- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Hubungan Kemitraan Antara DPRD Dan Kepala Daerah Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik
- Perubahan Konstitusi (Studi Tentang Pengaturan Prosedur Dan Praktek Perubahan Konstitusi Di Indonesia)
- Pelembagaan Upeti Sejak Pra Kolonial Hingga Pemerintahan Pasca Reformasi (Studi Kepustakaan Tentang Praktik Pemberian Upeti Dari Rakyat Kepada Negara Dan Aparatur Negara)
- Meningkatkan Potensi Pariwisata Syariah Dengan Mengoptimalkan Industri Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Kawasan Wisata Makam Bung Karno Blitar)
- Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUDNRI Tahun 1945
- Akibat Hukum Putusan Pailit Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Pt. Dirgantara Indonesia (Persero)
- Politik Dinasti Pemilihan Kepala Daerah Dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Republik Indonesia
- Konfigurasi Pendidikan Karakter Berparadigma Kebangsaan; Usaha Meneguhkan Identitas Diri Bangsa Dari Kungkungan Arus Globalisasi
- Analisis Semiotika Hukum Terhadap Lambang Negara Republik Indonesia
- Paradigma Transendental Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Sistem Hukum Pancasila
- Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Pembubaran Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
- Analisis Implementasi Pp Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pns Di Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat
- Pelanggaran Hak Moral Dan Hak Ekonomi Pencipta Naskah Film (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 305k/Pdt.Sus-Hki/2014)
- Legislasi Hukum Islam Di Indonesia (Suatu Tinjauan Politik Islam)
- Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Diskriminasi Ras Dan Etnis Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana
- Kinerja Keuangan Dan Efisiensi Proses Internal Sebelum Dan Sesudah Penerapan Ppk-Blud Pada Rsud Kab.Klungkung
- Perlindungan Hukum Pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) Yang Tidak Dapat Diperpanjang Setelah Adanya Hak Pengelolaan (HPL)
- Kajian Hukum Terhadap Eksistensi Koperasi Sekolah Sebagai Bentuk Ichusus Unit Ekononh Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan
- Model Fungsionalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Dalam Kebijakan Hukum (Legal Policy) Daerah Di Provinsi Jawa Tengah
Hubungan Agama Dan Negara Menurut Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Intisari
Tulisan ini membahas tentang hubungan agama dan Negara menurut Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hubungan antara agama dan Negara senantiasa menghadirkan sebuah konsekuensi hukum di Indonesia yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, menegaskan bahwa Negara atas nama Konstitusi mengurusi urusan agama dan kepercayaan, sehingga menghadirkan pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang harmonis. Negara secara aktif dan dinamis harus menyokong setiap individu-individu sehingga terciptanya kerukunan umat beragama dan tercapai lah hubungan ideal yang di harapkan oleh pendiri Negara.
Hubungan Kemitraan Antara DPRD Dan Kepala Daerah Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah di Kabupaten Sleman selama berlakunya undang-undang no. 22 tahun 1999 jo undang-undang no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif, yang berarti bahwa mencari data sedalam-dalamnya mengenai hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah yang timbul dari adanya hak, tugas dan kewajiban dan proses pelaksanaannya di lihat dari pembentukan Perda, Penetapan APBD dan Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah dikatakan baik atau tidaknya indikatornya bukan dari banyak atau sedikitnya produk hukum yang dihasilkan selama satu tahun, tetapi dilihat dari hubungan kerjasama yang dilakukan antara DPRD dan Kepala Daerah seperti adanya musyawarah mufakat, kesatuan/kekompakan, koordinasi, komunikasi yang dilakukan, tidak merasa memiliki kewenangan yang lebih tinggi, melakukan public hearing dengan masyarakat dan LSM, sehingga dapat menciptakan suatu pemerintahan yang baik. Hasil penelitian di lapangan menyebutkan bahwa hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah belum berjalan dengan baik yang dilihat dari proses penyusunan sampai pengesahan Perda/APBD, disebabkan oleh beberapa kendala baik kendala yuridis maupun kendala teknis. Kendala yuridis tidak adanya penjelasan mengenai makna hubungan kemitraan dalam Perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Kendala Teknisnya yaitu kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut, Koordinasi yang kurang, adanya perbedaan tingkat pendidikan, memiliki latar belakang politik yang berbeda, sering terjadi perbedaan persepsi, kurangnya melakukan public hearing dengan masyarakat atau LSM. Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah guna menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) yaitu dengan melakukan komunikasi yang berkelanjutan, melakukan public hearing dengan masyarakat, LSM agar apa yang dihasilkan sesuai dengan kehendak masyarakat, pemberdayaan anggota DPRD.
Perubahan Konstitusi (Studi Tentang Pengaturan Prosedur Dan Praktek Perubahan Konstitusi Di Indonesia)
Intisari
Penelitian ini berjudul PERUBAHAN KONSTITUSI: Studi tentang Pengaturan Prosedur dan Praktek perubahan Konstitusi di Indonesia. Penelitian ini muncul dikarenakan perubahan konstitusi merupakan sebuah keniscayaan yang sulit untuk dihindari. Dan begitu juga dengan konstitusi Indonesia yang mengalami perubahan beberapa kali. Penelitian berfokus pada dua permasalahan. Pertama, bagaimana pengaturan prosedur dan praktek perubahan konstitusi di Indonesia. kedua, bagaimana cara perubahan konstitusi yang baik untuk Indonesia. Setelah penelitian dilakukan, ternyata mengenai perihal perubahan konstitusi di Indonesia sebagian tidak sesuai dengan pengaturan prosedur yang telah ditentukan oleh konstitusi itu sendiri (dari UUD 1945 ke Konstitusi RIS, dari UUDS 1950 Ke UUD 1945 Dekrit), sedangkan sebagian perubahan lagi sesuai dengan pengaturan prosedur yang telah ditentukan oleh konstitusi itu sendiri (dari Konstitusi RIS ke UUDS 1950, dari UUD 1945 Dekrit ke UUD 1945 Amandemen 1999-2002).
