- Kedudukan Ahli Waris Yang Berkelamin Ganda Dalam Hukum Islam
- Status Penguasaan Atas Tanah Adat Lembo Blukar Yang Berasal Dari Hutan Adat (Hak Ulayat) Oleh Masyarakat Adat Dayak Benuaq
- Analisis Alasan Alasan Pengadilan Agama Bukittinggi Menolak Gugatan Penangguhan Eksekusi Lelang Hak Tanggungan Pada Akad Murabahah Dalam Putusan No. 0342/Pdt.G/2016/Pa.Bkt
- Pembentukan Uu No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, Uu No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dan Uu No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Hukum Progresif
- Perlindungan Hukum Dalam Praktek Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Yang Dilakukan Di Hadapan Kepala Desa (Studi Kasus Di Desa Sedadi Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan)
- Perlindungan Hukum Dalam Praktek Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Yang Dilakukan Di Hadapan Kepala Desa
- Penyelesaian Sengketa Online Marketplace Antara Penjual Dan Pembeli Melalui Online Dispute Resolution
- Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pornografi Yang Melibatkan Anak Sebagai Pemeran Film Porno
- Tanggung Gugat Pejabat Pembuat Akta Tanah Atas Keterlambatan Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Di Kantor Pertanahan (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor :1563 K/Pdt/2010)
- Perlindungan Hukum Atas Merek Jasa Putra Jaya Yang Digunakan Tanpa Hak Dalam Penawaran Tender Di Perusahaan
- Perlindungan Hukum Bank Sebagai Pemegang Hak Cipta Dan Rahasia Dagang Yang Terkait Dengan Software Produk Perbankan (Studi Pada Bank Bri Yogyakarta)
- Prinsip Kepastian Hukum Dalam Pembatasan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Perkara Pidana
- Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja Di Bank Mandiri Cabang Binjaidi Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- Proses Demokrasi Desa Dan Strategi Pemenangan Berbasis Budaya Jawa Di Pilkades Desa Tanjung Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri
- Perlindungan Hukum Bagi Pengusaha Yang Tidak Mampu Membayar Upah Sesuai Upah Minimum Kabupaten
- Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna Bangunan (Hgb) Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hak Tanggungan Di Kota Tangerang (The Performing Of A Prolongation Of Building Utilize Right In Terms Of Bail Right Imposition In Tangerang)
- Pengaruh Faktor Kepribadian Dan Lingkungan Eksternal Terhadap Minat Berwirausaha (Studi Pada Peserta Youth Entrepreneurship Program Di Sman 10 Malang)
- Kedudukan Anak Angkat Dilihat Dari Hukum Waris Adat Bali Serta Perkembangan Dewasa Ini (Studi Di Kelurahan Banjar Tengah Kabupaten Jembrana Bali)
- Pengembangan Konsep Hukum Pembuktian Perkawinan Islam
- Konsep Wali Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam Perspektif Gender
- Kekuatan Hukum Covernote Notaris Sebagai Produk Hukum Notaris
Kedudukan Ahli Waris Yang Berkelamin Ganda Dalam Hukum Islam
Intisari
Secara umum, upaya untuk mendapatkan identitas gender adalah proses yang lancar dan bebas dari kesulitan. Manusia dikelompokkan sebagai pria dan wanita saat lahir diperlakukan sebagai anak laki-laki dan perempuan oleh orang tua dan mudah belajar gender ketika mereka dewasa. Tetapi sejumlah kecil orang mengalami kesulitan dalam menentukan gender. Yang dimaksud adalah seks ganda atau dalam Islam dikenal sebagai Khunsa, yang memiliki kondisi fisik yang berbeda dari manusia pada umumnya dengan dua jenis kelamin sekaligus. Dengan adanya kondisi khunsa ini, ada kebingungan dalam menentukan hak waris atau warisan, oleh karena itu masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan status orang yang ditularkan secara seksual dalam Hukum Islam dan Hukum Nasional, dan bagaimana posisi berganda. – Ahli waris dalam Hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian normatif eksplanatif dengan pendekatan Hukum, Tidak Berdokumen, Sosiologis dan Kasus, sambil menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan studi literatur. Berdasarkan hasil pembahasan materi pelajaran, kesimpulan berikut dapat ditarik: Cara menentukan status khuntsa menurut para ulama dapat ditentukan dengan dua cara, pertama, melihat pertama kali air seni keluar dan yang kedua dilihat dari tanda-tanda kedewasaan. Para ahli hukum membagi khuntsa menjadi dua jenis, yaitu khuntsa ghairu musykil adalah orang yang memiliki alat kelamin ganda, tetapi statusnya diketahui bahwa dia adalah status laki-laki ketika membuang air seni melalui zakar atau dia status wanita ketika membuang air seni melalui farji dan musykil. khuntsa adalah seseorang yang memiliki banyak alat kelamin, jika ia membuang urinnya melalui dua alat kelamin secara bersamaan. Menurut hukum nasional, cara untuk menentukan status khuntsa dilihat dari sudut pandang medis, kemudian operasi perbaikan genital dilakukan dan mengajukan permintaan untuk perubahan jenis kelamin ke Pengadilan. Pembagian warisan untuk khuntsa ghairu muskyil dilihat dari statusnya setelah beberapa cara dengan melihat debit urin pertama dan juga terlihat dari tanda-tanda kedewasaan. Pembagian warisan khuntsa musykil para ulama berbeda, menurut sekolah Hanafi, khuntsa diberi bagian terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, menurut sekolah Shafi’i, khuntsa diberi porsi terkecil laki-laki dan perempuan bagian dan aset yang tersisa ditangguhkan sampai status khuntsa jelas, menurut sekolah khuntsa Maliki bagian terkecil kedua dari estimasi pria dan wanita yang kemudian dibagi setengah.
