uang hingga mereka mengenal mata uang yang dijadikan alat transaksi dalam perdagangan.
Menurut Clifford Geertz, membagi para pedagang ke dalam empat golongan pedagang, yaitu pertama, sekelompok kecil pedagang sandang mewah yang menjual kain batik yang terkenal di seluruh dunai. kedua , segolongan pedagang desa semiprofesional atau pedagang kota dengan skala yang kecil sekali, diantaranya banyak wanita yang hampir secara menyeluruh berdagang di daerah setempat. Ketiga, segolongan pedagang yang sepenuhnya profesional dan yang semula pedagang keliling yang menjual barang-barang kebutuhan seharihari. keempat, orang-orang cina yang menjual berbagai barang kebutuhan, bahkan barang impor. Sebagian para pedagang kecil adalah wanita, yang berasal dari istri petani, istri perajin sambilan kecil atau istri pemilik pabrik, mereka berurusan dalam kerajinan tangan yang dihasilkan.2
Di Surakarta sendiri yang pada saat itu dikenal dengan desa Sala, aktifitas perdagangan sudah sejak lama ada. Sejak zaman sebelum dan sesudah kerajaan Mataram serta zaman kolonial Belanda, aktifitas perdagangan sudah tumbuh. Perdagangan yang dilakukan oleh para pedagang baik itu yang berasal dari daerah kota Surakarta maupun dari luar kota banyak dilakukan di sepanjang aliran sungai Bengawan solo, dimana di sepanjang sungai ini banyak terdapat tempat-tempat perdagangan. Ada juga sungai-sungai lain yang digunakan sebagai sarana perdagangan, misalnya kali Pepe, kali Wingko, kali Laweyan dan sebagainya. Jenis-jenis barang dagangan yang diperdagangkan juga sangat beragam, yang mencakup barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Seiring semakin berkembangnya perdagangan di kota Surakarta maka lambat laun aktifitas para pelaku perdagangan juga bertambah. Yang pada awalnya para pedagang itu didominasi oleh kaum pria, namun dalam perkembangannya peran para pedagang wanita juga mulai muncul, bahkan aktifitas para pedagang wanita sudah dianggap setara dengan kaum pria dalam berbagai jenis atau usaha perdagangan. Salah satu contoh aktifitas perdagangan adalah perdagangan batik, yang menurut sejarahnya batik sudah ada sebelum masuknya kebudayaan India di Indonesia. Di pulau jawa sendiri, batik sudah sejak lama menjadi kegemaran bagi kaum wanita bahkan sudah identik dengan kehidupan para wanita, Baik itu proses pembuatannya maupun aktifitas pemasarannya dalam lingkup perdagangan kain batik.3
Dalam konteks perkembangan aktifitas perdagangan kain batik, peranan kaum wanita sangat besar. Di pulau Jawa, khususnya di daerah Surakarta dan Yogyakarta batik sudah menjadi suatu aset yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan dan perekonomian. Di daerah Surakarta sendiri batik sudah sejak lama menjadi salah satu aset Kebudayaan dan Pariwisata, dan tentunya menjadi penyokong perekonomian daerah Surakarta. Banyak sekali industri-industri kesenian batik di Surakarta, bahkan sudah merambah pada industri rumah tangga. Salah satu contoh daerah penghasil batik di Surakarta adalah kampung batik yang terletak di daerah Laweyan. Laweyan merupakan daerah penghasil batik yang masih diakui keberadaannya sejak zaman dahulu sampai sekarang, tepatnya pada masa periode kekuasaan kerajaan pajang sampai kasunanan. Kain batik sendiri sudah banyak digunakan di lingkungan kerajaan.
