HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Potensi Pengembangan Ekowisata

Definisi Ekowisata

Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat.

Community Based Ecotourism

Community Based Ecotourism

Adanya unsur plus plus di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:

  1. Kekhawatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.
  2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
  3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat.
  4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari lingkungan yang lestari.
  5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.

Adapun pengertian Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.

Menurut The International Ecotourism Society atau TIES (1991), ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah–wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal. Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah–wilayah yang lingkungan alamnya masi asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya – upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.

Ekowisata merupakan sebagian dari sustainable tourism. Sustainable Tourism ialah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor–sektor pendukung kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (Beach and sun teorism), wisata pedesaan (rural and agro tourism) atau, perjalanan bisnis (business travel).

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. (Zulukhu : 2009)

Ekowisata berpijak pada tiga kaki sekaligus, yakni wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya. Menurut deklarasi Quebec (hasil pertemuan dari anggotan TIES di Quebec, Kanada tahun 2002), Ekowisata adalah sustainable Tourism yang secara spesifik memuat upaya–upaya :

  1. Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya.
  2. Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan.
  3. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung.
  4. Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.

Adanya unsur plus – plus di atas yaitu kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh :

  1. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.
  2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
  3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat.
  4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari lingkungan yang lestari.
  5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat – tempat yang masih alami itu memberikan peluang bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (eco lodge), warung dan usaha – usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, agar dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.

Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco – traveler ini pada hakekatnya konservasionis.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah memberikan definisi ekowisata yaitu kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan,pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya alam serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

Hubungannya dengan budaya–budaya yang berbeda memiliki sistem–sistem nilai yang berbeda dan karenya itu menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan, dan norma yang ada pada masing–masing budaya. Jadi sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain mengandung potensi komunikasi lintas budaya, antar budaya karena kita selalu berada pada dan berhubungan dengan “budaya” yang relatif berbeda dengan budaya orang lain. Perbedaan itu, termasuk dengan teman yang berasal dari suatu negara tapi berbeda daerah dan suku seberapapun kecilnya perbedaan itu pasti ada. (Kusherdyana : 2011)

 

Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh. Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia.

Di dunia hewan, Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik), 78 jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik) (Mc Neely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Namun Demikian sampai saat ini kita harus menanggung beban berat sebagai negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karena biota Indonesia tersebar di lebih dari 17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja jumlah populasi setiap individu tidak besar tetapi juga distribusinya sangat terbatas. Ini harus disadari oleh pemerintah, sehingga Indonesia harus merumuskan suatu kebijakan dan membuat pendekatan yang berbeda di dalam pengembangan sistem pemanfaatan keaneka ragaman hayatinya, terutama kebijakan dalam pengembangan pariwisata yang secara langsung memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu diprioritaskan dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti ekowisata harus menjadi pilihan utama.

 

Visi Ekowisata Indonesia

Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal. Penetapan Visi Ekowisata di atas di dasarkan pada beberapa unsur utama:

  1. Ekowisata sangat tergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya.
  2. Pelibatan Masyarakat.
  3. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
  4. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional.
  5. Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.

 

Tujuan Ekowisata Indonesia

Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk

  1. Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya;
  2. Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat;
  3. Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-kaidah ekowisata.

 

Pendekatan Pengelolaan Ekowisata

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union for Conservntion of Nature and Natural Resources, bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam.

Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:

“Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan -Melindungi keanekaragaman hayati – Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya “

Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan ini jangan justru dibalik.

Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejah-teraannya. Bahkan Eplerwood (1999) memberikan konsep dalam hal ini:

Urgent need to generate funding and human resonrces for the management of protected areas in ways that meet the needs of local rural populations.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan masyarakat lokal.

 

Konsep Pengembangan Ekowisata

Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Pertama, aspek destinasi, kemudian Kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

 

Prinsip Ekowisata

Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (commnnity based). The Ecotourism Society (Eplerwood/1999) menyebutkan ada delapan prinsip, yaitu:

  1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.
  2. Pendidikan konservasi lingkungan.
  3. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi.
  4. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.
  5. Pendapatan langsung untuk kawasan.
  6. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.
  7. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.
  8. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan.

