HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tesis S2 Magister Ilmu Hukum Universitas ANDALAS (UNAND)

  1. Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Daerah Kota Padang Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
  2. Akibat Hukum Tidak Dipenuhinya Petunjuk Jaksa Penuntut Umum Oleh Penyidik Polri Terhadap Proses Penyidikan (Kajian Terhadap Pasal 138 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Jo Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per-036/A/Ja/09/2011)
  3. Analisis Yuridis Dua Penetapan Dari Dua Lingkungan Peradilan Dengan Objek Permohonan Yang Sama (Studi Kasus Penetapan Nomor 0149/Pdt.P/2012/Pa.Smg Tentang Hak Asuh Anak Dan Penetapan Nomor 114/Pdt/P/2013/Pn.Smg Tentang Perwalian)
  4. Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menuntut Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Sebagai Upaya Mewujudkan Asas Keadilan (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas Ia Padang)
  5. Pelaksanaan Tugas Koordinasi Dan Supervisi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  6. Pengalihan Kewenangan Pemberian Izin Usaha Pertambangan Mineral-Batubara Oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
  7. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Deposito Dengan Bunga Di Atas Yang Diizinkan Otoritas Jasa Keuangan
  8. Analisis Yuridis Tanggung Jawab Sekutu Dalam Proses Pailit Pada Cv.Agro Sawita Mandiri Perkasa
  9. Pengabdian Kepada Masyarakat Iptek Berbasis Program Studi Dan Nagari Binaan (Ibpsnb)
  10. Proposal Pengabdian Kepada Masyarakat Dana Boptn Unand Pada Skim Iptek Berbasis Bosen Dan Masyarakat (Ibdm) Tahun 2018, Dengan Judul “Pemberdayaan Petani Dalam Penangkaran Bibit Karet Ber-Trichoderma Sp. Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Akar Putih”
  11. Kewenangan Penyidik Independen Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Di Indonesia Pasca Putusan Praperadilan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel
  12. Permohonan Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Agama Kota Padang
  13. Analisis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Asuransi Usaha Tani Padi
  14. Pencairan Kredit Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pekanbaru Sudirman Berdasarkan Cover Note Yang Dikeluarkan Notaris/Ppat
  15. Pertanggungjawaban Pidana Dan Sanksi Pidana Bagi Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 94/Pid.Sus-Tpk/2017/Pn.Jkt.Pst)
  16. Tinjauan Hukum Atas Pelaksanaan Lelang Barang Sitaan Hasil Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
  17. Implementasi Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit Terhadap Tatakelola Sdm Instalasi Farmasi Rsu Mayjen H.A Thalib Kerinci Tahun 2018
  18. Karakterisasi Molekuler Dan Bakteriosin Bakteri Asam Laktat Asal Pado
  19. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Konsep Diri Pengguna Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Muaro Padang Tahun 2015
  20. Pergeseran Tanggung Jawab Mamak Kepala Waris Terhadap Anak Kemenakan Pada Masyarakat Pariaman Perantauan Menurut Hukum Adat Minangkabau Kota Jambi

 

Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Daerah Kota Padang Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Intisari

Gadai tanah pertanian atas ulayat kaum masih banyak dilakukan ditengah Masyarakat Hukum Adat Minangkabau karena sifatnya cepat dan mudah. Penyelesaian sengketa gadai tanah pertanian atas ulayat kaum seringkali berujung pada penyelesaian di ranah Pengadilan. Putusan Hakim ada yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dan ada putusan didasarkan pada ketentuan Hukum Adat Minangkabau. Dari dua dasar hukum tersebut putusan penyelesaian sengketa gadai tanah pertanian atas ulayat kaum melalui Pengadilan menimbulkan persoalan hukum yang berakibat ketidakpastian hukum. Permasalahannya adalah Bagaimana pertimbangan majelis hakim terhadap penyelesaian sengketa gadai tanah pertanian atas ulayat kaum dalam putusan Peninjauan Kembali nomor 394 PK/ PDTt/ 2011 dan Bagaimana kedudukan pembeli tanah perkara dalam penyelesaian sengketa gadai tanah pertanian atas ulayat kaum setelah keluarnya putusan peninjauan kembali nomor 394 PK/ PDT/ 2011.

Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah yuridis normatif, artinya dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undang dan teori yang relevan akan menggambarkan kepastian hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Hasil penelitian yang beranjak dari rumusan masalah tersebut diperoleh hasil, penyelesaian sengketa gadai tanah pertanian atas ulayat kaum di pengadilan seharusnya didasarkan pada Perundang-Undangan Nasional dan ketentuan Hukum Adat Minangkabau, dua dasar hukum tersebut mengalami pertentangan dan pada putusan Peninjauan Kembali Nomor 394 PK/ PDT/ 2011, Majelis Hakim Peninjauan Kembali tidak mendasarkan putusan Peninjauan Kembali pada Hukum Nasional dan Hukum Adat Minangkabau dan penguasaan objek perkara diserahkan kepada pembeli objek gadai tersebut. Pendapat hakim pada Peninjauan Kembali ini sangatlah keliru, tidak berdasar dan jauh dari keadilan karena tidak sesuai dengan Hukum Nasional dan Hukum Adat Minangkabau.

