Gambaran dari Praktik Pemberian MP ASI
Definisi Praktik Pemberian MP ASI
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman selain ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi selama periode penyapihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain diberikan bersama pemberian ASI (WHO) (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014).
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Pedoman Gizi Seimbang, 2014).
Hal ini menunjukkan bahwa makanan pendamping ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung dalam ASI. Dengan demikian cukup jelas bahwa makanan tambahan bukan sebagai pengganti ASI tapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Waryana, 2010).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang diberikan ke bayi selain ASI setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Sulistyoningsih, 2011)
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan dan minuman yang mengandung zat gizi, yang diberikan pada bayi atau anak yang berusia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Maryunani, 2010).
Tahap-tahap Pemberian Makanan Pendamping ASI
Menurut Waryana (2010) tahapan dalam pemberian makanan pendamping ASI yaitu, sebagai berikut:
- Pada usia 0-6 bulan
Pada usia 0-6 bulan sebaiknya bayi diberi ASI secara eksklusif. Kebutuhan nutrisi pada bayi usia 0-6 bulan sudah tercukupi dengan asupan ASI saja.
- Pada usia 6-9 bulan
Pada usia 6-9 bulan bayi tetap diberi ASI serta sudah dapat diberikan makanan pendamping ASI dengan tekstur lembut seperti buah yang lunak (pisang, pepaya) dan bubur lembut (tepung).
- Pada usia 10-12 bulan
Pada usia 10-12 bulan bayi di beri ASI dan mulai beralih ke makanan yang lebih kental dan padat, seperti bubur, nasi tim.
- Pada usia 12-24 bulan
Pada usia 12-24 buan bayi tetap diberi ASI dan sudah mulai dikenalkan dengan makanan keluarga.
Tujuan Pemberian MP-ASI
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan tambahan selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI. Pemberian makanan pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotorik yang optimal, selain itu untuk mendidik bayi supaya memiliki kebiasaan makan yang baik. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik jika dalam pemberian MP-ASI sesuai pertambahan umur, kualitas dan kuantitas makanan baik serta jenis makanan yang beraneka ragam]. MP-ASI diberikan sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik]. Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI. Pemberian MP-ASI pemulihan sangat dianjurkan untuk penderita KEP, terlebih bayi berusia enam bulan ke atas dengan harapan MP-ASI ini mampu memenuhi kebutuhan gizi dan mampu memperkecil kehilangan zat gizi .
Dampak Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini
Menurut Amalia (2006) dampak dari pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini, yaitu:
- Gangguan menyusui
Bayi usia 0-6 bulan seharusnya diberi ASI eksklusif. Tetapi jika bayi sudah diberi makanan pendamping ASI akan mengganggu kelangsungan laktasi dan bayi akan sulit menyusu.
- Beban ginjal yang meningkat
Bayi yang diberi MPASI dini kurang baik karena pada usia 0-6 bulan sistem organ terutama ginjal belum berfungsi secara sempurna. Makanan yang dimakan bayi terlalu banyak mengandung natrium klorida dan akan meningkatkan beban kerja ginjal menjadi dua kali lipat.
Contoh Tesis Praktik Pemberian MP ASI
CONTOH TESIS NO.1 HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA ANAK USIA 12–24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SENTOLO I KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2019
Latar Belakang : Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Riskesdas 2018 melaporkan prevalensi KEP di Indonesia sebesar 17,7% Sedangkan target dari RPJMN tahun 2019 adalah 17 persen. Dampak anak yang mengalami KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Salah satu faktor penyebab terjadinya KEP adalah pemberian MP-ASI. Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian KEP pada anak usia 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo I tahun 2019. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo I dengan sampel yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 102 anak. Variabel dalam penelitian ini adalah pemberian MP-ASI dan Kejadian KEP. Analisis data menggunakan chi-square. Hasil Penelitian : Hasil penelitian diperoleh anak yang diberikan MP-ASI tidak sesuai 36,7% mengami KEP. Hasil uji variabel pemberian MP-ASI dan kejadian KEP diperoleh nilai p value = 0,00 < 0,05. Kesimpulan : Ada hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian KEP pada anak usia 12-24 bulan.