Status Penguasaan Atas Tanah Adat Lembo Blukar Yang Berasal Dari Hutan Adat (Hak Ulayat) Oleh Masyarakat Adat Dayak Benuaq
Intisari
Penelitian berjudul Status Penguasaan Atas Tanah Adat Lembo Blukar Yang Berasal Dari Hutan Adat (HakUlayat) OlehMasyarakat Adat Dayak Benuaq, dengan rumusan masalah apakah wewenang pemegang atas tanah limbo blukar selain dapat menggunakan juga dapat di alihkan atau diwariskan dan apakah penguasaan terhadap tanah limbo blukar dapat ditingkatkan menjadi Hak Atas Tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus, diperoleh suatu kesimpulan bahwa :wewenang pemilik hak atas tanah limbo blukar yang berasal dari tanah adat milik pribadi (latitanagarapan), wewenang merawat, mempergunakan /mengelola ladang/kebun bagi penghidupan dan kehidupannya dengan memperhatikan adat isti adat Suku Dayak Benuaq. Lembo (simpukngmunan) blukar (uratbatakng) dapat beralih melalui peristiwa hukum kepada ahli waris baik garis lurus keatas maupun garis menyamping yang mempunyai keturunan darah dengan pewaris. Kepemilikan hak atas tanah limbo blukar dapat ditingkatkan menjadi Hak Atas Tanah menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria melalui proses pengakuan hak dengan cara surat keterangan pemilikan atas tanah secara adat yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh kepala adat setempat atas dasar hak milik atas tanah secara adat dapat di mohonkan surat pernyataan penguasaan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa diketahui, ditandatangani kepala adat dan dicatat oleh camat dikantor kecamatan setempat. Pendaftaran Tanah dilakukan berdasarkan pengakuan hak atas tanah adat milik pribadi (latitanagarapan), hal ini dijelaskan dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah dilakukan untuk menjamin kepastian hukum pemegang hak sebagai subyek hak milik.
Analisis Alasan Alasan Pengadilan Agama Bukittinggi Menolak Gugatan Penangguhan Eksekusi Lelang Hak Tanggungan Pada Akad Murabahah Dalam Putusan No. 0342/Pdt.G/2016/Pa.Bkt
Intisari
Pelaksanaan perjanjian mengakibatkan keterikatan satu sama lainnya, baik antara hak dan kewajibannya. Dalam sebuah perjanjian pembiayaan syariah, jika salah satu pihak melanggar hak dan kewajiban yang ada dalam perjanjian, maka dapat dikatakan pihak tersebut telah melakukan wanprestasi, tergantung dari pelanggaran yang telah dilakukannya, jika hal itu terjadi maka dapat diselesaikan melalui litigasi dan nonlitigasi. Keduanya sama sama mempunyai tujuan mendamaikan para pihak dan memberikan solusi atas sengketa yang terjadi, sehingga sengketa tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan syariat Islam. Dalam hal upaya penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dilakukan di Pengadilan Agama, dan penyelesaian yang berhasil dirumuskan dalam sebuah putusan Pengadilan Agama.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menelaah pada fakta hukum, substansi hukum dan kekeliruan hukum yang terjadi sebelum pengajuan perkara ke Pengadilan Agama dilakukan dan proses persidangan, sehingga dapat menjelaskan prosedur diskresi hakim dalam menghasilkan putusan pengadilan yang incraht.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif analysis, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan penelitian bahan data primer dan bahan pustaka yang berasal dari data sekunder. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas serta prinsip-prinsip syariah yang digunakan untuk mengatur perbankan syariah dan kebijakan Pengadilan Agama dalam memutus perkara perihal ekonomi syariah.
Hasil Penelitian
Temuan dari penelitian menunjukan bahwa: (1) Alat bukti dalam persidangan yang diajukan para pihak, menjadi pertimbangan hakim selain melihat peristiwa hukum dan fakta hukum yang terjadi. (2) Hakim menolak gugatan penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama Bukittinggi dengan beberapa alasan yuridis dan juga alasan doktrin yang keduanya hasil dari dasar pertimbangan hukum saat merumuskan putusan. (3) Dalam perkara yang diajukan penggugat terdapat kekeliruan hukum dengan mengajukan gugatan penangguhan objek hak tanggungan yang sebelumnya telah diajukan pihak Tergugat ke Pengadilan Agama Bukittinggi untuk gugatan voluntair, dan telah mendapatakan putusan eksekusi lelang hak tanggungan, Putusan voluntair merupakan putusan yang bersifat tingkat pertama dan terakhir dan tidak dapat diajukan banding. Upaya hukum yang dapat diajukan gugatan permohonan adalah kasasi, bukan ke Pengadilan Agama seperti yang dilakukan dalam putusan ini. Kebolehan mengajukan kasasi terhadap penetapan atau permohonan merujuk secara analogis kepada penjelasan Pasal 43 ayat (1) Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Perlindungan Hukum Dalam Praktek Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Yang Dilakukan Di Hadapan Kepala Desa (Studi Kasus Di Desa Sedadi Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan)
Intisari
Tanah hukum di Indonesia didasarkan pada hukum adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang berbunyi: Hukum agraria yang berlaku di bumi, air dan ruang adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan dan negara nasional, yang berdasarkan asosiasi bangsa, dengan sosialisme Indonesia dan dengan peraturan yang ditulis dalam mengundang ini dan dengan peraturan lainnya, semuanya dengan mengganggu unsur-unsur yang berdasarkan pada di Agama Hukum.
