- Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Pelunasan Piutang Negara Dari Perbankan Oleh Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara (Djpln)
- Kedudukan Anak Perempuan Dalam Menerima Harta Warisan Menurut Hukum Waris Adat Suku Biak Di Daerah Papua
- Aspek Hukum Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Majelis Rakyat Papua Barat Tereladap Aliran Dana Otonomi Khusus Di Provinsi Papua Barat
- Penetapan Lokasi Dalam Pengadaan Tanah Skala Kecil Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
- Budaya Hukum Dan Pemberdayaan Ekonomi Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Paten ( Kajian Perilaku Penemu Teknologi Bagi Pengembangan Industri )
- Pengaruh Penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Pelaksanaan Hubungan Internasional Di Yogyakarta
- Penyelesaian Kasus Sengketa Kepailitan Dengan Klausul Arbitrase Dalam Praktek (Das Sein)
- Jual Beli Tanah Hak Ulayat Dengan Pelepasan Adat Sebagai Syarat Pendaftaran Tanah Pada Suku Tobatdji Enj’ros Di Kota Jayapura Papua
Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Pelunasan Piutang Negara Dari Perbankan Oleh Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara (DJPLN)
Intisari
Menurut UU PUPN penyelesaian piutang negara harus melalui pengurusan dan pelelangan DJPLN, namun ada bank yang memilih lelang berdasar Pasal 6 UUHT. Tujuan penelitian mengetahui proses eksekusi jaminan hak tanggungan oleh PUPN, mengkaji keabsahan nota kesepakatan kerjasama eksekusi parate antara Bank Mandiri dengan DJPLN, akibat hukum tugas DJPLN dan usulan penyempurnaan peraturan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dan peraturan pengurusan piutang negara. Spesifikasi penelitian hukum normatif adalah deskriptif analitis. Bahan hukum dan data diperoleh melalui penelitian studi pustaka dan survai lapangan dengan alat pengumpul data studi dokumen dan wawancara. Berdasar analisis kualitatif diketahui bank wajib menyerahkan piutang negara kepada PUPN/KP2LN yang kemudian dilanjutkan dengan pengurusan dan atau pelelangan. Nota Kesepakatan Kerjasama antara Bank Mandiri dengan DJPLN sudah sesuai Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 313 Kepmenkeu No. 300/KMK.01/2002, namun berisiko karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 26 UUHT. Pada tahap pengurusan piutang negara Debitor melunasi secara sukarela atau dipaksa untuk melunasi melalui cekal / paksa badan dan / atau lelang, dan bila keberatan mengajukan gugatan. Kreditor yang merasa tidak puas berusaha menyelesaikan sendiri pengurusan piutang negara dan pihak ketiga yang keberatan mengajukan perlawanan. Disarankan pada pembuat UU untuk membuat Peraturan Pelaksana berdasar Pasal 26 UUHT dan menyempurnakan UU No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN.
Kedudukan Anak Perempuan Dalam Menerima Harta Warisan Menurut Hukum Waris Adat Suku Biak Di Daerah Papua
Intisari
Suku Biak menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari sisi ayah (laki-laki). Sama halnya dengan sistem Patrilineal pada umumnya, maka dalam hal waris, hukum adat masyarakat Suku Biak mengatur bahwa hanya anak laki-laki yang berhak menerima warisan dan akan menutup hak-hak anak perempuan sebagai penerima bagian dari orang tuanya. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian tesis ini adalah bagaimana mekanisme pembagian waris pada masyarakat Suku Biak di daerah Papua, bagaimana kedudukan hak waris anak perempuan pada masyarakat Suku Biak dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa waris pada Suku Biak.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan metode deduktif untuk ditarik suatu kesimpulan. Pembagian warisan Masyarakat Suku Biak terjadi saat pewaris masih hidup, masyarakat Suku Biak menganut sistem kewarisan individual dan kolektif, anak lakilaki dan anak perempuan sama-sama mendapat warisan hanya bagian anak laki-laki lebih besar dari pada bagian anak perempuan. Apabila terjadi sengketa dalam hal kewarisan adat, maka Para pihak dapat memilih jalan penyelesaian dengan melihat kembali keadaan para pihak yang bersengketa. Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan adalah melalui musyawarah secara keluarga, melalui musyawarah dengan menghadirkan Mananwir atau orang-orang yang dituakan dalam adat dan dapat juga melalui Lembaga Dewan Adat Biak yaitu “KanKain Karkara Byak”.
