- Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau
- Pelaksanaan Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Dan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
- Analisis Putusan Pengadilan Agama Banjarbaru Nomor 259/Pdt.G/2013/Pa.Bjb Tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
- Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan Di Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Limboto Kabupaten Gorontalo
- Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) Yang Merugikan Keuangan Negara
- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Analisis Yuridis Terhadap Kebijakan Restrukturisasi Bumn Pada Sektor Pertambangan Di Indonesia (Studi Kasus Pada Pt Timah Tbk, Pt Aneka Tambang Tbk Dan Pt Bukit Asam Tbk)
- Analisis Yuridis Keabsahan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Air Tanah
- Politik Hukum Pemerintahan Desa (Studi Perkembangan Pemerintahan Desa Di Masa Orde Lama, Orde Baru, Dan Reformasi)
- Pelaksanaan Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian
- Imunitas Aset Negara Dalam Perjanjian Antara Bumn (Badan Usaha Milik Negara) Dengan Pihak Asing Dalam Perspektif Hukum Internasional
- Kedudukan Anak Angkat Pada Keluarga Yang Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki Menurut Hukum Waris Adat Suku Tontemboan ( Studi Di Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara)
- Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Komandan Militer Menurut Pasal 129 Dan Pasal 132 Kuhpm Dan Hubungannya Dengan Pasal 403 Ruu Kuhp Draft 10
- Analisis Hukum Wakaf Atas Pembangunan Masjid Diatas Hak Guna Usaha Ptpn Iv Kebun Pabatu Kabupaten Serdang Bedagai
- Perlindungan Hak-Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Dalam Uu No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010
- Karakteristik Dan Peranan Wahdah Islamiyah Dalam Penerapan Hukum Islam Di Kota Makassar
- Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Peminangan Dalam Perkawinan Di Kecamatan Ampana Kota Kabupatenn Tojo Una-Una
- Kebijakan Hak Perlindungan Hukum Dan Hak Imunitas Insan Ombudsman Yang Berkeadilan
- Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau
Pelaksanaan Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Dan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Intisari
Pembakaran hutan dan lahan di Riau selalu terjadi semenjak tahun 1982 sampai dengan tahun 2017 tetap terjadi. Pada tahun 1982-2005 telah terjadi telah terjadi proses deforestasi dan degradasi hutan alam dengan kehilangan tutupan hutan alam 3,7 juta hektar, pada tahaun 2004-2005 Provinsi Riau kehilangan hutan alam mencapai 200 ribu hektar, pada tahun 2006 terjadi kabut asap setidaknya 171.787 hetar hutan dan lahan terbakar, Pada tahun 2014 di Provinsi Riau telah terjadi pembakaran hutan dan lahan seluas 23.000 Ha. Keadaan tersebut tidak lepas dari kurang efektifnya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pelaku pembakaran hutan dan lahan korporasi lebih sering di lakukan hukum perdata dan administrasi dibandingkan hukum pidana serta belum ada kemauan dan keberanian penegak hukum untuk menegakkan hukum pidana terhadap korporasi. Penegak hukum hanya berani menegakkan hukum pidana hanya pada petani yang lemah.
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian non doktrinal dengan menempatkan hasil amatan atas realitas sosial untuk tidak ditempatkan sebagai proposisi umum, selain itu untuk melengkapi penelitian ini juga digunakan penelitian doktrinal, dengan pendekatan socio-legal research.
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini yaitu: Pertama, Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di provinsi Riau masih belum efektif hanya pada penerapan terhadap pelaku korporasi. Kedua, kendala yang dirasakan pada penegak hukum ialah anggaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, belum adanya penanganan terpadu, waktu dan geografis yang sulit dijangkau. Ketiga, Upaya yang sesuai terhadap penanganan pembakaran hutan dan lahan ialah pengoptimalan sarana hukum pidana, review ulang semua perizinan hutan dan lahan di Riau, sosialisasi dengan pendekatan agama, pendekatan non penal terdapat petani, perlu adanya ada badan pengawas.
Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan Di Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Limboto Kabupaten Gorontalo
Intisari
Bank sebagai salah satu lembaga moneter terpenting memiliki peran besar dalam kehidupan masyarakat, dalam menjalankan perannya Bank bertindak sebagai salah satu lembaga moneter dengan tujuan menyalurkan kredit, dan jasa keuangan lainnya. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Limboto dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat sebagai kreditor memiliki prosedur sendiri. Prosedur Perjanjian Kredit memiliki beberapa tahap. Setiap pengambilan kredit antara Bank sebagai kreditor dengan debitor harus dituangkan dalam Perjanjian Kredit, setelah Perjanjian Kredit ditandatangani oleh Bank sebagai kreditor dengan debitor, hal itu dilanjutkan dengan Perjanjian Pengikatan Jaminan. Salah satu jenis agunan yang diterima oleh Bank adalah tanah dengan hak kepemilikan yang mengikat dengan Hipotek. Perjanjian Pengikatan Agunan atas hak-hak kepemilikan tanah yang mengikat dengan Hipotek, telah diketahui dengan baik sebagai Pembebanan Hipotek. Pembebanan Hipotek memiliki dua tahap yang harus dilalui, pertama adalah memberikan fase Hipotek yang ditandai dengan melakukan tindakan oleh Pejabat Tanah, pada tahap kedua adalah pendaftaran Hipotek Kantor Pertanahan yang mengindikasikan bahwa hak tersebut lahir. Implementasi Perjanjian Kredit dengan agunan hak kepemilikan tanah yang mengikat dengan Hipotek di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Limboto dalam praktiknya harus menghadapi banyak masalah, pertama perjanjian pemberian oleh debitur dalam Perjanjian Kredit dengan suatu bentuk Kontrak Standar di Bank Rakyat Indonesia Cabang Limboto mempertimbangkan mengganggu kebebasan aturan kontrak tanah, hak properti tanah sebagai objek Hipotek adalah tidak bersertifikat, hak properti tanah yang membebani dengan Hipotek dipisahkan dalam beberapa hak tanah. Hak atas tanah yang membebani dengan Hipotek dimiliki oleh beberapa orang, dan yang terakhir jika debitur wanprestasi. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Tesis ini akan memberikan jalan keluar yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) Yang Merugikan Keuangan Negara
Intisari
Dengan tolak ukur bahwasanya tindak pidana korupsi bersifat tindak pidana yang luar biasa yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga melanggar hak sosial dan ekonomi masyarakat luas sehingga penindakannya perlu upaya comprehensive extra ordinary measures sehingga banyak peraturan, lembaga dan komisi yang di bentuk oleh pemerintah untuk menanggulanginya. Sehingga menanggulangi perihal anggaran daerah yang dikatakan SiLPA belum diatur secara kepastian hukum baik berupa peraturan perundang-undangan maupun peraturan- peraturan di bawahnya, dan ini dapat dijadikan sebagai acuan temuan kekosongan aturan/hukum pada peraturan perundangan-undangan kita perihal sejak kapan keputusan secara yuridis dana anggaran daerah itu dikatakan SiLPA. Pembahasan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang-Undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan. Pendekatan masalah dalam penyusunan tesis ini, yaitu : Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) metode pendekatan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum, yang dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum, Pendekatan Kasus (Case Approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pertanggungjawaban Pidana ,Teori Kewenangan dan Teori Kepastian Hukum. Tindak Pidana Korupsi menganut Delik Formil, dengan tidak adanya kerugian yang riil dan walaupun kerugian Negara telah dikembalikan secara sukarela namun tetap tidak menghapuskan Pidananya. Pertimbangan hakim dalam memutus dan menerapakan pasal 4 UU PTPK tidak sesuai, karena walaupun terdakwa telah mengembalikan kerugian negara dan secara otomatis telah memulihkan keuangan negara akan tetapi tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana formil, sehingga ada ataupun tidak adanya akibat kerugian Negara tetap dijatuhi sanksi pidana. Seharusnya pasal tersebut lebih diuraikan lagi tentang batasan pengembalian keuangan Negara yang menghapuskan sanksi pidana dan yang tidak dapat menghapuskan, bahwa pengembalian kerugian keuangan Negara pada saat tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan haruslah tetap tidak menghapuskan tindak pidananya, karena terdapat penafsiran yang berbeda antara Tindak Pidana Korupsi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan adanya perbedaan interprestasi antara penyusun Undang-Undang dan praktisi hukum serta akademisi maupun pemerhati hukum, seyogyanya agar hal ini menjadi kepastian hukum dan tidak terjadi kekaburan norma/hukum dalam ranah Tindak Pidana Korupsi.
Hasil Penelitian
Hasil pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan dana SiLPA yang mengakibatkan kerugian negara termasuk dalam tindak pidana korupsi, karena dana SiLPA merupakan bagian dari keuangan negara yang apabila terdapat perilaku yang menyimpang terhadap pengelolaannya, maka hal tersebut dapat dijatuhi hukuman yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Permberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kebijakan hukum pidana yaitu pasal 4 UU PPTK untuk merubah ketentuan tentang batasan pengembalian keuangan Negara yang menghapuskan sanksi pidana dan yang tidak dapat menghapuskan, bahwa pengembalian kerugian keuangan Negara pada saat tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan haruslah tetap tidak menghapuskan tindak pidananya. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu, untuk Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pemerintah bersama DPR selaku pembuat undang-undang perlu mengatur lebih jelas dan pasti secara hukum terkait kapan waktu dana pengelolaan daerah itu dikatakan sebagai SiLPA, supaya arah penegakan hukum ke depan mendapat kepastian hukum yang konkrit dan perlu dibentuknya pengawas inspektorat berada langsung di bawah Kementerian Khusus yang bertugas menangani adanya indikasi penyalahgunaan keuangan daerah seperti dana SiLPA. Pemerintah seharusnya menyusun peraturan baru terkait pengaturan posisi pengawas inspektorat. Nantinya, di aturan baru tersebut, inspektorat daerah bertanggungjawab langsung pada kementerian baru yang dibentuk tersebut.
