HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Teori Lengkap Implementasi Kebijakan Peternakan oleh Para Pakar serta Contoh Tesis Implementasi Kebijakan Peternakan

Gambaran dari Implementasi Kebijakan Peternakan

  1. Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan, dalam proses kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang penting dalam keseluruhanstruktur dan proses kebijakan, karena melalui tahap ini dapat diketahui berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Didalam Implementasi kebijakan menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang hendak dicapai melalui berbagai cara dalam mengimplementasikannya sebagaimanayang diungkapkan Mazmanian dan Sabatier (1983:61) dalam Agustino (2006:139)implementasi kebijakan adalah :

”Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai danberbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur prosesimplementasinya.”

Nama Bidang / Seksi. PERGUB 93 TAHUN PERGUB NO 63 TAHUN Seksi Produksi dan Budidaya Ternak. Seksi Penyebaran dan Pengembangan ternak dan hewan lainnya. Seksi Produksi dan Budidaya Ternak mempunyai Tugas : a. menyiapkan bahan penerapan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pedoman penyebaran dan pengembangan ternak dan hewan lainnya; a. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan produksi dan budidaya ternak. b. menyiapkan bahan penyebaran dan pengembangan ternak dan hewan lainnya ; b. melaksanakan penyebaran dan pengembangan ternak sesuai tata ruang dan penataan kawasan peternakan;

 

 

 

 

 

 

Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yangkompleks dan rumit. Untuk dapat melukiskan kerumitan dalam proses implementasikebijakan tersebut dapat dilihat dari definisi implementasi kebijakan yang berbedadiungkapkan oleh Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwaimplementasi kebijakan, sebagai : ” Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatanya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata – kata dan sloganslogan yang kedengaranya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkanya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakanya dalam bentuk yang memuaskan orang”.

Kerangka lain mengatakan pendapat bahwa implementasi adalah tindakan yang dilakukan baik oleh kelompok pemerintah maupun swasta agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai sebagaimana diungkapkan oleh Metter dan Horn (1975) dalamAgustino (2006:139 ): ” Implementasi kebijakan ialah tindakan – tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintahatau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telahdigariskan dalam keputusan kebijakan”.

Menurut Nugroho (2003:158), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak kurang). Selanjutnya Nugroho (2003:158) mengemukakan bahwa perencanaan atau sebuah kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik. Konsep (yang didukung data dan informasi masa depan) kontribusinya mencapai proporsi sekitar 60 persen terhadap keberhasilan kebijakan tersebut dan proporsi sekitar 40 persen terhadap implementasi yang harus konsisten dengan konsep.

  1. Aktor-Aktor Implementasi Kebijakan

Pelaksanaan distribusi Raskin merupakan tanggung jawab dua lembaga, yakni Bulog dan Pemerintah Daerah (pemda). Bulog bertanggung jawab terhadap penyaluran beras hingga titik distribusi, sedangkan pemda bertangung jawab terhadap penyaluran beras dari titik distribusi hingga rumah tangga sasaran. Berdasarkan SKB Mendagri dan Dirut Perum Bulog nomor 25 tahun 2003 pasal 7, yang menjadi penanggung jawab program beras miskin di daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.

  1. Legislativ, juga dapat terlibat dalam implementasi kebijakan ketika mereka ikut menentukan berbagai peraturan.
  2. Birokrasi, pada umumnya birokrasi dipandang sebagai agen administrasi yang paling bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
  3. Lembaga peradilan, dapat terlibat dalam implementasi kebijakan ketika muncul tuntukan masyarakat atas kebijakan tertentu yang implementasinya dianggap merugikan masyarakat sehingga menjadi perkara hukum.
  1. Ciri-Ciri Kebijakan

Ciri adalah keterangan yang menunjukkan sifat khusus dari sesuatu. Setiap orang atau benda pasti mempunyai ciri tersendiri. Begitu juga dengan kebijakan yang mempunyai ciri tersendiri. Anderson dalam Zainal Abidin (2002:41) mengatakan ada beberapa hal yang menandakan ciri dari sebuah kebijakan, yaitu:

  1. Setiap kebijakan pasti ada tujuan, maksudnya pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena kebetulan membuatnya.
  2. Suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi bekrkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.
  3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah.
  4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.
  5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk

memaksa masyarakat mematuhinya.