Aspek Hukum Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Majelis Rakyat Papua Barat Tereladap Aliran Dana Otonomi Khusus Di Provinsi Papua Barat
Intisari
Berdasarkan New York Agreement Tanggal 15 Agustus 1962, inaka wilayah Irian Barat diakui ~nenjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keinudian pada tanggal 24 Maret tahun 1969 dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang hasilnya adalah Papua inemilih berintegrasi dengan Pemerintah Republik Indonesia empat puluh empat (44) Tahun sudah wilayah berada didalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun Papua ,masih diliputi ; keterbelakangan, kemiskinan, padahal wilayah Papua meiniliki Suinber Daya Alam yang inelimpah. Berangkat dari peinikiran tersebut di atas inaka lahirlah prinsip – prinsip dan keinginan disintegrasi bangsa Papua , rakyat Papua ineininta Referendum. Melihat fenoinena ini Pemerintah Republik Indonesia inenjawab dengan meinberikan Otonoini Khusus dalain Noinenklatur Undang – Undang Nomor 21 Tahun 20.01 Tentang Otonoini Khusus Bagi Provinsi Papua yang kemudian inengalaini beberapa kali perubahan, dengan tujuan ineningkatkan Kesejahteraan rakyat Papua dan inengejar ketertinggalan dari daerah – daerah lain di luar Papua yang tentunya dengan segala – konsekuensi peinbiayaan inelalui keuangan Negara. Dalain penyelenggaraan dana Otonoini Khusus (OTSUS) itu pada kenyataanya belum sesuai harapan rakyat Papua, oleh karena itu pada Intisari Tesis ini ineinuat beberapa ha1 penting yaitu sebagai berikut : Pertaina : Apakah aliran Dana Otonomi Khusus dari Peinerintah Pusat sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Peinerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonoini Khusus Bagi Provinsi Papua?. Kedua ; Bagaimanakah Pengawasan Majelis Rakyat Papua Barat sebagai Lembaga Reprensentatif Cultular terhadap aliran Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat?. Ketiga ; Undang – Undang Otonoini Khusus Papua sejak Tahun 200 1 hingga saat ini beluin ditetapkan beberapa Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) sebagai petunjuk pelaksanaan daripada Undang – Undang Otonomi Khusus Papua. Keempat ; Oleh karena beluin ditetapkannya beberapa Perdasi dan Perdasus sebagai Juklak Undang – Undang Otonoini Khusus Papua, maka kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat dalain Pengawasan Dana Otonomi Khusus Papua senantiasa tidak tenvadahi. Keliina ; Harapan dari Tesis ini adalah Otonoini Khusus Papua dapat inengangkat inartabat Papua dari segala keiniskinan, keterbelakangan dan keterpurukan, inelainkan bukan hanya sekedar angin surga peredam referendum yang inengarah pada tuntutan disitegrasi bangsa. Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia kiranya bersungguh – sungguh duduk dan berdiskusi guna inemanusiakan inanusia dalain ha1 ini inasyarakat Papua sebagai bagian dalain bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penetapan Lokasi Dalam Pengadaan Tanah Skala Kecil Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Intisari
Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis pelaksanaan pengadaan tanah skala kecil dengan menggunakan tahapan penetapan lokasi; dan (2) menemukan dan menganalisis kelebihan dan kekurangan pengadaan tanah skala kecil dengan menggunakan tahapan penetapan lokasi. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian empiris yaitu penelitian yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan.Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan narasumber dan responden kemudian digabungkan dengan hasil telaah bahan-bahan pustaka.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pelaksanaan pengadaan tanah skala kecil dengan menggunakan penetapan lokasi dilaksanaan melalui 4 (empat) tahapan yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012. Pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 121 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015; dan (2) Kelebihan pengadaan tanah skala kecil dengan menggunakan tahapan penetapan lokasi adalah aspek perizinan pengadaan tanahnya jelas dan kepastian hukumnya terjamin. Kelemahan pengadaan tanah skala kecil tanpa menggunakan tahapan lokasi adalah proses pengadaan tanahnya lama dan memerlukan biaya yang banyak dan proses penyelesaian apabila terjadi sengketa dengan konsinyasi belum berlangsung secara efektif. Sedangkan pengadaan tanah skala kecil secara langsung atau tanpa menggunakan tahapan penetapan lokasi kelebihannya adalah prosesnya cepat dan tidak memerlukan biaya yang banyak, tetapi memiliki kelemahan yaitu izin pengadaann tanahnya tidak jelas dan tidak menjamin kepastian hukum.