Akibat Hukum Tidak Dipenuhinya Petunjuk Jaksa Penuntut Umum Oleh Penyidik Polri Terhadap Proses Penyidikan (Kajian Terhadap Pasal 138 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Jo Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per-036/A/Ja/09/2011)

Intisari

Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, penyidik Polri mendapat petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melengkapi berkas perkara. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan batas waktu penyidikan tambahan selama empat belas hari, namun KUHAP tidak mengatur akibat hukum jka petunjuk JPU tidak terpenuhi dalam batas waktu tersebut dan akibat hukum jika berkas perkara tidak dikembalikan, hal ini mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Pemenuhan petunjuk JPU oleh penyidik Polri Diatur dalam Pasal 138 KUHAP dan Perja Nomor : PER-036/A/JA/09/2011. Permasalahan yang dibahas adalah Apakah akibat hukum tidak dipenuhinya petunjuk JPU oleh penyidik Polri, Langkah hukum apakah yang dapat diambil oleh JPU, dalam hal tidak dipenuhinya petunjuk JPU oleh Penyidik Polri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif (normative legal research), yang mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari pustaka serta dianalisa menggunakan pendekatan asas-asas hukum pidana dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan metode deskriptif analitis.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa akibat hukum tidak dipenuhinya petunjuk JPU oleh penyidik Polri dalam hal berkas tidak dikembalikan, maka JPU mengeluarkan surat P-20, sedangkan dalam hal terjadi bolak balik berkas perkara, maka JPU memberikan petunjuk kepada Penyidik Polri untuk menentukan sikap terhadap berkas perkara berdasarkan petunjuk sebelumnya. Sedangkan langkah hukum yang dapat dilakukan oleh JPU dalam hal berkas perkara tidak dikembalikan setelah terbit P-20 tidak diatur dalam KUHAP maupun dalam Perja. Dan langkah hukum JPU dalam hal terjadinya bolak balik berkas perkara, setelah terbitnya petunjuk, namun penyidik menyatakan penyidikan telah optimal, maka JPU dapat melakukan pemeriksaan tambahan, dengan ketentuan tidak dilakukan terhadap tersangka, perkara yang sulit pembuktiannya dan atau meresahkan masyarakat, dan atau membahayakan keselamatan negara, sehingga tidak ada langkah hukum yang dapat dilakukan oleh JPU dalam hal petunjuk JPU tidak dipenuhi terhadap berkas perkara yang mudah pembuktiannya dan atau tidak meresahkan masayarakat dan atau membahayakan keselamatan negara.

Analisis Yuridis Dua Penetapan Dari Dua Lingkungan Peradilan Dengan Objek Permohonan Yang Sama (Studi Kasus Penetapan Nomor 0149/Pdt.P/2012/Pa.Smg Tentang Hak Asuh Anak Dan Penetapan Nomor 114/Pdt/P/2013/Pn.Smg Tentang Perwalian)

Intisari

Kekuasaan kehakiman dalam operasionalnya, tidak bisa dipisahkan dari istilah badan peradilan. peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Lingkungan peradilan yang dibahas dalam tesis ini adalah lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan agama. Kewenangan absolut peradilan umum diatur pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, menyatakan “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.” Jadi pada dasarnya, semua perkara pidana dan perdata menjadi kewenangan peradilan umum (asas lex generalis). Sedangkan kewenangan absolut Peradilan Agama, diatur pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang menentukan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam. Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama yang dikenal dengan asas personalitas keislaman.

Pendekatan Penelitian

Permasalahan yang diteliti adalah 1. Apa saja faktor penyebab terjadi dua penetapan dari dua lingkungan peradilan dengan objek permohonan yang sama dikaitkan dengan asas personalitas keislaman dan kewenangan absolut pengadilan agama. 2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Semarang dalam menetapakan hak asuh anak pada Penetapan Nomor 0149/Pdt.P/2012/PA.Smg. dan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam menetapkan perwalian pada Penetapan Nomor 114/Pdt/P/2013/PN.Smg. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan masalah yuridis normatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa dalam praktik peradilan perdata terdapat titik singgung kewenangan absolut (yurisdiksi) peradilan umum dengan peradilan agama karena pengadilan negeri dan pengadilan agama sama-sama mengadili perkara perdata, namun dengan asas personalitas keislaman yang berlaku di pengadilan agama, titik singgung tersebut telah dapat dipisahkan secara jelas, sehingga seharusnya nenek tidak perlu lagi meminta untuk ditetapkan sebagai wali atas cucunya ke Pengadilan Negeri Semarang, kecuali nenek tersebut merasa berkepentingan dan keberatan dengan ditetapkannya ayah kandung sebagai pemegang hak asuh, maka nenek dapat mengajukan gugatan hak asuh anak ke pengadilan agama atau dapat mengajukan upaya hukum atas penetapan Pengadilan Agama Semarang. Selain itu dalam memutus suatu perkara seorang hakim harus memberikan pertimbangan yang cukup, mengenai aturan formil beracara di pengadilan, maupun mengenai pokok perkara yang diperiksa.

Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menuntut Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Sebagai Upaya Mewujudkan Asas Keadilan (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas Ia Padang)

Intisari

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika diatur tentang kewajiban untuk menjalani rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika. Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika tidak diatur secara spesifik kapan seseorang dikategorikan sebagai pecandu narkotika dan dapat dituntut hukuman rehabilitasi. Untuk itu Kejaksaan Agung RI mengeluarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : Per-029/A/JA/12/2015 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi. Permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini ada tiga yaitu apakah dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menuntut rehabilitasi penyalahguna narkotika di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas IA Padang, bagaimana peran Jaksa Penuntut Umum sebagai eksekutor dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi pencandu narkotika di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas IA Padang dan apakah dengan pemberian rehabilitasi bagi pencandu narkotika telah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis mempergunakan teknik pengumpulan data wawancara dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak terkait. Sebagai pihak yang diwawancara adalah Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Padang serta masyarakat. Pengumpulan data juga diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku literatur, dokumen serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Ada 2 (dua) pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menuntut penyalahguna narkotika dengan tuntutan rehabilitasi yaitu pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Sebagai eksekutor dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu narkotika dilakukan setelah putusan Hakim memperoleh kekuatan hukum tetap dengan menyerahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa HB. Sa’anin Padang.Pemberian rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan rasa keadilan masyarakat akan berjalan seimbang apabila aparat penegak hukum melaksanakan tugasnya sesuai aturan undang-undang dalam menentukan seseorang termasuk sebagai pecandu narkotika.

Pelaksanaan Tugas Koordinasi Dan Supervisi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Intisari

Koordinasi dan supervisi merupakan tugas yang diberikan oleh undang-undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan ini agar pemberantasan korupsi berjalan lebih efektif, efisien, dan sinergis. Namun, dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi terdapat persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas tersebut diantaranya, miskomunikasi antar lembaga penegak hukum. Permasalahan yang dibahas adalah: a) apa bentuk pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh KPK di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat? b) apa kendala yang ditemui dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh KPK dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat? c) serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi kendala tersebut? Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan KPK, dari tahun 2011 hingga 2015 bentuk koordinasi yang dilakukan diantaranya mengkoordinasikan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan dan permintaan informasi oleh KPK terkait dengan kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan bentuk tugas supevisi KPK di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam bentuk ekspose bersama, penelaahan, dan pengawasan penyidikan dan penuntutan.

Pendekatan Penelitian

Dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi terdapat beberapa kendala antara lain, egosentris kelembagaan aparat penegak hukum, inisiatif kejaksaan untuk berkoordinasi dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi masih rendah. Upaya KPK dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi antara lain, koordinasi dilakukan secara terpadu melibatkan unsur Kejaksaan Agung dan Kepolisian, meningkatkan peran aktif dalam kegiatan, merancang sistem laporan SPDP dengan memanfaatkan teknologi, MoU dengan Kejaksaan dan Kepolisian, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat mendukung pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi yang diemban oleh KPK. Pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi oleh KPK di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat belum dilaksanakan maksimal oleh KPK sebagaimana yang diharapkan oleh undang-undang. Oleh karena itu,untuk mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana korupsi di Sumatera Barat, maka KPK perlu mengoptimalkan tugas koordinasi dan supervisi dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

Pengalihan Kewenangan Pemberian Izin Usaha Pertambangan Mineral-Batubara Oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Intisari