Dalam perkembangannya batik Laweyan kemudian diperdagangkan di pasar-pasar dan pertokoan, salah satunya adalah Pasar Klewer. Produksi batik yang dijual juga banyak diproduksi oleh perusahaan-perusahaan batik besar, seperti Batik Danar Hadi, Batik Semar, Batik Keris dan lainnya. Beberapa pembeli dari berbagai daerah langsung membeli kain batik dari Laweyan ataupun Pasar Klewer.4 Dalam aktifitas perdagangan batik di Surakarta sangat kental atau identik dengan kehidupan kaum wanita, khusus dalam perdagangan batik yang ada di pasar-pasar di Surakarta hampir sebagian besar banyak para pedagang batik adalah wanita. Biasanya mereka bekerja dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Pembangunan perekonomi secara makro yang terjadi di Surakarta sangat jelas membawa dampak bagi kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang perdagangan yang sangat berkembang di Surakarta dan menjadi aset yang penting dalam sumber pemasukan daerah selain dari sektor Pariwisata, khususnya dalam berbagai kegiatan perdagangan barang dan jasa yang ada di Kota Surakarta yang dapat mengkaji peranan wanita di dalamnya. Dengan hal ini nantinya akan terjadi suatu perbedaan dalam hal pembagian kerja tertentu, baik itu antara pria dan wanita dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika dengan adanya aktifitas perdagangan, khususnya di bidang pertanian serta adanya perpindahan penduduk dari desa-desa ke kota-kota membawa perubahan dalam pola pekerjaan. Pola-pola pekerjaan atau pasaran kerja juga dipengaruhi oleh ketrampilan tenaga kerja baik itu wanita atau pria, pembagian kerja secara seksual juga akan membentuk jurang upah dan ketrampilan antara laki-laki dan perempuan.5
Berdasarkan keadaan ini maka akan terjadi perubahan secara fungsional dari perbedaan antara pria dan wanita dalam keluarga, rumah tangga serta dalam kehidupan masyarakat. Yang sangat jelas nantinya akan dapat menghilangkan suatu fungsi produktif dari para wanita, dimana salah satu sebab mengapa banyak dari wanita yang memperoleh pekerjaan yang berstatus rendah atau upahnya rendah dan tidak penuh adalah disebabkan oleh kurangnya ketrampilan dan tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan untuk pekerjaan yang lebih.6 Sehingga dengan kata lain produktivitas tenaga kerja wanita lebih rendah daripada pria, terutama jika ditinjau dari segi pendidikan dan jam kerja.7 Jika hal ini terjadi maka akan sangat mempengaruhi adanya proses perkembangan perekonomian.
Berdasarkan adanya modernisasi pertanian akan meningkatkan mekanisasi di bidang pertanian yang secara tidak langsung akan mengurangi permintaan akan buruh wanita terutama di daerah-daerah yang masih mengandalkan pertanian sebagai kehidupannya. Jika terjadi kemerosotan buruh tani wanita, hal itu bisa disebabkan oleh adanya perubahan dalam persediaan tenaga buruh, akibatnya para wanita di pedesaan mungkin akan semakin menolak bekerja berat di ladang serta dimungkinkan mereka menuntut pekerjaan non-pertanian atau pekerjaan rumah tangga, khususnya dalam era globalisasi ini dimana banyak para wanita yang sudah merambah beberapa sektor pekerjaan, baik itu sektor formal maupun informal. Di sisi lain banyak wanita yang bekerja di sektor industri di desa mereka sendiri, tidak sedikit mereka sejak dulu melakukan mobilitas keluar desa untuk bekerja di industri-industri sekitar dan juga tidak terhitung berapa besar jumlah mereka yang keluar desa untuk berdagang di pasar-pasar sekitar.8
Tentunya kenyataan akan membuat adanya kesetaraan gender kaum wanita yang lebih khusus lagi dalam bidang perekonomian. Dalam penelitian ini nantinya akan membahas mengenai peranan wanita dalam dinamika perekonomian di Kota Surakarta, sebagaimana yang tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor : IV/ MPR/ 1978 Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ), dalam naskah GBHN Bab IV tentang Pola Umum Pelita Ketiga dalam arah dan kebijaksanaan pembangunan umum tercantum peranan wanita dalam pembangunan, yang dalam salah satu penjelasannya bahwa pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal di segala bidang, oleh karena itu wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.9