 

Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan  didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

Komponen Pendukung Pariwisata

Wisatawan yang melakukan perjalanan wisata memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan kehidupan kita sehari-hari. Sama seperti yang kita lakukan setiap hari, wisatawan juga butuh makan dan minum, tempat menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya, untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, pariwisata harus didukung oleh berbagai komponen yaitu:

  • Obyek dan daya tarik wisata.

Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah. Beberapa yang paling umum yaitu untuk melihat keseharian penduduk setempat, menikmati keindahan alam, menyaksikan budaya yang unik, atau mempelajari sejarah daerah tersebut. Intinya, wisatawan datang untuk menikmati hal-hal yang tidak dapat mereka temukan dalam kehidupan mereka seharihari. Alam, budaya serta sejarah tersebut merupakan bagian dari obyek dan daya tarik wisata.

  • Transportasi dan infrastruktur.

Wisatawan memerlukan alat transportasi baik itu transportasi udara, laut dan darat untuk mencapai daerah wisata yang menjadi tujuannya. Tersedianya alat trasportasi merupakan salah satu kunci sukses kelancaran aktivitas pariwisata.

Komponen pendukung lainnya yaitu infrastruktur yang secara tidak langsung mendukung kelancaran kegiatan pariwisata misalnya air, jalan, listrik, pelabuhan, bandara, pengolahan limbah dan sampah, namun, meskipun tidak semua daerah tujuan wisata memiliki komponen pendukung yang baik, suatu daerah tetap bisa menarik wisatawan untuk berkunjung karena ada hal-hal unik yang hanya bisa ditemui atau dilihat di tempat tersebut.

  • Akomodasi (tempat meniginap).

Akomodasi ialah tempat dimana wisatawan bermalam untuk sementara di suatu daerah wisata. Sarana akomodasi umumnya dilengkapi dengan sarana untuk makan dan minum. Sarana akomodasi yang membuat wisatawan betah ialah akomodasi yang bersih, dengan pelayanan yang baik (ramah, tepat waktu), harga yang pantas sesuai dengan kenyamanan yang diberikan serta lokasi yang relatif mudah dijangkau. Jenis-jenis akomodasi berdasarkan bentuk bangunan, fasilitas, dan pelayanan yang disediakan,yaitu sebagai berikut :

  1. Hotel. Hotel merupakan sarana akomodasi (menginap) yang menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan bagi tamunya seperti pelayanan makanan dan minuman, layanan kamar, penitipan dan pengangkatan barang. Klasifikasi hotel dapat dilihat dari lokasi, jumlah kamar, ukuran, serta kegiatan yang dapat dilakukan tamu di hotel selama menginap. Semakin banyak bintangnya akan semakin banyak pula persyaratan, layanan dan fasilitas dengan tuntutan kualitas yang semakin tinggi.
  2. Guest house. Guest house, ialah jenis akomodasi yang bangunannya seperti tempat tinggal. Umumnya guest house hanya memiliki fasilitas dasar yaitu kamar dan sarapan tanpa fasilitas tambahan lainnya.
  3. Homestay. Berbeda dengan Guest House, Homestay, jenis akomodasi yang populer di wilayah perkotaan maupun pedesaan di Indonesia, menggunakan rumah tinggal pribadi sebagai tempat wisatawan menginap. Umumnya homestay memberikan pelayanan kamar beserta makanan dan minuman. Salah satu kelebihan dari homestay yaitu wisatawan bisa mendapatkan kesempatan untuk mengenal keluarga pemilik.
  4. Losmen. Losmen merupakan jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau keseluruhan bangunan sebagai tempat menginap. Losmen memiliki fasilitas dan pelayanan yang jauh lebih sederhana dibandingkan hotel. Losmen tidak dirancang menyerupai tempat tinggal seperti guest house.
  5. Perkemahan. Tidak seperti jenis akomodasi lainnya, perkemahan merupakan sarana menginap yang memanfaatkan ruang terbuka dengan menggunakan tenda.
  6. Vila. Merupakan kediaman pribadi yang disewakan untuk menginap. Bedanya dengan homestay yaitu tamu akan menyewa rumah secara keseluruhan dan pemilik rumah tidak berada pada rumah yang disewa tersebut. Sedangkan pada homestay, tamu hanya menyewa kamar dan berbaur bersama pemilik rumah.
  • Usaha makanan dan minuman.

