Langkah selanjutnya dalam penelitian setelah merumuskan masalah dan studi kepustakaan adalah merumuskan hipotesa. Hipotesa berasal dari bahasa Latin yakni “hypo” yang berbarti sebelum, dan “thesis” yang berarti dalil. Sehingga dapat diketahui dari kedua kata tersebut bahwa hipotesa adalah dalil yang dianggap belum menjadi dalil sebenarnya, karena perlu pembuktian terhadap kebenarannya.
Dalam Wikipedia disebutkan bahwa hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Menurut Nasution (2000) hipotesa merupakan pernyataan tentatif yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.
Terdapat beberapa manfaat dari adanya hipotesa dalam suatu penelitian, antara lain:
- Menjadi pedoman dalam penelitian dan sekaligus menjadi pedoman dalam pemecahan masalahnya.
- Hipotesa membantu dalam penentuan daya yang harus dikumpulkan, sehingga dengan adanya hipotesa peneliti mempunyai panduan dalam mengumpulkan data yang diperlukan saja.
- Membantu untuk mengurangi timbulnya kesalahan dalam pengumpulan data atau informasi yang relevan dengan penelitian.
- Dan hipotesa dapat digunakan sebagai pedoman dalam menggali informasi sehingga dapat tersusun instrumen penelitian yang memadai.
Terdapat beberapa kriteria dalam menilai hipotesa yang dirumuskan telah baik. Kriteria tersebut antara lain, adalah :
- Pernyataan dalam hipotesa mencakup suatu tujuan dari penelitan.
- Pernyataan dalam hipotesa menggunakan kata-kata yang sifatnya mempertanyakan suatu masalah, sehingga perlu untuk diuji kembali kebenaran dari pernyataan tersebut.
Selain menentukan atau merumuskan hipotesa, peneliti juga harus menentukan variabel yang akan digunakan dalam pengujian hipotesa tersebut dan juga menentukan teknik pengukurannya. Variabel tersebut perlu ditetapkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Untuk jumlah variabel, tergantung seberapa luas penelitian tersebut akan dilakukan.
Teknik pengukuran pada ilmu alam, lebih mudah dari pada teknik pengukuran yang digunakan dalam ilmu sosial. Hal ini dikarenakan dalam ilmu alam memiliki variabel yang mudah diukur seperti panjang, tinggi, berat, isi, luas dari suatu objek. Sedangkan pada ilmu sosial, yang diukur jauh lebih sulit seperti persepsi, minat, intelegensia, motivasi, dan lain sebagainya.
Penggunaan ukuran-ukuran yang sesuai untuk suatu variabel dalam ilmu sosial yang bercirikan kualitatif harus diubah terlebih dahulu menjadi bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur dengan cara membuat skala. Skala dalam ilmu sosial diperlukan untuk mengubah atribut yang bercirikan kualitatif ke dalam bentuk yang sifatnya kuantitatif. Dikarenakan terdapat banyak variabel dalam ilmu sosial yang memiliki dimensi lebih dari satu, maka perlu diuraikan terlebih dahulu dimensi-dimensi tersebut. Setelah itu, baru dicari metode pengukurannya, unit ukuran yang digunakan, serta validitas dan reliabilitas dari alat ukur tersebut.
Atau menghubungi nomor kontak berikut 0852.2588.7747 (AS) atau BBM :5E1D5370 email IDTesis@gmail.com
Leave a Reply