 

Teori-teori dari gambar model teori Implementasi Kebijakan Peternakan

  1. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

Menurut James Andrson, faktor-faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu:

  • Adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hokum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu.
  • Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan hokum dan keinginan pemerintah.
  • Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencendrungkan orang bertidak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum.
  • Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik.
  • Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan system nilai yang dimuat masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
  1. Pola Pemberdayaan Peternakan

Melakukan perubahan perilaku peternak dalam penerapannya meliputi tanggapan terhadap inovasi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai dari pembawa pembaruan. Peternak mempunyai fungsi sebagai pemlihara ternak dan pengusaha, yang dapat membuat keputusan atau memilih suatu alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Keputusan untuk menerima atau menolak perubahan yang dibawa oleh agen pembahau ditentukan oleh faktor sosial ekonomi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Proses produksi, pendapatan dan konsumsi dalam rumah tangga peternak sapi potong merupakan satu unit kesatuan yang saling terkait, sehingga setiap terjadi perubahan dalam kebijakan yang mengatur aktivitas usaha ternak sapi akan berpengaruh terhadap produksi, pendapatan, konsumsi dan penggunaan tenaga kerja. Rumah tangga peternak sapi potong harus bisa hidup dari hasil produksinya sehingga harus bekerja keras untuk memperoleh tambahan produksi yang diharapkan. Kenaikan pendapatan peternak sapi kerja sebagai akibat dari peningkatan produksi ternak sapi akan memperbaiki kesejahteraan peternak di wilayah pedesaan. Pendapatan ternak sapi yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan standar kehidupan peternak di pedesaan.

  1. Karakteristik Peternakan

  • Karakteristik Ternak adalah Usaha / Industri yang dikendalikan oleh manusia dimana mencakup 4 komponen yaitu : Manusia sebagai subyek, Ternak sebagai obyek, lahan/tanah sebagai basis ekologi dan teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
  • Karakteristik Usaha dinamis, dimana usaha peternakan harus dikaji dengan analisis dinamis dengan referensi waktu dan penuh dengan ketidakpastian.
  • Karakteristik Produk peternakan adalah karakteristik hasil utama maupun sampingan usaha peternakan. Yaitu Fragile (mudah pecah secara fisik), Perishable (mudah rusak secara kimiawi dan biologi), Quality variation ( Tingkat Variasi yang tinggi dalam kualitas produk) serta Bulky ( Nilai ekonomis hasil samping berlawanan dengan hasil utama).
  • Karakteristik Produksi Peternakan adalah faktor-faktor produksi usaha peternakan yang jumlahnya relatif banyak serta dominansi pengaruh lingkungan yang besar.
  • Karakteristik sistim Usaha Peternakan terdiri dari Sistem Intensif (Modal dan teknologi tinggi/banyak dengan tenaga kerja rendah/sedikit) serta sistem Ektensif (Modal dan teknologi rendah/sedikit dengan tenaga kerja tinggi/banyak). Jadi yang Intensif respon supply rendah sedangkan ektensif respon suplly tinggi.
  • Karakteristik tipe ternak berdasarkan penggunaan pakan yaitu Ternak Non Ruminansia (Berperut tunggal) dan Ternak Ruminansia (Berperut ganda).

