ABSTRAK
Permasalahan yang di bahas dalam Penelitian ini, yaitu (1) faktor-faktor apa yang harus dipertimbangkan dalam menciptakan karya tekstil batik monochrome dengan pengembangan beberapa teknik batik, batik cap,batik lukis dan remukan ? (2) bagaimanakah proses pelaksanaan menerapkan pengembangan motif dan warna pola-pola batik untuk kemeja kasual pria. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dalam memahami implementasi konsep pengembangan batik monochrome pada tekstil untuk kemeja kasual pria. (2) Memahami implementasi perancangan motif/corak batik monochrome yang diwujudkan dalam paduan teknik batik cap, batik lukis, batik remukan dengan tema “tebing” sejalan dengan pemikiran penulis. (3) Mampu memvisualisasikan perancangan tersebut dengan teknik batik cap, teknik batik lukis, dan remukan sebagai inovasi untuk mewujudkan motif batik dalam menciptakan produk tekstil kemeja kasual pria pada bahan katun dengan pewarnaan remasol dan procion. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, mencakup implementasi data secara empirik dengan teknik wawancara, pengamatan/observasi, pengumpulan dokumen dan ekperimen dari beberapa sumber data antara lain : informasi, peristiwa, berbagai gambar benda dan rekaman, tempat dan lokasi serta implementasi kajian teori( kepustakaan ). Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan batik monochrome dengan teknik batik cap, batik lukis, dan batik remukan untuk pola-pola motif batik kemeja kasual pria dalam implementasinya harus memperhatikan serta mempertimbangkan daya rekat malam, penempatan motif pada pola kemeja, resep warna, sehingga mendukung teknik dan hasil perancangan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seni batik merupakan salah satu kesenian khas Indonesia yang telah ada sejak berabad-abad lamanya hidup dan berkembang, sehingga menjadi salah satu bukti peninggalan sejarah budaya bangsa Indonesia. Budaya kesenian batik tersebut mencakup banyak hal yang dapat terungkap, seperti latar belakang kebudayaan, kepercayaan, adat istiadat, sifat dan tata kehidupan, alam lingkungan, cita rasa, tingkat keterampilan dan lain-lain ( Nian S. Jumena,1990 : h. 9 ). Kebudayaan dalam hal ini kesenian, tidak bersifat statis. Kebudayaan akan berkembang sepanjang sejarah dengan mendapat perubahan adanya aneka macam pengaruh dari lingkungannya untuk disesuaikan dengan daerah setempat. Kebudayaan juga berkembang secara alami dari dalam sesuai dengan kepribadian masyarakat menurut tuntutan zaman. Salah satu wujud hasil kebudayaan yang telah mengalami banyak pengembangan ialah batik tradisi. Batik tradisi atau tradisional ialah jenis batik yang terikat oleh tradisi budaya Jawa dengan menggunakan media alat canting tulis dan bahan untuk melukis dipakai cairan malam. Seni batik tradisi berkembang dilihat dari segi teknik, proses pewarnaan, motif maupun fungsinya (Sewan Susanto, 1980 : h.15).
Dewasa ini banyak terdapat beberapa jenis batik hasil pengembangan dari teknik batik cap, batik lukis atau colet, cetak/kain printing dengan corak batik yang diadaptasi dari beberapa macam cara pembuatan batik tradisi, seperti : proses batik kerokan, proses batik lorodan, proses batik bedesan, proses batik radioan, proses batik kelengan, proses batik monochrome dan lain sebagainya. Pengembangan ini bertujuan untuk menciptakan variasi dari karya-karya batik yang sudah ada. Hasil produk tersebut difungsikan sebagai tekstil pakaian, pelengkap busana, keperluan rumah tangga dan lain-lain. Dalam masalah pengembangan batik tradisi baik motif atau teknik, penulis menjadi tertarik untuk mengamati batik monochrome. Tentang batik jenis ini, Bapak Mustaqin selaku pimpinan perusahaan Batik ”Bulan Indah” mengatakan bahwa batik monochrome merupakan penerapan teknik batik dan pewarnaan dengan satu jenis warna pada kain. Proses perintangan zat warna pada kain dengan teknik batik cap, lebih ditekankan pada arah pembentukan motif batiknya dengan satu macam jenis zat warna yang disebut”monocolor”, yang penggarapannya lebih menekankan pada pengolahan motif atau coraknya agar penampilan lebih menarik. Tingkat kelebihan terletak pada bagaimana mengolah pewarnaan dari satu jenis warna dengan beberapa wujud intensitas yang dapat mendukung motif. Demikian pula yang diungkapkan oleh Bapak Darmaji, salah satu pakar batik di BBKB Yogyakarta. Pengolahan pewarnaan yang baik akan mendukung motif dengan hasil yang lebih baik, walaupun hanya menggunakan satu jenis warna.
Proses pembuatan batik monochrome sama dengan pembuatan batik kelengan, hanya untuk warna yang dipakai bukan warna wedelan, tetapi warna-warna lain yang menyolok seperti: merah, hijau, violet, dan sebagainya. Berangkat dari proses pembuatan batik kelengan yang dikembangkan pada proses dan jenis zat warna dari wedelan menjadi zat warna sintetis. Zat warna reaktif yang diinginkan ialah jenis zat warna remasol atau procion dan zat warna naptol. Teknik batik ini dalam dunia pembatikan dimasukan pada proses pembatikan lain yang disebut batik monochrome. Batik monochrome jarang dijumpai di pasaran. Batik sekarang lebih cenderung kearah kombinasi warna. Hal ini menjadi dasar ide penulis sehingga penulis tertantang untuk mengangkat batik monochrome pada Tugas Akhir, serta hasil ujicoba pada saat kerja profesi di Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta menjadi dasar keinginan penulis untuk mengangkat tema batik tersebut. Monochrome dipandang salah satu proses pembatikan yang lebih banyak mengolah motif daripada warna.
Tema yang diambil sebagai arahan desain motif “Tebing”. Tebing adalah tepi sungai(jurang) yang tinggi dan terjal(hampir tegak), atau lereng gunung(bukit) seperti dinding terjal, dapat diartikan pula sebagai tepi tanah darat yang tinggi dan terjal sebagai pemisah dari rawa, sawah, yang ada disamping bawahnya(Team Penyusun Kamus, 2000: h.1153). Tema ini diadaptasi dari penyesuaian konsep gejala alam yang terwujud dalam susunan bebatuan yang didefinisi sebagai pendukung motif hasil perancangan.
Leave a Reply