- Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Oleh Pt Lapindo Brantas Inc Yang Menyebabkan Bencana
- Analisis Hukum Hak Sisa Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Pembiayaan Perbankan Syariah (Studi Di Pt. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat)
- Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengadaan Barang Atau Jasa Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara
- Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau
- Kepastian Hukum Eksekusi Objek Hak Tanggungan Yang Diletakkan Sita Jaminan (Anilisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 211/Pdt.G/2014/Pn.Jkt.Tim.)
- Tanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Kebijakan Hukum Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Polres Binjai
- Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Penguasaan Tanah Tanpa Hak Sebagai Tindak Pidana Ringan (Studi Pengadilan Negeri Lubuk Pakam)
- Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Tahun 2014 Sumatera Utara Dalamrangka Pelaksanaan Pembangunan Di Daerah
- Model Penerapan Hukuman Sekolah Dalam Memperbaiki Perilaku Siswa Bermasalah (Studi Kasus Model Penjara Sekolah Di Yayasan Pendidikan Mulia Medan)
- Analisis Juridis Kejahatan Perdagangan Orang Dihubungkan Dengan Hak Asasi Manusia
- Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanganan Praktik Prostitusi Di Kalangan Generasi Muda (Studi Pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara)
- Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Di Kepolisian Resor Rembang (Studi Kasus Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan)
- Analisis Yuridis Atas Penerapan Tarif Progresif Pajak Kendaraan Bermotor Di Provinsi Sumatera Utara
- Upaya Hukum Pasien Terhadap Tindakan Medis Yang Didasarkan Pada Persetujuan Medis
- Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi Di Kepolisian Negara Indonesia)
- Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Pidana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi)
- Kekuatan Hukum Akta Pengangkatan Anak Yang Dibuat Dihadapan Notaris Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
- Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Apartemen (Satuan Rumah Susun)
- Analisis Yuridis Pendaftaran Tanah Di Atas Lahan Tanah Yang Dialih Fungsikan Dari Kawasan Hutan Pasca Keputusan Menteri Nomor 597/Menhut-Ii/2014 (Studi Pada Kabupaten Labura)
Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Oleh Pt Lapindo Brantas Inc Yang Menyebabkan Bencana
Sumber daya alam diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sumber daya alam dalam penelitian ini adalah sumber daya alam bidang minyak dan gas bumi yang mana khusus sumber daya alam ini diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Pengelolaan sumber daya alam sering mengakibatkan pencemaran dan perusakan terhadap lingkungan hidup bahkan sampai menyebabkan bencana, sebagaimana yang terjadi di Porong Sidoarjo, terjadinya semburan lumpur panas tepat di area wilayah kerja pada PT Lapindo Brantas Inc. Dampak dari semburan tersebut mengakibatkan terendamnya pemukiman warga dan fasilitas umum lainnya. Secara umum penulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji pengaturan hukum terhadap pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sebagaimana Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, serta melihat kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam menanggulangi bencana lumpur lapindo. Jenis penelitian dalam penulisan tesisi ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan Undang-Undang, data dan penelitian diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpul data diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research) dengan melaukan analisis data. Hasil dari penelitian diketahui bahwa pengaturan hukum mengenai sumber daya alam masih diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda, akan tetapi sumber daya alam yang dikelola oleh PT Lapindo Brantas khusus bidang minyak dan gas bumi diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Analisis yuridis terhadap pengelolaan sumber daya alam oleh PT Lapindo Brantas yang menyebabkan semburan lumpur terjadi diakibatkan oleh bencana alam sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa tanggungjawab yang dibebankan kepada pihak Lapindo Brantas hanya sebatas tanggungjawab sosial yang terdapat dalam daerah peta area terdampak dan pihak pemerintah bertanggungjawab melalui APBN untuk daerah di luar peta area terdampak, berdasarkan kebijakan pemerintah melalui Perpres No. 14 Tahun 2007 Tentang Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo.