 

Contoh Tesis yang membahas tentang Implementasi Kebijakan Peternakan

Contoh Tesis 1 : Implementasi Kebijakan Penertiban Hewan Ternak di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala

 

Pada penelitian tahun 2013 menyatakan bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengendalian ternak pada hewan ternak. Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Itu Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sampel ini penelitian adalah 7 informan yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa The Implementasi Kebijakan Pengendalian Hama Ternak di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala belum optimal, karena beberapa aspek mempengaruhinya, yaitu 1) Tujuan dan tujuan Kebijakan Pengendalian Ternak Hewan di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala sudah ada baik. 2) sumber daya untuk menerapkan Kebijakan Pengendalian Hewan Ternak di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala belum baik. 3) Kegiatan Pelaksanaan Peternakan Hewan Kebijakan Pengendalian di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala belum baik. 4) The karakteristik pelaksana dalam Implementasi Kebijakan Pengendalian Ternak Hewan di Indonesia Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala belum baik. 5) Ekonomi, sosial dan kondisi politik dalam implementasi Kebijakan Pengendalian Ternak Hewan di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala sudah baik. 6) Disposisi dalam pelaksanaan Animal Livestock Kebijakan Pengendalian di Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala belum baik.

Contoh Tesis 2 : Implementasi Kebijakan Program Peternakan Rakyat sebagai Wahana Pengembangan Modal Sosial di Kabupaten Kuantan Singingi

 

Nilai-nilai sosial budaya, sebenarnya modal sosial dalam pembangunan tetapi pemerinta kurang memperhatikan mereka terutama dalam pelaksanaan program pembangunan des masyarakat. Kelompok komunitas penggembalaan kolektif di Kabupaten Kuantan Singingi memiliki besa peran dalam pelaksanaan dana bantuan pemerintah kepada masyarakat desa. Kolektik kegiatan telah terpola dalam nilai-nilai budaya yang akan menjadi modal sosial dalam pembangunan program.

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai budaya dalam kelompok penggembala kolektif dan seberapa jauh nilai-nilai ini dapat diterapkan dan ditingkatkan dalam pelaksanaan program pengembangan dan penggunaan kemampuan komunitas desa secara efisien. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data adalah dikumpulkan melalui wawancara dept dengan informan kunci termasuk penggembalaan kolektif kepala dan tokoh masyarakat, observasi dan dokumenter. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya yang disebut konsep kearifan lokal dapat bertahan dan dikembangkan dalam mendukung dari pelaksanaan dana bantuan pemerintah untuk meningkatkan kemakmuran komunitas desa.

 

Contoh Tesis 3 : Implementasi Kebijakan Pembangunan Peternakan (Studi Kasus Tentang Gerbang Anak Desa di Desa Sumingkir dan Desa Limbangan Kabupaten Dati II Purbalingga)

 

Tujuan penelitian ini adalah untuk  mendeskripsikan dan menjawab pertanyaan penelitian: mengapa pola pengembangan ternak yang dilakukan oleh masyarakat suatu desa dapat berkembang ? bagaimana proses pola pengembangan usaha ternak yang dilakukan oleh masyarakat tersebut menjadi kebijakan Gerbang Anak Desa ? mengapa pelaksanaan Gerbang Anak Desa di desa tertentu masih dapat berjalan, sementara di desa lain sudah tidak berjalan lagi (tidak berhasil) ?  bagaimana prospek Gerbang Anak Desa sekiranya dilaksanakan di desa-desa lainnya di seluruh kabupaten ? dan apakah Gerbang Anak Desa dapat dijadikan sebagai model alternatif pengentasan kemiskinan ?

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Lokasi penelitian dipilih Desa Sumingkir dan Limbangan kabupaten Dati II Purbalingga. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis seperti yang dikembangkan oleh Strauss dan Corbin, yakni dengan melalui prosedur open coding, axial coding dan selective coding. Untuk menetapkan keabsahan data, digunakan tehnik pemeriksaan yang didasarkan atas kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.

