ABSTRAK
Batik larangan adalah batik yang hanya dibuat untuk raja dan kerabatnya, seiring berkembangnya zaman dalam batik larangan banyak mengalami pergeseran nilai perkembangan pada saat ini banyak batik yang mengambil ide – ide dari batik larangan sebagai sumber gagasan dalam membuat pola baru. Pola tersebut menghasilkan, pola – pola gubahan merupakan paduan dari bentuk batik salah satunya batik larangan, untuk itu penelitian ini bertujuan untuk (1). Mengetahui tentang perkembangan pola batik klasik di Surakarta, (2). Mengetahui perkembangan pola batik gubahan terhadap batik larangan Surakarta, (3). Memahami lebih mendalam tentang keberadaan ragam hias gubahan yang didasari pada batik larangan Surakarta, (4). Mengetahui fungsi dari batik gubahan yang ada di Surakarta. Manfaat penelitian adalah (1). Memberikan gambaran tentang perkembangan batik secara teoritik dan menambah referensi tentang desain batik, (2). menambah wawasan tentang desain batik pada saat ini yang menyangkut teknik, warna, dan pola dan memberikan masukan dalam mendesain tentang ragam hias batik untuk daerah Surakarta, (3). Memberikan, adanya gambaran tentang perkembangan bentuk batik gubahan di Surakarta sebagai alternatif dalam memilih dan memberikan betapa pentingnya pengembangan batik sebagai wujud melestarikan budaya bangsa Indonesia. Kajian teoritis menjabarkan tentang(1). Pengertian batik, pengertian motif, pola dan ragam hias (2). Teknik batik yaitu antara batik tulis da cap, (3). Pengolongan pola batik yang meliputi pola geometris dan non geometris, (4). Proses pembuatan batik yang menjelaskan tentang awal proses mulai dari persiapan kain sampai pelorodan malam , (5). Sejarah dan perkembangan batik menguraikan asal muasal batik sampai gaya batik yaitu gaya pesisir dan Karaton, (6). Batik larangan Surakarta berisi tentang awal munculnya batik larangan sampai wujud ragam hiasnya yaitu; pola Sawat, pola Parang Rusak, pola Cemukiran, dan pola Udan liris. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu pengamatan berdasarkan pada informasi kualitatif, data deskriftif melalui informasi partisipan dan dokumen, Bentuk strategi penelitian yaitu study kasus tunggal artinya penelitian ini memusatkan pada satu karakteristik batik larangan Surakarta. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap sumber data, observasi, dan kumpulan arsip dan dokumen melalui foto – foto tentang kain batik. Untuk menjamin tingkat kebenaran (validitas data) dilakukan melalui validitas sumber dan data. Analisis data mengunakan analisis interaktif yang meliputi; reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan.
Hasil dari penelitian ini menejelaskan tentang perkembangan batik yang berasal dari batik larangan, batik larangan adalah batik pada awalnya hanya dipergunakan untuk kalangan raja dan kerabatnya, pola batik larangan tersebut terdiri dari; pola Sawat(lar), Parang Rusak, Cemukiran dan Udan liris. Pada awalnya batik larangan hanya diterapkan pada busana saja, seiring dengan meningkatnya permintaan batik di Karaton, maka pembuatan batik diserahkan kepada pengusaha pengusaha yang berada di sekitar Karaton. Akan tetapi karena adanya larangan maka dibuatlah batik – batik gubahan yang mengambil ide dari batik larangan, muncullah istilah”batik saudagaran”. Perkembangan selanjutnya adalah adanya kain berpola batik dan menyerupai kain batik yang muncul pada tahun 70an, yang sering disebut dengan istilah”batik printing”. Pada saat ini batik larangan sudah bergeser nilainya. Pola – pola batik larangan sudah banyak dipadukan dengan pola batik lainnya dan menghasilkan pola – pola baru atau yang disebut ”batik gubahan”. Batik gubahan merupakan batik yang selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini, yaitu latarbelakang perubahannya lebih disebabkan karena adanya permintaan dan tuntutan masyarakat yang terus meningkat dan berkembang. Perubahan bentuk meliputi, bahan, proses, warna, ragam hias, dan fungsinya. Perubahan yang paling banyak adalah bentuk dari ragam hias yang banyak ditemui paduan – paduan dengan bentuk ragam hias lainnya. Selain itu secara fungsional juga berubah, pola batik tidak diterapkan pada busana saja akan tetapi merambah kearah kebutuhan lainnya. Atas kesimpulan tersebut maka saran yag diberikan kepada perancang, pengusaha/ penjual, dan konsumen, yaitu agar tetap menjaga kelestarian batik khususnya batik di Surakarta. Diharapkan penelitian seperti ini dapat ditindak lanjuti guna menambah pengetahuan akan batik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Batik merupakan salah satu bagian dari budaya di Indonesia, sebagai hasil dari pengembangan
dan pengolahan kemampuan berfikir serta ungkapan ekspresi yang diwujudkan pada sehelai kain. Istilah batik sebenarnya identik dengan suatu proses atau teknik pemberian motif pada kain yang dimulai dari pemalaman, pewarnaan sampai pelorodan. Dalam prosesnya pembuatan motif pada kain dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu :
1. Canting.
Proses pembuatan pola dikerjakan dengan mengoreskan malam(lilin)dengan menggunakan alat bernama”canting”, yaitu semacam wadah yang mempunyai corong pada satu sisinya dan tangkai dari kayu. Canting ini berisikan cairan malam (lilin) yang kemudian dituliskan sesuai dengan motif pada kain. Hasilnya disebut”batik tulis”.
