HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tesis Industri Tekstil: Dampak Liberalisasi Industri Tekstil trhdp Kesejahteraan Perempuan

Judul Tesis : Dampak Liberalisasi Industri Tekstil terhadap Kesejahteraan Perempuan Buruh di Industri Tekstil Nasional pada Masa Pemerintahan Suharto dan Susilo Bambang Yudhoyono

 

A. Latar Belakang

Globalisasi sebagai fenomena internasional merefleksikan kekuatan eksternal yang berpengaruh terhadap masyarakat, negara, dan perusahaan, sehingga batasan antarsektor menjadi hal yang bias. Jaan Aart Scholte menyakini bahwa globalisasi secara esensial tidak memiliki perbedaan dengan perdagangan internasional dengan alasan globalisasi terfokus pada kegiatan kapitalisme dan ini sejalan dengan tesis James O’ Connor mengenai globalisasi sebagai jaringan kapitalisme dunia. Keberhasilan agenda globalisasi sangat tergantung pada keberadaan peran negara4 dalam perekonomian sebab negara merupakan instrumen politik yang memiliki wewenang untuk mengatur mulai dari proses pertukaran kapital, tenaga kerja, dan sumber daya, pembagian peran antara negara dan swasta dalam kegiatan produksi, hingga pengaturan ketenagakerjaan.

Kekuatan negara dalam perdagangan internasional terkait erat dengan doktrin supranasionalis, yaitu doktrin ini mengutamakan proses sinergisasi aktivitas perekonomian dari swasta dengan kebijakan negara sehingga negara memperoleh kemakmuran. Intervensi negara sangat penting mulai dari pengaturan kurs mata uang, pajak ekspor dan impor, dan pengaturan pelabuhan penunjang perdagangan dengan tujuan memperkuat keunggulan komparatif. Negara yang berhasil memenangkan persaingan dalam globalisasi adalah yang mampu menggunakan sistem negara sebagai penunjang perekonomian.

 

B. Pertanyaan Penelitian

  1. Bagaimana paradigma modernisasi mempengaruhi kebijakan negara Indonesia terhadap sektor industri tekstil pada masa pemerintahan Suharto yang menerapkan The Agreement on Textiles (ATC) melalui UU. No. 7 Tahun 1994 dan dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengimplementasikan ASEAN China Free Trade Area Agreement melalui Peraturan Presiden Nomor 48/ 2004 dan Permenkeu No. 57/PMK.010/2005?
  2. Bagaimana kebijakan pengupahan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan UU. No. 13 Tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Tahapan Kebutuhan Hidup Layak?

 

C. Landasan Teori

Kebijakan Industri Tekstil Nasional Masa Pemerintahan Suharto

Pada masa awal pemerintahan Suharto, kebijakan industri tekstil dibangun dengan kekuatan penanaman modal asing. Negara mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pembukaan penanaman modal asing dilakukan sebagai fondasi pembentukan industri substitusi impor. Industri substitusi impor dilakukan untuk mengurangi ekspansi produk dari Jepang dan Korea Selatan, terutama produk otomotif1 dan tekstil. PMA menjadi fondasi awal dari industri tekstil nasional. Arus investasi asing memicu pertumbuhan industri tekstil di Indonesia. Negara juga membentuk joint venture dengan tujuan memberikan kesempatan bagi industri lokal untuk lebih berperan dalam perindustrian tekstil nasional. PMA dan Joint venture menjadi strategi negara untuk memperoleh manfaat dari negara lain.

Kebijakan Industri Tekstil Nasional Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Krisis ekonomi pada tahun 1997 berdampak pada proses reformasi politik negara Indonesia. Reformasi Indonesia mengubah mulai dari struktur institusi politik hingga institusi ekonomi. Reformasi politik dari tahun 1999 hingga tahun 2004 difokuskan pada pembangunan fondasi demokrasi nasional, mulai dari penerapan sistem multipartai, penegasan institusi trias politica, penyempurnaan konstitusi, hingga penerapan pemilu secara langsung. Reformasi politik juga memperkuat peran dari pemerintahan daerah melalui otonomi daerah. Otonomi daerah dibentuk dengan tujuan memperkuat kapasitas pemerintahan lokal dan masyarakat lokal. Melalui otonomi daerah, masyarakat secara ideal dilibatkan dalam struktur formulasi kebijakan, mulai dari penyusunan aturan perpajakan daerah hingga pengaturan besaran upah minimum. Kemudian, negara memberikan kesempatan bagi swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia. Kesemua hal ini dapat saja menjadi sisi positif dari krisis ekonomi tahun 1997.