Pendekatan Penelitian
Adapun mengenai cara perubahan konstitusi yang baik untuk Indonesia adalah menggunakan metode amandemen dengan memperhatikan lembaga yang berwenang mengubahnya, tujuan perubahan, dan masyarakat. Lembaga yang diberikan wewenang untuk mengubah konstitusi sebaiknya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat karena dalam konteks Indonesia Lembaga ini memang merupakan lembaga legislatif yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kemudian mengenai tujuan Konstitusi tidak boleh keluar daripada tujuan hukum dan tujuan konstitusi itu sendiri. Kemudian, masyarakat harus diberikat ruang partisipasi pada saat perubahan konstitusi maupun setelah perubahan itu dihasilkan. pada saat perubahan sedang berlangsung, masyarakat diberikan ruang partisipasi untuk menyampaikan aspirasi sebanyak-banyaknya, keudian pada saat perubahan telah dihasilkan masyarakat diberikan ruang untuk menyetujui atau menolak hasil perubahan, apabila masyarakat sebagian besar setuju maka disahkanlah konstitusi tersebut, dan apabila masyarakat lebih dominan tidak setuju maka hasil perubahan tidak dapat disahkan.
Pelembagaan Upeti Sejak Pra Kolonial Hingga Pemerintahan Pasca Reformasi (Studi Kepustakaan Tentang Praktik Pemberian Upeti Dari Rakyat Kepada Negara Dan Aparatur Negara)
Intisari
Pelembagaan dari praktik pemberian upeti melalui proses sejarah yang panjang yang mengindikasikan lahirnya konsep-konsep seperti suap, dan gratifikasi, sebagai konsekuensinya kemudian praktik-praktik seperti suap dan gratifikasi, di Indonesia menjadi semakin marak, praktik-praktik seperti itu lebih dikenal dengan sebutan korupsi. Korupsi dengan berbagai macam bentuknya memberikan dampak negatif terhadap pembangunan serta penyelenggaraan pemerintah, dimana praktik-praktik tersebut terjadi dan berorientasi kepada keuntungan pribadi, maupun golongan. Permasalahan tentang maraknya praktik suap dan gratifikasi di Indonesia, menjadikan sebuah telaah historis tentang bagaimana mengindentifikasi praktik-praktik tersebut sebagai sebuah penyakit endemik dalam kehidupan berbangsa dI Indonesia, sebagai buntut dari pristiwa sejarah masa lalu yang berkaitan erat dengan pristiwa-pristiwa yang saat ini terjadi, seperti suap dan gratifikasi, yang lebih menarik adalah bagaimana proses pelembagaan praktik pemberian upeti menjadi suap dan gratifikasi yang terjadi di Indonesia. Harapanya nanti penelitian ini dapat menggambarkan tentang proses pelembagaan dari praktik pemberian upeti sejak pasca colonial hingga pemerintahan pasca reformasi, serta mengidentifikasi bentuk-bentuk dan pola-pola pelembagaan upeti menjadi suap dan gratifikasi, sebagai tindakan yang tidak baik dan merusak sistem sosial kemasyarakatan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang pelembagaan praktik pemberian upeti suap, dan gratifikasi, menggunakan metode penelitian atau desain serta pendekatan kualitatif dengan jenis penelitianya adalah studi kepustakaan (Library Research) serta menggunakan paradigma kritis. Pelembagaan praktik pemberian upeti menjadi suap, dan gratifikasi memberikan sebuah penjelasan mengenai lahirnya praktik-praktik suap dan gratifikasi melalui proses sejarah dimana terjadi strategi politik yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk mencapai misinya yaitu Gold, Gospel, Glory yang dilakukan dengan cara membangun asumsi yang salah terhadap tatanan budaya Jawa tentang paham kekuasaan masyarakat Jawa, Berkenaan dengan otoritas atau kekuasaan raja sebagai pemimpin rakyat yang tidak bisa digangu gugat legitimasinya, dengan corak keberagamaan Hindu yang selama ini mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, bukan berdasarkan spesialisasinya melainkan berdasarkan struktur sosial yang dimiliki, sehingga konstruksi tersebut menguatkan budaya kelas dan juga Patronase, yang pada akhirnya terlarut dalam kehidupan masyarakat selama berabad-abad, inilah yang kemudian memunculkan praktik-praktik pemberian Suap dan Gratifikasi di Indonesia. Praktik-praktik yang merusak kehidupan masyarakat di Indonesia, seperti Suap dan Gartifikasi perlu diperhatikan, dimana kondisi sejarah waktu itu perlu dipahami dan perlahan-lahan harus diluruskan, sehingga kebudayaan yang kurang sesuai harus diperbaiki dengan kebudayaan yang lebih baik dan sesuai.
Meningkatkan Potensi Pariwisata Syariah Dengan Mengoptimalkan Industri Ekonomi Kreatif (Studi Kasus Kawasan Wisata Makam Bung Karno Blitar)
Intisari
Konsep syariah dalam sektor ekonomi akhir-akhir ini telah mengalami peningkatan status sosial secara signifikan, tidak hanya bagi penganut agama islam namun juga penganut kepercayaan lain. Tidak pula hanya terpaku sebatas makanan dan obat namun juga merambah kosmetik, hiburan, fashion bahkan pariwisata. Kini, Wisata syariah tidak diartikan sebagai suatu wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid, melainkan wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam. Dan lebih mengarah pada lifestyle. Dalam pengembangan pariwisata syariah, industri kreatif dapat memberikan ide terkait pelaksanaan perencanaan, publikasi, program, dan destinasi wisata yang ada serta merchandise yang ditawarkan sehingga menambah nilai jual pariwisata syariah. Di Indonesia sendiri kondisi pariwisata syariah masih belum maksimal. Padahal jika digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar. Rumsuan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kondisi potensi pariwisata syariah dan industri ekonomi kreatif di kawasan wisata makam Bung Karno; (2) Bagaimana meningkatkan potensi pariwisata syariah dengan mengoptimalkan industri ekonomi kreatif di kawasan wisata makam Bung Karno. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi destinasi wisata Makam Bung Karno Blitar, menganalisis kesiapan berdasarkan persepsi pelaku usaha serta pemerintah kota Blitar dalam mengembangkannya, dan menghasilkan strategi yang tepat untuk meningkatkan potensi wisata syariah dngan mengoptimalkan industri ekonomi kreatif di loaksi.