Analisis Hukum Hak Sisa Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Pembiayaan Perbankan Syariah (Studi Di Pt. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat)
- Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat melakukan lelang dengan mendaftarkannya ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai langkah terakhir dalam pemyelasaian pembiayaan bermasalah. Dalam pelaksanaan lelang biasanya harga barang jaminan nilai jualnya jauh lebih besar dengan hutang debitur, sehingga terdapat sisa hasil lelang jaminan tersebut. Dalam hal nasabah tidak diketahui keberadaannya dan tidak pula meninggalkan kuasanya, maka nasabah tersebut dapat dinyatakan berada dalam keadaan tidak hadir. Keadaan tidak hadir seoarang nasabah yang sudah dilelang barang jaminannya sangat mempengaruhi bank dalam mengambil tindakan untuk mengembalikan sisa hasil lelang. Untuk mengetahui ketentuan pembiayaan bermasalah pada PT.Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat dan cara penyelesaiannya, bagaimana prosedur pelaksanaan lelang pada PT.Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat, dan bagaimana penyelasaian setelah dilaksanakannya lelang terdapat sisa hasil lelang di PT.Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, sebagai data utama dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif,dan ditarik kesimpulan dengan metode penalaran deduktif. Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya dapat memberikan saran dan solusi terhadap permasalahan tersebut. Penelitian ini kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan, dimana ketentuan pembiayaan bermasalah dinilai berdasarkan aspek prospek usaha, kinerja nasabah dan kemampuan membayar, sehingga kulitas pembiayaan diterapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu, lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan melalui cara lelang yaitu permohonan ke KPKNL. Prosedur pelaksanaan lelang pada PT.Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat diawali dengan memberikan somasi kepada pihak nasabah yang bermasalah hingga memberikan peringatan terakhir bahwa akan dilaksanakannya proses lelang. Kemudian pihak bank akan mendaftarkan jaminan hak tanggungan yang akan dilelang ke KPKNL dan dilakukannya pengumuman pelaksanaan lelang. Selanjutnya pemenang lelang mendapatkan risalah lelang sebagai bukti tertulis dan digunakan untuk proses balik nama jaminan ke nama peserta pemenang lelang, dan KPKNL mentransferkan seluruh dana hasil lelang ke rekening pembiayaan nasabah di Bank untuk dilakukan pelunasan kewajiban nasabah. Penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah setelah dilaksanakan lelang yang terdapat sisa hasil lelang di PT.Bank Muamalat,Tbk.Cabang Stabat yaitu sisa lelang ditransfer kerekening nasabah yang bersangkutan, walaupun bank tidak mengetahui keberadaanya, uang sisa lelang tetap kembali kepada nasabah,atau memasukkan ke kas Negara dengan pertimbangan bahwa debitur atau nasabah tidak diketahui keberadaannya. Berdasarkan dari kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, disarankan apabila dalam keadaan ketidakhadiran nasabah yang hendak dilelang barang jaminannya, bank akan lebih baik melibatkan Balai Harta Peninggalan yang berwenang untuk mengurus harta kekayaan seseorang yang sudah dinyatakan tidak hadir.
Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengadaan Barang Atau Jasa Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara
Pada penelitian ini lebih menitikberatkan mengenai Kajian terhadap Tindak Pidana Korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Barang atau Jasa di Instansi Pemerintah, karena setiap tahap dalam proses Pengadaan Barang atau Jasa tersebut sangat rawan terjadinya Tindak Pidana Korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara. Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum normatif dan sosiologis, yakni mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pokok masalah serta bagaimana realisasi penerapan peraturan tersebut dalam prakteknya dan juga apa faktor penyebab serta bagaimana kebijakan yang ditempuh ditinjau dari aspek sosiologis masyarakat yang berkembang, sehingga dapat ditemukan akar masalahnya guna mencari alternatif kebijakan dalam permasalahan tersebut. Penelitian ini dititikberatkan pada studi kepustakaan sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer dan juga data empiris yang berasal dari para responden yang menjadi pelaku dalam Pengadaan Barang atau Jasa, Birokrat (pemerintahan) dan juga para aparatur penegak hukum (Jaksa dan Hakim). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Barang atau Jasa baik kualitas maupun kuantitas meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh karena faktor budaya, peraturan perundang-undangan maupun aparat penegak hukum itu sendiri, disamping itu juga dikaji mengenai kebijakan yang diambil baik penal maupun Non penal.
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau
Pembakaran hutan dan lahan di Riau selalu terjadi semenjak tahun 1982 sampai dengan tahun 2017 tetap terjadi. Pada tahun 1982-2005 telah terjadi telah terjadi proses deforestasi dan degradasi hutan alam dengan kehilangan tutupan hutan alam 3,7 juta hektar, pada tahaun 2004-2005 Provinsi Riau kehilangan hutan alam mencapai 200 ribu hektar, pada tahun 2006 terjadi kabut asap setidaknya 171.787 hetar hutan dan lahan terbakar, Pada tahun 2014 di Provinsi Riau telah terjadi pembakaran hutan dan lahan seluas 23.000 Ha. Keadaan tersebut tidak lepas dari kurang efektifnya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pelaku pembakaran hutan dan lahan korporasi lebih sering di lakukan hukum perdata dan administrasi dibandingkan hukum pidana serta belum ada kemauan dan keberanian penegak hukum untuk menegakkan hukum pidana terhadap korporasi. Penegak hukum hanya berani menegakkan hukum pidana hanya pada petani yang lemah. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian non doktrinal dengan menempatkan hasil amatan atas realitas sosial untuk tidak ditempatkan sebagai proposisi umum, selain itu untuk melengkapi penelitian ini juga digunakan penelitian doktrinal, dengan pendekatan socio-legal research. Hasil dari penelitian ini yaitu: Pertama, Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di provinsi Riau masih belum efektif hanya pada penerapan terhadap pelaku korporasi. Kedua, kendala yang dirasakan pada penegak hukum ialah anggaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, belum adanya penanganan terpadu, waktu dan geografis yang sulit dijangkau. Ketiga, Upaya yang sesuai terhadap penanganan pembakaran hutan dan lahan ialah pengoptimalan sarana hukum pidana, review ulang semua perizinan hutan dan lahan di Riau, sosialisasi dengan pendekatan agama, pendekatan non penal terdapat petani, perlu adanya ada badan pengawas.