Budaya Hukum Dan Pemberdayaan Ekonomi Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Paten ( Kajian Perilaku Penemu Teknologi Bagi Pengembangan Industri )
Intisari
Budaya Hulcum dan Pemberdayaan Ekonomi Dalam Pelaksanaan Undang-undang Paten ini berusaha mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan sikap, perilaku, nilai, persepsi penemu teknologi yang berperan terhadap pelaksanaan Undang-undang Paten dan ketidakberdayaan penemu teknologi yang menyebabkan masih sedikitnya penemu teknologi lokal dalam melakukan permintaan patennya. Oleh karena itu, maka pendekatan terhadap penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan (holistik) untuk mengungkap permasalahan dalam pelaksanaan Undang-undang Paten, dilakukan dengan menghimpun informasi dalam keadaan sewajamya (natural setting). Maka dilakukan wawancara dengan beberapa penemu teknologi, sehingga terlihat keseluruhan fenomena yang terjadi pada budaya penemu teknologi. Untuk itu diperlukan analisis secara socio-legal, sebab perilaku penemu teknologi dilihat dari perspektif sosiologi, akan menampilkan kenyataan hukum paten dalam pandangan penemu teknologi dan bagaimana pula Undang-undang Paten diterima oleh penemu teknologi. Pelaksanaan Undang-undang Paten dalam kenyataannya kurang efektif maka perlu adanya pendekatan fungsional terhadap hukum yaitu fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial dan fungsi hukum untuk melakukan social engineering. Dengan demikian dalam bekeijanya Undang-undang Paten dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya hukum antara lain sikap maupun perilaku penemu teknologi yang mendaftar dan tidak mendaftarkan patennya serta persepsinya terhadap keberadaan Undang-undang Paten dan faktorfaktor penyebab ketidakberdayaan penemu teknologi sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi melalui usaha-usaha yang berasal dan diri penemu teknologi dan intervensi dan pemerintah (Ditj en Paten).
Pengaruh Penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Pelaksanaan Hubungan Internasional Di Yogyakarta
Intisari
Dengan diberlakukannya otonomi daerah yang rendah dari dimensi kebijakan gubernur pusat ke daerah, hal ini ditandai dengan kebijakan sentralisasi hingga desentralisasi. Pergeseran itu telah menggeser paradigma hubungan internasional sehingga pemerintah daerah juga menjadi bagian dari pelaku hubungan internasional. Yogyakarta adalah daerah yang aktif melakukan kerja sama luar negeri dalam bentuk provinsi saudara. Mengetahui pengaruh penerapan undang-undang otonomi daerah pada peran diplomasi dalam konteks kerja sama internasional di wilayah khusus yokyakarta adalah penting sehingga dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang kontribusi undang-undang otonomi daerah terhadap kerja sama asing. dilakukan oleh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Agar memiliki pengetahuan tentang kontribusi undang-undang otonomi daerah terhadap peran diplomasi, dan dapat menjadi dasar analisis pada kerja sama luar negeri yang telah dilakukan. Sehingga analisis ini, dapat digunakan sebagai referensi dalam kerja sama yang dibuat dan dapat menambah khasana ilmu dalam studi hubungan internasional. Metode yang digunakan untuk menentukan masalah di atas, menggunakan penelitian literatur dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan bahwa undang-undang otonomi daerah telah mengubah pemerintah daerah menjadi aktor dalam proses kerja sama di luar negeri, di beberapa otoritas yaitu pendidikan, budaya, ekonomi, pariwisata, infrastruktur, lingkungan, teknologi dan tenaga kerja. Meskipun undang-undang otonomi daerah telah memberi wewenang kepada pemerintah daerah untuk terlibat dalam kerja sama luar negeri, pemerintah daerah perlu peraturan yang jelas tentang peran paradiplomasi sehingga mereka dapat secara bebas menjalankan peran diplomatik mereka dengan cara yang ditentukan secara yuridis di daerah-daerah tanpa mengabaikan otoritas pemerintah pusat dalam hal internasional. kerja sama.
Penyelesaian Kasus Sengketa Kepailitan Dengan Klausul Arbitrase Dalam Praktek (Das Sein)
Intisari
Berdasarkan lima putusan kepailitan yang berklausula arbitrase diatas, bahwa apa yang diputuskan Mejelis Hakim masih “mengekor” pada putusan sebelumnya dengan prinsip yurisprudensi. Seharusnya hakim dapat menggali hukum dengan seksama dan cermat dengan prinsip menjunjung tinggi keadilan. Akan tetapi disini para hakim hanya cukup menulis ulang pada kasus yang sebelumnya sudah ada. Hal ini menjadikan preseden apabila seorang hakim akan memutuskan kasus kewenangan lembaga peradilan mana yang akan memutus antara lembaga extra judicial dengan lembaga peradilan extra ordinary, bukan antara lembaga peradilan yang sudah ada di bawah Mahkamah Agung yang samasama sebagai lembaga extra ordinary.