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) bahwa “penyelenggaraan urusan kewenangan kehutanan, kelautan dan energi sumber daya mineral dibagi antara pemeritah dan pemerintah provinisi”, kemudian jika dilihat dari matriks pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maka akan sangat jelas bahwa pemerintah kabupaten tidak memiliki kewenangan sebagaimana berdasarkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu kewenangan yakni energi sumber daya mineral akan menjadi sengketa antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sebab pertambangan selama ini menjadi sumber pemasukan bagi daerah. Tarik menarik kewenangan pengelolaan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam Undang-UndangNomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah PemerintahKabupaten/Kota tidak memiliki kewenangan menerbitkan IUP (Izin Usaha Pertambangan).Pasal 37 Undang-UndangNomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk menerbitkan Izin Usaha Pertambangan atau IUP. Hal ini kemudian menjadi kendala dalam penerapannya terutama ditingkat daerah seperti halnya provinsi sumatera barat. Sebab tidak ada aturan teknis yang dapat menjadi dasar bagi pemerintah provinsi untuk mengambil alih kewenangan dari pemerintah kabupaten sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kondisi seperti demikian Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.120/253/SJ tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Deposito Dengan Bunga Di Atas Yang Diizinkan Otoritas Jasa Keuangan

Intisari

Faktor utama kelemahan pelanggan adalah kurangnya kesadaran publik akan hak-hak tersebut. Untuk menarik lebih banyak pelanggan, beberapa bank menawarkan tingkat bunga lebih tinggi di atas yang diizinkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau dilindungi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Masalahnya adalah bagaimana perlindungan terhadap pelanggan yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Penelitian ini dilakukan di PT BPR Bharma Pejuang EmpatLima Kecamatan Tanjung Pati, Lima Puluh Kota. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga deposito lebih tinggi dari LPS target laba yang diinginkan, persaingan antara bank komersial lainnya dan Biaya Overhead Bank. Untuk menghindari tuntutan hukum, bank mengharuskan pelanggan untuk menandatangani deklarasi bahwa dana akan disimpan meskipun tidak dijamin oleh LPS. Sebenarnya tidak ada perlindungan hukum bagi pelanggan karena tingkat bunga deposito tidak sesuai dengan ketentuan LPS. Apalagi pelanggan sudah menandatangani surat bahwa dana itu tidak dijamin oleh LP. Disarankan agar OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan mengambil tindakan tegas terhadap BPR yang memberikan bunga yang tidak sesuai dengan ketentuan LPS. Pelanggan harus lebih berhati-hati dalam menabung dan tidak hanya mengharapkan keuntungan yang lebih tinggi tetapi mengabaikan risiko yang mungkin. Pelanggan tidak boleh menandatangani pernyataan bahwa dana itu tidak akan dilindungi oleh LPS karena itu akan merugikan keamanan dana yang disimpan.

Analisis Yuridis Tanggung Jawab Sekutu Dalam Proses Pailit Pada Cv.Agro Sawita Mandiri Perkasa

Intisari

Dalam perusahaan terdapat dua bentuk badan usaha , yaitu badan usaha bukan badan hukum dan badan usaha berbadan hukum. Persekutuan komanditer merupakann bentuk perusahaan bukan badan hukum. Terdapat dua sekutu dalam persekutuan komanditer yaitu sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Dalam dalam persekutuan komanditer tidak menutup kemungkinan terjadi kepailitan, Rumusan Masalah: (1) Apa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pailit pada cv.agro sawita mandiri perkasa? (2) Bagaimana tanggung jawab para sekutu dalam hal terjadi kepailitan pada cv.agro sawita mandiri perkasa?, Metode yang digunakan dalam penelitian ini penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan jenis penelitian bersifat deskriptif. Sumber data terdiri dari data sekunder yang meliputi sumber hokum primer, sekunder dan tersier.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian : tindakan Direksi CV. Agro Sawita Mandiri Perkasa telah melakukan penundaan pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pailit adalah dilihat dari fakta hukumnya utang Termohon yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih , sebagaimana Termohon dalam memiliki hutang atas pembelian Tandan Buah Segar, atas dasar rangkaian pertimbangan hukum tersebut pengadilan niaga telah memperoleh fakta atau keadaan dan terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi, sehingga bila dikaitkan dengan Pasal 8 ayat (4), maka hakim harus mengabulkan permohonan pernyataan pailit. Tanggung jawab para sekutu dalam hal kepailitan yaitu sekutu komplementer bertanggung jawab atas piutang sampai dengan harta pribadi, sekutu komplementer yang memasukkan modal dalam persekutuan, mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi termasuk membuat perikatan dan apabila sekutu komanditer ikut melakukan perikatan dan perbuatan yang dapat disamakan dengan sekutu komplementer seperti dalam pasal 21 KUHD maka sekutu komanditer pun harus ikut bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh hutang CV secara solider.