Hubungan Agama Dan Negara Menurut Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Intisari
Tulisan ini membahas tentang hubungan agama dan Negara menurut Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hubungan antara agama dan Negara senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi hukum di Indonesia yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, menegaskan bahwa Negara atas nama Konstitusi mengurusi urusan agama dan kepercayaan, sehingga menghadirkan pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang harmonis. Negara secara aktif dan dinamis harus menyokong setiap individu-individu sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dan tercapai lah hubungan ideal yang di harapkan oleh pendiri Negara.
Analisis Yuridis Terhadap Kebijakan Restrukturisasi Bumn Pada Sektor Pertambangan Di Indonesia (Studi Kasus Pada Pt Timah Tbk, Pt Aneka Tambang Tbk Dan Pt Bukit Asam Tbk)
Intisari
Restrukturisasi BUMN juga akan menumbuhkan perlawanan sengit yang kemungkinan besar akan timbul dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya restrukturisasi BUMN dan adanya pemimpin perusahaan yang memanfaatkan proses restrukturisasi untuk kepentingan sendiriPada sektor pertambangan, Pemerintah melakukan restrukturiasi terhadap tiga perusahan BUMN yaitu dari PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Peralihan saham milik negara di tiga perusahaan itu ke PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang akan menjadi holding BUMN Tambang. Pada tesis ini peneliti mengajukan dua permasalahan pokok dalam tesis yang berjudul: “Analisis Yuridis Terhadap Kebijakan Restrukturisasi BUMN Pada Sektor Pertambangan Di Indonesia (PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Bukit Asam Tbk)”. Permasalahan tersebut meliputi: Pertama,Bagaimana caranya agar kebijakan restrukturisasi yang dilakukan Pemerintah terhadap PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk tidak melanggar hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia? Kedua, Bagaimana Penerapan Konsep Good Corporate Governance terhadap PT Timah, PT Aneka Tambang, dan PT Bukit Asam?.Jenis Penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian hukum normatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan Perundang-undangan atau Statute Approach. Teknik pengumpulan data terhadap sumber bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan. Yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam Buku-buku, perundang-undangan, dokumen-dokumen, literature, majalah serta makalah yang berhubungan dengan Restrukturisasi BUMN Pada Sektor Pertambangan. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelusuran dalam penelitian tesis ini maka, Pembentukan holding BUMN tambang yang dilakukan 2 oleh Pemerintah terhadap PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) merupakan kebijakan restrukturisasi terhadap ketiga BUMN pertambangan tersebut. Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengalihkan saham milik negara pada tiga perusahaan itu ke PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Restrukturisasi dengan cara mengalihkan atau menggabungkan (Holding) BUMN Pertambangan dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan pemasukan negara melalui pajak, royalti dan dividen.Menurut penulis agar tidak bertentangan dan sejalan dengan PerundangUndangan. Pemerintah harus mengikuti prosedur dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2017 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium sebagai payung hukum undang-undang nomor 19 tahun 2003.Praktek serta Penerpan Good Corporate pada PT timah, PT Bukit Asam, PT Antam dan PT Inalum 1.ditetapkan oleh KEP-117/MMBU/2002 tentang penerapan praktek good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara 2. Peran dan tanggung jawab direksi akan diperjelas khususnya sehubungan dengan tujuan utama masing-masing BUMN 3. Peran dan tanggung jawab komisaris/dewan pengawas didorong lebih aktif dalam memberikan pendapat kepada direksi 4. melakukan perbaikan terhadap uji kelayakan dan kepatutan calon direksi 5. mendirikan komite nasional kebijakan corporate governance ( KNKCG ) 6.Melakukan Pembentukan komite audit dan komite Remunerasi sebagai sub komite komisaris secara bertahap akan diterapkan kepada PT Timah, PT Bukit Asam dan PT Antam 7.dalam upaya penerapan prinsip transparasi ( keterbukaan ) PT Timah, PT Bukit Asam dan PT Antam wajib menyajikan laporan keuangan tahunan dengan kualitas keterbukaan yang terbaik yang diselenggarakan oleh Kementerian BUMN, ditjen Pajak,Bappepam, BEJ dan IAI
Analisis Yuridis Keabsahan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Air Tanah
Intisari
Pada tahun 2016 lebih dari 3000 peraturan daerah telah dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Akibat dari kerugian pembatalan yang diderita Negara ini mencapai triliunan rupiah, karena biaya pembuatan 1 peraturan daerah mencapai Rp300 juta. Hal ini disebabkan oleh pembentukan peraturan daerah yang tidak mematuhi undang-undang. Dalam Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, menyebutkan hal-hal yang dapat membatalkan peraturan daerah bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kepentingan umum, dan / atau kesusilaan. Dengan banyaknya peraturan daerah yang dibatalkan bukan berarti peraturan daerah yang tersisa semuanya tidak bermasalah. Salah satu bidang bermasalah dari Peraturan dalam artikel ini adalah Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo nomor 1 tahun 2015. Masalah yang dihadapi adalah hukum payung dan materi yang terkandung dalam peraturan provinsi Daerah Gorontalo nomor 1 Tahun 2015 berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2004, di mana undang-undang tersebut telah dicabut oleh Mahkamah Agung melalui putusan nomor / PUU-XI? 2013. Pembatalan telah dilakukan dua tahun sebelum Peraturan Provinsi Gorontalo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo No. 1 tahun 2015. Penulis menggunakan metode penelitian, yaitu pendekatan yuridis normatif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi model perpustakaan (studi pustaka).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian bahwa Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo nomor 1 tahun 2015 bukan materi yang valid tetapi masih formil masih berlaku.