Liberalisasi pasar sebagai fondasi Kebijakan Industri Tekstil Nasional Dominasi negara pemodal menjadi titik temu kebijakan industri tekstil antara masa pemerintahan Suharto dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Kedua rezim masih melihat industri tekstil nasional sebagai bagian dari pembangunan negara. Negara pada kedua masa pemerintahan mendesain strategi revitalisasi industri tekstil nasional. Kedua rezim menempatkan negara pemodal sebagai aktor dominan dalam revitalisasi industri. Revitalisasi industri dari kedua masa pemerintahan ditandai dengan dominasi impor bahan baku dan mesin industri. Kedua era pemerintahan menjadikan instrumen eksternal sebagai pintu masuk dominasi negara pemodal terhadap industri tekstil nasional. Pengutamaan terhadap kepentingan negara pemodal menurunkan komitmen rezim Suharto dan rezim Susilo Bambang Yudhoyono terhadap perkembangan industri tekstil nasional. Industri tekstil nasional dilemahkan oleh mekanisme pasar bebas melalui dominasi produk impor. Penguasaan pasar domestik oleh negara pemodal menunjukkan konsistensi mekanisme pasar bebas sejak masa pemerintahan Suharto hingga masa pemerintahan yang sekarang.

 

D. Metode Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif analitis dengan tujuan untuk menjelaskan proses terjadinya masalah yang menjadi objek penelitian secara mendalam.

Penelitian dilakukan secara kualitatif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi terhadap berbagai kajian literatur terkait dan analisa terhadap data-data statistik untuk memberikan gambaran empiris.

 

E. Kesimpulan

Modernisasi menyebabkan masalah bagi industri tekstil dan perempuan buruh. Modernisasi di Indonesia dilakukan oleh negara mulai dari pembentukan industri substitusi impor, penguatan industri ekspor, hingga pembentukan liberalisasi pasar. Paradigma liberalisasi pasar menempatkan arus perdagangan jasa dan keuangan sebagai prioritas utama. Secara otomatis, negara mengurangi intervensi negara terhadap industri, termasuk industri tekstil nasional. Industri tekstil nasional memasuki persaingan ketat yang berdampak pada penurunan pangsa pasar ekspor dan pasar domestik sejak tahun 1995. Penurunan pasar menyebabkan kekuatan industri tekstil nasional semakin melemah. Sementara itu, industri menghadapi tekanan ketentuan upah minimum dan kenaikan beban operasional industri. Industri memilih beradaptasi dengan strategi efisiensi melalui pengaturan over time dan pembatasan kontrak kerja. Kedua strategi efisiensi tersebut pada akhirnya menurunkan kesejahteraan perempuan.

Modernisasi juga menunjukkan supremasi negara pemodal terhadap Indonesia. Negara pemodal mendominasi perekonomian Indonesia melalui dua instrumen eksternal, yaitu ATC dan ACFTA. Kedua instrumen eksternal memiliki tiga titik temu. Pertama, kedua instrumen memperkuat rezim liberalisasi pasar tekstil di Indonesia. Kedua, kedua instrumen menggunakan strategi yang sama, yaitu eliminasi bea impor. Secara otomatis, negara pemodal mampu memasukkan produk tekstil dan menguasai pasar domestik Indonesia. Ketiga, kedua instrumen telah menempatkan Cina sebagai kekuatan dominan di Indonesia. Cina mampu mempengaruhi kebijakan negara Indonesia melalui kekuatan modal.

 

Contoh Tesis Industri Tekstil

  1. Dampak Liberalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil dalam Kerangka WTO Bagi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
  2. Dampak Liberalisasi Industri Tekstil terhadap Kesejahteraan Perempuan Buruh di Industri Tekstil Nasional pada Masa Pemerintahan Suharto dan Susilo Bambang Yudhoyono

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?