Pendekatan Penelitian
Dalam hal peralihan hak atas tanah seperti penjualan, tanah yang harus didaftarkan dan yang wajib didaftarkan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Eksekusi Pendaftaran dilakukan oleh Kepala Tanah. Hal ini dilakukan agar seseorang memperoleh tanah sertipikat sebagai alat bukti. Namun kenyataannya masih ada praktik penjualan tanah yang belum sertipikat. Biasanya praktik ini dilakukan atas dasar saling percaya yang disebut penjualan curang. Tentu ada kata sepakat yang disepakati, tanah telah berubah kepemilikannya. Praktek penjualan tanah di bawah tanah ini masih terjadi di Kecamatan Bae Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Grobogan. Yang lebih khusus diambil di Desa Sedadi Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tentu saja masih ditemukan praktik penjualan tanah secara curang. Menurut masyarakat di pedesaan jika harus PPAT prosesnya lebih kompleks dan biayanya mahal, sehingga mereka lebih suka melakukan transaksi penjualan tanah di bawah tangan. transaksi penjualan tanah secara curang misalnya atas dasar saling percaya, melalui lembar tanda terima dan melalui Kepala Desa. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa agar publik tidak melakukan transaksi penjualan secara curang, pemerintah Desa mendesak agar masyarakat mendaftarkan tanah yang ditentukan oleh peraturan yaitu Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Pendftaran Tanah).
Perlindungan Hukum Dalam Praktek Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Yang Dilakukan Di Hadapan Kepala Desa
Intisari
Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang berbunyi : Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada Hukum Agama. Apabila terjadi peralihan hak atas tanah seperti jual beli, maka tanah harus didaftarkan dan yang wajib mendaftarkan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pelaksanaan pendaftaran dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini dilakukan agar seseorang memperoleh sertipikat tanah sebagai alat bukti. Namun kenyataannya masih ada praktek jual beli tanah yang belum bersertipikat. Biasanya praktek ini dilakukan atas dasar saling percaya yang disebut jual beli di bawah tangan. Asal sudah ada kata sepakat, maka tanah sudah beralih kepemilikannya. Praktek jual beli tanah di bawah tangan ini masih terjadi di Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Grobogan. Agar lebih spesifik maka diambil di Desa Sedadi Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa desa tersebut memang masih ditemukan praktek jual beli tanah di bawah tangan. Menurut masyarakat di desa tersebut apabila harus ke PPAT prosesnya lebih rumit dan biayanya mahal, sehingga mereka lebih senang melakukan transaksi jual beli tanah dibawah tangan. Transaksi jual beli tanah di bawah tangan antara lain atas dasar saling percaya, melalui selembar kwitansi dan melalui Kepala Desas. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa agar masyarakat tidak melakukan transaksi jual beli di bawah tangan, maka pemerintah Desa menghimbau agar masyarakat mendaftarkan tanah tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Penyelesaian Sengketa Online Marketplace Antara Penjual Dan Pembeli Melalui Online Dispute Resolution
Intisari
Belanja online kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, khususnya bagi masyarakat Indonesia, akan tetapi tidak jarang juga masyarakat mengalami kerugian dalam berbelanja dan melakukan transaksi secara online. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sengketa antara penjual dan pembeli dalam transaksi elektronik, bagaimanakah proses penyelesaian sengketa online marketplace antara penjual dan pembeli dalam sebuah transaksi elektronik melalui mekanisme online dispute resolution dan bagaimana kekuatan hukum sebuah putusan yang dihasilkan melalui online dispute resolution. Penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan pendekatan analisis yuridis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan wawancara serta pengolahan data melalui pemeriksaan, penandaan, dan penyusunan/sistematika data. Analisis data secara kualitatif.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan adalah faktor-faktor yang sering menyebabkan sengketa juga, antara lain: 1) kualitas barang yang tidak sesuai, 2) informasi yang diberikan sedikit, 3) barang tidak sesuai, 4) risiko penipuan. Penyelesaian yang dibutuhkan adalah penyelesaian sengketa secara online dengan cara negosiasi, mediasi dan arbitrase. Dari proses penyelesaian sengketa diharapkan tercapainya kesepakatan perdamaian.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pornografi Yang Melibatkan Anak Sebagai Pemeran Film Porno
Intisari