Politik Hukum Pemerintahan Desa (Studi Perkembangan Pemerintahan Desa Di Masa Orde Lama, Orde Baru, Dan Reformasi)
Intisari
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, hadir sebagai jawaban atas tuntutan dari masyarakat khususnya yanga da di desa. Karena selama ini pengaturan pemerintahan desa ‘hanya’ disisipkan pada undang-undang Pemerintahan Daerah yang menimbulkan pemerintahan desa sebab pemerintahan tidak fokus dalam mengakomodir kepentingan desa. Oleh karena itu, penelitian ini membahas permasalahan: pertama, bagaimana politik hukum pemerintahan desa di masa Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi? Dan kedua, apakah konsep pemerintahan desa dalam UU No. 6 Tahun 2014 telah memenuhi kebutuhan masyarakat desa? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan fokus kajian dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemerintahan desa yang berlaku pada masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Penelitian menggunakan pendekatan historis (hystorical approach) dan pendekatan yuridis normatif (ststue approach).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, politik hukum Pemerintahan Desa di Orde Lama memperlihatkan sikap pemerintahan yang kurang sungguh-sungguh dalam mengakomodir kepentingan desa dan dalam menjalankan amanat Konstitusi. Sedangkan politik hukum Pemerintahan Desa di Orde Baru menerapkan mekanisme kontrol politik yang dibangun melalui sentralisasi dan uniformisasi. Desa diatur dan dipaksakan untuk mengikuti keseragaman yang ditentukan oleh pemerintahan pada saat itu, sehingga keragaman status desa ataupun kesatuan masyarakat hukum adat menjadi runtuh. Serta politik hukum Pemerintahan Desa di Orde Reformasi mencoba menempatkan posisi desa menjadi lebih baik, keragaman kesatuan masyarakat hukum adat diakui eksistensinya. Tetapi, pengaturan tentang desa sangat terbatas karena kedua undang-undang tersebut fokus mengatur pemerintah daerah. Kedua, konsep pemerintahan desa dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mencoba memperbaiki kekurangan undang-undang sebelumnya. Mulai dari nomenklatur desa, kewenangan desa, perencanaan pembangunan desa, alokasi dana desa, penguatan Badan Permusyawaratan Desa, konsep check and balance serta mempertahankan konsep otonomi daerah, pasar desa dan Badan Usaha Milik Desa, Desa Adat diberikan untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan adat dan pembangunan adat secara otonom. Pembangunan Desa Adat mendapat anggaran yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi, APBN, dan APBD.
Pelaksanaan Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian
Intisari
Keberadaan penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan imigrasi walaupun diakui oleh UU No 9 tahun l992, akan tetapi dalam implementasi ternyata kurang nampak keberadaannya. Hal demikian disebabkan oleh terlalu dominannya peran pejabat penyidik Polri dalam penanganan suatu perkara tindak pidana keimigrasian. Walaupun secara tehnis keimigrasian, penyidik pegawai negeri sipil dianggap lebih menguasai permasalahan, akan tetapi kewenangan memutuskan suatu permasalahan keimigrasian tetap di tangan penyidik Polri. Kewenangan yang bersifat setengah-setengan ini menyebabkan rasa kikuk bagi penyidik pegawai negeri sipil dalam melakukan tugasnya di bidang penyidikan tindak pidana keimigrasian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan (1) Bagaimanakah Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian Ditjen Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian, (2)Kendala-kendala apakah yang dialami oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian dalam melaksanakan tugas penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang keimigrasian, (3)_.Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan formulatif tentang kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil agar penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian lebih optimal Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian di Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI.. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.
Pendekatan Penelitian
Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan penelitian kepustakaan baik buku-buku, peraturan perundang-undangan, makalah-makalah, hasil penelitian terdahulu, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis kuali Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa Pelaksanaan penyidikan pelanggaran undang-undang keimigrasian yang dilakukan oleh PPNS Keimigrasian dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur KUHAP sebagian besar pelaku pelanggaran undang-undang keimigrasian dikenakan sanksi yang bersifat tindakan administratif. Pelaku pelanggaran undang-undang keimigrasian yang diperiksa dan dijatuhi pidana oleh pengadilan, jumlahnya sangat sedikit. Kendala-kendalanya adalah berkaitan dengan pengalokasian anggaran yang masih belum memadai, sumber daya manusia yang masih belum memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, koordinasi yang belum baik antara kepolisian dengan kejaksaan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan formulatif tentang kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil agar penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian lebih optimal adalah :cakupan wewenang PPNS keimigrasian perlu diperluas, mekanisme penyelesaian permasalahan berkas yang berlarut-larut dalam pemeriksaannya oleh kejaksaan. Perlu dirumuskan secara tegas dan jelas pejabat mana yang bertanggung jawab sebagai pengendali atau sebagai the top law enforcement officer, khususnya dalam penegakan hukum undang-undang keimigrasian.
