- Analisis Yuridis Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam Prinsipfirst To Filepada Penyelesaian Sengketa Merekcrystal-X Di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Niaga Nomor 7/Pdt.Sus-Hki/2018/Pn.Niaga.Smg)
- Kedudukan Hukum Anak Laki-Laki Dan Perempuan Terhadap Pewarisan Dalam Perkawinan Batak-Minangkabau Di Kel. Tegal Sari Iii, Kec. Medan Area, Kota Medan
- Sistem Pewarisan Dalam Perkawinan Antara Suku Batak Dan Suku Minangkabau (Studi Di Kotamedan)
- Pembagian Harta Bersama Melalui Pengadilan Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Putusan-Putusan Pengadilan)
- Penodaan Agama Di Indonesia Telaah Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/Puu-Vii/2009 Dan Nomor 84/Puu-X/2012 Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Ham
- Kajian Hukum Atas Penolakan Permohonan Judicial Review Oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Delik Kesusilaan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/Puu-Xiv/2016)
- Implementasi Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Langkah-Langkah Penghematan Dan Pemotongan Belanja Kementerian/ Lembaga Pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016/2017 Dan Implikasinya Terhadap Pengurangan Anggaran Alokasi Dana Transfer Daerah Di Pemerintahan Kota Balikpapan
Analisis Yuridis Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam Prinsipfirst To Filepada Penyelesaian Sengketa Merekcrystal-X Di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Niaga Nomor 7/Pdt.Sus-Hki/2018/Pn.Niaga.Smg)
Intisari
PT Natural Nusantara mengajukan gugatan mengenai pembatalan merek milik Sudirman, dimana Sudirman mendaftarkan merek yang sama dengan merek milik PT Natural Nusantara yang lebih dulu telah didaftarkan. Pengadilan Niaga mengeluarkan Putusan Nomor 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg yang isinya adalah mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. Permasalahan penelitian ini mengenai: bagaimana penerapan asas iktikad baik dalam prinsip first to file pada penyelesaian sengketa Merek CRYSTAL-X dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; berdasarkan permasalahan tersebut terdapat 2 (dua) pokok bahasan: pertimbangan hakim dalam menerapkan asas iktikad baik pada prinsip first to file dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg; akibat hukum yang ditimbulkan dari Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus-HKI/2018/PN.NIAGA.Smg bagi para pihak yang bersengketa. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan masalah normatif terapan dengan tipe judicial case study. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan adalah: pada sengketa merek CRYSTAL-X antara PT Natural Nusantara dengan Sudirman, asas iktikad baik sebagai penilaian penting dalam penyelesaian sengketa ini telah diterapkan oleh Majelis Hakim. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 7/Pdt.Sus- HKI/2018/PN.NIAGA.Smg adalah Majelis Hakim menetapkan Sudirman dalam mendaftarkan mereknya telah dilandasi dengan iktikad yang tidak baik, karena telah menggunakan merek yang sama dengan merek milik PT Natural Nusantara yang telah terdaftar lebih dahulu, serta akibat hukum yang ditimbulkan bagi para pihak yang bersengketa adalah merek CRYSTAL-X milik Sudirman yang telah didaftarkan dinyatakan batal demi hukum dengan segala konsekuensinya, sehingga Majelis Hakim memerintahkan Dirjen HKI untuk mencoret merek tersebut dari Daftar Umum Merek.