Kepastian Hukum Eksekusi Objek Hak Tanggungan Yang Diletakkan Sita Jaminan (Anilisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 211/Pdt.G/2014/Pn.Jkt.Tim.)
UU Hak Tanggungan bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada kreditor dalam pemenuhan piutangnya jika debitor wanprestasi. Kreditor dapat menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri tanpa harus melalui lembaga peradilan. Kemudahan yang dimiliki kreditor tersebut kenyataannya tidak dapat dimanfaatkan karena terjadi kerancuan pengaturan mengenai parate executie dalam UU Hak Tanggungan, bahkandalam praktiknya sering terjadi bahwa debitor melakukan perlawanan terhadap parate eksekusi yang secara hukum merupakan hak dari kreditor. Sebagai landasan dasar pelaksanaan terhadap hak parate eksekusi kreditor yaitu perjanjian yang secara hukum harus dilaksan akan berdasarkan asas pacta sund servanda dan itikad baik, sehingga apabila debitor melakukan perlawanan, berarti debitor telah mengingkari janji dalam pembebanan hak tanggungan
Tanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perbuatan pencemaran terhadap lingkungan merupakan perbuatan melanggar hukum dan melawan hukum sehingga dituntut tanggung jawab karena melakukan perbuatan pencemaran tersebut baik perorangan, perkelompok ataupun sebuah badan hukum. Rumusan masalah yang akan diteliti dan dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran lingkungan, apa faktor penyebab pencemaran lingkungan hidup di Kota Medan, apa kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan dan metode empiris, yaitu mempelajari literatur-literatur serta karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan Tanggung Jawab Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui pustaka untuk menelaah data-data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup bukan merupakan perbuatan yang tidak di sengaja, namun suatu perbuatan yang dilakukan secara sistematis. Pelaku tindak pidana pencemaran lingkungan hidup tidak hanya perbuatan individu semata, namun juga disebabkan oleh wewenang jabatan pada sebuah perusahaan/ korporasi. Pencemaran lingkungan hidup di Kota Medan yang terjadi secara signifikan adalah polusi udara yang disebabkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, masih beroperasinya kendaraan bermotor yang tidak layak jalan, kondisi lalu lintas kota medan dan kurangnya lahan terbuka hijau yang menjadi paru-paru kota. Sulitnya proses pembuktian yang disebabkan kompleksitas faktor yang menjadi penyebab pencemaran lingkungan dan kurangnya profesionalitas penegak hukum.
Kebijakan Hukum Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Polres Binjai
Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan budaya selain membawa dampak positif, juga telah membawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, contohnya yaitu adanya praktek perjudian. Perjudian adalah suatu bentuk patologi sosial yang menjadi ancaman yang nyata atau potensial terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional dan beraspek materil-spiritual. Teknik penelitian yang dilakukan dengan pendekatan norma-norma hukum dan sisi sosial. Pendekatan norma-norma hukum digunakan untuk menganalisa konsep-konsep hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan judi, sedangkan sosial untuk melihat penegakan hukum terhadap perilaku masyarakat yang menyimpang. Sumber data yaitu dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Pengumpulan data primer melalui studi lapangan (field research) dan data sekunder melalui studi kepustakaan (library research).