Salah satu kejahatan menggunakan internet sebagai media dan telah berkembang pesat saat ini adalah pembuatan konten porno yang dikenal sebagai cyberporn. Penyebaran pornografi di masyarakat telah menyebabkan tumbuhnya pelecehan seksual. Menurut undang-undang, pornografi didefinisikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan suara, suara, gambar bergerak, animasi, kartun percakapan, gerakan, atau bentuk pesan lainnya melalui bentuk komunikasi media dan pertunjukan di depan umum yang mengandung kecabulan. atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Salah satu jenis bisnis pornografi adalah dalam bentuk membuat film porno (cabul) untuk pesanan individu tertentu agar dapat diperdagangkan sesudahnya. Film porno digunakan oleh individu untuk memanfaatkan pemirsa yang mengakses situs web yang menyiarkan film porno melalui jaringan internet. Secara umum, bisnis pornografi mengeksploitasi wanita dewasa dan pria dewasa, tetapi juga dapat mengeksploitasi anak-anak sebagai aktor porno. Misalnya, kasus tersebut terjadi di Bandung pada akhir 2016 di mana publik dikejutkan oleh video porno viral yang disebut “Tante mesum vs bocah”. Tindak lanjut dari kasus ini secara mengejutkan mengungkapkan bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan video khususnya orang dewasa yang melakukan eksploitasi seksual terhadap anak-anak. Sangat disayangkan mengetahui orang tua dari anak itu sendiri terlibat dan melakukan tindakan. Kasus ini digunakan sebagai bahan untuk menganalisis kejahatan pornografi yang melibatkan seorang anak sebagai aktris porno. Kasus ini telah dihadapkan dengan persidangan yang dilakukan secara terpisah (pemisahan) terhadap para pelaku dengan mempertimbangkan beratnya tindakan dan tindakan para penjahat yang dilakukan oleh masing-masing pelaku sehubungan dengan keputusan jaksa penuntut umum. Mengetahui hal itu, perlu untuk melihat peraturan tentang perlindungan hukum anak-anak sebagai korban film porno, kemudian pelaksanaan tanggung jawab pidana dan kebijakan untuk penjahat pornografi yang melibatkan anak-anak sebagai aktor pornografi di masa depan.
Tanggung Gugat Pejabat Pembuat Akta Tanah Atas Keterlambatan Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Di Kantor Pertanahan (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor :1563 K/Pdt/2010)
Intisari
Tesisberjudul Analisis Tanggung Gugat Pejabat Pembuat Akta Tanah Atas Keterlambatan Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Di Kantor Pertanahan, dengan permasalahan yaitu ratio decidendiputusan Mahkamah Agung No. 1563 K/Pdt/2010 yang menolak permohonan kasasi dengan pertimbangan debitur tidak dapat membuktikan keterlambatan tersebut dan akibat hukum bagi kreditur atas keterlambatan pendaftaran APHT oleh PPAT ke Kantor Pertanahan untuk terbitnya sertipikat hak tanggungan, diperoleh suatu kesimpulan bahwa: Ratio decidendi putusan Mahkamah Agung No. 1563 K/PDT/2010, yang menolak dalil-dalil penggugat mengenai cacat hukum APHT karena PPAT mengirimkan berkas APHT lebih dari 7 (tujuh) hari setelah berkas ditandatangani bertentangan dengan ketentuan pasal 13 UUHT. Namun Mahkamah Agung dalam putusannya menolak dalil-dalil kasasi dari Penggugat dengan pertimbangan pemohon kasasi tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya. PPATyang terlambat mengirimkan akta pemberian hak tanggungan dapat dikatakan melakukan perbuatan melanggar hukum yakni melanggar ketentuan pasal 62 PP No. 37 Tahun 1998, namun terhadap keterlambatan tersebut apabila penggugat dapat membuktikan dirinya menderita kerugian, namun jika tidak dapat membuktikan, maka PPAT tidak dapat dimintakan pertanggungan gugat berupa ganti kerugian atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1365 KUH Perdata, karena unsur adanya kerugian dan hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang timbul tidak terpenuhi
Perlindungan Hukum Atas Merek Jasa Putra Jaya Yang Digunakan Tanpa Hak Dalam Penawaran Tender Di Perusahaan
Intisari
Latar belakang tesis ini adalah pelaku usaha dalam bidang industri dan konstruksi melanggar pasal 94 UU Merek yang menyatakan Barang siapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dengan kasus perlindungan Hukum atas Merek Jasa PUTRA JAYA milik (Haji Helik) yang bersengketa dengan mantan karyawannya (Hadi Muklis) yang menggunakan tanpa hak dalam Penawaran Tender di perusahaan , serta melakukan pendaftaran merek jasa dengan nama PutraJaya dengan persamaan pada pokoknya. Permasalahan Skripsi ini adalah Bentuk perlindungan hukum terhadap Merek Jasa PUTRA JAYA yang digunakan tanpa hak dalam penawaran Tender di perusahaan, Akibat hukum yang timbul dari penggunaan Merek Jasa PUTRA JAYA tanpa hak dalam Penawaran Tender, Upaya penyelesaian yang dilakukan Oleh PT.PUTRA JAYA terhadap pelanggaran penggunaan Merek Jasa tanpa hak dalam kegiatan penawaran Tender di Perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan yang mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam Hukum Positif, seperti Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, meliputi : Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang –Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1993 tentang kelas barang dan jasa bagi Pendaftran Merek dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin didalam ilmu hukum meliputi prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault). Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini meliputi beberapa substansi yaitu Perlindungan Hukum(terdiri pengertian,tujuan dan bentuk perlindungan hukum), Merek (terdiri pengertian, fungsi, jenis, jangka waktu perlindungan, dan pelanggaran marek), Penawaran Tender (terdiri pengertian dan bentuk penawaran tender) dan perusahaan (terdiri pengertian dan bentuk-bentuk perushaaan).