 

Hasil penelitian menunjukkan pola pengembangan usaha ternak yang dirintis oleh masyarakat dapat berkembang karena didorong oleh motivasi individual dan keterbukaan masyarakat untuk menerima gagasan-gagasan baru yang datang dari luar. Keberhasilan penyebaran pola pengembangan ayam buras petelur di daerah lain, dipengaruhi oleh keberhasilan pengembangan pola tersebut pada masyarakat perintis. Proses perumusan kebijakan Gerbang Anak Desa bukan merupakan respon dari adanya permasalahan  yang ada dalam masyarakat, namun lebih diwarnai oleh kepentingan pemerintah daerah, dan proses perumusannya yang didominasi oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan “Gerbang Anak Desa” yang dapat berjalan dengan baik karena program tersebut berasal dan didukung oleh motivasi dari dalam masyarakat sendiri. Kegagalan implementasi Gerbang Anak Desa di daerah lain, disebabkan program tersebut berasal dan “dipaksakan” oleh aparat serta kurangnya motivasi dari dalam masyarakat sendiri.

 

Prospek keberhasilan implementasi Gerbang Anak Desa yang sekaligus sebagai alternatif model pengentasan kemiskinan akan sulit terwujud karena  tidak didukung oleh : sumberdaya keuangan, kesiapan aparat pelaksana, kepastian lokasi kawasan, kemampuan sumberdaya manusianya, kepastian keamanan lokasi kawasan, serta kecenderungan pelaksanaannya yang menggunakan pendekatan kekuasaan, lebih bersifat top down, dan tidak menciptakan kemandirian kelompok.

 

Contoh Tesis 4 : Implementasi Kebijakan tentang Ketentuan Pemeliharaan Hewan Ternakkabupaten Maros

 

Pada tahun 2014 penelitian ini menyatakan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi oleh implementasi kebijakan yang belum berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan segala syarat dan faktor penentu implementasi kebijakan belum seluruhnya terpenuhi dalam menunjang pengimplementasian suatu kebijakan publik. Penyebab tidak maksimalnya implementasi suatu kebijakan adalah penafsiran tentang tujuan suatu kebijakan, sumber daya konsistensi dan profesionalisme implementor. Suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa apabila kebijakan tersebut tidak

diimplementasikan maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai, karena implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

 

Kebijakan yang berbentuk program lebih diprioritaskan daripada kebijakan berupa Peraturan Daerah yang bersifat pengaturan. Penelitian ini menggunakan metode kaulitatif dan berbentuk deskriptif. Dari hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukan bahwa implementasi Perda No 12 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pemeliharaan Hewan Ternak Kabupaten Maros belum berjalan secara efektif. Hal ini berdasarkan dari kurangnya sosialisasi, tidak konsistennya implementor, tidak adanya ketegasan pemerintah daerah dan tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut.

 

Contoh Tesis 5 : Kebijakan Pemerintah Mengenai Impor Ternak dalam Perspektif Politik Hukum

 

Pada penelitian tahun 2017 menyatakan bahwa (1) Peranan hukum dalam perkembangan sektor peternakan di Indonesia adalah sebagai sarana untuk mengatur kegiatan usaha dalam bidang peternakan. Pengaturan tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk-produk ternak yang beredar di pasaran serta sebagai pedoman bagi pemerintah dalam membuat kebijakan bagi sektor peternakan; (2) Dampak dari adanya kebijakan mengenai impor daging atau ternak adalah Indonesia terlepas dari krisis pasokan daging akibat dari kurangnya produktivitas para peternak lokal, tetapi di sisi lain impor daging membawa dampak negatif bagi persaingan antara daging impor dengan daging hasil peternak lokal.

 

Contoh Tesis 6 : Pengaruh Implementasi Kebijakan Kemitraan Usaha Peternakan Terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras Melalui Persaudaraan Di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

 

Kesenjangmerupakan akibat tidak meratanya pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas, serta sistem distribusi dan pasarnya, di antara para pelaku ekonomi. Kesenjangan telah menyebabkan terjadinya dikotomi yaitu antara pelaku ekonomi kuat dan pelaku ekonomi lemah, serta menumbuhkan rasa ketidakadilan. Usaha untuk memecahkan masalah ini menuntut perhatian dan konsentrasi upaya yang besar, salah satu di antaranya adalah Kemitraan yang dilakukan di antara para pelaku ekonomi itu sendiri. Kemitraan usaha yang dilakukan selama ini secara umum sudah dapat meningkatkan produksi peternakan yang dapat dilihat kenaikannya dari tahun ke tahun. Namun dengan kondisi produktivitas peternakan yang terus meningkat belum dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini dengan menggunakan statistik analisis jalur (path analysis) yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh langsung variabel Implementasi kebijakan kemitraan usaha peternakan dengan subvariabel: organisasi (X1), interpretasi (X2), dan penerapan (X3). terhadap Pendapatan.

