ABSTRAK
Pasar tradisional sebagai tempat usaha bagi para pedagang kecil memiliki banyak nilai-nilai strategis. Pasar tradisional secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dari segi ekonomi, pasar tradisional sebagai salah satu tempat perputaran uang, yang berarti penguat bagi struktur ekonomi tingkat mikro. Sebagai sarana perputaran ekonomi, pasar tradisional terbukti efektif. Salah satu buktinya adalah perputaran uang di pasar tradisional yang setiap hari bisa mencapai milyaran rupiah. Dengan nilai perputaran ekonomi yang mencapai milyaran rupiah, tentunya keberadaan pasar tradisional memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta dari sisi penerimaan retribusi. Demikian juga dengan Kota Surakarta, saat ini dirasakan diperlukan suatu upaya untuk semakin meningkatkan kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar-pasar tradisional sehingga penerimaan retribusi pasar dapat meningkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi untuk meningkatkan penerimaan retribusi pasar yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, serta untuk mengetahui penerimaan retribusi pasar. Selain itu juga untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan pasar tradisional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
- Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif,
- lokasi penelitian adalah Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta,
- teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi,
- sumber data diperoleh dari arsip dan dokumen serta wawancara,
- teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling,
- analisis data dengan menggunakan model analisis interaktif,
- validitas data maka menggunakan triangulasi data.
Hasil dari penelitian ini adalah strategi pemberdayaan pasar tradisional yang dilakukan melalui program pembangunan atau renovasi pasar, program pemeliharaan pasar, program pengembangan pengelolaan persampahan pasar, program peningkatan keamanan dan ketertiban pasar, serta program pembinaan pedagang pasar dapat dikatakan berhasil meningkatkan penerimaan retribusi pasar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya capaian retribusi pasar dan capaian kontribusi retribusi pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta tahun 2008. Akan tetapi masih terdapat beberapa hambatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberdayaan pasar tradisional tersebut sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi hambatan tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pemberlakuan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selain memberikan keleluasaan bagi masing-masing daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, juga memberikan ruang bagi daerah untuk menggali dan mendayagunakan potensi yang dimiki secara optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih mengenal dan mengetahui apa yang menjadi potensi daerah, yang mempunyai peluang untuk dikembangkan, dan apa yang menjadi kekurangan dari masing-masing daerah untuk selanjutnya diperbaiki.
Dalam implementasinya, penyelenggaraan otonomi daerah tersebut mulai memberikan hasil yang nyata bagi daerah meskipun pada awal implementasinya menuai pro dan kontra. Hal ini terlihat dari semakin terpacunya daerah-daerah untuk mengembangkan kreativitasnya dalam hal peningkatan potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah secara optimal, antara lain dengan pencarian sumber-sumber penerimaan daerah yang baru seperti sektor pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang sah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dengan demikian, ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat akan semakin berkurang terutama dalam hal pembiayaan pembangunan. Hal tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari tujuan dilaksanakannya otonomi daerah yaitu tingginya kemandirian di suatu daerah. Salah satu tolok ukur keberhasilan dalam mencapai kemandirian tersebut dapat dilihat dari capaian hasil PAD.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan manifestasi dari sumber penerimaan daerah yang berguna untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah termasuk dalam hal pembiayaan pembangunan. Penggunaan dana yang bersumber dari PAD dapat dimanfaatkan oleh daerah sesuai dengan kebutuhannya sehingga Pemerintah Provinsi maupun pemerintahan yang lebih tinggi dalam hal ini Pemerintah Pusat tidak berwenang untuk mengatur dan menentukan penggunaan sumber penerimaan daerah tersebut. Berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan daerah, pasal 157 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan daerah antara lain:
1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
- hasil pajak daerah
- hasil retribusi daerah
- hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
- lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Dengan diberikannya kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, diharapkan daerah akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga ketergantungan pada subsidi pemerintah pusat akan semakin berkurang. Selain itu, daerah diharapkan juga dapat semakin meningkatkan potensi keuangan baik yang sudah ada maupun yang belum ada. Hal inilah yang menyebabkan usaha-usaha peningkatan PAD menjadi sangat penting agar proses pembangunan di daerah tetap berjalan lancar dan berkelanjutan.
Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, Kota Surakarta merupakan kota perdagangan adalah wajar apabila para pengangguran melakukan kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor informal. Sektor informal disini dimaksudkan sebagai suatu bidang pekerjaan atau lapangan usaha yang tidak memerlukan ketrampilan tinggi, modal dan tenaga yang terlalu besar. Dimana sektor ini dapat menampung sebagian tenaga kerja yang tidak terserap di sektor formal. Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang pasar tradisional. Kelompok pedagang pasar tradisional sebagai bagian dari kelompok usaha kecil adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan, jelas merupakan bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya.
Di tengah kondisi krisis ekonomi yang semakin parah, ternyata terdapat sebuah fenomena yang menarik. Ternyata tidak semua sektor perekonomian mengalami keterpurukan. Perekonomian yang dibangun berdasarkan pola-pola tradisional ternyata tetap eksis, tidak terkena imbas dari krisis. Hal tersebut terlihat dari banyaknya usaha kecil dan menengah yang bertahan di tengah gempuran krisis apabila dibandingkan dengan perusahaan besar yang banyak mengalami gulung tikar.
Pasar tradisional sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Pasar tradisional sebagai tempat usaha para pedagang kecil memiliki banyak nilai-nilai strategis baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Selain sebagai salah satu tempat perputaran uang yang berarti penguat bagi struktur ekonomi tingkat mikro, nilai strategis dari pasar tradisional antara lain terletak pada pengaruh sosial budaya yang terbangun dimana lebih sesuai dengan budaya tradisional bangsa Indonesia.
Di pasar tradisional nilai-nilai kekeluargaan dibangun dari hasil interaksi dan komunikasi antar masyarakat. Di pasar tradisional pula interaksi antara penjual dan pembeli menemukan eksistensinya dalam proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Tawar-menawar tesebut menghilangkan monopoli harga oleh penjual yang menjadi ciri dari sistem ekonomi kapitalis. Selain itu, pola bangunan pasar tradisional sangatlah khas dimana pasar tradisional memiliki los-los yang memungkinkan interaksi antara penjual dan pembeli berlangsung dengan terbuka. Dengan kata lain, bagi bangsa Indonesia, pasar tradisional tidak saja merupakan penyangga ekonomi namun juga merupakan aset budaya yang harus dilestarikan.
Bahkan pasar tradisional, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, sebagai sarana perputaran ekonomi, pasar tradisional terbukti efektif. Salah satu buktinya adalah perputaran uang di pasar tradisional yang setiap hari bisa mencapai milyaran rupiah. Dengan nilai perputaran ekonomi yang mencapai milyaran rupiah, tentunya keberadaan pasar tradisional memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta dari sisi penerimaan retribusi.
Pemerintah Kota Surakarta selalu berusaha untuk meningkatkan penerimaan PAD seiring dengan meningkatnya kebutuhan daerah. Secara umum PAD Kota Surakarta mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dan target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam hal penerimaan PAD hampir selalu tercapai. Bahkan dapat dikatakan pada setiap tahunnya target yang ditetapkan dari penerimaan PAD selalu terlampaui, dalam arti realisasi PAD Kota Surakarta selalu melebihi target yang ditetapkan. Berikut ini akan disajikan data mengenai target dan realisasi PAD selama 5 tahun anggaran, yaitu mulai dari tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2007.
Leave a Reply