Usaha makanan dan minuman di daerah tujuan wisata merupakan salah satu komponen pendukung penting. Usaha ini termasuk di antaranya restoran, warung atau cafe. Wisatawan akan kesulitan apabila tidak menemui fasilitas ini pada daerah yang mereka kunjungi. Sarana akomodasi umumnya menyediakan fasilitas tambahan dengan menyediakan makanan dan minuman untuk kemudahan para tamunya. Selain sebagai bagian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, makanan adalah nilai tambah yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyak wisatawan tertarik untuk mencoba makanan lokal, bahkan ada yang datang ke daerah wisata hanya untuk mencicipi makanan khas tempat tersebut sehingga kesempatan untuk memperkenalkan makanan lokal terbuka lebar. Bagi wisatawan, mencicipi makanan lokal merupakan pengalaman menarik. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mengelola usaha makanan dan minuman yaitu variasi hidangan yang disajikan, cara penyajian yang menarik, kebersihan makanan dan minuman yang disajikan, kualitas pelayanan serta lokasi usaha tersebut. Penyedia jasa harus memperhatikan apakah lokasi usahanya menjadi satu dengan sarana akomodasi, atau dekat dengan obyek wisata sehingga mudah dikunjungi.

  • Jasa pendukung lainnya.

Jasa pendukung adalah hal-hal yang mendukung kelancaran berwisata misalnya biro perjalanan yang mengatur perjalanan wisatawan, penjualan cendera mata, informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank, sarana penukaran uang, internet, wartel, tempat penjualan pulsa, salon, dan lain-lain. Wisatawan bisa memperoleh informasi di pusat informasi wisata, baik berupa penjelasan langsung maupun bahan cetak seperti brosur, buku, leaflet, poster, peta dan lain sebagainya.

Jasa pendukung lainnya yang sangat penting adalah jasa pemandu. Pemandu harus memahami informasi mengenai daerah tempat ia bekerja. Pengetahuan tentang pelayanan dan keramah-tamahan juga sangat diperlukan. Pemandu tidak hanya sekedar memberikan informasi, tapi juga harus dapat meningkatkan kesadaran wisatawan untuk menghormati alam dan budaya setempat. Jasa pendukung tersebut sangat tergantung pada daerah atau tujuan wisata, semakin terpencil, maka jasa pendukung akan semakin minim, namun hal ini umumnya dapat dimaklumi karena wisatawan yang memilih pergi ke tempat terpencil sudah mempersiapkan diri dengan kondisi lapangan yang terbatas.

 

Sapta Pesona Ekowisata

Ada dua hal penting untuk menjawab pertanyaan di atas. Pertama, pelayanan yang baik. Bayangkan, bila wisatawan sudah datang jauh-jauh, merencanakan perjalanannya sedemikian rupa, serta mengeluarkan uang yang tidak sedikit, tapi ketika datang ke daerah kita ternyata mereka menemui supir yang kasar, tidak sopan dan menipu penumpang, atau pedagang asongan yang memaksa untuk membeli dagangan, atau akomodasi yang kotor serta warung makan dengan makanan dan minuman yang kotor dan tidak enak. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi di daerah kita.

Kedua, menjaga keindahan dan kelestarian alam, serta budaya karena hal tersebut merupakan aset pariwisata kita, dengan cara apa kita dapat mewujudkan hal tersebut. Minimal enam dari tujuh unsur tersebut penting kita terapkan untuk memberikan pelayanan yang baik serta menjaga keindahan dan kelestarian alam dan budaya di daerah kita, yaitu aman, tertib, bersih, indah, ramah dan, kenangan.