CONTOH TESIS NO.2 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI IBU BALITA USIA 6-23 BULAN DI DESA BONTO MARANNU KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS TAHUN 2017
Hasil penelitian yaitu ibu balita usia 6-23 bulan pada umumnya memilik tingkat pengetahuan kurang (59.6%), memiliki sikap positif (56.1%), dukungan keluarga yang baik (68.4%), dan praktik yang cukup (52.6%) pada pemberian ASI dan MP-ASI. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI (p=0.629). Ada hubungan sikap ibu dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI (p=0.026) dan ada hubungan dukungan keluarga ibu dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI (p=0.047).
Disarankan agar ibu balita mempertahankan sikap positif dan dukungan keluarga tentang pemberian ASI dan MP-ASI. Selain itu, tenaga kesehatan ketika melakukan penyuluhan di posyandu lebih memfokuskan materi IMD dan menajemen penyimpanan ASI serta memberikan selemberan tentang materi penyuluhan kepada ibu untuk dibawa pulang.
CONTOH TESIS NO.3 ANALISIS MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) PADA IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE KABUPATEN MAROS TAHUN 2017
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 26 anak (56,5%) diberikan MP ASI lokal, 9 anak (19,6%) diberikan MP ASI pabrikan, dan 11 anak (23,9%) diberi keduanya (lokal dan pabrikan), pada frekuensi pemberian MP ASI terdapat 25 bayi dan anak (54,3%) yang diberikan sesuai anjuran dan semuanya memiliki status gizi normal, pada porsi pemberian MP ASI terdapat 11 bayi dan anak (23,9%) yang diberikan sesuai anjuran dan terdapat 5 anak yang memiliki status gizi normal dan 6 anak yang memiliki status gizi gemuk, kemudian pada konsistensi pemberian MP ASI terdapat 27 bayi dan anak yang diberikan sesuai anjuran dan terdapat 22 bayi dan anak yang memiliki status gizi normal dan 5 anak yang memiliki status gizi gemuk, dan pada cara pemberian MP ASI hanya 9 anak yang diberikan sesuai anjuran (19,6%) dan semuanya memiliki status gizi normal. Peneliti menyarankan dalam melakukan penelitian terkait MP ASI selain menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian juga sebaiknya dilakukan observasi dalam hal ini dengan meninjau langsung proses pembuatan atau pun pemberian MP ASI tersebut.
CONTOH TESIS NO.4 HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TELAGA BIRU KECAMATAN TELAGA BIRU KABUPATEN GORONTALO
Hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru. Pembimbing I dr. Vivien Novarina A. Kasim, M.Kes, Pembimbing II Ns. Nurdiana Djamaluddin, S.Kep M.Kep Lebih dari 50% kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi akibat praktik pemberian makanan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu dini dan pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang terlalu cepat atau terlambat diberikan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru. Penelitian ini menggunakan desain survei analitik, dengan pendekatan Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 32 orang ibu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistic chi square. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan umur pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan dengan nilai nilai Value = 0,000 dan jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 6-24 bulan dengan nilai nilai Value = 0,000. Disarankan kepada Puskesmas agar lebih meningkatkan program penyuluhan bagi ibu yang memiliki anak 6-24 bulan terutama mengenai pentingnya pemberian MP-ASI sesuai dengan umur dan jenis makanan.