Pendekatan Penelitian
Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian grounded theory. Mengambil lokasi penelitian area wisata Makam Bung Karno Blitar, Jawa Timur dan pengrajin bathok Coco Art Sukorejo. Berdasarkah hasil penelitian ini, Kota Blitar khusunya Makam Bung Karno secara administratif, belum siap menjadi destinasi wisata syariah dan belum optimal dalam menggarap potensi wisata syariah yang dimiliki. Meskipun dalam praktiknya telah mencukupi syarat dasar wisata syariah. Dalam pengembangan dan optimalisasi MBK sebagai destinasi wisata syariah, diperlukan komitmen dari Pemerintah Kota Blitar, serta kesiapan sumber daya manusia karena pengembangan destinasi wisata syariah memerlukan keseriusan dan dan konsistensi.
Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUDNRI Tahun 1945
Intisari
Formulasi kewenangan Pemerintahan dalam negara kesatuan Republik Indonesia ada pada Pemerintah Pusat. Di dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditentukan : “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Format hubungan kewenangan antara pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah landasan hukumnya diletakan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Ayat (1) Pasal 18 Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.” Selanjutnya ayat (2) UndangUndang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Berpijak pada idee negara kesatuan dalam alenia keempat Pembukaan UndangUndang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, maka konstruksi/hierarki otonomi daerah semestinya diletakan di provinsi, kemudian provinsi melimpahkan ke kabupaten/kota. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah justru otonomi diletakan pada kabupaten/kota, sedangakan otonomi pada provinsi adalah lintas kabupaten/kota. Konstruksi konsep otonomi seperti tersebut di atas tidak konsisten dengan prinsip negara kesatuan dan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak ada koordinasi yang baik antara pemerintah propvinsi dengan kabupaten/kota. Pemerintah Kabupaten/kota menganggap otonomi pada tingkat Kabupaten/kota tidak ada hubungannya dengan Provinsi.
Hasil Penelitian
Akhirnya pengingkaran terhadap idee dan prinsip konstruksi otonomi daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang demikian menyebabkan koordinasi kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah kurang efektif dan hubungan antara pemerintah propinsi dengan pemerintah Kabupaten/Kota tidak baik. Semua itu akan berdampak tidak baik pada pelaksanaan program pemerintahan dalam mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sesuai yang dikehendaki oleh idee bernegara dalam Pembukaan undang-Undang Dasar negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Akibat Hukum Putusan Pailit Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Pt. Dirgantara Indonesia (Persero)
Intisari
Tujuan Nasional adalah memajukan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dan pelayanan publik salah satunya dengan membentuk BUMN. PT. Dirgantara Indonesia merupakan BUMN dalam bidang kedirgantaraan, yang merupakan obyek vital nasional dan mengahasilkan barang dan/atau jasa yang berhubungan dengan industri pesawat terbang. PT. DI mengalami masa survival Tahun 2000-2003 sebagai dampak krisis moneter. Kondisi ini mengharuskan PT. DI melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 6500 karyawan. PHK tersebut menimbulkan sengketa hak dan kewajiban. Mantan karyawan PT. DI menuntut adanya pembayaran kompensasi pensiun, mereka mengajukan permohonan pailit. Menyikapi permohonan Pailit tersebut Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam Putusannya Nomor: 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst, memutus Pailit PT. DI tersebut. Kemudian Menteri Keuangan mengajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung, kemudian Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor: 075 K/Pdt.Sus/2007 membatalkan putusan pailit Pengadilan Niaga. Tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk mengatahui dan menganalisis bagaimana akibat hukum bagi para pihak terhadap pernyataan pailit tersebut, dan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan apa saja yang digunakan dalam pemutus pailit suatu BUMN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian yang digunakan deskriptif analistis. Sumber data yang dipakai adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. putusan pailit tersebut menimbulkan akibat hukum yang lebih luas yaitu: bagi PT. DI sebagai suatu institusi yang harus melakukan upaya penyehatan BUMN melalui Restrukturisasi, bagi pemegang saham dalam hal ini Menteri BUMN dan Menteri Keuangan atas nama Negara Indonesia yang harus meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja BUMN, dan juga bagi para kreditor yaitu mantan karyawan PT. DI dalam hal kompensasi pensiun, pembayarannya berdasar sistem pembayaran yang diupayakan PT. DI. 2. Pertimbangan dalam memailitkan suatu BUMN antara lain menyangkut pertimbangan: aspek yuridis, yang meliputi dasar hukum yang dipakai dalam memutuskan pailit yaitu UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan hukum lain yang terkait, dan aspek ekonomi dengan melihat prospek kelangsungan usaha PT. Dirgantara Indonesia yang masih cukup menguntungkan secara ekonomis, jumlah asset usaha yang masih memadai, dan masih besar pula dukungannya bagi penciptaan lapangan kerja.