2. Cap.
Batik cap dilakukan dengan cara mengunakan stempel yang terbuat dari tembaga, alat tersebut dibasahi malam pada salah satu sisinya yang kemudian dicapkan pada kain, hasilnya batik ini disebut dengan”batik cap”.Cairan malam yang digoreskan pada kain tersebut bersifat melindungi kain cairan warna, bagian yang tertutup malam akan terlindung dari pewarnaan, dan membentuk ragam hias setelah peroses pelepasan malam (pelorodan). motif akan membentuk satu kesatuan bentuk yang disebut pola batik.
Pola pada batik teramat banyak jumlahnya, dan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, adat istiadat, dan budaya yang menyebabkan adanya perbedaan di setiap daerah pembatikan. Secara garis besar pola batik dapat dikelompokan menjadi dua gaya, yaitu batik Klasik dan batik Pesisiran.
a. Gayanya yang lebih bebas dan mandiri dalam pengungkapannya; tidak terikat pada alam pemikiran atau filsafat tertentu. Ragam – ragam hias seperti ini tumbuh dan berkembang diluar batas – batas Keraton khususnya didaerah pesisir utara Jawa.sifatnya lebih beraneka ragam dimana sentra batik menghasilkan corak – corak yang amat bervariasi. Warnapun tidak terbatas pada coklat dan biru melainkan juga menerapkan merah, hijau, biru muda, kuning dan lain sebagainya. Batik dalam gaya ini lazim disebut dengan istilah”batik Pesisiran”.
b. Gaya ini berinduk pada wahana budaya dan alam fikiran Jawa. Kelompok ini mengetengahkan ragam hias sebagai simbol dari falsafah yang berasal dan dikembangkan oleh arsitokrasi kerajaan – kerajaan Jawa. Oleh sebab itu produk – produk batik dalam kelompok ini sering disebut dengan istilah”batik Karaton, ”batik Solo – Jogya”, atau”batik Klasik”, ungkapan corak cenderung simbolis, statis,dan magis, baik pada penataannya diatas bidang kain maupun pewarnaannya. Jumlah warna pun terbatas pada coklat soga dan biru nila diatas latar putih dan putih gading (Indonesia Indah”batik”, 1997, 42-44)
Dalam perkembangannya pola batik banyak mengalami perubahan disebabkan adanya pengaruh dari lingkungan dan perkembangan zaman. Salah satunya yang terjadi pada pola batik klasik khususnya untuk pola larangan, atau yang lebih dikenal dengan istilah”batik larangan”. Batik larangan merupakan batik yang hanya diperuntukan untuk kalangan tertentu seperti raja dan para bangsawan, sedikitnya ada beberapa macam,pola larangan seperti; sawat, parang, udan liris, dan cemukiran. Seiring dengan berkembangnya zaman batik larangan mulai mengalami banyak perubahan, diantaranya perubahan bentuk ragam hias. Perubahan tersebut dilakukan karena aadanya tuntutan akan kebutuhan batik yang terus meningkat pada masyarakat,ini mendorong para seniman dan saudagar batik yang melakukan pengubahan Batik saudagaran merupakan gubahan dari batik larangan baik bentuk ragam hias maupunragam hias batik larangan, kemudian muncullah istilah”batik saudagaran” (kompas, 2002). warna.
Pada saat ini batik larangan terus mengalami perubahan ini dilakukan karena adanya tuntutan akan batik yang meningkat dan mengakibatkan adanya usaha dalam mengembangkan batik. Keanekaragaman batik tidak terlepas dari pemunculan desain yang inovatif dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan. Adanya pengubahan pada batik merupakan hasil pengolahan teknik, warna, dan moif yang mengikuti perkembangan zaman. Hal yang menjadi fenomena menarik adalah pola klasik dijadikan dasar pengembangan dalam memunculkan pola batik yang baru. Inilah yang menjadikan pola klasik tetap bertahan dan terus berkembang beraneka ragam wujud dan jenisnya. pola pada saat ini tidak terhitung jumlahnya, dan terus berkembang, sejalan dengan itu ciri kedaerahan mulai diabaikan, pola satu dipadukan dengan pola lainnya, baik warna maupun motif. Kemudian muncullah pola gubahan yang mempunyai gaya dan kreasi baru dalam hal pengolahan teknik, tata warna, motif dan fungsinya.
Leave a Reply