CONTOH TESIS NO.5 Hubungan Praktik Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-9 Bulan di Kabupaten Kulon Progo
Latar belakang: Masa pengenalanan makanan padat merupakan masa kritis pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi setelah usia 6 bulan. Pemberian makan pada bayi dan anak pada praktiknya memiliki tingkat kompleksitas dalam penerapannya. Hal tersebut menyebabkan penggunaan indikator tunggal tidak mudah digunakan untuk menganalisa hubungan antara kualitas pemberian makan dengan status gizi. Salah satu instrumen yang dapat digunakan yaitu Indeks Pemberian Makan Bayi dan Anak (IPMB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-9 bulan di Kabupaten Kulon Progo. Metode: Penelitian ini menggunakan racangan studi potong-lintang (cross-sectional). Subjek dalam penelitian ini adalah 255 pasang ibu dan bayi berusia 6-9 bulan yang masuk ke dalam kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data karakteristik, antropometri, asupan zat gizi, dan skor IPMB diperoleh dari data sekunder dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Intervensi Comprehensive Complementary Feeding Practice (COMPRE-FEED) terhadap Self-Efficacy Ibu, Feeding Practices, Dietary Diversity, Asupan Makanan, dan Pertumbuhan Balita Usia 6-12 Bulan”. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji chi-square dan independent t-test. Namun jika syarat uji tidak terpenuhi, maka digunakan uji Fisher exact dan uji Mann-Whitney. Analisis data menggunakan software Stata Versi 13. Hasil: tidak ada hubungan yang bermakna antara praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi. Terdapat perbedaan rerata asupan zat gizi yang signifikan antara kelompok praktik pemberian MP-ASI sedang dan tinggi dengan nilai p asupan energi (p<0,001), protein (p<0,001), lemak (p<0,001), dan karbohidrat (p<0,001). Tidak ada perbedaan asupan zat gizi yang bermakna antara subjek dengan status gizi kurang dan normal (BB/U), pendek dan normal (PB/U), serta kurus dan normal (BB/PB). Kesimpulan: Diperlukan penggunaan alat ukur yang lebih tepat dalam menilai praktik pemberian MP-ASI sehingga dapat pula melihat hubungan antara praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi lebih baik. Kata kunci: praktik pemberian MP-ASI, status gizi, asupan zat gizi, indeks pemberian makan bayi dan anak (IPMB), keragaman makanan.
CONTOH TESIS NO.6 POLA ASUH PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PADA IBU BADUTA DI TANAH ADAT KAJANG AMMATOA KABUPATEN BULUKUMBA
Pemberian MP-ASI yang tepat waktu, adekuat dan aman merupakan investasi kesehatan bagi baduta di masa depan yang tidak terlepas dari emik yang ada di suatu masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi tentang pola asuh pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada ibu baduta di Tanah Adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma etnometodologi. Teknik pengumpulan data adalah indepth interview dan observasi. Pengolahan data dilakukan secara manual menggunakan metode content analysis. Hasil penelitian menunjukkan pola asuh pemberian MP-ASI di masyarakat Adat Ammatoa berasal dari pemahaman ibu yang merupakan konsep ibu sendiri yang dipengaruhi oleh sanro yang bertindak sebagai dukun atau ahli dalam memberikan informasi dalam segala hal perikehidupan di dalam masyarakat Ammatoa. Tindakan dalam pemberian MP-ASI tidak terlepas dari pengaruh sanro, beberapa ada yang sesuai dengan standar kesehatan serta berisiko bagi kesehatan. Makanan anjuran adalah nasi yang merupakan hasil pertanian utama dengan nilai adat tinggi. Makanan pantangan didasarkan pada rasa makanan.
CONTOH TESIS NO.7 Hubungan faktor budaya dan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian MPASI dini
Masalah utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya dan kurangnya pengetahuan ibu, keluarga dan masyarakat. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan faktor budaya dan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian MPASI dini. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Sampel adalah 40 ibu yang terdiri dari 33 responden ibu yang sudah memberikan MPASI dini dan 7 ibu yang memberikan MPASI pada bayinya setelah usia 6 bulan. Hasil penelitian didapatkan p value = 0,000 (< ? = 0,05). Kesimpulannya adalah terdapat hubungan antara faktor budaya dan tingkat pengetahuan dengan pemberian MPASI dini pada bayi di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
CONTOH TESIS NO.8 HUBUNGAN WAKTU PEMBERIAN MPASI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI DESA SIDOLUHUR WILAYAH KERJA PUSKESMAS GODEAN 1
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan waktu pemberian mpasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan .Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur wilayah kerja Puskemas Godean 1 yang berjumlah 172 balita usia 24-59 bulan. Teknik sampling yang digunakan adalah Proportional Random Sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan microtoise pengukuran tinggi badan. Hubungan dan besar risiko antara variabel diuji menggunakan Chi Square dan korelasi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara waktu pemberian mpasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur dengan nilai p values besar 0,000 dengan taraf signifikan 0,05.Ada hubungan yang bermakna antara waktu pemberian mpasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Sidoluhur. Hal yang dapat disarankan penyuluhan mengenai MPASI atau makanan pendamping ASI sehingga dapat mencegah dampak dari stunting seperti penurunan kecerdasan serta perkembangan yang tidak optimal.