Politik Dinasti Pemilihan Kepala Daerah Dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Republik Indonesia
Intisari
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang menganut sistem demokrasi dalam menjalankan sistem hukum ketatanegaraanya, hal ini bersumber dari amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (2) yang menyatkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurutt ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan sudah menjadi suatu ketentuan dasar dimana setiap negara yang mentasbihkan dirinya sebagai suatu negara yang menganut sistem demokrasi tentunya tidak akan perna terlepas dari prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena prinsip dasar tersebut merupkan simbol dasar bahwa semua berorentasi pada kepentingan rakyat dalam suatu negera demokratis. Salah satu contoh nyata bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi adalah dengan adanya perhelatan pesta demokrasi rakyat yang kita kenal dengan adanya Pemilhan Umum, baik dalam bentuk pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden, pemilihan umum legislatif yang memilih para wakil wakil rakyat baik dalam tataran (Pusat) dan (Daerah), dan Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan Kepala Daerah baik ditingkat Provinsi (gubernur) dan ditingkat kabupaten kota (Bupati/Wali Kota). Hingga tataran terendah ditingkat pemilihan kepala desa yang juga melibatkan rakyat dan diplih secara langsung oleh rakyat untuk masing-masing desa. Istilah demokrasi merupakan istilah Ambiogouos, pengertiannya tidak tunggal sehingga berbagai Negara mengklaim diri sebagai negara demokratis telah menempuh rute-rute yang berbeda. Amerika serikat yang libebral dan (bekas) Negara Uni Soviet yang totaliter sama-sama mengklaim diri sebagai negara demokrasi. Kerapkali terjadi manipulasi terhadap konsep demokrasi, sehingga pemaksaan, penyikasaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di negara komunis dianggap sebagai dosa kecil. Dan anehnya menurut mereka tetap harus di anggap demokrasi karena ditujukan untuk menyelamatkan rakyat dan menyongsong masa depannya. Jadi setiap tindakan yang diberi alasan untuk menyelamatkan rakyat secara kolektif di negara komunis dianggap demokratis. Sesuatu yang dianggap berlawanan dengan negara-negara yang menganut demokrasi liberal. Tentunya pendapat Mahfud MD diatas merupakan jawaban terhadap beberapa kalangan yang kontra terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi yang secara jelas dan gamblang melegalkan adanya Politik Dinasti di Indonesia dalam hal pelaksanaan pemilihan kepala daerah khususnya. Adapun pokok materi yang di ujikan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah khususnya pada pasal 7 huruf r dan penjelasannya dan pasal 7 huruf s dengan Nomor Register Perkara 33/PUU-XIII/2015 Politik Dinasti.
Konfigurasi Pendidikan Karakter Berparadigma Kebangsaan; Usaha Meneguhkan Identitas Diri Bangsa Dari Kungkungan Arus Globalisasi
Intisari
Globalisasi hari ini perlu diwaspadai. Meskipun kehadirannya membawa banyak perubahan pada aspek kemajuan teknologi, kita harus mengantisipasi kelebihan yang ditimbulkannya. Karena adanya globalisasi dan akibat yang dihasilkan, perilaku perubahan Indonesia mengikuti budaya Barat (Westernisasi) yang menganut liberalisme. Hal ini dikhawatirkan dapat menggeser nilai-nilai lokalitas yang selama berabad-abad menjadi ciri khas orang Indonesia dalam memiliki karakter heroik, nasionalisme, sopan santun dan keramahtamahan sesuai dengan norma-norma oriental. Berdasarkan fenomena di atas, kita perlu merumuskan dan mempromosikan paradigma bangsa pendidikan karakter untuk memperkuat identitas Indonesia. Nilai-nilai lokalitas yang dapat dimasukkan dalam pembentukan karakter memiliki nasionalisme adalah gagasan Ki Hajar Dewantara yang merupakan “Lawan Sastra Ngesti Mulya, Suci Tata Ngesti Tunggal, Tetep-Mantep-Antep, Ngandel-Kendel-Bandel-Kandel , Neng-Ning-Nung-Nang ”yang semuanya menunjukkan identitas Indonesia.
Analisis Semiotika Hukum Terhadap Lambang Negara Republik Indonesia
Intisari
Melalui analisis semiotika hukum ternyata mampu membongkar mitos dibalik teks hukum negara (Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 dan Undang –Undang Nomor 24 Tahun 2009).
Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis sejarah hukum, bahwa sebenarnya lambang negara Republik Indonesia secara semiotika hukum adalah figur burung elang Rajawali bukan bentuk gambar figur burung garuda dalam mitologi bangsa Indonesia. Lalu mengapa terjadi penamaan lambang negara dengan nama Garuda Pancasila? Hal ini membuktikan bahwa secara semiotika hukum masih kuatnya terhadap mitologi bangsa Indonesia atau masih mendasarkan terhadap sejarah hukum awal perancangan lambang negara yang mengacu pada sketsa-sketsa burung garuda di berbagai candi di pulau Jawa yang dikirim Ki Hajar Dewantoro, 26 Januari 1950. Namun berdasarkan analisis sejarah hukum, bahwa bentuk gambar lambang negara yang diajukan Sultan Hamid II tanggal 8 Februari 1950 yang berbentuk burung garuda yang memegang perisai Pancasila sudah ditolak oleh Panitia Lambang Negara dan selanjutnya sudah diperbaiki oleh Sultan Hamid II dengan menggunakan figur elang Rajawali sebagaimana bentuk gambarnya sekarang ini, atau sebagaimana bentuk gambarnya menjadi lampiran resmi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara berdasarkan Pasal 6 atau sekarang menjadi lampiran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 berdasarkan Pasal 50 walaupun dalam lampiran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 ada “rekayasa” oleh negara dalam beberapa bagian, seperti lambang kapas dibuat berdasarkan gambar alamiah dan bentuk tulisan Bhinneka Tunggal Ika berbeda dengan bentuk tulisan Bhinneka Tunggal Ika dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 atau secara fakta sejarah hukum sebagai bentuk gambar lambang negara yang ditetapkan oleh Kabinet RIS 11 Februari 1950 dan dimasukkan dalam berita negara Parlemen RIS nomor 2 tanggal 17 Februari 1950 yang selanjutnya diperbaiki terus menerus oleh Sultan Hamid II berdasarkan masukan Presiden Soekarno. Kemudian perbaikan terakhir kali gambarnya yang ada skala ukuran dan tata warna, selanjutnya gambar tersebut menjadi lampiran resmi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 atau sebagaimana dinyatakan secara tegas oleh Muhammad Hatta, 1978 dalam buku Bung Hatta Menjawab halaman 108 dan 112.