Imunitas Aset Negara Dalam Perjanjian Antara Bumn (Badan Usaha Milik Negara) Dengan Pihak Asing Dalam Perspektif Hukum Internasional
Intisari
Negara sebagai subjek hukum internasional memiliki imunitas, yaitu imunitas yurisdiksional dan imunitas eksekusi. BUMN merupakan perusahaan milik negara, ketika melakukan hubungan bisnis dengan pihak asing maka negara menjadi tidak imun. Hal ini berpotensi untuk menghilangkan aset negara di bawah BUMN. Berdasarkan masalah tersebut, maka dirumuskan judul “Imunitas Aset Negara dalam Perjanjian Antara BUMN dengan Pihak Asing dalam Perspektif Hukum Internasional”. Terdapat dua permasalahan pokok dalam tulisan tersebut yaitu; (1) bagaimana imunitas aset negara dalam perjanjian antara BUMN dengan pihak asing ?; dan (2) bagaimana implikasi imunitas aset negara dalam perjanjian antara BUMN dengan pihak asing. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis imunitas aset negara dalam perjanjian antara BUMN dengan pihak asing dalam perspektif hukum internasional, serta implikasinya. Tulisan ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan.
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa saat ini ketika BUMN melakukan perjanjian dengan pihak asing, BUMN kehilangan imunitas yurisdiksi, padahal tindakan BUMN tidak terlepas dari tindakan negara. Imunitas terhadap eksekusi juga dianggap kurang memberikan perlindungan baik kepada aset negara, aset BUMN. Imunitas yurisdiksional seharusnya masih diberlakukan ketika sebab sengketa adalah tindakan BUMN yang didasarkan pada perintah negara. Penghapusan imunitas eksekusi juga dilakukan dengan waive of immunity, dan penyediaan earmarked property, dan property komersial. Hal ini dapat melindungi aset negara, aset BUMN yang penting, sekaligus memberikan jaminan kepada pihak yang berkontrak.
Kedudukan Anak Angkat Pada Keluarga Yang Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki Menurut Hukum Waris Adat Suku Tontemboan ( Studi Di Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara)
Intisari
Pada masyarakat adat Tontemboan jika dalam keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka diperbolehkan untuk mengadopsi anak sebagai penerus keturunan. Kedudukan anak laki-laki dalam keluarga pada masyarakat Tontemboan sangatlah penting dalam hal penerusan Marga dari suatu keluarga, Masyarakat adat Tontemboan walaupun memakai sistim kekeluargaan Patrilinial tetapi dalam hal sistim Kewarisan memakai sistim Kewarisan Individual. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak pada keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki dan bagaimana kedudukannya dalam hukum waris adat pada suku Tontemboan.
Pendekatan Penelitian
Metode penulisan ini menggunakan penelitian yuridis-empiris dan bersifat deskriptif analitis, yaitu hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis tentang sistem pewarisan pada masyarakat adat Minahasa khususnya pada suku Tontemboan di Desa Tinoor I dan Tinoor II di Kecamatan Tomohon Utara, Kota Tomohon..
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, agar tidak putus keturunan maka pihak keluarga melakukan pengangkatan anak, jenis pengangkatan anak ada dua macam bentuknya, pengangkatan untuk meneruskan garis keturunan dan tidak meneruskan keturunan. Dalam hal ini untuk jenis pengangkatan anak yang meneruskan keturunan mengakibatkan adanya akibat hukum yaitu anak yang diangkat berhak membawa marga.orang tua angkatnya istilah Suku Tontemboan adalah “Fam” , dalam hal mewaris anak angkat dan anak kandung haknya sama. Sedangkan pengangkatan anak yang tidak meneruskan keturunan, tidak mengakibatkan adanya akibat hukum, dimana anak angkat tersebut tidak mendapatkan marga ataupun hak mewaris, pengangkatan ini hanya berdasarkan belas kasih. Apabila terjadi sengketa dalam pembagian harta warisan maka dalam penyelesaian masalahnya masyarakat adat selalu mencari jalan keluar dengan cara melakukan musyawarah keluarga, dan jika belum terjadi kesepakatan dilakukan musyawarah adat untuk memecahkan masalah, dan jika masih belum terjadinya kesepakatan maka dilakukan penyelesaian secara peradilan hukum (pengadilan) yang ada. Akan tetapi pada umumnya masyarakat adat Tontemboan tidak mau melakukan penyelesaian masalah dengan cara Peradilan hukum (pengadilan) dikarenakan masyarakat adat Tontemboan merasa kekerabatannya tidak terhormat.
Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Komandan Militer Menurut Pasal 129 Dan Pasal 132 Kuhpm Dan Hubungannya Dengan Pasal 403 Ruu Kuhp Draft 10
Intisari
Tesis ini membahas masalah Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Komandan Militer Menurut Pasal 129 dan Pasal 132 KUHPM dan Hubungannya Dengan Pasal 403 RUU KUHP Draft 10. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dasar Pikiran Perlu Diaturnya Pertangggung Jawaban Pidana Komandan Militer Dalam KUHPM, Undang-Undang Pengadilan HAM dan RUU KUHP adalah berbasis pada Doktrin ?Pertanggungjawaban Komando? yang kemudian berkembang menjadi ?Konsep? atau ?Asas Khusus? dalam pengaturan Angkatan Bersenjata Negara-Negara berdaulat yang ada di seluruh dunia. Sampai kini doktrin tersebut tetap eksis sebagai salah satu asas hukum fundamental dalam Hukum Humaniter maupun Hukum Pidana Militer (Nasional). Selain itu, juga didasarkan pada asas pertanggungjawaban pidana yang intinya menentukan ?tidak dipidana tanpa adanya kesalahan?, serta asas legalitas yang menyatakan perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan Perundang-undangan pidana yang telah ada. Selanjutnya juga dipengaruhi oleh perkembangan Deklarasi HAM dan Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional, Konflik Bersenjata, dan Pelanggaran Hukum Humaniter Setelah Perang Dunia II. 2. Batas Tanggung Jawab Komandan Militer Berdasarkan Hierarkhi Jabatan Komandan Dalam Struktur Organisasi TNI adalah setiap Komandan Militer hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya langsung. Hal ini sesuai dengan prinsip, Atasan Langsung berperan sebagai Atasan Yang Berwenang Menghukum (ANKUM). Sebagai contoh, Komandan Batalyon sebagai atasan langsung dari Komandan Kompi, sedangkan Komandan Kompi merupakan atasan langsung dari Komandan Peleton, dan Komandan Peleton sebagai atasan langsung dari Komandan Regu. Komandan regu bertanggung jawab langsung terhadap Prajurit di bawah komandonya. Tetapi keterlibatan Komandan Batalyon, Komandan Kompi, dan Komandan Peleton secara bersama-sama bisa saja terjadi apabla memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 dan Pasal 132 KUHPM, dalam Pasal 36 sampai Pasal 42 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM), dan Pasal 395 sampai Pasal 406 RUU KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Selanjutnya disarankan, dalam rangka pembaharuan KUHPM dan KUHAPMiliter hendaknya dilakukan serempak dengan pembaharuan Peradilan Pidana Militer, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Selain itu aspek kekhususan hukum militer (Lex Specialist) hendaknya tetap dapat dipertahankan, sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia.
Analisis Hukum Wakaf Atas Pembangunan Masjid Diatas Hak Guna Usaha Ptpn Iv Kebun Pabatu Kabupaten Serdang Bedagai
Intisari
Perwakafan benda tidak bergerak yang utama dan paling menonjol adalah tanah, perwakafan tanah selain diakui di dalam Pasal 49 undang-undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, keberadaan tanah untuk kepentingan suci juga dilindungi oleh undang-undang selain peraturan tersebut. Perwakafan tanah di Indonesia untuk pertama kali diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, aturan ini hanya mengatur bagi tanah-tanah yang telah bersertipikat hak milik ataupun tanah hak milik yang belum terdaftar yang bentuknya surat girik, surat keterangan warisan, atau surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa yang diketahui camat. Sementara itu pengaturan wakaf yang berkenaan dengan hak selain hak milik belum diatur melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kurun waktu hingga sampai di tahun 2004, keluar perangkat peraturan baru mengenai perwakafan yaitu Undang-undang Nomor: 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Selain undang-undang tersebut, keluar juga peraturan pemerintah yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor: 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 2006. Kedua peraturan tersebut, mengatur perwakafan tanah selain hak milik. Hakhak tanah yang selanjutnya dapat diwakafkan sesuai dengan peraturan tersebut adalah hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai diatas tanah Negara, dan hak milik atas satuan rumah susun. Khusus yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu, terhadap hak guna usaha yang dapat dijadikan benda wakaf. Hak guna usaha yang dimiliki badan hukum masih belum dijalankan oleh badan-badan hukum yang memegang hak guna usaha tersebut. Hal ini dibuktikan dari badan usaha milik Negara seperti PTPN IV. Dimana PTPN IV memiliki beberapa perkebunan yang salah satunya adalah Unit Kebun Pabatu yang terletak di Pabatu Kabupaten Serdang Bedagai. Setiap unit kebun PTPN IV tidak terkecuali Unit Kebun Pabatu, berdiri bangunan masjid pada setiap afdelingnya. Masjid yang berdiri tersebut berdiri tetap diatas tanah hak guna usaha milik PTPN IV, padahal menurut Undang_undang Nomor: 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pelaksananya Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 2006 serta Buku III Instruksi Presiden Nomor: 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bahwa masjid yang berdiri diatas tanah hak guna usaha milik PTPN IV Unit Kebun Pabatu seharusnya dan dapat dijadikan benda wakaf. Dalam artian lain bahwa tanah dimana berdirinya masjid tersebut haruslah dikeluarkan dari bagian hak guna usaha milik PTPN IV Unit Kebun Pabatu.Untuk menjawab dilematika atau permasalahan diatas, dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, agar dapat menganalisis secara teoritis fakta yang terjadi diatas dan selanjutnya didapatkan suatu kesimpulan atas kenyataan fakta diatas yang tidak bersesuaian dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian tersebut setelah diteliti dan diambil kesimpulan, bahwa masjid yang berdiri diatas Unit Kebun Pabatu PTPN IV bukan merupakan benda wakaf, tanah dimana masjid tersebut berdiri masih merupakan satukesatuan dari tanah hak guna usaha milik Unit Kebun Pabatu PTPN IV, dan kesimpulan yang kedua adalah bahwa seharusnya tanah hak guna usaha dimana masjid tersebut berdiri dapat diwakafkan oleh PTPN IV, dan tanahnya berdiri sendiri menjadi tanah wakaf.
