Judul Skripsi : Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada kepatuhan pengungkapan wajib akun-akun yang terdapat pada neraca yang tertuang dalam standar akuntansi pemerintahan, karena pembuatan neraca merupakan hal baru bagi pemerintah daerah di Indonesia. Neraca mendapatkan perhatian penting karena disamping sarana pelaporan keuangan yang baru, neraca merupakan laporan yang memberikan gambaran utuh dari suatu entitas (pemerintah daerah) pada suatu titik waktu (Bastian, 2006: 432). Neraca akan memberikan informasi penting kepada manajemen pemerintah daerah, pihak legislatif daerah, para kreditor, serta masyarakat luas tentang posisi atau keadaan dari kekayaan atau aktiva daerah beserta kewajiban dan ekuitas dananya pada tanggal tertentu (Bastian, 2006: 433).
Penelitian tentang kepatuhan pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan hal yang penting dilakukan karena akan memberikan gambaran tentang sifat perbedaan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta memberikan petunjuk tentang kondisi pemerintah pada suatu masa laporan.
B. Perumusan Masalah Skripsi
Penelitian mengenai pengungkapan wajib laporan keuangan pada sektor publik masih sedikit, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini. Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang masalah, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD? Karakteristik pemerintahdaerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran pemerintah daerah, kewajiban, pendapatan transfer, umur pemerintah daerah, jumlah satuan kerja perangkat daerah, dan rasio kemandirian keuangan daerah.
C. Tinjauan Pustaka
Pengungkapan Informasi dalam Laporan Keuangan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Penyediaan informasi tersebut untuk kepentingan transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Kebutuhan akan standar akuntansi pemerintahan menguat ketika di sektor komersil mengeluarkan standar akuntansi keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 1994. Kebutuhan tersebut mulai eksplisit dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang menyebutkan perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Pada tahun 2002, Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah.
Karakteristik Pemerintah Daerah
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (2008), definisi kata “karakteristik” adalah mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Pemerintah daerah merujuk pada otoritas administratif di suatu daerah yang lebih kecil dari sebuah negara (http://id.wikipedia.org). Pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mempunyai arti Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, sehingga pemerintah daerah di Indonesia terdiri dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten atau Kota. Karakteristik pemerintah daerah berarti sifat khas dari otoritas administratif Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten atau Kota.
Pengungkapan Wajib dan Karakteristik Pemerintah Daerah
Standar akuntansi pemerintahan merupakan acuan wajib pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun laporan keuangan. Penyusun laporan keuangan pemerintah menggunakan standar akuntansi pemerintahan untuk menentukan informasi apa saja yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Standar akuntansi pemerintahan mengatur mengenai informasi yang wajib disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana menetapkan, mengukur, dan melaporkannya.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2007 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintah kabupaten dan kota tahun 2007, karena disamping jumlah yang relatif banyak untuk dijadikan sampel, karakteristik pemerintah kabupaten dan kota relatif sama.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) (Indriantoro dan Supomo, 1999: 147). Data berupa laporan keuangan pemerintah daerah diperoleh dari situs Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui internet.
Penelitian ini akan menggunakan variabel independen dan dependen.
E. Kesimpulan
Praktik pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan di Indonesia masih sangat rendah. Rata-rata nilai pengungkapan wajib sebesar 22 %, dengan nilai tertinggi sebesar 39 % dan terendah sebesar 13 %. Nilai rata-rata tingkat pengungkapan wajib sebesar 22 %, lebih kecil dari nilai rata-rata tingkat pengungkapan wajib pada penelitian Mandasari (2009) sebesar 52,57 % karena jumlah butir pengungkapan wajib yang digunakan pada penelitian ini lebih banyak, yaitu 46 butir dibandingkan penelitian Mandasari (2009) yang menggunakan 34 butir pengungkapan wajib.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum menyajikan semua informasi yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan. Pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami informasi apa saja yang wajib diungkapkan dalam laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dua variabel karakteristik pemerintah daerah secara positif dan signifikan mempengaruhi pengungkapan wajib LKPD, yaitu variabel umur pemerintah daerah dan rasio kemandirian keuangan daerah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka hipotesis keempat dan keenam dalam penelitian ini dapat diterima.
Umur pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pengungkapan wajib LKPD menunjukkan bahwa semakin banyak umur pemerintah daerah memiliki pengaruh terhadap semakin luasnya tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan.Pengalaman dalam hal administrasi keuangan pemerintah daerah yang lebih tua dimungkinkan sebagai faktor penyebab adanya pengaruh tersebut, meskipun pengetahuan sumber daya manusia pada pemerintah daerah khususnya untuk pengetahuan akuntansi masih relatif kurang, terbukti tingkat pengungkapan wajib berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang masih sangat kecil.
Rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap semakin luasnya tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan. Hal ini dimungkinkan tuntutan akuntabilitas publik mewajibkan pemerintah daerah mempertanggungjawabkan sumber daya yang telah digunakannya kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi daerah.
Hasil pengujian dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa hipotesis pertama, kedua, ketiga, dan kelima tidak dapat diterima. Variabel ukuran pemerintah daerah, kewajiban, pendapatan transfer, dan jumlah satuan kerja perangkat daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD.
Leave a Reply