Hasil Penelitian
Pertama, adanya dualisme hukum terjadi karena akibat perbenturan hukum dari UUK dan PKPU No.4 tahun 1998 jo UU No. 37 Tahun 2004 dengan UU Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999. Hal lini terjadi karena dari kedua undangundang ini masingmasing memiliki kewenangan hukum, dalam hal ini UUK PKPU sebagai lembaga hukum peradilan extra ordinary dan UU Arbitrase sebagai lembaga peradilan extra judicial. Sedangkan persoalan yang mengatur sengketa kewenangan ini belum ada aturan hukumnya yang mengakibatkan terjadinya bias hukum sehingga kasuskasus yang ada diselesaikan dengan model rechvinding yang menjadi yurisprudensi bagi hakim selanjutnya.
Kedua, adalah adanya penyimpangan asas atau kaidah hukum yang berlaku dalam klausul arbitrase yang tertulis yang disebabkan oleh terjadinya kekuasaan absolute antara lembaga peradilan extra ordinary dengan lembaga peradilan extra judicial yang belum jelas dasar hukum sengketa kewenangan. Hal ini mengakibatkan para hakim melakukan analisa sendiri sehingga dari beberapa kasus menyimpang dari asas atau kaidah hukum yang ada.
Ketiga, akibat dari bola salju persoalan pertama dan kedua. Hakim pada faktanya lebih memilih memakai yurisprudensi pada hakim sebelumya dengan prinsip persoalannya yang sama dan tidak ada peraturan yang jelas untuk mengaturnya.
Jual Beli Tanah Hak Ulayat Dengan Pelepasan Adat Sebagai Syarat Pendaftaran Tanah Pada Suku Tobatdji Enj’ros Di Kota Jayapura Papua
Intisari
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai kebutuhan manusia. Tanah untuk daerah tertentu harganya semakin mahal, maka semakin sulit untuk mendapatkannya sehingga tanah seolah menjadi barang langka. Penguasaan dan pengaturan serta penyelenggaraan penggunaan tanah oleh Negara diarahkan pemanfaatannya dengan mempertahankan Hak Atas Tanah Ulayat, Tanah Rakyat dan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan jual beli tanah hak ulayat dengan pelepasan adat dan proses pendaftarannya, akibat hukumnya terhadap penyimpangan dalam jual beli dan proses pendaftaran serta penyelesaian hukumnya jika terjadi sengketa sedangkan tanah hak ulayat sudah didaftarkan dan terbit sertipikanya. Penulis membuat karya ilmiah, bertujuan menjawab permasalahanpermasalahan yang timbul dari keadaan di atas.
Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan. Adapun sumber data Faktor yuridis adalah UUPA No. 5 Tahun 1960, Peraturan Pelaksanaan lainnya berkaitan dengan tanah dan Hasil wawancara dengan Ondoafi Besar Tobadji Enj’ros dan pihak lainnya yang berkaitan dengan jual beli tanah hak ulayat dengan pelepasan adat.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian bahwa masyarakat adat Tobadji Enj’ros merupakan persekutuan hukum adat teritorial dan genologis. Keberadaannya masih diakui serta masih mempertahankan pemerintahan adat dan sangat tergantung pada tanah Hak Ulayat. Perbuatan hukum pelepasan Hak Ulayat dilaksanakan dengan musyawarah adat pada peradilan adat, dengan dibuatnya surat pelepasan adat yang disaksikan oleh para tokoh adat. Pelaksanaan jual beli didasarkan pada pelepasan adat dan proses pendaftaran tanah dilaksanakan dengan mekanisme yang telah baku berlaku sesuai ketentuan pendaftaran tanah. Data-data yang dianalisis dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan jual beli tanah hak ulayat tidak dengan prosedur pelepasan adat yang benar sesuai hukum adat dan peraturan pertanahan maka dilakukan tindakan dengan surat teguran, jika tidak ada penyelesaian dengan musyawarah adat tanah disengketakan, selanjutnya perkara sengketa tanah diajukan ke pengadilan sampai ada putusan pengadilan yang menjamin kekuatan hukum yang tetap. Akibat hukumnya, jika proses penerbitan sertifikat tidak sesuai dengan prosedur hukum adat dan pendaftaran tanah, maka batal demi hukum atas dasar putusan pengadilan dengan eksekusi oleh pihak yang berwenang.
Leave a Reply