CONTOH TESIS NO.9 PERILAKU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)
Latar Belakang Usia bayi 6 bulan merupakan fase kritis dalam mulai makan. Kecukupan gizi bayi sangat dipengaruhi oleh pola pemberian makan yang benar. MP-ASI merupakan makanan awal yang diberikan pada bayi sebagai pendamping ASI yang berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk menyediakan MP-ASI yang sehat, perilaku pemberian MP ASI yang baik dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang MP ASI. Konsumsi MP ASI yang baik mendukung pencegahan terjadinya stunting pada balita. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan perilaku pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi usia 6 – 12 bulan.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 225 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan yang tinggal di Kecamatan Buayan kabupaten Kebumen. Sampel ini diambil dengan teknik random sampling. Instrumen yag digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan tentang MP-ASI, kuesioner dan lembar observasi perilaku pemberian MP-ASI
Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas ibu berusia antara 21-30 tahun (65.3%), sedangkan untuk usia bayi paling banyak usia 11 bulan (16.9%). Mayoritas pendidikan ibu adalah SMP 99 responden (44%), dan 219 ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga (97.3%). Sebanyak 199 ibu memiliki pengetahuan cukup (88.4%) dan sebanyak 135 ibu memiliki perilaku pemberian MP-ASI dengan kategori cukup (60.0%).
Pembahasan: Hambatan ibu dalam praktik pemberian MP-ASI adalah kemiskinan, beban kerja yang tinggi, kurangnya kekuatan pengambilan keputusan dalam rumah tangga, dan kekurangan susu.
CONTOH TESIS NO.10 Praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) bukan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan
Latar belakang: Stunting merefleksikan kegagalan proses mencapai potensi pertumbuhan linear sebagai akibat dari kondisi kesehatan dan gizi yang tidak optimal. Salah satu penyebab kejadian stunting adalah kuantitas dan kualitas MP-ASI yang rendah.
Tujuan: Untuk mengidentifikasi risiko praktik pemberian MP-ASI seperti usia pengenalan MP-ASI, keragaman MP-ASI, dan frekuensi MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan perbandingan 1:1 dan menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif model concurrent embedded. Kasus adalah anak usia 6-23 bulan yang memiliki skor-z PB/U <-2SD. Kontrol adalah anak usia 6-23 bulan yang memiliki skor-z PB/U ?-2SD yang tinggal berdekatan dengan kelompok kasus. Analisis data menggunakan analisis univariat (deskriptif), bivariat (uji chi-square) dan multivariat (uji regresi logistik berganda).
Hasil: Analisis bivariat menunjukkan usia pengenalan MP-ASI (OR=1,07), keragaman MP-ASI (OR=1,17), dan frekuensi pemberian MP-ASI (OR=1,69) bukan faktor risiko kejadian stunting (p>0,05). Skor keragaman MP-ASI yang lebih rendah (kelompok makanan ?2, 3, 4) berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian stunting berturut-turut OR=2,24, 95% CI:1,00-5,01; OR=1,82, 95% CI:0,96-3,45; OR=1,66, 95% CI:0,81-3,46. Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko kejadian stunting adalah tinggi badan ibu (OR=1,86) dan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) (OR=3,23,).
Kesimpulan: Praktik pemberian MP-ASI seperti usia pengenalan, keragaman, dan frekuensi pemberian MP-ASI bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan yang bermakna adalah tinggi badan ibu dan riwayat BBLR.
Leave a Reply