Judul Tesis : Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis dalam Pembinaan Profesionalisme Dosen (Studi Kasus di STKIP Widya Yuwana Madiun)
A. Latar Belakang
Belakangan ini wajah pendidikan di Indonesia mengalami masa-masa yang sangat memprihatinkan, baik dari segi penanggungjawab utama (pemerintah), petugas lapangan (para pendidik) maupun peserta didik. Hal semacan ini terbukti ketika beredar di media massa maupun media cetak tentang kekerasan fisik maupun mental dalam dunia pendidikan, perlakuan asusila terhadap peserta didik oleh pendidik dan bahkan dana atau perhatian dalam bentuk finansial dari pemerintah yang tersendat-sendat juga menjadi masalah yang memprihatinkan. Hal ini mempengaruhi keprofesinalitas seorang pendidik dan ini juga sudah menjadi wacana. Kekhawatiran bersama adalah nilai keprofesionalitas mulai mengalami kekaburan makna.
Di lingkungan perguruan tinggi, dosen merupakan salah satu kebutuhan utama. Ia ibarat mesin penggerak bagi segala hal yang terkait dengan aktivitas ilmiah dan akademis. Tanpa dosen, tak mungkin sebuah lembaga pendidikan disebut perguruan tinggi atau universitas. Sebab itu, di negara-negara maju, sebelum mendirikan sebuah universitas, hal yang dicari terlebih dahulu adalah dosen. Setelah para dosennya ditentukan, baru universitas didirikan, bukan sebaliknya. Demikian pentingnya dosen ini hingga tidak sedikit perguruan tinggi menjadi terkenal karena kemasyhuran para dosen yang bekerja di dalamnya. Beberapa universitas di Eropa dan Amerika juga menjadi terkenal di dunia karena memiliki dosen dan guru besar yang mumpuni, seperti Universitas Berlin yang memiliki dosen sekaliber Fichte dan Hegel, dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana penerapan prinsip Gravissimum Educationis bagi upaya pembinaan/pengembangan profesionalisme dosen?
- Kendala apa saja yang menjadi faktor penghambat penerapan prinsip Gravissimum Educationis dan bagaimana mengatasinya?
- Bagaimana Profesionalisme dosen?
C. Landasan Teori
Pengertian Profesi
Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.
Pengertian Dosen
Dosen merupakan salah satu sumber daya manusia (SDM) di perguruan tinggi (PT) selain tenaga administratif. Sebagai tenaga kependidikan dosen merupakan unsur terbesar dari keseluruhan SDM di PT. Dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU 14/2005 Pasal 1 butir 2.).
Etika Dosen
Kata “Etika” (dari kata “ethos” Bhs. Yunani). Kata “Moral” (dari kata “mos” jamaknya “mores” Bhs. Latin). Arti kata “etika” dan “moral” pada asalnya sama yakni “kebiasaan atau cara hidup”. Keduanya dianggap sinonim.Dalam perkembangannya saat ini, kedua istilah tsb. Memiliki kandungan makna yang berbeda. Etika lebih merupakan kajian teori tentang tingkah laku baik-buruk, sementara moral atau moralitas menunjukkan tingkah laku baik-buruk itu sendiri. (Lihat Magnis-Suseno, 1991:14).
Kinerja Dosen
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Profesionalisme Dosen
Belakangan ini gencar-gencarnya dunia pendidikan di Indonesia mengusahakan kegiatan sertifikasi Guru dan Dosen. Hal ini dilatarbelakangi karena 5 alasan: pertama, landasan Filosofis meliputi Profesionalisme, Scholarship of Teaching dan accountubility (demand of qualty and transarancy). Kedua, ada 2 pilar dalam pengembangan pendidikan tinggi yaitu pemerataan, relevansi dan kualitas dan kesehatan organisasi. Khusus untuk relevansi dan kualitas bertujuan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Ketiga, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu berkaitan dengan life long learning. Keempat, pendidikan dan dosen. Ini berkaitan dengan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan terhadap peserta didik serta peran dan tugas dosen yang terdapat dalam tridharma. Kelima, perundangan.
D. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sebuah Sekolah Tinggi Kedosenan dan Ilmu Pendidikan Widya Yuwana Madiun.
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif.
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara mendalam (in depth interviewing), Observasi Langsung, Analisis Isi Dokumen (Content Analysis), Group Focus Disscusion.
E. Kesimpulan
1. Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Perguruan Tinggi Katolik STKIP Widya Yuwana Madiun penerapan prinsip Gravissimum Educationis Sebagai lembaga tinggi yang bernaung dilingkup gerejawi, lembaga STKIP Widya Yuwana nilai-nilai, semangat atau prinsip yang terkandung dalam Gravissimum Educationis sudah dihidupi, hanya saja kalau melihat sejarah berdirinya STKIP Widya Yuwana ini bahwa STKIP Widya Yuwana ini yang dulunya ALMA atau AKI berdiri sebelum Gravissimum Educationis dicetuskan. STKIP Widya Yuwana berdiri pada 27 September 1959, sedangkan Gravissimum Educationis tercetus pada 28 Oktober 1965. Selain itu juga bahwa konsep awal lembaga ini adalah bukan mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama melainkan untuk menjadi katekis, tetapi seiring perkembangan waktu lemaga ini berubah menjadi Sekolah Tinggi dan Keguruan (STKIP) Widya Yuwana yang mendidik mahasiswa untuk menjadi guru agama katolik.
2. Kendala dalam Penerapan Prinsip Gravissimum Educationis
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa penerapan prinsip Gravissimum Educationis terkait dengan profesi dosen tidak diterapkan secara sengaja namun dihidupi oleh Lembaga STKIP Widya Yuwana, namun memang belum secara penuh karena masih ada bagian-bagian yang masih harus dibenahi. Hal ini berkaitan dengan kemahiran dalam mendidik yang berkaitan dengan ijasah atau administrasi yang menjadi tuntutan dari pemerintah. Tentunya ini menjadi suatu kendala, misalnya: masih ada beberap dosen yang sedang menempuh studi lanjut, belum semua dosen mendapatkan jabatan akademik, kurangnya evaluasi bersama, beberapa diantara dosen kurang meanruh perhatian terhadap kegiatan rohani harian yang diselenggarakan oleh kampus sebagai pembinaan kepribadian bersama, bimbingan yang kurang dari dosen senior kepada dosen junior, masih terkesan kreativitas dosen masih hanya intern saja belum berani tampil keluar, padahal dari segi kemampuan itu sudah mereka miliki. Dosen-dosen belum memiliki keberanian dan kepercayaan diri atas kinerjanya yang baik sehingga belum direalisasikan dalam bentuk Team Work yang sesuai dengan ciri khas lembaga ini untuk dipasarkan kepada masyarakat umum, misalnya dalam bentuk Tim Katekese/pendampingan (Kaum muda, Anak-anak, Dewasa, Orangtua, Lansia atau kelompok kategorial yang lain).
3. Profesionalisme Dosen
Berdasarkan hasil penelitian, dengan demikian dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa penerapan prinsip Gravissimum Educationis dalam Pembinaan Profesionalisme Dosen di STKIP Widya Yuwana Madiun sudah mencapai taraf 75%.
Leave a Reply