Perlindungan Hak-Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Dalam Uu No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010
Intisari
Penelitian ini mengkaji pelindungan hak keperdataan anak luar kawin dalam UU Perkawinan pasca putusan Mahhkamah Konstitusi No. 46/PUUVIII/2010. Aturan normatif hukum Islam menegaskan anak luar kawin hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Dari hubungan nasab menimbulkan hubungan keperdataan yang lain seperti waris, perwalian dan nafkah. Aturan normatif ini selanjutnya di positivisasi ke dalam UU Perkawinan Tahun 1974 yang dituangkan pada Pasal 43 ayat (1). Sayangnya jaminan kepastian hukum pada pasal itu hanya berlaku pada anak sah. Hal tersebut menggiring pemahaman bahwa ketentuan tersebut diskriminatif terhadap anak luar kawin. Padahal tanpa membedakan status dan kedudukannya, setiap anak dengan semua keterbatasannya wajib untuk diberikan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Putusan MK kemudian menganulir Pasal 43 ayat (1), dan menyatakan anak yang lahir di luar nikah dapat memiliki hubungan perdata dengan kedua orang tuanya. Hal ini mendorong penyusun untuk mecari lebih jauh hubungan keperdataan yang diinginkan UU Perkawinan dan Putusan MK.
Pendekatan Penelitian
Mengingat dalam perundangan lainnya perlindungan terhadap hak-hak anak justru tidak membeda-bedakan status anak. Untuk menyelesaikan masalah di atas, penyusun melakukan penelitian pustaka (library research), dengan pendekatan normatif, yuridis dan sosiologis. Pendekatan normatif digunakan dalam melihat konsep fikih tentang hak keperdataan anak, pendekatan yuridis untuk mengkaji ketentuan UU Perkawinan khususnya Pasal 43 ayat (1), dan pendekatan sosiologis untuk membaca implikasi putusan MK terhadap perubahan hukum perkawinan. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Penulis juga menggunakan tiga teori dalam menjawab setiap pokok masalah, pokok masalah pertama menggunakan teori keadilan Islam, masalah kedua menggunakan teori sosiological jurisprudence Rescoe Pound, dan rumusan ketiga sekaligus analisis dan solusi perlindungan hak keperdataan anak luar kawin digunakan teori keadilan Islam dan mas}la>h}ah Ramadhan al-Buti.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menyatakan bahwa antara UU Perkawinan dan putusan MK mengenai perlindungan hak keperdataan anak luar kawin saling mendukung dan saling mengisi. UU Perkawinan sudah mengakomodir perlindungan hak keperdataan anak luar kawin namun belum menyentuh realitas keadilan substansial. Hal ini kemudian mendorong MK sebagai penjaga denyut konstitusi menafsirkan kembali pasal yang bersangkutan dan tidak menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan secara mutlak. Namun karena putusan MK dapat menimbulkan beragam penafsiran, penulis mengidealkan kembali bentuk perlindungan sesuai dengan keadilan Islam dan kemaslahatan. Anak yang lahir di luar kawin dapat memiliki hubungan perdata penuh dan “terbatas” dengan ayah biologis. Perdata penuh diberikan bila baik anak hasil nikah sirri maupun anak zina lahir dalam perkawinan. Sementara perdata “terbatas” diberikan bila anak nikah sirri dan anak hasil zina terlahir sebelum adanya akad perkawinan. Bentuk hubungan perdata “terbatas” yang dimaksud adalah ayah biologis bertanggung jawab memberikan nafkah dan wasiat wajibah maksimal 1/3.