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Penguasaan Tanah Tanpa Hak Sebagai Tindak Pidana Ringan (Studi Pengadilan Negeri Lubuk Pakam)
Salah satu perihal permasalahan tanah yang juga merupakan masalah hukum pidana adalah masalah penguasaan tanah tanpa hak. Penguasaan tanah tanpa hak bukanlah suatu hal yang baru dan terjadi di Indonesia. Kata penguasaan sendiri dapat diartikan dengan perbuatan mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan merupakan haknya. Tindakan penguasaan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Permasalahan penelitian ini adalah: bagaimana pengaturan hukum pidana mengenai pertanggungjawaban penguasaan tanah tanpa hak, bagaimana faktor penyebab terjadinya penguasaan tanah tanpa hak serta bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap pertanggungjawaban pidana penguasaan tanah tanpa hak sebagai tindak pidana ringan. Penelitian ini diarahkan kepada penelitian hukum yuridis normatif, atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian hukum normatif atau doktriner yang diajukan dalam kajian ini adalah penelitian terhadap asas-asas hukum. Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan pengaturan hukum pidana mengenai pertanggungjawaban penguasaan tanah tanpa hak ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) no. Pasal 2 Undang-Undang No. 51/PRP/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, Pasal 167 KUHPidana, Pasal 385 ayat (1) KUHP. Faktor penyebab terjadinya penguasaan tanah tanpa hak adalah Kurangnya kesadaran hukum masyarakat serta kurangnya pengetahuan hukum masyarakat
Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Tahun 2014 Sumatera Utara Dalamrangka Pelaksanaan Pembangunan Di Daerah
Untuk mengukur keberhasilan sesuatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya, maka salah satu kriteria yang penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan suatu daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah dukungan daerah dalam bidang keuangan. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah, pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efesien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparan, akuntabilitas, dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 padaPasal 1 butir 6 bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum, dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian yang dilakukan terhadap substansi atau kaidah-kaidah hukum yang biasa disebut Law in Book, yang maksudnya untuk mengetahui sejauh mana efektivitas suatu kaidah – kaidah hukum yang seharusnya (Das Sollen) berlaku sehingga mampu diimplikasikan kepada masyarakat secara realitas. Maka pada hakikatnya keberadaan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara merupakan pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri guna mencapai kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara. Namun, hingga akhirAgustus 2014, PAD Provinsi Sumatera Utara barumencapaisekitarRp 7.770.945.982.035,42 Trilliunhanya 89.88% tidakmencapai target yang telah di tetapkansebelumnya.
Model Penerapan Hukuman Sekolah Dalam Memperbaiki Perilaku Siswa Bermasalah (Studi Kasus Model Penjara Sekolah Di Yayasan Pendidikan Mulia Medan)
Meningkatnya jumlah siswa yang bermasalah dalam konteks sekolahan adalah siswa yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah menjadi pemicu bagi Yayasan Pendidikan Mulia Medan untuk membentuk penghukuman bagi siswa bermasalah disekolahnya dengan memberlakukan “penjara sekolah” dan menarik penulis untuk membahasnya dalam penelitian ini. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah apakah model penerapan hukuman penjara sekolah dapat memperbaiki atau membina siswa bermaslaah yang tidak patuh terhadap peraturan sekolah di Yayasan Pendidikan Mulia Medan. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan melalui penelusuran berbagai referensi maupun dokumen yang relevan dengan judul penelitian selanjutnya dianalisa secara kualitatif. Hasil yang didapat pada umumnya siswa menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik terbukti dari menurunnya jumlah siswa bermasalah dari 443 orang siswa pada Tahun Ajaran 2007-2008 menjadi 46 orang siswa pada Tahun Ajaran 2008-2009. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah model penerapan hukuman penjara sekolah di Yayasan Pendidikan Mulia Medan memberikan konstribusi dalam memperbaiki perilaku siswa bermasalah dan disarankan kepada institusi pendidikan yang lain untuk menerapkan model penjara sekolah bagi siswa bermasalah sebagai bentuk hukuman alternatif terakhir di institusinya masing-masing dengan memperhatikan aspek-aspek psikologis, keamanan dan kesehatan.