Kewenangan Penyidik Independen Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Di Indonesia Pasca Putusan Praperadilan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel

Intisari

Korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang membutuhkan cara luar biasa penanganan kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wewenang penyidik ??KPK pasca persidangan independen nomor 36 / Pid.Prap / 2015 / PN.JKT.SEL, dan juga untuk mengetahui bagaimana status penyidik ??dari KPK setelah Putusan Praperadilan kasus HadiPoernomo. Penelitian ini adalah jenis penulisan penelitian normatif atau hukum untuk perpustakaan hukum. Itulah penelitian hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terkandung dalam undang-undang, putusan pengadilan, serta norma-norma kehidupan yang berkembang di masyarakat. Teori yang digunakan untuk menganalisis perumusan masalah adalah teori otoritas dan teori birokrasi. Wewenang yang dimiliki KPK sebagai lembaga independen untuk memberantas korupsi, menurut penulis, tepat. Namun, untuk mempertahankan keberadaan penyidik ??KPK, otoritas dan status mereka harus jelas, mencatat bahwa kewenangan penyidik ??KPK berada di luar KUHAP. Penulis berpendapat bahwa wewenang yang dimiliki oleh KPK sebagai penyidik ??independen tidak sesuai karena hukum pidana formal, yang diatur dalam KUHAP, diperlukan untuk memelihara hukum pidana materiil. Telah diatur dalam KUHAP pada Pasal 6 KUHAP bahwa lembaga resmi yang melakukan investigasi adalah pejabat kepolisian dan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh hukum. Jadi, tidak ada legalitas terhadap penyidik ??KPK, dan perlu segera mengganti produk hukum Indonesia, baik dalam KUHAP yang merupakan warisan hukum Belanda dan juga dalam produk hukum KPK. Oleh karena itu, dengan mengubah produk hukum menghasilkan keberadaan legalitas bagi penyidik ??KPK yang independen dan tidak ada lagi penyidik ??yang tidak memiliki kekuatan hukum.

Permohonan Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Agama Kota Padang

Intisari

Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri dalam waktu yang bersamaan. Menurut Undang-Undang Perkawinan sebelum melakukan poligami pelaku poligami harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Peradilan Agama dengan cara mengajukan Permohonan izin Poligami di Pengadilan Agama. Permasalahan penelitian terdiri dari: Bagaimana proses permohonan izin perkawinan poligami di Pengadilan Agama kota Padang? Bagaimana pelaksanaan Perkawinan Poligami setelah mendapat izin poligami dari pengadilan agama kota padang? Apakah akibat hukum terhadap harta bersama pada perkawinan poligami? Dalam penulisan tesis ini menggunakan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini bersifat yuridis sosiologis kemudian dianalisa secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif.

Pendekatan Penelitian

Pelaksanaan Permohonan izin poligami pada Pengadilan Agama Padang telah sesuai dengan Undang-undang Perkawinan yaitu pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa seorang suami yang akan mempunyai istri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan poligami pada pengadilan agama setempat. Untuk pengaturan mengenai perkawinan dan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil, apabila seorang Pegawai Negeri Sipil Pria akan beristeri lebih dari seorang, maka terlebih dahulu wajib memperoleh izin dari pejabat (pimpinan/atasan dari Pegawai Negeri Sipil tersebut) yang berwenang. Bagi seorang suami (termasuk Pegawai Negeri Sipil yang telah memperoleh izin) yang ingin beristeri lebih dari seorang (poligami), harus mengajukan permohonan izin poligami secara tertulis kepada Pengadilan. Surat permohonan tersebut harus memuaat bukti-bukti dan alasan-alasannya yang lengkap yang mendasari permintaan izin melakukan poligami, serta harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Hakim Pengadilan Agama akan mengabulkan permohonan tersebut jika alasanalasan dan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan poligami terpenuhi. Pelaksanaan Perkawinan Poligami setelah mendapat izin poligami dari pengadilan agama kota padang dari putusan nomor 02XX/pdt.G/2013/PA.Pdg berjalan dengan baik. Dikarenakan ketika pelaku poligami menikah untuk kedua kalinya berdasarkan atas persetujuan istri yang pertama. Hubungan antara istri pertama dengan istri kedua tetap rukun. Akibat hukum dalam izin perkawinan poligami terhadap harta bersama, Pada umumnya dalam perkawinan di Indonesia khususnya di Padang terjadi percampuran harta, di mana harta bawaan masuk kedalam harta bersama sehingga hal ini menimbulkan ketidakjelasan antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini membuat perjanjian kawin merupakan salah satu tindakan pencegahan terjadinya sengketa terhadap harta bersama pada perkawinan poligami.