Peranan wanita dalam perekonomian di Kota Surakarta terdiri dari berbagai indikator peranan, terutama yang melihat pada berbagai aktifitas perdagangan yang dilakukan oleh para kaum wanita di berbagai daerah atau Pasar di Kota Surakarta, khususnya di Pasar Klewer dan Pasar Gede antara tahun 1980- 2000. Hal ini dikarenakan pada kurun waktu itu perekonomian Kota Surakarta sedang mengalami peningkatan terutama dalam sistem perekonomian kerakyatan, dalam hal ini sektor perdagangan mulai tahun 1980 hingga 2000 mengalami peningkatan pendapatan. Misalnya dalam kurun wanktu 1983 hingga 1989, distribusi peranan terhadap pendapatan asli daerah semakin meningkat, dimana yang pada Tahun 1983 hanya 14,01%, di Tahun 1989 meningkat menjadi 19,47%. Sektor pasar juga menjadi unsur terpenting dalam pendapatan daerah Kota Surakarta yang dikenal sebagai kota perdagangan. Perdagangan dan industri sangat berpengaruh di Kota Surakarta, hal ini diperkuat dengan distribusi persentase Produk daerah, dimana sektor tertier yang meliputi perdagangan dan jasa di tahun 1997 mencapai 58,75% dan di tahun 1998 akibat terjadi kerusuhan massa maka terjadi penurunan menjadi 52,46%. Demikian halnya dengan sektor sekunder yang meliputi sektor industri, listrik dan bangunan menempati urutan kedua dengan persentase 39,61% di tahun 1997, menjadi meningkat di tahun 1998 menjadi 45,29%.10
Dalam kehidupan di Kota Surakarta dengan ditandai berbagai peristiwa menarik seperti pada bulan Mei 1998 terjadi suatu kerusuhan yang sangat melumpuhkan kondisi perekonomian di Kota Surakarta dengan banyaknya sendisendi perekonomian yang hancur. Selama dua hari, 14-15 Mei 1998, Kota yang dikenal berpenduduk sangat lembut, ramah tamah dan Njawani itu tiba-tiba berubah menjadi geram, penjarahan dan pembakaran terjadi di mana-mana.11 Setelah kejadian ini Masyarakat Kota Surakarta bersama-sama membangun kembali kehidupan perekonomian khususnya adalah perdagangan yang telah hancur. Setelah kejadian ini banyak masyarakat yang beraktivitas dalam perdagangan, khususnya kaum wanita guna mencukupi kebutuhan. Namun sesudah adanya kerusuhan itu, Kota Surakarta mulai membangun kembali kehidupan perekonomiannya, terutama sistem ekonomi kerakyatan.
Maka tampak sangatlah nyata dampak dari adanya perkembangan perekonomian di Surakarta yang akan mengakibatkan perubahan pola pekerjaan di Surakarta, khususnya pada saat sekarang ini. Hal ini dapat kita lihat dari adanya pengaruh urbanisasi terhadap perkembangan perekonomian di Surakarta, terutama mereka yang berasal dari luar daerah Surakarta yang kebanyakan dari mereka mecoba peruntungan dengan pergi ke kota Surakarta dan khususnya kaum wanita, dan memang faktor utama kaum wanita bekerja di luar adalah karena faktor ekonomi.12 Mereka pergi ke Surakarta karena ingin membebaskan diri dari ikatan tradisional yang selama ini mengikat mereka dalam kehidupan sehari-hari, yaitu adanya anggapan bahwa kaum wanita hanya berada di rumah saja untuk mengurusi anak dan keperluan-keperluan keluarga sedangkan yang mencari nafkah adalah pria yang selaku kepala rumah tangga.
Dalam studi dinamika urbanisasi biasanya diterangkan dengan migrasi yang ditentukan oleh faktor-faktor dorong dan tarik, jika faktor dorongnya umumnya dihubungkan dengan perubahan-perubahan ekonomi pedesaan, maka faktor-faktor tarik dihubungkan dengan aspek sosial-psikologis pendatang dan pada umumnya dilukiskan sebagai keinginan keras untuk mengikuti kehidupan kota.13 Biasanya, para pendatang tersebut berasal dari daerah sekitar Karesidenan Surakarta seperti Ponorogo, Wonogiri, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Sragen, Karanganyar, Pati, Ngawi dan daerah sekitar Surakarta lainnya bahkan ada yang berasal dari daerah luar kota lainnya. Secara jelas dapat diterangkan bahwa para migran datang untuk mencari pekerjaan serta mencari kemungkinan-kemungkinan kenaikan status sosial.14