Perlindungan Hukum Bank Sebagai Pemegang Hak Cipta Dan Rahasia Dagang Yang Terkait Dengan Software Produk Perbankan (Studi Pada Bank Bri Yogyakarta)
Intisari
Tesis ini membahas tentang perlindungan hukum bank sebagai pemegang hak cipta dan rahasia dagang yang terkait dengan software produk perbankan (Studi Pada Bank BRI Yogyakarta) serta untuk mengkaji dan menawarkan politik hukum atau konsep ideal perlindungan hukum bank sebagai pemegang hak cipta dan rahasia dagang yang terkait dengan software produk perbankan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya Hak Kekayaan Intelektual dalam Bank BRI misalnya software yang digunakan oleh bank merupakan hak cipta dan didalamnya adanya rahasia dagang. Serta mengevaluasi dan mengkajinya dan juga membahas arti pentingnya Hak Kekayaan Intelektual dalam Perbankan dengan membangun sebuah konsep ideal dalam membuat bangunan sistem kerahasian bank yang baik serta menghindari, menangkal dan mencegah penciplakan atau peniruaan produk perbankan yang sering terjadi sehingga merugikan bank sebagai hak pemilik produk yang inovatif yang susah payah menciptakan produk yang didalamnya terdapat nilai ekonomi.
Prinsip Kepastian Hukum Dalam Pembatasan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Perkara Pidana
Intisari
Peninjauan kembali dalam sistem peradilan di Indonesia diatur dengan batasan satu kali. Hal tersebut dapat ditemui dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP, Pasal 24 ayat (2), Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Ketiga Undang-undang tersebut mengatur upaya hukum peninjauan kembali yang hanya terbatas 1 (satu) kali saja. Dalam perkembangan hukum di Indonesia, di kemudian pengaturan upaya hukum peninjauan kembali yang terbatas hanya satu kali menimbulkan permasalahan. Pada perkembangannya materi peraturan tersebut diuji materi pada mahkamah konstitusi. Pengujian Materi aturan pembatasan upaya hukum peninjauan kembali telah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana pada permohonan pengujian materi Nomor 16/PUU-VIII/2010, Nomor 64/PUUVIII/2010, dan Nomor 34/PUU-XI/2013.
Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja Di Bank Mandiri Cabang Binjaidi Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Intisari
Implementasi UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, mengatur pemilihan kepala desa secara bersamaan. Berbeda dengan kebanyakan studi pasca reformasi pada tahun 1998 yang menganalisis pemilihan kepala desa dengan pendekatan material atau politik uang. Sebagai gantinya penelitian ini menguraikan strategi politik dari perspektif budaya Jawa dalam persaingan politik desa. Studi ini mulai mengidentifikasi siapa kandidat yang bertarung dalam pemilihan kepala desa Tanjung, sejauh mana pendekatan budaya melalui gagasan kekuasaan Jawa secara efektif memenangkan pemilihan kepala desa sehingga penelitian dapat menambahkan berbagai model strategi politik untuk pemilihan kepala desa dan menjadi teladan dalam demokrasi pedesaan. Dengan metode kualitatif dan mengambil studi kasus desa Tanjung, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Studi ini mengidentifikasi siapa kandidat yang bertempur di desa PilkadesTanjung, dan sejauh mana sumber daya spiritual melalui gagasan kekuatan Jawa dan sumber daya material secara efektif memenangkan pemilihan kepala desa. Studi ini menyimpulkan bahwa semua calon kepala desa Tanjung menggunakan strategi politik berbasis budaya Jawa berasal dari sumber kekuatan spiritual yang variasinya dibagi menjadi enam kategori: pertama, upacara Slametan di makam pendiri desa. Kedua, layanan pitou berasal dari kiai dan dukun. Ketiga, kepemilikan benda pusaka. Keempat, pulung sebagai tanda kekuasaan. Kelima, petungan ke sistem kalender Jawa. Keenam, kepala desa garis keturunan luri
Proses Demokrasi Desa Dan Strategi Pemenangan Berbasis Budaya Jawa Di Pilkades Desa Tanjung Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri
Intisari
Perkembangan situsi yang berkaitan dengan pekerja dan buruh, mengenai hak dan kewajiban antara keduanya, dapat diambil suatu garis besar yaitu hak dan kewajiban antara Pengusaha dan Pekerja. Timbul suatu polemic yang mendasar bagi seorang pengusaha ketika dalam perekonomian usahanya mengalami pasang surut sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa seorang pengusaha tersebut tidak dapat memberikan kompensasi berupa pembayaran upah terhadap pekerja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan akibat dari kondisi perekonomian usahanya yang sedang tidak kondusif atau mengalami penurunan omset. Hal ini kemudian dapat kita pahami bahwa ketika suatu prinsip keadilan sedang diketengahkan maka mempunyai makna bahwa keadilan adalah sama, keadilan adalah seimbang. Dalam konteks ini adalah seimbang antara pengusaha dan pekerja. Untuk itu seorang pengusaha yang dengan keadaannya sedang mengalami penurunan omset harus membayarkan upah terhadap pekerjanya sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten selanjutnya disebut dengan (UMK). Hal ini menjadi suatu fenomena yang sangat unik mengingat di dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. Berdasarkan ketentuan pasal di atas maka frasa “dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum secara a contrario bermakna wajib membayar upah sesuai dengan upah minimum atau lebih tinggi dari upah minimum”. Dari uraian diatas maka penulis ingin mengkajinya dalam karya tulis ilmiah ini berdasarkan dua pokok permasalahan dalam penelitian yaitu Apa perwujudan dari perlindungan hukum kepada pengusaha yang tidak mampu membayar upah pekerja sesuai Upah Minimum Kabupaten dan Bagaimana Hak Konstitusional Pekerja atas Permohonan Pengusaha kepada Gubernur untuk Mendapatkan Ijin Penundaan Pembayaran Upah Minimum Kabupaten. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu yuridis normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Hasil penelitian dari permasalahan diatas yaitu Perwujudan Perlindungan Hukum Kepada Pengusaha yang Tidak Mampu Membayar Upah Pekerja sesuai Upah Minimum Kabupaten adalah dengan adanya penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dengan tujuan memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak yang bersangkutan. Dari sudut pandang pengusaha, penangguhan pembayaran upah minimum memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk memenuhi kewajiban membayar upah sesuai dengan kemampuan pada periode tertentu dan kurun waktu tertentu. Dan Hak Konstitusional Pekerja atas Permohonan Pengusaha kepada Gubernur untuk Mendapatkan Ijin Penundaan Pembayaran Upah Minimum Kabupaten adalah tetap dan harus diberi upah oleh pengusaha yang bersangkutan. Hal tesebut terdapat pada Pasal 7 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum yaitu (1) selama permohonan penanggguhan masih dalam proses penyelesain, pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima pekerja/buruh, (2) dalam hal permohonan penangguhan ditolak gubernur, maka upah yang dberikan oleh pengusaha kepada peerja/buruh, sekurang-kurangnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru. Rekomendasi penulis berdasarkan kesimpulan di atas maka antara lain: Bagi pemerintah maupun pembuat undang-undang, diharapkan untuk membuat regulasi baru mengenai perlindungan terhadap pengusaha terutama pengusaha kecil di daerah karena kekuatan modal dan produksi pengusaha tidak dapat disamaratakan. Bagi perusahaan yang kuat dengan modal dan teknologi yang modern serta management yang handal, penangguhan upah minimum tidaklah adil, namun banyak pula perusahaan dengan modal kecil dengan margin keuntungan yang kecil, sementara produksinya masih harus bersaing di Pasar bebas, sehingga pengusaha tersebut masih memerlukan perlindungan hukum. Dan Bagi pengusaha terutama untuk usaha kecil bahwasanya ketidakmampuan membayar upah minimum tidak bisa diartikan sebagai kamatian bagi perusahaan, yang apabila tidak mendapat proteksi akan mengakibatka gulung tikar yang berarti hilangnya lapangan kerja buruh. Dibutuhkan adanya managemen yang baik dan persetujuan kontrak sebelumnya antara buruh pekerja dan pengusaha tentang kondisi riil perusahaan, sehingga dapat diantisipasi kedua belah pihak tanpa adanya paksaan.
Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna Bangunan (Hgb) Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hak Tanggungan Di Kota Tangerang (The Performing Of A Prolongation Of Building Utilize Right In Terms Of Bail Right Imposition In Tangerang)
Intisari
Pelaksanaan ketentuan tentang jangka waktupengajuan permohonan perpanjangan hak guna bangunan dalam prakteknya Kantor Pertanahan tidak membeda-bedakan pengajuan permohonan perpanjangan hak guna bangunan menurut ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP. No. 40 Tahun 1996 karena Kantor Pertanahan menerapkan 2 (dua) ketentuan tersebut. Perbedaan pengaturan mengenai perpanjangan Hak guna bangunan dalam 2 (dua) ketentuan tersebut lebih bersifat ketatausahaan. Penetapan jangka waktu 2 (dua) tahun dalam pengajuan perpanjangan Hak Guna Bangunan bertujuan untuk memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi kepala BPN atau pejabat yang di tunjuk dalam memproses SK pemberian perpanjangan jangka waktu dari hak yang bersangkutan dengan demikian pemegang Hak Guna Bangunan yang bersangkutan belum berakhir. Pengajuan Permohonan perpanjangan hak guna bangunan yang sedang dibebani dengan hak tanggungan, dalam prakteknya pihak Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya surat persetujuan dari Bank. Apabila di ajukan sendiri oleh pemohon (Pemegang Hak Guna Bangunan/pemberi Hak Tanggungan) namun apabila bank melaksanakan kuasa untuk mengurus perpanjangan Hak Guna Bangunan sebagaimana yang tercantum dalam APHT, maka dengan sendirinya tidak perlu di buat persetujuan dari Bank. Akibat hukum apabila HGB obyek Hak Tanggungan berakhir maka berdasarkan Pasal 18 UUHT mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Oleh karena salah satu peristiwa yang menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1d) UUHT, bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya hak atas tanah dapat ditafsirkan fisik tanah/persilnya yang hapus maupun “hak” atas tanahnya. Pemegang Hak Guna Bangunan dalam mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan hendaknya mempertimbangkan juga mengenai waktu yang di perlukan bagi pejabat yang berwenang untuk mengurus dan menyiapkan surat keputusan pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 untuk mengakomodir keperluan ruang waktu untuk pengurusan perpanjangan Hak Guna Bangunan. Bank hendaknya konsekuwen dalam melaksanakan ketentuan mengenai janji-janji fakultatif yang dimuat dalam akta pemberian Hak Tanggungan (APHT), sehingga tidak terjadi saling memberi kewenangan di dalam pengurusan perpanjangan Hak Guna Bangunan.