Analisis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Asuransi Usaha Tani Padi

Intisari

Upaya Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk mensukseskan pencapaian target swasembada pangan sudah menjadi tekad dan harus berhasil. Berkenaan dengan itu, mulai tahun 2015, pemerintah melaksanakan Upaya Khusus (UPSUS) swasembada padi dengan target produksi padi tahun 2016 mencapai 75,13 juta ton. Tetapi usaha di sektor pertanian, khususnya usahatani padi dihadapkan pada risiko ketidakpastian sebagai akibat dampak negatif perubahan iklim yang merugikan petani. Untuk mengatasi kerugian petani, maka pemerintah membantu mengupayakan perlindungan usahatani dalam bentuk asuransi pertanian, sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Pertanian No 40 Tahun 2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian. Pada tahun 2015 pemerintah pusat mempunyai target nasional seluas 1 Juta Hektare (ha) lahan sawah petani terlindungi asuransi, namun capaian hingga akhir tahun 2015 adalah seluas 233.000 Ha lahan sawah, dan untuk tahun 2016 sampai bulan September 2016 sekitar 373.633 Ha sawah sudah terdaftar dalam program asuransi usaha tani padi (AUTP), jumlah tersebut separuh dari total target yang dicanangkan tahun 2016 yaitu 700 ribu Ha (Media Indonesia, 2016). Capaian pelaksanaan AUTP untuk Propinsi Sumatera Barat Tahun 2015 adalah 61,60%, dimana total luas lahan padi sawah yang melakukan asuransi usaha tani padi yaitu seluas 22.183 Ha dari target luas lahan pertanian untuk mengikuti asuransi yaitu 36.000 Ha (Padang Ekspres, 2015), sedangkan untuk Kabupaten Agam di Tahun 2016 hanya 65 Ha lahan padi sawah yang diasuransikan dari total target seluas 2.350 Ha (Restu, 2016).

Untuk itu penting mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan AUTP dengan studi kasus di Kabupaten Agam. Pemilihan Kabupaten Agam dengan pertimbangan Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 521.305.2013 Tahun 2013 tentang penetapan kawasan pertanian tanaman pangan, dan juga berdasarkan bahwa share produksi padi Kabupaten Agam adalah tertinggi terhadap produksi padi Sumatera Barat. Sampel akan dipilih secara purposive sampling, dengan pertimbangannya adalah petani penguna AUTP minimal 1 kali premi dan petani yang belum pernah menjadi peserta AUTP.

Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Dalam pelaksanaannya, studi ini menggunakan pendekatan yaitu indepth interview, Kuisioner, Focus Group Discussion (FGD) dan Factor Analysis. Untuk mengetahui kebutuhan dan harapan petani terkait dengan pelaksanaan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) di Kabupaten Agam digunakan analisis kualitatif dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) di Kabupaten Agam maka akan mengunakan analisis kuantitatif dengan alat analisis statistik yaitu Factor Analysis.

Pencairan Kredit Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pekanbaru Sudirman Berdasarkan Cover Note Yang Dikeluarkan Notaris/Ppat

Intisari

Bank merupakan lembaga perbankan yang salah satu kegiatannya adalah memberi kredit. Pemberian kredit memiliki resiko yang akan ditanggung Bank selaku pemberi kredit. Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan kegiatan usaha perbankan harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Untuk mengurangi resiko PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pekanbaru memiliki kebijakan yang mengharuskan adanya agunan sebagai jaminan pelunasan utang debitur jika debitur tidak mampu membayar utangnya. Agunan kredit akan didaftaran pada lembaga-lembaga jaminan. Sertifikat pengikatan agunan merupakan dokumen kredit yang dapat menjamin kepentingan Bank. Pendaftaran agunan kredit yang membutuhkan waktu yang cukup lama membuat kredit dapat dicairkan sebelum sertifikat pengikatan agunan dikuasai oleh Bank dengan meminta surat keterangan (cover note) dari Notaris. Agunan yang belum terdaftar dapat mengakibatkan bank tidak memiliki kemudahan untuk mencairkan agunan kredit dikemudian hari jika terjadi kredit macet. Dari uraian tersebut, rumusan masalah penulisan ini yaitu mengenai bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam pencairan kredit dan apakah penggunaan cover note mengenyampingkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pencairan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pekanbaru. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sosiologis untuk dapat mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan dan dapat mengungkapkan permasalahan yang ada di balik pelaksanaan dan penegakan hukum. Dengan pendekatan tersebut, didapat hasil bahwa dalam Penerapan prinsip kehati-hatian BRI Cabang Pekanbaru Sudirman dilakukan disemua kegiatan pemberian kredit, mulai dari adanya organisasi dan manajemen kredit, proses pemberian kredit dengan menerapkan menerapkan prinsip 5’C agar memperoleh keyakinan terhadap kemampuan debitur untuk melunasi kredit sesuai perjanjian kredit dan terhadap pemberian kredit tersebut dilengkapi dengan dokumen-dokumen kredit guna untuk meminimalisir resiko Bank jika terjadi kredit macet dikemudian hari. Terhadap penggunaan cover note yang merupakan salah satu dokumen penundaan sertifikat pengikatan agunan yang digunakan untuk kepentingan para pihak sebagai bukti pegangan sementara adanya perjanjian pengikatan agunan yang diberi debitur untuk jaminan kreditnya dengan alasan penundaan yang diperbolehkan oleh BRI Cabang Pekanbaru sehingga cover note tidak mengenyampingkan prinsip kehati-hatian.