 

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan stakeholders dalam implementasi kebijakan kemitraan usaha agribisnis ini, yaitu: (1) PNS Departemen Pertanian khususnya Dirjen Peternakan sebanyak = 531 orang dan sampel = 108 orang; (2) PNS Daerah Kabupaten Tangerang khususnya PNS di lingkungan Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang sebanyak = 117 orang dan sampel = 24 orang orang; (3) Pengusaha ternak ayam ras di Kabupaten Tangerang sebanyak = 180 orang dan sampel = 24 orang orang; dan (4) Petani ternak ayam ras di Kabupaten Tangerang sebanyak = 218 orang dan sampel = 44 orang.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, baik secara simultan maupun secara parsial dan hasil pembahasan dikaitkan dengan kondisi empirik maupun telaah teoretis, maka kesimpulan bahwa implementasi kebijakan kemitraan usaha perternakan ayam ras berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan peternak ayam ras.

 

Contoh Tesis 7 : Implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Gangguan (Studi Kasus Usaha Peternakan Ayam dan Babi di Pekanbaru)

 

Pada peneltian tahun 2015 meyatakan bahwa Tempat peternakan ayam dan babi yang didirikan di Pekanbaru masih banyak yang tidak memiliki izin, terutama di mana lokasi bisnisnya berdekatan daerah pemukiman yang menimbulkan bau dan kenyamanan yang sangat mengganggu masyarakat di sekitar tempat usaha. Seharusnya setiap usaha pasti sudah menjadi gangguan mengizinkan penggantian lokasi mengizinkan setiap usaha yang dilakukan kekuatan hukum yang kuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis implementasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kota Pekanbaru Peraturan No. 8 tahun 2012 tentang Izin Gangguan. Teori yang digunakan adalah teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn, dalam teori implementasi ini ada enam variabel: standar dan sasaran kebijakan, Sumber Daya, Managing Organizational Karakteristik, Sikap Eksekutif, Komunikasi Organisasi antara kegiatan terkait dan pelaksanaan, lingkungan sosial, ekonomi dan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan triangulasi teknik. Dalam penelitian ini, informan penelitian adalah Dinas Pertanian Bidang Badan Pengelola Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) dan Satpol PP Kota Pekanbaru.

 

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 Izin Pekanbaru Gangguan (Studi Kasus Bisnis Unggas dan Babi) tidak berjalan dengan baik. Ini adalah dibuktikan dengan banyaknya usaha peternakan ayam dan babi yang tidak memiliki izin karena kurangnya kesadaran dari pelaksana kebijakan, kurangnya kebaikan komunikasi antara satpol pp, BPTPM dan dinas pertanian bidang peternakan, sumber daya manusia kurang di Dinas Pertanian Bidang Peternakan yang menyebabkan kurangnya tim untuk menurunkan kelapangan, dan sosialisasi dilakukan oleh aktor pemerintah kepada orang-orang tidak berjalan dengan baik yang disebabkan ketidaktahuan publik luas dari keberadaan peraturan daerah.

 

Contoh Tesis 8 : Membangun Industri Pertenakan Sapi Potong Rakyat dalam Mendukung Kecukupan Daging Sapi

 