Kedudukan Hukum Anak Laki-Laki Dan Perempuan Terhadap Pewarisan Dalam Perkawinan Batak-Minangkabau Di Kel. Tegal Sari Iii, Kec. Medan Area, Kota Medan
Intisari
Perkawinan akan menimbulkan hubungan hukum antara suami isteri dan kemudian dengan lahirnya anak-anak, menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak mereka. Perkawinan juga berakibat terhadap harta kekayaan yang mereka miliki, dan ditimbulkan hubungan hukum antara mereka dengan harta kekayan tersebut. Perkawinan antara masyarakat yang berbeda sistem kekerabatannya sudah banyak terjadi di dalam masyarakat. Dalam hal ini misalnya perkawinan antara masyarakat adat Batak yang menganut sistem kekerabatan patrilineal dengan masyarakat adat Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan matrilineal. Pembagian warisan untuk anak laki-laki akan berbeda pembagian warisan kepada anak perempuan, karena ayah suku Batak (patrilineal), ibu suku Minangkabau (matrilineal) dan sebaliknya ayah suku Minangkabau, ibu suku Batak. Peristiwa ini akan menimbulkan perselisihan dalam beberapa hal, termasuk masalah pewarisan.Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu Hukum waris adat apa yang digunakan jika terjadi pembagian waris bagi perkawinan suku Batak–Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III, Kecamatan Medan Area, Bagaimana kedudukan hukum anak laki-laki dan perempuan terhadap pewarisan dalam perkawinan Batak–Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III, Kecamatan Medan Area, Bagaimana pembagian harta warisan kepada anak laki-laki dan perempuan di dalam perkawinan adat Batak–Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III , Kecamatan Medan Area. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Metode pengumpulan data dikumpulkan dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan (field research) dan studi kepustakaan. Analisa data diperoleh dari penelitian lapangan tersebut di analisis dengan cara kualifikasi sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didalam masyarakat Kelurahan Tegal Sari III, rata-rata masyarakat yang melakukan perkawinan campuran telah meninggalkan adat istiadatnya. Contohnya dalam perkawinan dan pewarisan. Masyarakat lebih memilih menggunakan hukum waris Islam, di karenakan dianggap lebih adil karena berdasarkan agama yang dianut dan lebih praktis dibandingkan dengan hukum adat atau hukum waris adat, dimana akan lebih banyak mengeluarkan dana/biaya dalam menggelar acara pernikahan maupun pembagian warisan. Masyarakat yang melakukan perkawinan campuran, tidak lagi mengikuti aturan sesuai dengan hukum adat Batak-Minangkabau. Mengenai kedudukan anak dalam perkawinan dianggap sama dan memilik hak yang sama pula. Masyarakat menggunakan pembagian warisan secara Hukum Waris Islam yang dianggap lebih adil karena sesuai dengan Agama yang dianut. Dimana dalam kitab suci Al-Quran, laki-laki dan perempuan sama-sama mendapatkan warisan atau menjadi ahli waris. Walaupun perbandingan pembagiannya 2:1 dimana anak laki-laki dapat lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Sistem Pewarisan Dalam Perkawinan Antara Suku Batak Dan Suku Minangkabau (Studi Di Kotamedan)
Intisari
Mengenai pembagian warisan merupakan permasalahan yang tidak ada habisnya apabila dibicarakan baik yang dikaji berdasarkan system kekerabatan yang dianut oleh suatu masyarakat adat maupun oleh kalangan masyarakat yang terikat dalam suatu perkawinan pencampuran dua atau lebih sistem kekerabatan termasuk dalam hal ini perkawinan antar susku bangsa. Penelitian menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikanatau memaparkan sekaligus menganalisis tentang sistem pewarisan dalam perkawinan campuran di lingkungan masyarakat adat patrilineal dan matrilineal.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian diketahui bahwa oleh karena adana berbagai etnis dan susku bangsa di Indonesia menyebabkan terjadinya perkawinan campuran antara sistem kekerabatan yang berbeda sehingga menimbulkan perubahan dalam hal pembagian warisan dari orang tua kepada ahli warisnya. Pembagian harta warisan pada perkawinan campuran dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilinial telah mengalami perubahan, di mana dalam pewarisan hukum waris yang dijalankan pada masyarakat yang melakukan perkawinan campuran antara masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal pada umumnya menggunakan sistem pewarisan individual Hukum Adat, namun ada juga yang menggunakan sistem pewarisan berdasarkan Hukum Islam dengan sistem individual bilateral. Pembagian harta warisan dalam perkawinan campuran dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan matrilinial walaupun para pihak berasal dari menganut sistem kekerabatan matrilinial, namun apabila terjadi perkawinan campuran pembagian warisan tidak dilakukan sistem kekerabatan dari mana ia berasal tetapi dilakukan sesuai dengan kesepakatan dari para ahli waris seperti halnya pada sistem patrilineal yang juga mengalami pergeseran pembagiamn dilakukan menurut kebiasaan setempat baik menggunakan sistem pewarisan atas kesepakatan, sistem pewarisan berdasarkan Hukum Islam dengan sistem individual bilateral. Disarankan kepada masyarakat adat yang melakukan perkawinan campuran yang menggunakan ketentuan perkawinan yang bersecara nasional agar tidak lagi membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam hal pewarisan sebab anak laki-laki dan perempuan di mata Tuhan adalah sama. Disarankan kepada pengambil kebijakan agar dapat membuat suatu kodifikasi hukum terhadap pembagian hak waris dari perkawinan campuran termasuk dalam hal ini dari perawinan masyarakat yang menganut sistem kekerabatan yang berbeda agar dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat khususnya bagi ahli waris.