Pengaruh Faktor Kepribadian Dan Lingkungan Eksternal Terhadap Minat Berwirausaha (Studi Pada Peserta Youth Entrepreneurship Program Di Sman 10 Malang)
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi kepribadian, lingkungan eksternal, dan minat berwirausaha serta pengaruh kepribadian dan lingkungan eksternal secara simultan, parsial, dan dominan terhadap minat berwirausaha siswa peserta Youth Entrepreneurship Program di SMAN 10 Malang. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada 48 siswa peserta Youth Entrepreneurship Program di SMAN 10 Malang. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan tertutup dan terbuka. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, uji regresi berganda, dan uji hipotesis yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji variabel dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian dan lingkungan eksternal berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan kerja. Kepribadian mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap minat berwirausaha. Sedangkan lingkungan eksternal mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap minat berwirausaha. Terakhir, kepribadian memiliki pengaruh dominan terhadap minat berwirausaha. Kepribadian dan lingkungan eksternal mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap minat berwirausaha sebesar 37,2%. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa minat berwirausaha yang dimiliki oleh siswa peserta Youth Entrepreneurship Program tampaknya telah ada bahkan sebelum mengikuti program ini. Sehingga ditampakkan oleh nilai kepribadian yang besar. Lingkungan eksternal tidak memiliki pengaruh signifikan artinya bahwa seluruh siswa peserta Youth Entrepreneurship Program memiliki sikap tidak berbeda tentang faktor lingkungan eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa siswa Youth Entrepreneurship Program mempunyai persepsi yang sama tentang pentingnya lingkungan eksternal terhadap minat berwirausaha.
Kedudukan Anak Angkat Dilihat Dari Hukum Waris Adat Bali Serta Perkembangan Dewasa Ini (Studi Di Kelurahan Banjar Tengah Kabupaten Jembrana Bali)
Intisari
Dalam suatu perkawinan yang mana belum memperoleh keturunan, ada jalan lain untuk menghindari suatu perceraian dengan jalan pengangkatan anak. Di dalam hukum adat Bali yang mana menganut patrilinial (purusa) anak angkat pada umumnya merupakan sebagai penerus keturunan. Anak yang diangkat biasanya anak laki-laki, dan anak perempuan yang statusnya sudah dirubah menjadi laki-laki disebtt dengan sentana rajeg. Karena anak laki-laki di sini mempunyai peranan sangat penting apabila nanti meninggal dunia. Di dalam pengangkatan anak ini harus diutamakan pada garis kekerabatan suami (purusa). Apabila tidak ad’a maka dicari dari kerabat istri (predana). Apabila dari kedua kekerabatan tersebut tidak ada maka dapat mengangkat anak dari pihak luar dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Pengangkatan dilakukan dengan prosedur yang berlaku dalam masyarakat. Di Bali anak angkat putus hubungannya dengan orang tua kandung dan anak tersebut masuk ke dalam keluarga orang tua angkatnya. Dengan demikian anak angkat tersebut hanya mewaris pada keluarga bapak angkatnya. Disamping sebagai penerus biasanya anak yang diangkat adalah anak yang bertujuan bukan sebagai ahli waris melainkan hanya untuk kesejahteraan anak tersebut. Biasanya anak yang diangkat adalah anak perempuan, tetapi bukan sebagai sanlana rajeg; status anak perempuan tersebut sama seperti anak perempuan lainnya. Dengan diberlakukannya UU 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, anak tersebut dapat menikmati harta orang tua angkatnya selama is belum kawin seperti halnya pendidikan dan kesejahteraan anak tersebut.
Pengembangan Konsep Hukum Pembuktian Perkawinan Islam
Intisari
Konsep hukum pembuktian perkawinan Islam yang diatur dalam fikih terdiri dari alat bukti saksi. Konsep ini berjalan dan bertahan selama berabad-abad dan menjadi pegangan bagi umat Islam di berbagai penjuru dunia, tidak lagi cukup untuk membuktikan perkawinan di masa sekarang. Meskipun perkembangan hukum dewasa ini, negara-negara muslim termasuk Indonesia menerapkan alat bukti tulisan dalam perkawinan, tetapi kebanyakan menempatkan kedudukannya sebagai syarat administrasi yang terpisah dari substansi hukum Islam. Padahal bukti saksi saja tidak terpisahkan, inilah permasalahan hukum yang sangat penting untuk dipecahkan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba memecahkan permasalahan tersebut dengan mengembangkan konsep hukum pembuktian perkawinan Islam, dengan rumusan masalah 1) Kenapa dalam konsep hukum pembuktian perkawinan Islam di zaman Nabi Muhammad Saw dan empat imam mazhab hanya menetapkan alat bukti saksi, dan 2) Bagaimana pengembangan konsep hukum pembuktian perkawinan Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kritis.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Landasan filosofis konsep hukum pembuktian perkawinan Islam di zaman Nabi Muhammad Saw dan empat imam mazhab hanya menetapkan alat bukti saksi dalam perkawinan adalah karena pertama, kondisi dan keadaan masyarakat saat itu alat bukti saksi merupakan alat bukti yang umum digunakan dalam berbagai perkara termasuk perkawinan, dengan alat bukti saksi sudah cukup untuk membuktikan peristiwa hukum perkawinan. Kedua, dasar hukumnya secara spesifik hanya menetapkan alat bukti saksi. Ketiga, alat bukti tertulis tidak seperti sekarang, bahkan sangat jarang digunakan, alat bukti tersebut hanya diberlakukan dalam perkara hutang-piutang. 2) Pengembangan konsep hukum pembuktian perkawinan Islam yakni selain alat bukti saksi, ditambah dengan alat bukti tertulis. Keduanya berkedudukan sejajar dan bersinergi dalam konsep hukum pembuktian perkawinan Islam yang dapat mempengaruhi keabsahan akad nikah.