Pda penelitian tahun 2014 menyatakan bahwa Lebih dari 90% pasokan daging sapi lokal berasal dari peternakan rakyat yang kurang efisien, sehingga pertumbuhan produksi daging sapi lokal belum dapat memenuhi permintaan nasional. Harga daging sapi impor lebih rendah dibandingkan daging lokal, sehingga di tingkat peternak terjadi penyesuaian harga yang merugikan. Naskah ini mendiskripsikan gagasan yang dapat memformulasikan strategi alternatif untuk membangun industri peternakan sapi potong rakyat. Strategi yang diperlukan untuk membangun industri peternakan sapi potong rakyat, diantaranya adalah (1) Pengadaan fasilitas pasar peternakan guna memudahkan akses untuk mendapatkan sarana produksi; (2) Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan peternak dan memberikan perbaikan kesejahtaraan melalui peningkatan produktivitasnya; (3) Menciptakan pasar produk ternak yang menguntungkan bagi peternak; dan (4) Terbentuknya subsistem lembaga pembiayaan tingkat perdesaan untuk mendanai peningkatan produksi dan produktivitas usaha. Perlu adanya keterkaitan secara bersinergi diantara strategi tersebut disertai dukungan kebijakan pemerintah yang operasional.

 

Contoh Tesis 9 : Evaluasi Kredit Usaha Peternakan Sapi Potong pada Kelompok Tani Ternak

 

Pada penelitian tahun 2014 menyatakan bahwa Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaman faktor-faktor pengembangan kredit usaha sapi potong; menganalisis kemampuan anggota kelompok tani ternak dalam memenuhi kewajiban pengembalian kreditnya; menganalisis pengaruh faktor-faktor pengembangan kredit terhadap tingkat pengembalian kredit. Metode analisis yang digunakan adalah diskriptif kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan teknik pengambilan data menggunakan teknik survey. Keragaan faktor-faktor pengembangan kredit usaha sapi potong meliputi : pokok kredit, bunga kredit, pendapatan, jumlah ternak, lama beternak, usia peternak, dan jumlah tanggungan keluarga. Rasio rata-rata tingkat pengembalian kredit adalah 1.1586. Rasio tersebut diperoleh dari perhitungan ratarata pokok kredit dan bunga yang telah dibayar (Rp. 30.748.073,00) dengan rata-rata pokok kredit dan bunga yang seharusnya dibayar (Rp. 26.635.545,00).

 

Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa pendapatan (X3), jumlah ternak (X4) dan lama beternak (X5) berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit. Sedangkan pokok kredit (X1), bunga kredit (X2), usia peternak (X6), jumlah tanggungan keluarga (X7) tidak berpengauh tingkat pengembalian kredit.

 

Contoh Tesis 10 :  Implementasi Uu No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 2 Tentang Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif di RPH Kota Makassar

 

Pada penelitian tahun 2016 yang menyatakan bahwa Pemotongan sapi betina produktif merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang No.18 Tahun 2009 pasal 18 ayat (2).Ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.Namun hal tersebut tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan, dimana di salah satu Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota Makassar tetap melakukan pemotongan sapi betina tersebut.Intensitas pemotongan sapi betina sangat tinggi dibandingkan dengan sapi jantan dengan jumlah pemotongan per minggu mencapai 200-300 ekor sapi betina yang dipotong. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 18 ayat 2 tentang pelarangan pemotongan sapi betina produktif dan apa penyebab sehingga masih dilakukan pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar dari perspektif jagal, pihak RPH, pedangan dan konsumen.

 

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2015 bertempat di RPH Kota Makassar.Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dan menggunakan analisis statistik deskriptif. Sample berjumlah 20 orang yang terdiri dari masing-masing 5 orang Pengusaha/Pekerja RPH, Peternak/Pemasok Sapi, Pegawai Dinas RPH, dan “Palembara”. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan secara Observasi dan Wawancara, diketahui bahwa Intensitas Sosialisasi, Monitoring dan Evaluasi berada pada skala tidak pernah dilakukan. Sedangkan faktor-faktor penyebab pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar, yaitu kurangnya pasokan sapi jantan ke RPH Kota Makassar, kebutuhan ekonomi peternak, permintaan pasar/kurangnya stok daging yang dipasok, populasi sapi betina lebih banyak, pengawasan terhadap pemotongan sapi betina sangat kurang, harga sapi betina lebih murah, dan sapi jantan banyak disimpan untuk kebutuhan hari raya.

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?