Pembagian Harta Bersama Melalui Pengadilan Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Putusan-Putusan Pengadilan)
Intisari
Keluarga yang didambakan semua pasangan suami isteri adalah kebahagian dan ketentraman dalam hidup berkeluarga, namun untuk mecapai hal tersebut tidaklah begitu mudah seperti membalikan telapak tangan, karena dalam membina hal tersebut pasti akan timbul permasalahan-permasalahan kecil yang terkadang bisa menjadi besar seperti contoh perselisihan antara suami isteri. Hal ini bisa menimbulkan efek besar seperti kata Perceraian apabila tidak cepat untuk diselesaikan segera mungkin. Apabila terjadi perceraian pasti akan menimbulkan efek-efek lain seperti akibat dari perceraian terhadap anak, harta bersama, tali keluarga dan lain sebagainya. Akibat perceraian tersebut anak akan menjadi merasa terbayang-bayang oleh kata perceraian dan apabila hal yang paling parah yakni anak tersebut bisa terganggu dengan mental kejiwaaannya, terhadap harta bersama dapat mengacu ketentuan Pasal 37 ayat (1) yang mana penjelasan Pasal 37 ayat (1) ini ditegaskan hukum masing-masing ini ialah hukum agama, hukum adat dan hukumhukum lainnya yang bersangkutan dengan pembagian harta bersama tersebut. 1 Peranan Notaris bisa di katakan sangat di butuhkan dikarenakan akta yang di buat berkekuatan hukum tetap dan dapat mengakomodir para pihak yang bersengketa mengingat setelah atau sebelum perceraian mereka dapat membuat suatu akta yang menyebutkan harta bersama tersebut di bagi secara rata maupun tidak. 2 Sikap pengadilan sangat-sangat di tuntut extra dalam bertindak memberikan keputusan karena harta bersama ini bisa di katakan hal yang cukup kompleks mengingat sebelum di putuskan harus terlebih dahulu di cari sumber data apakah harta tersebut di beli sewaktu perkawinan atau sebelum perkawinan, baru dari data tersebut pengadilan dapat memutuskan apakah harta bersama tersebut memang harta bersama atau tidak.
Penodaan Agama Di Indonesia Telaah Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/Puu-Vii/2009 Dan Nomor 84/Puu-X/2012 Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Ham
Intisari
Dalam satu dasawarsa terakhir, dinamika antar dan intern umat beragama menjadi isu yang menarik perhatian banyak kalangan baik dalam dan luar negeri. Situasi terasa semakin hiruk pikuk ketika sekelompok orang mengajukan gugatan ke MK untuk membatalkan UU No.1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, dan/atau Penodaan Agama dari dua kelompok yang berbeda dalam waktu yang berbeda pula. Keduanya telah diputus oleh MK melalui Putusan MK No. 140/PUU-VII/2009 dan No. 84/PUU-X/2012. Adapun pokok gugatan keduanya menyatakan bahwa UU No. 1/PNPS/1965 secara keseluruhan pasalnya bertentangan dengan UUD 1945 khususnya pasal 27 (1), pasal 28D, 28E, 28I, 28J, serta pasal 1 (2) yaitu prinsip persamaan di muka hukum, perlindungan HAM dan Kepastian Hukum. Dalam tesis ini penulis menelaah kedua putusan MK diatas dari kesesuaian dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, melihat daya guna UU No.1/PNPS/1965 untuk menjaga kerukunan beragama, serta menganalisis dari perspektif Ushul Fiqh, UU HAM dan Teori Gustav Radbruch. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian normatif untuk melihat bagaimana norma-norma hukum difahami oleh para penggugat, pihak terkait, dan bagaimana pula norma hukum itu diimplementasikan dan dijadikan dasar hukum oleh hakim MK dalam memutus perkara.