Paradigma Transendental Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Sistem Hukum Pancasila
Intisari
Adanya ancaman perdagangan bebas terhadap potensi pelanggaran nilai-nilai sistem hukum nasional, perlu kembali pada ekonomi kebangkitan bangsa yaitu ekonomi Pancasila, untuk mencari solusi terbaik untuk Indonesia. Fundamentalisme pasar dengan kekuatan korporasi global tengah melahirkan pemiskinan, ketidakadilan sosial, dan mengancam kedaulatan negara lewat jebakan utang dan kesepakatan global. Keinginan untuk membangun kehidupan politik yang demokratis serta membangun masyarakat warga (civil society) dan menerapkan prinsip pasar-bebas secara drastis, ternyata justru sering menimbulkan dampak yang negatif.
Pendekatan Penelitian
Di sisi lain pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia menjadi maju karena prospek globalisasi, akses teknologi dan investasi asing yang pesat. Peranan pemerintah untuk menentukan kebijakan yang akan ditempuh, melalui harmonisasi-harmonisasi hukum agar negara tidak hanya mengikuti arus globalisasi yang dihadapkan kepada sebuah bangsa. Standarisasi hukum dan harmonisasi hukum di Indonesia sangat penting dan segera disesain, untuk meminimalisir benturan-benturan kepentingan, antara Negara-negara yang berkepentingan dalam era pasar bebas. Hal tersebut merupakan keharusan yang telah disepakati dalam perjanjian multilateral, yang berdampak pada konsekuensi-konsekuensi hukum.
Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Pembubaran Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kebijakan pemerintah Indonesia sebagai reaksi dari kegiatan Hizbut-Tahrir Indonesia (HTI). Kebijakan pemerintah yang mengarah pada pembubaran organisasi Hizbut-Tahir dianggap sebagai langkah konkret untuk mengekang organisasi berbendera hitam ini. Kebijakan diambil sesuai dengan kebutuhan nasionalisme dan keragaman sebagai kewajiban ayah pendiri Indonesia. Hizbut-Tahrir adalah organisasi organisasi politik yang mengklaim tindakan mereka berdasarkan nilai-nilai Islam. Mereka mencoba mendesain dunia di bawah Islamflag (Pan-Islamisme) dengan kekhalifahan Islam sebagai slogan dan gerakannya adalah untuk membentuk pendapat tentang orang-orang yang akan digerakkan dalam perjuangan hukum Islam, dan pada saat yang sama membatalkan demokrasi, karena sistem modern.
Pendekatan Penelitian
Menurut aksi HTI yang mengancam Prinsip Nasional (Pancasila) dan Demokrasi di Indonesia, pemerintah mengambil keputusan untuk membubarkan organisasi Hizbut-Tahrir. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan didukung oleh teori otoriter birokrasi yang menekankan alasan Indonesia menghasilkan kebijakan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan wawancara dan data sekunder / literatur. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk menjaga stabilitas politik sehingga masyarakat hidup damai dalam kerangka Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Analisis Implementasi Pp Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pns Di Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses implementasi PP Nomor 53 tahun 2010 di Kabupaten Sumbawa Barat dengan mengacu pada empat variabel teori Edward III yaitu (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi/Sikap Aparatur dan (4) Struktur Birokrasi. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif. Pemilihan informan kunci adalah purposive sampling. Cara ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah orang yang benar-benar mengetahui atau terlibat langsung dengan fokus penelitian yang akan diteliti. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan mengumpulkan data melalui wawancara, dokumentasi dan observasi lapangan. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa suluruh Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kabupaten Sumbawa Barat telah melaksanakan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS tersebut, dalam pelaksanaannya mulai Juni 2010 sejak pertama diberlakukannya sampai dengan akhir tahun 2012 terjadi peningkatan pelanggaran disiplin PNS yang signifikan disebabkan karena masih kurangnya pemahaman terhadap peraturan displin tersebut, kurangnya pengawasan atasan langsung sebagaimana yang dijelaskan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 bahwa pengawasan berada diatasan langsung yang bersifat melekat. Sebagai kesimpulan bahwa Implementasi PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS di Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat belum berjalan efektif. Ditunjukan dengan terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap jumlah penjatuhan hukuman disiplin PNS di Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.
Pendekatan Penelitian
Hal ini disebabkan karena 1) transformasi informasi dan tidak jelasnya informasi tentang isi, tujuan dan ketentuan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010, 2) kurangnya sumber daya manusia khususnya di pejabat Eselon IVa dan IVb (Kasi/Kasubag/Kasubid) selaku eselon terendah yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap personil PNS. Saran yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sumbawa barat Untuk lebih mengotimalkan Implementasi PP Nomor 53 Tahun 2010 di Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dengan terus melakukan komunikasi dan lebih memperketat lagi aturan-aturan disiplin PNS agar tidak ada celah lagi pagi PNS untuk melakukan pelanggaran atau mangkir pada jam kerja dan untuk lebih tegas lagi menekankan kepada atasan langsung agar lebih mengoptimalkan pengawasan terhadap staf sebagaimana ketentuan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Pelanggaran Hak Moral Dan Hak Ekonomi Pencipta Naskah Film (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 305k/Pdt.Sus-Hki/2014)
Intisai
Sinematografi atau film dalam undang-undang hak cipta merupakan salah satu komponen yang dilindungi oleh hak cipta. Maraknya film yang diangkat dari biografi seseorang tokoh sejarah atau tokoh terkenal menimbulkan problema yuridis yang kompleks karena film biografi yang diangkat dari pertunjukan/pagelaran merupakan sebuah hasil dari karya cipta yang sangat menarik untuk dikaji kedudukannya apakah sebagai karya cipta turunan atau tidak. Selanjutnya, dikarenakan yang menjadi obyek permasalahan disini adalah film, atau biasa disebut dengan istilah sinematografi di dalam UndangUndang Hak Cipta, maka diperlukan untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta dalam sebuah karya film.