Pertanggungjawaban Pidana Dan Sanksi Pidana Bagi Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 94/Pid.Sus-Tpk/2017/Pn.Jkt.Pst)

Intisari

Keadaan saat ini korupsi bukan lagi berbicara tentang orang perorangan tetapi juga telah menjerat ke dalam korporasi. Korporasi di Indonesia saat ini harus terus dipantau sejauhmana telah terjadi keadaan dimana meraup keuntungan bukan lagi dari usahanya tetapi telah merugikan negara khususnya dalam pembangunan infrastruktur negara. Penjatuhan pidana korporasi dalam Putusan Nomor Nomor: 94/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Jkt.Pst hakim menjatuhkan sanksi pidana bukan hanya kepada terdakwa orang perorangan saja tetapi juga menjatuhkan sanksi pidana kepada korporasi PT. Duta Graha Indah (PT.DGI). Pada tahun 2009-2010 PT. DGI melalui Direktur utamanya pada waktu tersebut melakukan kesepakatan dalam pengaturan proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009 dan 2010 dalam rangka memenangkan PT DGI sebagai pelaksanaan pekerjaan (rekanan). Dalam pelaksanaan proyek terdapat banyaknya permintaan fee kepada PT. DGI untuk diserahkan kepada terdakwa M. Nazaruddin yang waktu itu memenangkan PT. DGI dalam lelang proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana dalam rapat DPR RI. Permasalahan dalam menjerat korporasi terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi masih sulit untuk diterapkan di Indonesia. Sehingga pertimbangan hakim dalam putusan tersebut menjadi dasar pembuatan putusan bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana kepada korporasi PT. DGI. Tesis ini melakukan telaah mengenai teori pemidanaan, teori pertanggungjawaban pidana dan teori pertanggungjawaban pengganti untuk melihat pertimbangan hakim serta pemberian sanksi pidana dalam pertanggungjawaban pidana korporasi. Selanjutnya Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hakim berdasarkan vicarious criminal liability atau Pertanggungjawaban pengganti menilai adanya hubungan kerja dimana mens rea yang ditarik dalam diri terdakwa yang mengetahui perbuatan korupsi tetapi bersifat pasif dengan actus reus yang ditarik dari perbuatan kepala cabang PT. DGI lainnya untuk berkoordinasi dengan pihak lain untuk dan atas nama korporasi yang menimbulkan perbuatan melawan hukum. Hakim menilai kesalahan yang dibebankan kepada korporasi adalah kesalahan yang dilakukan pengurus sehingga korporasi dapat dipertanggungjawabkan pidana atas tindak pidana korupsi yang telah dilakukan. Sanksi pidana dalam hal pertanggungjawaban pidana korporasi berdasarkan putusan hakim menyatakan PT. Duta Graha Indah (PT.DGI) dijatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi sebagai subjek hukum pidana. Karena uang pengganti merupakan pemidanaan yang sangat penting dalam mengusahakan kembalinya keuangan negara.

Tinjauan Hukum Atas Pelaksanaan Lelang Barang Sitaan Hasil Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

Intisari

Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bahwa: “Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut”. Permasalahan dalam tesis ini adalah: 1)Apa dasar hukum lelang barang hasil sitaan tindak pidana korupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi?, 2)Bagaimana pelaksanaan lelang barang sitaan hasil tindak pidana korupsi yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi?, dan 3) Apakah yang menjadi kendala dan hambatan dalam pelaksanaan pelelangan barang tersebut dan bagaimana upaya untuk mengatasinya?,

Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Teori yang digunakan adalah teori pengawasan, teori kepastian hukum, dan teori kewenangan. Pendekatan penelitian dilakukan secara yuridis-normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Penelitan hukum yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Perkembangan tindak pidana korupsi baik dilihat dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas dewasa ini dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), akan tetapi sudah merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). Kerugian negara akibat tindak pidana korupsi masih belum tertutupi dan keresahan masyarakat masih tinggi terhadap penegakan hukumnya. Hasil Pelelangan benda yang dilakukan oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagaian dari barang sitaan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan benda tersebut. Benda hasil sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk benda yang cepat rusak atau membahayakan, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan Negara atau dimusnahkan.