Konsep Wali Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam Perspektif Gender
Intisari
Konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam masih terkesan bias dan patriarki, karena perempuan tidak memiliki hak untuk menikahkan dirinya sendiri maupun orang lain. Pasal-pasal tentang wali nikah masih kurang responsive terhadap kepentingan perempuan. Sebuah ketimpangan gender mengenai konsep wali nikah semakin diperkuat dengan ketentuan wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam yang secara tegas hanya ditujukan kepada laki-laki. Esensinya kontroversi dan perdebatan tentang wali nikah ini telah terjadi 14 abad yang lalu, yang menunjukkan bahwa masalah wali nikah tidak dan belum menemukan titik final dan status quo. Sehingga mengkaji ulang, memahami dan merelevansikannya dengan konteks masa sekarang merupakan sesuatu yang mendesak harus dilakukan. Disinilah pentingnya merevisi dan merekonstruksi pasal-pasal wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam melalui perspektif gender, sehingga akan muncul al-mus?wah al-jinsiyyah antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research). Penelitian ini dilihat dari sifatnya termasuk penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi suatu masalah (kesetaraan dalam perwalian). Sumber data dalam penelitian ini didapatkan dari Kompilasi Hukum Islam, kitab-kitab yang secara terperinci membahas wali nikah, serta buku-buku tentang kesetaraan gender yang dapat membantu menjelaskan konsep kesetaraan dalam perwalian secara komprehensif. Pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan gender dan pendekatan usul fiqh.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menyebutkan bahwa konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam jika didekati melalui pendekatan gender dan usul fiqh akan mendapatkan titik temu yaitu, bahwa orang yang mempunyai kemampuan bertindak secara sempurna (k?mil al-ahliyyah) baik laki-laki maupun perempuan, mereka tidak memerlukan wali, bahkan dapat menjadi wali bagi orang-orang yang memang perlu dan pantas berada di bawah perwaliannya. Hadis-hadis yang berbicara tentang wali nikah harus dipahami secara kontekstual, karena hadis tersebut sangat terikat dengan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat yang patriarki pada saat hukum itu muncul. Adapun relevansi dari perspektif gender terhadap rekonstruksi konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam ialah sebagai bentuk konkrit implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dimana disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama mengenai perwalian.
Kekuatan Hukum Covernote Notaris Sebagai Produk Hukum Notaris
Intisari
Notaris merupakan pejabat umum yang pada prinsipnya memiliki kewenangan dalam membuat akte autentik dan kewenangan yang lainya seperti dalam UU Jabatan Notaris atau Undang – Undang lainya. Selain mengeluarkan akta autentik, seorang Notaris juga dapat mengeluarkan covernote. Covernote ini dijadikan sebagai jaminan untuk menjadi pegangan sementara bagi bank guna mencairkan kredit sembari menunggu akta-akta terkait selesai diproses oleh Notaris. Covernote dari proses hingga penggunaanya melibatkan unsur Notaris, Kreditur dan Debitur. Kekosongan norma (vacum of norm) ini menyebabkan ketiga unsur tersebut tidak mendapati kepastian hukum dari kekuatan hukum Covernote tersebut. Begitu vitalnya peran covernote dalam dunia perbankan sehingga perlu atas suatu kepastian hukum mengenai kekuatan hukum covernote. Permasalahan dalam penulisan ini adalah penggunaan covernote Notaris dalam perjanjian kredit dan kekuatan hukum covernote Notaris sebagai produk hukum Notaris. Penulisan ini bertujuan mengetahui penggunaan Covernote Notaris dalam perjanjian kredit dan mengetahui kekuatan hukum Covernote Notaris sebagai produk hukum Notaris. Penelitian ini menggunakan peneliltian hukum normatif. Penggunaan Covernote Notaris dalam perjanjian kredit adalah bagian dari usaha Notaris dalam memberikan kepastian kepada pihak bank untuk bisa menyetujui mencairkan kredit sebelum pembuatan APHT selesai dan sertifikat hak tanggungan terbit, Notaris covernote. Bank dapat menjadikan Covernote sebagai pegangan untuk mencairkan kredit. Kekuatan hukum suatu Covernote sebagai produk hukum notaris tidaklah memiliki kekuatan hukum apapun, karena Covernote bukan akta autentik dan juga bukan akta dibawah tangan, melainkan hanya surat biasa yang hanya menjelaskan pernyataan Notaris untuk menerangkan bahwa hal yang Notaris kerjakan masih belum selesai.
Leave a Reply