Pendekatan Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research) dan analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Bentuk hak yang dimiliki Rahmawati sebagai salah satu penulis naskah film adalah dituliskan nama Rahmawati sebagai pencipta naskah filim Soekarno tetapi ternyata namanya tidak dicantumkan sehingga Rahmawati menggugat PT Multivison Plus dan sutradara Hanung Bramantyo ke pengadilan. Rahmawati menggugat hak cipta film itu karena pemegang hak cipta film itu. Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang diajukan Rahmawati terhadap Multivision Plus dan dalam putusan tersebut, PN Jakarta Pusat menilai Multivision Plus melakukan pelanggaran hak cipta dengan tidak memasukkan nama Rahmawati dalam naskah Film Soekarno. Putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan berpendapat kalau Soekarno dan kehidupannya bukanlah ciptaan seseorang. Implikasi Hukum dari keberadaan Rahmawati sebagai pemegang hak moral dan hak ekonomi sesuai naskah film dengan tidak memasukkan nama Rahmawati dalam naskah Film Soekarno merupakan pelanggaran hak cipta dalam hal ini Produser melakukan wanprestasi dengan tidak mencantumkan nama Rahmawati sebagai pemegang hak cipta, dikarenakan Hak Moral dan Hak Ekonomi tidak dapat dialihkan tanpa adanya izin dari pemegang hak cipta. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan MA No. 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014 sudah tepat ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah berdasarkan pada pembuktian yaitu berdasarkan pada pembuktian yaitu berdasarkan keterangan-keterangan dari saksi dan terbukti bahwa tidak terjadi pelanggaran hak cipta, Majelis Hakim berpendapat kalau Soekarno dan kehidupannya bukanlah ciptaan seseorang.
Legislasi Hukum Islam Di Indonesia (Suatu Tinjauan Politik Islam)
Intisari
Tesis ini berjudul “Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Suatu Tinjauan Politik Islam)” dengan rumusan masalah: 1) Bagaimana konsep legislasi perspektif politik Islam? 2) Bagaimana wujud legislasi hukum Islam di Indonesia kontemporer? 3) Bagaimana peluang dan tantangan legislasi hukum Islam di Indonesia? Untuk menyelesaikan permaslahan digunakan pendekatan siya>si (politik Islam), teologis normatif dan filosofi dengan pengumpulan berbagai sumber literatur terkait yang telah dipublikasikan dalam bentuk kitab, majalah, koran, dan bahan-bahan kepustakaan atau biasa disebut library research.
Pendekatan Penelitian
Teknik analisis data yang digunakan sebagai kajian kepustakaan menggunakan teknik content analysis (analisis isi). Hal ini disebabkan data yang dihadapi bersifat deskriptif verbal. Disamping itu, dianalisis dengan berpikir induktif (argumentasi, deskripsi, dan perbandingan) dan berpikir deduktif (analogi).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Konfigurasi politik yang diperankan oleh negara dan pemerintah sangat diperlukan sebagai sarana untuk menegakkan hukum Islam dalam arti sepenuhnya jika didukung oleh keseragaman kesadaran hukum. (2) Implementasi hukum Islam di Indonesia secara universal telah terakomodir dan terlaksana dengan baik, meskipun masih terbatas dalam masalah hukum privat. (3). Produk legislasi yang merupakan produk politik harus mendapatkan dukungan suara mayoritas di lembaga pembentuk hukum, dan fakta menunjukkan bahwa aspirasi politik Islam bukan mayoritas di Indonesia. Implikasi dari penelitian ini disarankan agar dalam hal mengupayakan legislasi hukum Islam di Indonesia perlu mengambil dua langkah penting: (1) Legislasi hukum Islam harus dengan cara melalui jalur konstitusional, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah sehingga tidak justru mengundang resistensi dari kalangan lain serta kontraproduktif bagi citra agama Islam dan umat Islam. (2) Memperjuangkan hukum Islam memerlukan tindakan nyata (seperti penyusunan RUU) secara konsisten dengan prinsip pembangunan hukum, jika hanya sebatas janji tanpa dibarengi dengan bukti nyata hanya akan melahirkan kesan politisasi hukum Islam.
Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Diskriminasi Ras Dan Etnis Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana
Intisari
Diskriminasi selalu mewarnai lintasan sejarah peradaban manusia. Berawal dari paradigma teologi klasik yang mengakibatkan umat manusia terpecah dan terbagi menjadi dua golongan: superior dan minoritas. Ideologi diskriminasi masuk di Indonesia akibat dari kebijakan politik segregasi Pemerintah Kolonial-Belanda. Setelah merdeka, Indonesia masih tetap melestarikan politik diskriminasi baik dalam bidang hukum / politik, kebudayaan / sosial, ekonomi. Diskriminasi yang kerap kali terjadi adalah diskriminasi terhadap eksistensi golongan ras dan etnis yang beraneka ragam di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (a)Bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam rangka pengaturan tindak pidana diskriminasi terhadap ras dan etnik?(b) Bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana dalam menangani tindak pidana diskriminasi terhadap ras dan etnik dimasa yang akan datang? Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (a) Kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam rangka pengaturan tindak pidana diskriminasi terhadap ras dan etnik;(b) Kebijakan formulasi hukum pidana dalam menangani tindak pidana diskriminasi terhadap ras dan etnik dimasa yang akan datang.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif. Data baik data sekunder maupun primer dikumpulkan dengan cara studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara dengan sumber informasi. Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Data dianalisis secara normatif-kualitatif. Penelitian menghasilkan kesimpulan: (a) Hukum Pidana Indonesia hanya sedikit menyinggung pengaturan terhadap tindak pidana penghinaan yang berbasis diskriminasi ras dan etnis secara umum dalam Pasal 156 dan 157 KUHP. (b) kebijakan formulasi mendatang yang mengatur tindak pidana diskriminasi telah terangkum dalam Konsep KUHP dalam Pasal 286 dan 287, selain itu pemerintah telah memformulasikan RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Saran penelitian ini adalah: dengan semangat pembaharuan hukum pidana, maka kebijakan formulasi sepatutnya tidak bersifat diskriminasi baik kepada setiap warga negara, lembaga/instansi pemerintah, maupun lembaga swasta/dunia usaha. Adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berupaya menghapus tindak pidana diskriminasi. Adanya kepastian hukum dalam hal penyelesaian kasus-kasus yang berbasis diskriminasi.
Kinerja Keuangan Dan Efisiensi Proses Internal Sebelum Dan Sesudah Penerapan Ppk-Blud Pada Rsud Kab.Klungkung
Intisari
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Klungkung sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang telah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Penelitian ini menguji perbedaan kinerja RSUD Kabupaten Klungkung sebelum dan sesudah menjadi PPK-BLUD. Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti kinerja keuangan dan efisiensi kinerja proses internal, diproksi dengan kinerja pendapatan, pengeluaran, rasio saat ini, rasio kas, rasio cepat, Rasio Penghunian Tempat Tidur (BOR), Rata-Rata Lama Menginap (ALOS), Putar Over Interval (TOI) dan Bed Turn Over (BTO). Pengujian statistik menggunakan uji statistik non-parametrik dari Kolmogorov-Smirnov, jika data berdistribusi normal kemudian dilanjutkan dengan paired sample t-test pada masing-masing variabel.
Hasil Penelitian
Hasil pengujian seluruh proxy menggunakan Uji paired sample t-test menunjukkan tidak ada perbedaan kinerja keuangan dan efisiensi proses internal sebelum dan sesudah implementasi CO-BLUD. Hal ini disebabkan oleh manajemen RSUD Kabupaten Klungkung yang belum secara optimal menerapkan peraturan yang diatur dalam Permendagri No. 61 tahun 2007.
Perlindungan Hukum Pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) Yang Tidak Dapat Diperpanjang Setelah Adanya Hak Pengelolaan (HPL)
Intisari
Adanya tumpang tindih pemberian hak atas tanah yang sama oleh Badan Pertanahan Nasional juga merupakan suatu masalah yang sangat sering terjadi. Seperti pemberian Hak atas tanah untuk Hak Pengelolaan diatas tanah hak guna bangunan yang hak nya masih dalam proses permohonan perpanjangan hak nya kembali. Berdasarkan masalah tersebut maka judul yang akan diangkat dalam tesis ini adalah “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang hak guna bangunan yang tidak dapat diperpanjang setelah adanya hak pengelolaan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 276PK/PDT/2011). Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah Bagaimana Kedudukan Hukum HGB yang terbit terlebih dahulu setelah adanya HPL atas objek yang sama? Bagaimana Perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan yang terbit terlebih dahulu setelah adanya hak pengelolaan atas objek yang sama? Bagaimana Dasar Pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor : 276PK/PDT/2011? Jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian dengan metode yuridis normatif ialah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum.
Pendekatan Penelitian
Dengan Sifat penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan Data sekunder. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif. Kedudukan Hukum HGB yang terbit terlebih dahulu setelah adanya HPL atas objek yang sama yaitu masih tetap sah dan mempunyai kekuatan sebagai pembuktian yang kuat atas suatu objek tanah sepanjang HGB tersebut masih berlaku dan jangka waktunya belum berakhir. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Guna Bangunan Yang Terbit Terlebih Dahulu Setelah Adanya Hak Pengelolaan Atas Objek Yang Sama adalah dengan membatalkan Hak Pengelolaan yang terbit diatas objek Hak Guna Bangunan karena apabila syarat-syarat permohonan perpanjangan hak guna bangunan telah sesuai peraturan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah maka tidak ada alasan BPN menolak perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut. Dasar Pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan Mahkamah Agung Nomor : 276PK/PDT/2011 sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku sehingga hakim dalam pertimbangannya menolak Peninjauan Kembali dalam perkara ini.