Analisis Juridis Kejahatan Perdagangan Orang Dihubungkan Dengan Hak Asasi Manusia
Perlindungan hak asasi manusia, pada hakikatnya, perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu perwujudan hak untuk hidup, hak untuk bebas dari perhambaan (servitude) atau perbudakan (slavery). Hak asasi ini bersifat langgeng dan universal, artinya berlaku untuk setiap orang tanpa membeda-bedakan asal-usul, jenis kelamin, agama, serta usia sehingga, setiap negara berkewajiban untuk menegakkannya tanpa terkecuali. Permasalahan yang diajukan adalah Apakah faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang di Indonesia, apakah tindak pidana perdagangan orang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan bagaimana pertanggung jawaban pidana tindak pidana perdagangan orang dalam perspektif hak · asasi manusia Penelitian yang dilakukan adalah secara kepustakaan dan penelitian lapangan. Sedangkan analisis data yang dipergunakan adalah yuridis normatif
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanganan Praktik Prostitusi Di Kalangan Generasi Muda (Studi Pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara)
Prostitusi merupakan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang sejak ama di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda dan ironisnya dalam KUHP, tidak ada aturan hukum secara tegas yang melarangnya, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian yuridis, yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya praktik prostitusi di kalangan generasi muda, mengetahui kebijakan hukum pidana dalam penanganan praktik prostitusi di kalangan generasi muda, dan mengetahui faktor-faktor penghambat penerapan kebijakan hukum pidana dalam penanganan praktik prostitusi di kalangan generasi muda. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan asas dan pendekatan perundang-undangan, sedangkan sifatnya deskriptif. Data penelitian ini adalah data kewahyuan dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, oleh sebab itu alat pengumpul data menggunakan metode studi dokumen dan wawancara, yang selanjutnya dianalisis secarayuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap rumusan masalah yang elah dilakukan, dapat disimpulkan bahwapraktik prostitusi di kalangan generasi muda pada umumnya karena adanya faktor ekonomi, faktor kemajuan teknologi, faktor pendidikan, faktor keluarga dan faktor terjadinya akulturasi antara budaya barat dan budaya timur di Indonesia. Sampai saat ini belum ada kebijakan yang dapat menanggulangi praktik prostitusi, sehingga hanya dapat dijerat hukuman dengan kejahatan asusila.Beberapa faktor yang menghambat kepolisian dalam mengatasi praktik prostitusi di kalangan generasi muda karena belum ada undangundang yang mengatur secara jelas tentang praktik prostitusi. Perlu disarankanadanya pendidikan terhadap masyarakat khususnya orang tua dan sekolah dalam mengawasi kegiatan anak remaja dalam menjalan aktivitas seharihari, sehingga anak muda jauh terhindar dari praktik prostitusi yang meresahkan orangtua, perlu dilakukan pembentukan peraturan yang lebih spesifik untuk mengawasi praktik prostitusi yang ada di kalangan generasi muda, danperlu dilakukan kerjasama antar penegak hukum khususnya kepolisian dengan masyarakat untuk mengurangi terjadinya angka praktik prostitusi yang ada di generasi muda.
Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Di Kepolisian Resor Rembang (Studi Kasus Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan)
Penelitian ini berjudul Impelementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP di Kepolisian Resor Rembang (Studi Kasus Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan). Tujuan Penelitian ini : 1) Untuk mengetahui Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 yang berdasar tindak pidana ringan dalam KUHP di Polres Rembang. 2) Untuk mengetahui dan menganalisa kelemahan dan solusi Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang batasan tindak pidana ringan dalam KUHP di Polres Rembang.
Hasil Penelitian : a) Selain unsur-unsur pokok perihal pembuktian dengan mengumpulkan alat bukti dalam hukum materiil, maka hakim turut juga berpedoman pada surat dakwaan yang dirumuskan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Akan tetapi, pada jenis tindak pidana ringan terdapat beberapa unsur khusus yang membedakan antara sistem acara cepat pada perkara tipiring dengan sistem acara pidana lainnya. Pada perkara tipiring yang menerapkan sistem pemeriksaan acara cepat tidak diperlukan surat dakwaan dalam pelimpahan perkara pidana ke pengadilan untuk proses persidangannya. b). Perbedaan antara Perma tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP yang dikeluarkan oleh MA, dengan KUHAP tentang Tipiring itu sendiri yaitu dengan adanya batasan nilai uang dengan jumlah Rp. 2.500.000,00 sedangkan di dalam KUHAP menekankan Tipiring pada jumlah kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,00. Hal ini menjadi polemik sebab Perma dikeluarkan sepihak oleh Mahkamah Agung yang berimplikasi dalam penegakan hukum yang bersifat parsial. Oleh sebab itu, diperlukan koordinasi lebih jauh antara Mahkamah Agung, Kepolisian, dan juga Kejaksaan agar ada sinkronisasi dan kesepahaman antara penegak hukum lainnya terkait Tipring serta sanksi yang harus diberikan terhadap pelakunya.