Dalam lingkup kota Surakarta nantinya dapat diperoleh gambaran bagaimanakah usaha-usaha dari pemerintah kota Surakarta untuk melakukan pembangunan yang mendasar terutama dalam meningkatkan aktifitas perdagangan, terutama mengenai jenis perdagangan yang banyak diminati oleh masyarakat, misalnya kain batik dan barang-barang keperluan sehari-hari lainnya yang sebagian besar dilakukan oleh para kaum wanita. Dari beberapa usaha-usaha pembangunan ini maka akan membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak, yang nantinya menuntut adanya perbedaan yang jelas antara status sosial antara pria dan wanita. Namun dalam hal ini peranan wanita sangatlah seimbang jika kita bandingkan dalam hal kesempatan kerja. Di Surakarta sendiri sudah banyak para wanita yang mencoba untuk keluar dari bayang-bayang tradisional yang menempatkan mereka hanya pada lingkup keluarga saja. Peluang kerja yang tersedia bagi perempuan juga adalah pekerjaanpekerjaan yang tidak menuntut pendidikan dan ketrampilan.15
Dapat di lihat di Surakarta pada masa sekarang ini sedang gencargencarnya adanya pembangunan kota yang mengarah ke modernisasi yaitu dengan banyaknya pembangunan sarana-sarana umum dan perbelanjaan yang berdiri megah yang bertaraf global serta dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang sangat besar, dan ditandai dengan ekonomi dengan jasa dan perdagangan menjadi lebih penting daripada produksi barang.16 Namun dengan adanya langkah-langkah ini pula tidak membuat para warga masyarakat melupakan ciri-ciri tradisional, dimana ciri-ciri ini masih tetap eksis hidup dalam bayang-bayang modernisasi. Dalam hal ini partisipasi masyarakat antara golongan pria dan wanita dalam sektor perekonomian sangat penting. Dengan adanya aktifitas perdagangan batik oleh kaum wanita ini diharapkan sudah tidak ada adanya anggapan bahwa wanita adalah kaum lemah yang hanya mengurusi keluarga tetapi mereka bisa juga keluar dari bayang-bayang tradisional dengan mencoba bekerja di berbagai sektor-sektor pekerjaan.
Di Surakarta ini perbedaan antara pria dan wanita dalam bidang kesempatan kerja sudah dihilangkan. Ini menjadi bukti bahwa kesetaraan gender di Surakarta sudah dimulai. Dalam hal ini banyak para wanita di Surakarta yang membantu perekonomian keluarga mereka dengan bekerja sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan serta ketrampilan masing-masing. Selain dalam aktifitas perdagangan batik, kaum wanita dapat kita jumpai di pasar-pasar tradisional, selain masih adanya kaum pria sebagai pemegang peranan ekonomi keluarga, Kita lihat bagaimana kaum perempuan mencoba untuk menumbuhkan perekonomian keluarga dengan jalan menjadi pedagang bakulan, bahkan banyak dari para pedagang bakulan ini yang berasal dari luar Surakarta yang mencoba untuk berdagang di pusat kota yang menurut anggapan mereka bahwa kota adalah sumber peruntungan dan perdagangan.
Hal ini terjadi karena bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat kota atau lalu lintas keramaian ini tidak mudah untuk mendapatkan pasaran barang dagang dan modal usaha bagi para pedagang kecil atau bakulan.17 Namun tidak hanya sebagai pedagang bakulan saja, banyak diantara kaum perempuan ini juga yang mendapat kedudukan yang lebih baik, misalnya banyak para wanita yang bekerja dalam badan-badan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, olahraga, sektor hiburan dan banyak sektor pekerjaan lainnya yang ada di Surakarta. Dalam pembangunan kota Surakarta yang belakangan ini sedang dimulai, yaitu dengan pembangunan beberapa infrastruktur di berbagai bidang, khususnya di bidang perekonomian seperti pembangunan pusat-pusat perbelanjaan yang besar yang secara tidak langsung akan membutuhkan tenaga kerja yang besar.
Berdasarkan adanya pembangunan perekonomian ini nantinya akan mempengaruhi adanya urbanisasi secara besar-besaran ke Surakarta, yaitu dengan kedatangan penduduk dari daerah-daerah luar Surakarta yang mencoba kesempatan usaha atau kerja, khususnya dalam sektor perdagangan di Surakarta yang sedang berusaha membangun kota Surakarta bertaraf Internasional. Dengan adanya perkembangan ekonomi ini akan mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga, terutama kesempatan kerja bagi kaum wanita. Dari adanya pembangunan ekonomi atau modernisasi ini juga dapat dikatakan sebagai perpindahan penduduk dari sektor pekerjaan tani ke sektor bukan-tani.18
Leave a Reply