Kajian Hukum Terhadap Eksistensi Koperasi Sekolah Sebagai Bentuk Ichusus Unit Ekononh Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan
Intisari
Krisis ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan dirasakan oleh seluruh lapisan masyaralcatnya. Masyarakat sekolah dengan para siswa yang merupalcan mayoritasnya adalah salah satu kelompok masyarakat yang termasuk terkena dampalc Icrisis tersebut. Kesulitan ekonomi yang mengakibatkan para siswa lcurang mampu memenuhi peralatan yang dibutuhan dalam proses pendidikannya, membangunkan mereka akan kenyataan bahwa koperasi sebagai unit ekonomi yang pada era sebelum krisis ekonomi tidak dihiraukan sekarang mulai diperhitungkan karena pada kenyataannya koperasi relatif dapat membantu mengurangi beban ekonomi mereka, bahlcan dibeberapa sekolah, koperasinya mampu meningkatkan kualitas pendidikan para anggotanya. Keadaan tadi melandasi studi tentang eksistensi koperasi Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam Peningkatan Kualitas Pendidilcan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang:1/ pe-laksanaan Undang-undang Koperasi No25/th 1992 di koperasi SMU dan SMK di kota Semarang, 2/ kemampuan koperasi SMU dan SMK di kota Semarang dalam memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya, 3/ tanggapan ide pengnabungan koperasi sekolah dalam rangka peningkatan eksistensinya. Metode penelitian yang dipalcai adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpulan data penelitian dilaksanakan melalui kuesioner, wawancara dan observasi langsung dilapangan. Sedanglcan subjek dalam penelitian ini adalah 100 (seratus) pembina dari Dinas Pelayanan Koperasi Kota Semarang, Dinas Pendidikan Nasional Kota Semarang, dan pembina dari koperasi-koperasi sekolah yang diteliti, dan 100 (seratus) anggota dan pengurus koperasi-koperasi sekolah yang diteliti.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjuldcan bahwa l/eksistensi koperasi sekolah cenderung meningkatkan lcualitas pendidikan para anggotanya, mesidpun 2/ implementasi Undang-undang No 25/th. 1992 belum maksimal, misalnya:aspek suicarela, dan rapat anggota tahunan cenderung diabaikan, padahal kedua aspek itu merupakan ciri kopefasi yang sangat vital. Ide penggabungan koperasi SLTA se kota Semarang cenderung didulcung dengan baik oleh sebagian besar koperasi-koperasi SLTA, implikasinya adalah bahwa koperasi memang merupalcan unit ekonomi kerakyatan yang sangat dibutuhkan diera krisis seperti sekarang ini, untuk itulah eksistensi koperasi perlu ditingkatkan menjadi Gabungan Koperasi Sekolah Kota Semarang.
Model Fungsionalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Dalam Kebijakan Hukum (Legal Policy) Daerah Di Provinsi Jawa Tengah
Intisari
Kebijakan hukum daerah dalam pendirian pabrik semen gresik, di Sukolilo, Pati, cenderung mengabaikan fakta kemajemukan dan nilai-nilai kearifan lokal Sedulur Sikep sehingga menjadi pemicu terjadinya konflik dalam masyarakat. Disertasi ini terfokus pada dialektika antara nilai-nilai kearifan lokal (local genius) dan kebijakan hukum (legal policy) daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dan pelestarian lingkungan hidup (LH), pada Komunitas Sedulur Sikep di Pegunungan Kendeng Utara Sukolilo Pati terkait rencana pendirian pabrik PT Semen Gresik. Muara studi ini adalah terciptanya bangunan model fungsionalisasi nilai-nilai local genius dalam legal policydaerah sesuai cita hukum Pancasila. Diyakini bahwa integrasi nilai kearifan lokal dalam kebijakan hukum daerah dan karakternya, ditentukan oleh profil modal sosio-politik yang ada di daerah. Karena itu pendekatan socio-legal research dipilihsesuai tata aturan penelitian kualitatif (qualitative research) yang bersifat deskriptif berdasarkan paradigma legal constructivism, serta hermeneutic yang terikat ruang dan waktu. Rumusan masalah dalam studi ini adalah: (1) Bagaimana profil wilayah komunitas Sedulur Sikep dan kebijakan hukum pendirian pabrik semen PT Semen Gresik di Sukolilo Pati?(2) Bagaimana kebijakan hukum (legal policy) daerah berbasis nilai-nilai kearifan lokal (local genius norm) Sedulur Sikep dalam pengelolaan SDA dan pelestarian LH?(3) Bagaimana model fungsionalisasi nilai-nilai kearifan lokal (local genius norm) dalam kebijakan hukum (legal policy) di bidang pengelolaan SDA dan pelestarian LH sesuai dengan cita hukum Pancasila?
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Profil Sedulur Sikep merupakan komunitas adat di pegunungan Kendeng yang meyakini bahwa bumiadalah sebagai ibu kandung yang memberi penghidupan (hangrungkebi bumi pertiwi),sehingga wajib berperilaku harmonis dengan alam sekitarnya (hamemayu hayuning bawana).Kearifan lokal (local genius) yang bertumpu pada tiga nilai utama dalam kehidupan (kemanusiaan), yakni keadilan, kejujuran dan kebenaran (kepatutan) menjadi dasar penolakan Sedulur Sikep terhadap kebijakan hukum pendirian pabrik semen Gresik di Sukolilo Pati;(2) Kebijakan hukum daerah di bidang pengelolaan SDA & pelestarian LH harus dapat mengakomodasi nilai-nilai kearifan lokal Sedulur Sikep agar dapat memberikan pengakuan, penghormatan& perlindungan yang utuh terhadap masyarakat hukum adat (sedulur sikep) beserta kearifan lokalnyadalam sistem hukum negara;dan (3) The Integratif Law-Society Framework adalah konsep kebijakan hukum reformatif yang memiliki dimensi akomodatif-deliberatif dan integratif-restoratif. Hukum reformatif adalah legal futuristic bercita hukum pancasila, yang mampu memperhitungkan kepentingan bangsa dan negara untuk kurun waktu yang panjang, jauh ke depan dengan mempertimbangkan nilai-nilai kearifan lokal yang masih hidup, sehingga dapat memperkuat fundamen ekonomi kerakyatan yang berwawasan lingkungan (ekologis), bernuansa demokratis legitimatif, integratif dan berfungsi pemulihan sosial (social recuperation). Studi ini merekomendasikanmengenai pentingnya melakukan rekonstruksi dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal dalam kebijakan hukum di bidang pengelolaan SDA dan pelestarian LH, melalui fungsionalisasi local genius dalam legal policy pada resiprokalitas integratif dalam perumusan dan penyelenggaraan kebijakan hukum, meliputi: (1) fungsionalisasi substansial dalam proses pembentukan hukum; (2) fungsionalisasi struktural dalam proses penerapan hukum; dan (3) fungsionalisasi kultural dalam proses penegakan hukum.
Leave a Reply