Analisis Yuridis Atas Penerapan Tarif Progresif Pajak Kendaraan Bermotor Di Provinsi Sumatera Utara
Penerapan tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan asas keadilan, dimana dalam pembebanan pajak harus sebanding dengan peningkatan kemampuan wajib pajak. Pengenaan tarif progresif kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya tersebut dikenakan kepada wajib pajak dengan asumsi ketika seseorang memiliki kendaraan kedua dan seterusnya, hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan wajib pajak. Sehingga perlu dikaji mengenai bagaimana ketentuan tentang tarif pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Sumatera Utara, pemenuhan asas keadilan tarif pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Sumatera Utara dan hambatan aspek legal ketentuan tentang tarif pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketentuan tarif progresif untuk kendaraan pribadi bagi Wajib Pajak yang memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu dengan nama dan/atau alamat yang sama, untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,75%, kepemilikan kedua sebesar 2%, kepemilikan ketiga sebesar 2,5%, kepemilikan kendaraan bermotor keempat 3%, dan untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima dan seterusnya sebesar 3,5%. Sedangkan tarif pajak kendaraan bermotor untuk TNI/POLRI, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mobil ambulans, mobil jenazah dan pemadam kebakaran, lembaga sosial dan keagamaan sebesar 0,50%, tarif pajak kendaraan bermotor untuk angkutan umum sebesar 1%, dan tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,20%. Pemenuhan asas keadilan tarif PKB di Provinsi Sumatera Utara untuk kendaraan pribadi telah sesuai dengan prinsip keadilan vertikal dan keadilan horizontal, tarif progresif dikenakan terhadap pemilik kendaraan pribadi yang lebih dari satu, yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk membayar pajak lebih tinggi dari pada yang hanya memiliki satu kendaraan bermotor. Sebaliknya orang-orang yang mempunyai kendaraan bermotor hanya satu kendaraan bermotor, yang Nilai Jual Kendaraan Bermotornya (NJKB) sama dengan bobot yang sama tidak dikenakan tarif progresif. Hambatan aspek legal ketentuan tentang tarif pajak untuk PKB pribadi di Provinsi Sumatera Utara berupa pengenaan tarif progresif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor dengan dasar nama dan/atau alamat yang sama akan menimbulkan ketidak pastian hukum karena seseorang yang seharusnya tidak terkena tarif progresif, namun karena memiliki nama yang sama atau alamat yang sama dengan pemilik kendaraan bermotor lain, berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat terkena tarif progresif
Upaya Hukum Pasien Terhadap Tindakan Medis Yang Didasarkan Pada Persetujuan Medis
Persetujuan tindakan medis yang dilakukan oleh pasien atau keluarga terdekat pasien dengan dokter dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata maupun pidana. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai pertanggungjawaban perdata tenaga medis atas tindakan medis berdasarkan persetujuan tindakan medis. pertanggungjawaban pidana tenaga medis atas tindakan medis berdasarkan persetujuan tindakan medis dan upaya hukum pasien terhadap kerugian yang ditimbulkan dari tindakan medis yang didasarkan pada persetujuan tindakan medis. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dan bersifat deskriptif analitis yang memaparkan sekaligus menganalisis suatu fenomena yang berhubungan dengan Upaya Hukum Pasien Terhadap Tindakan Medis Yang didasarkan Pada Persetujuan Medis. Hasil penelitian, Pertanggungjawaban perdata tenaga medis atas tindakan medis berdasarkan persetujuan tindakan medis dimana persetujuan tindakan medis yang telah dilakukan atau disepakati antara dokter dan pasien bukan tidak menutup kemungkinan untuk dimintai pertanggungjawaban secara keperdataan dengan syarat terdapat kerugian akan pelanggaran yang dilakukan oleh dokter sehingga dokter dapat dimintai ganti rugi yang dialami pasien dalam bentuk wanprestasi terkait terlanggarnya prestasi atau perbuatan melawan hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1365, Pasal 1366 dan Pasal 1367 KUHPerdata. Pertanggungjawaban pidana tenaga medis atas tindakan medis berdasarkan persetujuan tindakan medis ialah melekat pada Pasal 359 KUHP, yakni lalai yang menyebabkan orang lain meninggal, Pasal 360 ayat (1) KUHP, yakni lalai yang menyebabkan seseorang mendapatkan luka berat dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, yakni menyebabkan seseorang sakit sementara dimana terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dari pasal-pasal tersebut, yakni adanya kemampuan bertanggungjawab dokter, Adanya kelalaian dari dokter dan alasan penghapus pidana berupa tidak adanya alasan pemaaf sehingga dokter dapat dipidana yang mana juga harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu Duty (Kewajiban), Derelictions of That Duty (Penyimpangan kewajiban), Damage (Kerugian), Direct Causal Relationship (Berkaitan langsung). Dimana penerapan Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP di jo kan Pasal 361 KUHP. Upaya hukum pasien terhadap kerugian yang ditimbulkan dari tindakan medis yang didasarkan pada persetujuan tindakan medis ialah tentunya jika yang terjadi ialah perbuatan melawan hukum atau wanprestasi dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi dan litigasi sedangkan untuk pidana harus dilakukan pelaporan ke pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku. Namun, merujuk pada Pasal 29 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan maka kecenderungan hubungan hukum antara pasien dan dokter termasuk persetujuan medis jika terjadi peristiwa pidana maupun perdata harus diselesaikan terlebih dahulu melalui proses mediasi. Hendaknya Pemerintah melakukan perevisian terhadap Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokterandimana disana harus juga memuat persoalan terkait dokter yang melakukan pelanggaran keperdataan sehingga dapat lebih memberikan penjaminan hukum kepada pasien atau masyarakat. Hendaknya Pemerintah melakukan perevisian terhadap Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokterandimana disana harus juga memuat persoalan terkait dokter yang melakukan pelanggaran pidana sehingga dapat lebih memberikan penjaminan hukum kepada pasien atau masyarakat. Hendaknya pengaturan Pasal 29 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang cenderung memberikan pengaturan terkait hubungan hukum antara pasien dan dokter termasuk persetujuan medis jika terjadi peristiwa pidana maupun perdata harus diselesaikan terlebh dahulu melalui proses mediasi dilakukan perubahan oleh pemerintah atau lembaga legislatif karena tidak mencerminkan asas keadilan.
Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi Di Kepolisian Negara Indonesia)
Penelitian ini berjudul Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi di Kepolisian Negara Indonesia). Tujuan Penelitian ini : 1) Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Polri dalam menangani ilegal miningmenurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 2) Untuk mengevaluasi upaya preventifdan upaya represif yang dilakukan oleh Polri dalam Tindak Pidana Pertambangan (ilegal mining) di Indonesia.
Hasil Penelitian : 1)Kewenangan Polri adalah wewenang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas dan wewenang Polri diatur secara terperinci di dalam Bab III. Dalam pelaksanaan tugas (Pasal 13 dan Pasal 14), Polri diberikan wewenang yang dijabarkan dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dengan ketentuan lebih lanjut pada Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19.2) a. Upaya secara preventif yaitu melaksanakan patroli, razia, operasi keamanan yang dilakukan secara rutin dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menciptakan keamanan serta cara mengatasi penambangan batu ilegal serta melakukan pendekatan dengan warga sekitar melakukan rembuk pekon untuk tidak melakukan kegiatan penambangan batu secara liar. Sedangkan upaya represif yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan upaya penindakan serta menghimpun bukti-bukti guna menindak secara hukum pelaku penambangan batu secara liar dengan pemberian sanksi tegas dan berefek jera serta melalui mediasi terhadap para pihak yang berperkara sehingga pelaku tidak perlu di proses melalui sanksi pidana.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Pidana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi)
Konsideran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menyebutkan bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi selaras dan seimbang. Pelaksanaan pembinaan dan perlindungan anak diperlukan dukungan, baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang memadai, oleh karena itu lahirlah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 3 Juni 1997. Menurut undang-undang peradilan anak yang dikategorikan anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah. Dalam kehidupan sehari-hari ternyata ada seorang anak yang harus diadili karena melakukan tindak pidana atau tindakan kriminal yang harus diadili di pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Dalam ketentuan pasal 22 dan pasal 23 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, di dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal memiliki cara dan ciri sebagai syarat-syarat khusus. Hukuman terhadap anak dibagi dalam dua kategori, yaiut hukuman pidana dan hukuman tindakan.
Kekuatan Hukum Akta Pengangkatan Anak Yang Dibuat Dihadapan Notaris Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Sebelum PP (Peraturan Pemerintah) No. 54/2007 tentang Implementasi Adopsi Anak berlaku, seorang Notaris memainkan perannya dalam menyusun Sertifikat Adopsi Anak. Pada waktu itu, adopsi anak legal ketika ada Akta Notaris. Penelitian ini menunjukkan setelah PP No. 54/2007 Sertifikat Adopsi yang dibuat oleh Notaris sebelum PP No. 54/2007 berlaku valid dan final dan konklusif bagi mereka yang membuatnya di hadapan Notaris. Ini sesuai dengan ketentuan transisi yang menyatakan bahwa pada saat PP ini berlaku, semua peraturan tentang adopsi berlaku sejauh mereka tidak bertentangan dengan PP. Peran Notaris dalam menyusun Sertifikat Adopsi setelah PP No. 54/2007 berlaku adalah memberikan konseling dan konsultasi bagi mereka yang terlibat dalam adopsi anak agar orang-orang mendapatkan informasi dan memahami persyaratan dan prosedur adopsi anak. Notaris harus mengacu pada ketentuan hukum yang terkait dengan pembuatan undang-undang.