Implementasi Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit Terhadap Tatakelola Sdm Instalasi Farmasi Rsu Mayjen H.A Thalib Kerinci Tahun 2018

Intisari

Permenkes 72 tahun 2016 sangat penting di terapkan di setiap Instalasi Farmasi di rumah sakit, sehingga tercapainya peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana implementasi Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian terhadap tata kelola SDM Instalasi farmasi RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci Tahun 2018 dengan menganalisis kualifikasi, persyaratan serta Beban kerja dan kebutuhan SDM di IFRS MHAT. Penelitian ini menggunakan desain Sequential Explanatory menggabungkan kuantitatif dan kualitatif dan penelitian kuantitatif adalah 28 orang, untuk informan pada penelitian kualitatif adalah 9 orang. Waktu penelitian dari Nopember sampai Desember 2018 di RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian adalah kualifikasi tenaga TKK masih ada dengan latar belakang SMF, Hasil check list dokumen didapatkan jika pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai 44,4% belum terlaksana sedangkan pelayanan farmasi klinik 63,6% belum terlaksana. Hasil pengamatan work sampling didapatkan hasil jika unit gudang dan rawat jalan memiliki produktivitas sedang, sedangkan untuk unit rawat inap menunjukkan tingkat produktivitas rendah. Kualifikasi, persyaratan serta Beban kerja dan kebutuhan SDM di IFRS MHAT belum sesuai dengan Permenkes 72 tahun 2016.

Hubungan Dukungan Sosial Dengan Konsep Diri Pengguna Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Muaro Padang Tahun 2015

Intisari

Ketergantungan pada pengguna narkoba memberikan dampak buruk bagi kondisi kesehatan dan psikologis. Narkoba dapat merubah keadaan diri seseorang termasuk konsep diri yang dimiliki. Konsep diri negatif cenderung terjadi pada pengguna narkoba, sehingga dibutuhkan faktor yang dapat mengubah konsep diri negatif pada pengguna, yaitu dukungan sosial dari keluarga, teman serta petugas lapas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan konsep diri pengguna narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Muaro Padang Tahun 2015. Jenis penelitian menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada 55 responden. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi, konsep diri, dan dukungan sosial.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (74,5%) narapidana dengan kasus narkoba memiliki konsep diri positif, dan (85,5%) narapidana dengan kasus narkoba mendapatkan dukungan sosial yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi-square, diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan konsep diri pengguna narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Muaro Padang Tahun 2015 dengan nilai (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan konsep diri narapidana narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Muaro Padang. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada keluarga dan teman menjadi sumber dukungan sosial, memberikan motivasi bagi narapidana dan bagi petugas lapas memberikan binaan dan pendidikan kesehatan pada narapidana narkoba.

Pergeseran Tanggung Jawab Mamak Kepala Waris Terhadap Anak Kemenakan Pada Masyarakat Pariaman Perantauan Menurut Hukum Adat Minangkabau Kota Jambi

Intisari

Masyarakat Minangkabau menarik garis keturunan melalui sistem matirilineal mempunyai bentuk perkawinan semenda. Sistem perkawinan itu bersifat eksogami berarti perkawinan dilakukan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan satu clan. Ayah atau suami tidak mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keluarganya tetapi mamak yang mempunyai tanggung jawab terhadap kemenakannya. Sejalan dengan perkembangan zaman dan masuknya ajaran islam yang banyak mempengaruhi sendi-sendi adat di Minangkabau Padang Pariaman maka bentuk perkawinan semenda bertandang telah mengalami pergeseran pada bentuk perkawinan semenda menetap pada masa sekarang telah menjadi bentuk perkawinan bebas, dimana ayah atau suami telah mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya. Bagaimana tanggung jawab Mamak Kepala Waris terhadap Kemenakan menurut Hukum Adat Minangkabau pada masyarakan Pariaman Kota Jambi, Faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran tangung jawab mamak kepala waris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Sampel yang diambil dengan purposive sampling. Analisa dilakukan secara deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran dan mengungkapkan bagaiman sesungguhnya pergeseran tanggung jawab mamak kepala waris terhadap kemenakan menurut hukum adat minangkabau pada masyarakat Padang Pariaman Kota Jambi.

Hasil Penelitian

Adapun hasil dari penelitian itu mengetahui pergeseran tanggung jawab mamak kepala waris terhadap kemenakan menurut hukum adat minangkabau pada masyarakat Padang Pariaman Kota Jambi, dan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran tanggung jawab mamak kepala waris. Penelitian ini adalah adanya pergeseran maka masyarakat hukum adat Padang Pariaman yang mengakibatkan mamak kepala waris tersebut lebih cenderung mendidik anak-anaknya daripada kemenakan. Dalam harta pustaka tinggi fungsi mamak tidak dominan lagi dalam mengawasi harta pusaka sedangkan harta pusaka tersebut hanya sebagai simbol kekayaan suatu kaum. Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran tanggung jawab kepala waris yaitu faktor berubahnya fungsi rumah gadang, faktor hukum islam, perantauan, ekonomi dan pendidikan.

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?