Karakteristik Dan Peranan Wahdah Islamiyah Dalam Penerapan Hukum Islam Di Kota Makassar
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pemikiran hukum Islam Wahdah Islamiyah adalah reformis fundamentalis bermanhaj al-salaf al-salih yang mengusung prinsip purifikasi dan puritanis. Bentuk-bentuk peranan Wahdah Islamiyah terhadap upaya implementasi hukum Islam berupa fatwa-fatwa yang bersifat mengikat kepada kader dan sebagai himbauan kepada masyarakat. Peran DPD Wahdah Islamiyah Makassar direalisasikan melalui Departemen Kaderisasi, Departemen Dakwah, Departemen Pengelolaan Sumber Daya Ekonomi, Departemen Informasi dan Komunikasi, Departemen Sosial dan Kesehatan serta Departemen Lembaga Pengembangan dan Pembinaan Pengajaran Al-Qur’an. Wahdah Islamiyah pada bidang politik memberikan keleluasaan kepada kader untuk mendukung calon pemimpin yang dianggap dapat merealisasikan amar makruf nahi munkar. Faktor-faktor yang mendukung upaya Wahdah Islamiyah yaitu legalitas formal yang memberikan ruang dalam merealisa¬sikan berbagai program kerja, pola komunikasi yang baik, kualitas kader, desain manajerial organisasi yang efektif dan efisien dengan kurikulum pendidikan yang jelas, dan respon aktif masyarakat terhadap dakwah dan tarbiyah Wahdah Islamiyah. Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya stigma negatif yang disebabkan generalisasi dan pergerakan yang belum menyentuh semua level masyarakat
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Peminangan Dalam Perkawinan Di Kecamatan Ampana Kota Kabupatenn Tojo Una-Una
Intisari
Tesis ini membahas masalah tinjauan hukum Islam terhadap adat peminangan di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Tojo Una-una. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan deskripsi tentang adat peminangan yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Ampana Kota. Permasalahan yang menjadi objek penelitian ini adalah pelaksanaan adat peminangan dan tinjauan hukum Islam terhadap proses peminangan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan metode pelaksanaan penelitian mengambil bentuk studi kasus yaitu membandingkan dua obyek dengan menunjukan persesuaian dan perbedaan. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk observasi, wawancara, dokumentasi dengan melakukan analisis data. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan syar’i, pendekatan yuridis dan pendekatan sosiologis kultural. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, induktif dan komparatif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan bahwa peminangan pada masyarakat kecamatan Ampana Kota Kabupaten Tojo Una-una dilaksanakan berdasarkan adat masing-masing suku, jika terjadi pernikahan beda suku, maka prosesnya dibicarakan antar suku tersebut. Pelaksanaan adat peminangan dalam perkawinan di Kecamatan Ampana Kota menunjukkan berjalan secara baik dan benar, baik terhadap suku Taa, suku Gorontalo maupun suku Bugis. Bila terjadi peminangan beda suku selalu dilakukan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan, dan hasil kesepakatan itulah yang dilaksanakan. Dalam pelaksanaan peminangan secara umum masyarakat di kecamatan Ampana Kota masih meyakini dan taat terhadap aturan-aturan adat yang berlaku. Hal itu karena adat peminangan di wilayah tersebut tidak bertentangan dengan ajaran dan hukum Islam bahkan antara tata cara adat dan hukum Islam dipadukan dalam pelaksanaannya. Implikasi dari Penelitian diharapkan menjadi rujukan masyarakat Kecamatan Ampana Kota dalam rangka pelaksanaan peminangan berdasarkan adat, sepanjang pelaksanaan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Kebijakan Hak Perlindungan Hukum Dan Hak Imunitas Insan Ombudsman Yang Berkeadilan
Intisari
Judul dari tesis ini adalah Kebijakan Hak Perlindungan Hukum Dan Hak Imunitas Insan Ombudsman Yang Berkeadilan. Tindak pidana dan indikasi tindak pidana adalah salah satu pelanggaran terhadap perundang-undangan tentang Hukum Pidana, dari pelanggaran tersebut salah satunya dapat berupa tindak pidana penganiayaan ringan dan tindak pidana lainya yang sifatnya dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri, yang di lakukan oleh seseorang Insan Ombudsman Republik Indonesia. Terlebih lagi pada saat menjalankan tugas dan fungsinya.
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah dengan metode pendekatan masalah dimana spesifikasi penelitian melalui asas-asas dan teori hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan implementasinya. Metode penggumpulan data dipusatkan pada data sekunder dengan studi kepustakaan.
Hasil Penelitian
Hasil akhir pengolahan data dikualitatifkan, Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif-normatif, dalam hal ini dilakukan bahasan teoritik ilmu hukum pidana, metoda penafsiran dalam ilmu hukum, serta menginterpretasikan data berdasarkan teori-teori. Tindak pidana dapat berupa penganiayaan ringan dan tindak pidana lainnya perlu dilakukan penegakan hukum yang berkeadilan dalam pemberian sanksi hukum. Sehingga perlu ada kebijakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh Insan Ombudsman yaitu dengan konsep penyelesaian ideal perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Insan Ombudsman dengan menggunakan pendekatan restorasi justice menggunakan konsep mediasi, schikkeng atau perdamaian.
Leave a Reply