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Apartemen (Satuan Rumah Susun)
Pertumbuhan penduduk di Indonesia mendorong meningkatnya kebutuhan terhadap rumah atau tempat tinggal sehingga semakin banyak lahan yang dibutuhkan. Keterbatasan lahan menyebabkan mahalnya harga rumah, oleh karena itu muncul pembangunan perumahan sistem rumah susun. Rumah susun yang pada awalnya diperuntukkan kepada masyarakat kelas bawah, sekarang telah bergeser kelasnya menjadi apartemen, yaitu rumah susun dengan bentuk dan persepsi yang mewah, untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Pemenuhan kebutuhan akan apartemen atau rumah susun membuat banyak muncul perusahaan pembangunan perumahan yang disebut dengan developer dengan membangun perumahan sistem rumah susun. Pembangunan perumahan sistem rumah susun ini menjadi bisnis di bidang properti yang sangat menjanjikan. Namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, developer tidak dapat melakukan perjanjian pendahuluan yaitu perjanjian pengikatan jual beli sebelum memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, kepemilikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keterbangunan paling sedikit 20 % (dua puluh persen), dan hal lain yang diperjanjikan. Ketentuan ini tentu saja menjadi masalah bagi developer dalam hal kebutuhan dana yang tidak dapat segera diperoleh sebelum ketentuan tersebut dipenuhi. Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apartemen dalam perjanjian pengikatan jual beli dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS), dapat disimpulkan bahwa sebelum lahirnya UURS tersebut, developer bertanggung jawab untuk menyerahkan objek perjanjian sesuai dengan yang diperjanjikan dan mengurus segala persyaratan dan perijinan yang diperlukan sebelum membangun apartemen dan sesudah lahirnya undang-undang tersebut, developer harus memenuhi persyaratan pembuatan perjanjian pendahuluan jual beli (PPJB) terlebih dahulu sebelum melakukan pengikatan dengan konsumen untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan UUPK, memberikan perlindungan hukum bagi konsumen untuk mendapatkan hak-haknya, dan mengatur pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi konsumen yang terlibat dalam Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) adalah setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Apabila dinyatakan tidak berhasil, maka gugatan dapat ditempuh melalui pengadilan. Kata Kunci : perlindungan hukum, konsumen, dan perjanjian pendahuluan jual beli.
Analisis Yuridis Pendaftaran Tanah Di Atas Lahan Tanah Yang Dialih Fungsikan Dari Kawasan Hutan Pasca Keputusan Menteri Nomor 597/Menhut-Ii/2014 (Studi Pada Kabupaten Labura)
Indonesia adalah negara hukum yang dikelilingi banyak pulau-pulau yang menjadi batas wilayahnya antara wilayah satu dan lainnya, hutan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam perkembangan bernegara karena kawasan hutan merupakan kawasan yang diperlukan dan sangat dilindungi oleh negara. Di bidang Hukum Keperdataan. Dalam hal perikatan, pendaftaran, dan lainnya, yang berkaitan dengan bidang pertanahan, dimana aturan yang timbul untuk kepentingan umum, baik itu pelepasan, pengurangan maupun pengalihan fungsi hutan menjadi Areal Penggunaan Lain atau kawasan Budidaya dengan keluarnya peraturan seperti hutan registes, TGHK, SK 44/Menhut-II/2005 dan sampai pembahruan SK 579/Menhut-II/2014 dalam hal ini agar baik masyarakat maupun intansi terkait tidak salah bertindak dalam melakukan jabatannya dan tindakannya dalam hal pertanahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif (yuridisnormatif) yaitu suatu penelitian hukum dengan cara kepustakaan yang artinya metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan yang ada dan deskriptif analisis yaitu menggambarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan, penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh. Sehingga ditemukan suatu azasazas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas, yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu pendaftaran tanah di atas tanah yang dialihfungsikan dari kawasan hutan pasca putusan menteri Nomor 579/menhut- II/2014. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, pengalihan fungsi hutan dari kawasan hutan yang dialihfungsikan pada SK nomor 579/Menhut-II/2014, belum sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan hutan yang di alihfungsikan pada SK nomor 44/Menhut-II/2005 sebelumnya dari beberapa wilayah di Sumatera Utara khususnya di Labuhan Batu Utara di berbagai daerah kecamatannya, baik status tanah yang di alihfungsikan menjadi Areal Penggunaan Lain baik titik kordinat maupun batas luas kawasan hutan yang dialihfungsikan yang mana menurut SK nomor 579/Menhut-II/2014 di peruntukkan menjadi Areal Penggunaan Lain, yang mana seharusnya pengurangan kawasan hutan bukan pengurangan kawasan yang sudah lama ditempati dan dikelolah oleh masyarakat, baik yang memiliki surat desa maupun yang memiliki sertifikat atas kepemilikian tanah, Baik perorangan maupun perseroan terbatas yang sudah lama menempati wilayah itu sendiri. Sehingga kebinggungan akan kepemilikan tanah yang telah di daftarkan dan akan di daftarkan menjadi kebinggungan dalam kalangan masyarakat tersebut.
Leave a Reply