Hasil Penelitian
Adapun hasil analisis penulis dari tesis ini menyimpulkan adanya perbedaan pandangan antara penggugat dan mayoritas hakim mahkamah konstitusi tentang implementasi nilai-nilai HAM dalam kebebasan beragama. Para penggugat melihat kebebasan beragama dari sudut pandang nilai-nilai HAM universal yang memahami kebebasan beragama merupakan kebebasan absolut yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk didalamnya negara. Sementara mayoritas hakim MK melihat kebebasan beragama dari sudut pandang nilai-nilai HAM Partikular yang berpandangan relativitas nilai HAM. Yakni Nilai HAM universal ketika berbenturan dengan nilai ham partikular, maka yang diambil adalah nilai HAM partikular yang lebih sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Oleh karena itu, kedua gugatan judicial review ditolak oleh MK dan UU No.1/PNPS/1965 dinyatakan masih berlaku. Dari perspektif Ushul Fiqh, UU No.1/PNPS/1965 masih relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia khususnya umat Islam. UU itu mengandung kemaslahatan karena dapat menciptakan stabilitas nasional dibidang kerukunan umat beragama, juga menjadi alat preventif (ad-dzari’ah) agar kerusuhan dan konflik antar agama yang dapat mengancam kesatuan dan persatuan bangsa dapat dicegah. Dari perspektif HAM bahwa UU No.1/PNPS/1965 tidak bertentangan dengan konstitusi maupun HAM, sebaliknya justru UU tersebut bertujuan untuk menghargai dan menghormati kebebasan beragama di Indonesia. Dan dari perspektif Teori Gustav Radbruch, putusan MK telah memenuhi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Kata Kunci : kebebasan beragama, kemaslahatan, keadilan kemanfaatan dan kepastian hukum.
Kajian Hukum Atas Penolakan Permohonan Judicial Review Oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Delik Kesusilaan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/Puu-Xiv/2016)
Intisari
Kewenangan Mahkamah konstitusi diperoleh langsung dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk melakukan judicial review pengujian materil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi sebagai pembatal norma (negative legislator). Melalui Putusan No. 46/PU-XIV/2016 (Uji Materi Pasal Kesusilaan dalam KUHP). Mahkamah Konstitusi menolak secara keseluruhan gugatan pemohon tentang permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Adapaun Rumusan masalah yang akan dilakukan penelitian ini adalah bagaimanakahpengaturan hukum atas Penolakan Permohonan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Delik Kesusilaan, bagaimanakahdasar pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menolak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PU-XIV/2016 dan bagaimanakah akibat hukum dari putusan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual dan pengambilan data berupa wawancara. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi telah menjalankan kedudukannya sebagai negative legislator yang hanya sebagai penguji norma peraturan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan suatu norma dalam undang-undang konstitusional bersyarat ataupun inkonstitusional bersyarat yang mempersyaratkan pemaknaan tertentu terhadap suatu norma dalam undang-undang untuk dapat dikatakan konstitusional, namun Mahkamah Konstitusi dituntut untuk tidak boleh masuk wilayah kebijakan hukum terbuka pembuat undang-undang. Putusan tersebut juga menimbulkan akibat hukum, Putusan yang dihasilkan oleh mahkamah konstitusi bersifat final, tidak memiliki upaya hukum untuk ditinnjau kembali. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya mengikat pihakpihak berperkara (interpartes), tetapi juga mengikat dan/atau ditujukan bagi semua warga negara, lembaga/pejabat negara dan badan hukum dalam wilayah Republik Indonesia (erga omnes).
Implementasi Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Langkah-Langkah Penghematan Dan Pemotongan Belanja Kementerian/ Lembaga Pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016/2017 Dan Implikasinya Terhadap Pengurangan Anggaran Alokasi Dana Transfer Daerah Di Pemerintahan Kota Balikpapan
Intisari
Pemangkasan terhadap dana transfer daerah menimbulkan konsekuensi yang berimplikasi terhadap terhambatnya pelaksanaan sistem Otonomi Daerah di masing-masing daerah di Indonesia. Sehingga menarik perhatian penulis dalam melakukan penelitian terhadap kasus tersebut khususnya yang berdampak langsung terhadap Pemerintah Daerah Kota Balikpapan. Rumusan masalah yang diajukan yaitu Bagaimana implikasi dari adanya pemangkasan dana transfer daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah di Pemerintahan Kota Balikpapan; Bagaimana upaya Pemerintah Kota Balikpapan dalam memecahkan masalah akibat pemangkasan dana transfer daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian empiris. Data didapatkan dari hasil penelitian terhadap institusi yang terkait, kemudian diolah dengan menggunakan teori yang ada. Analisis dilakukan dengan pendekatan perundangan dan sosiologis.
Hasil Penelitian
Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwasanya dengan adanya pemangkasan dana transfer daerah berakibat pada terjadinya defisit anggaran terhadap APBD Kota Balikpapan Tahun Anggaran 2016 dan berimplikasi pada terganggunya sejumlah program kegiatan pelayanan dan pembangunan yang berlangsung. Sehingga perlu dilakukan optimalisasi terhadap potensi-potensi daerah yang mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada akhirnya dapat digunakan dalam melaksanakan berbagai program yang berkaitan langsung terhadap masyarakat.
Leave a Reply