  1. Aman. Wisatawan akan selalu datang ke tempat yang menurut mereka aman, yang berarti bebas dari perang, ancaman manusia (seperti kejahatan), serta bebas dari rasa takut. Untuk itu kita perlu menciptakan lingkungan dan rasa aman di daerah kita. Keadaan ini dapat tercermin dari keadaan seperti aman dari pedagang-pedagang eceran/ kaki lima yang memaksa wisatawan untuk membeli, aman dari pencopetan, pencurian dan lain sebagainya.
  2. Bersih. Bersih dalam segala hal, bersih diri, lingkungan, bebas sampah dan polusi lainnya. Tempat sampah harus disediakan diberbagai tempat untuk memudahkan pengunjung menjaga kebersihan.
  3. Indah. Indah tidak berarti harus mewah. Meskipun sederhana, lokasi yang nyaman, rapi dan bersih dapat menciptakan keindahan tersendiri, karena itu, jagalah keindahan lingkungan sekitar kita.
  4. Ramah. Keramahan adalah salah satu kunci sukses pariwisata. Senyum ramah yang tulus dan tidak dibuat-buat saat menyambut wisatawan yaitu salah satu hal yang membuat mereka betah di tempat kita. Keramah-tamahan rakyat Indonesia sudah sangat terkenal oleh para wisatawan mancanegara.
  5. Kenangan. Apa yang dinikmati oleh wisatawan selama di tempat yang dikunjunginya tidak bisa dibawa pulang, kecuali cenderamata dan kenangan indah. (Kahiking : 2013)

 

DAFTAR PUSTAKA

 Iwan Nugroho, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sukawati Zalukhu, Buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata Kabupaten Nias Selatan. Dinas Pariwisata, Kabupaten Nias Selatan, Nomor UHJAK/2009/PI/9.

Undang-undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Chafid Fandeli, Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata,  Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Permendagri No. 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.

Kusherdyana, Pemahaman Lintas Budaya, Alfabeta, Bandung.

Gumelar S. Sastrayuda, Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort And Leisure, Hand Out Mata Kuliah

Frank Tyson Kahiking, Kewenangan Pemerintah Daerah dan Peran Serta Masyarakat Di Bidang Ekowisata Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten SITARO, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Chafid Fandeli., Mukhlison. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas

Fahriansyah dan Yoswaty, Dessy. 2012. Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara: Faktor Ekologis Hutan Mangrove. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Volume 4 Nomor 2, Halaman 35 – 46.

Fennell, David A. 2014. Ecotourism, 4th Edition. New York : Routledge.

Karizal, Edy. Konsep Ecotorism Yang Berbasis Masyarakat.

Kominfo Kabupaten Pangandaran. 2015. Profil Pangandaran.

Nizar, Muhamad Afdi. 2011. Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, Volume 6 Nomor 2, Halaman 195-211.

Priherdityo, Endro. 2015. Ekowisata Indonesia, Besar Potensi Minim Optimalisasi.

Rakhman, Cecep Ucu, et al. 2014. Community-Based Tourism Development Model in the District of Pangandaran. International Journal of Culture and History ,Volume 1 Nomor 1 Halaman 34 – 50.

Rianto, T. 2014. Analisis Potensi Obyek Wisata dan Keterpaduannya dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Sahidah, Didah. 2012. Green Canyon – Indonesia.

Soedarso, A. S., Natadjaja, L., & Erandaru, E. (2015). Perancangan Promosi Objek Wisata Green Canyon Pangandaran. Jurnal DKV Adiwarna, Volume 1, Nomor 12, halaman -.

Tanaya, Dhayita Rukti dan Rudiarto, Iwan. 2014. Potensi Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Jurnal Teknik PWK, Volume 3 Nomor 1, Halaman 71-81.

The International Ecotourism Society. 2015. What is Ecotourism? https://www.ecotourism.org/what-is-ecotourism (17 April 2016)

Trigantiarsyah, R., & Mulyadi, H. 2016. Pengembangan Produk Wisata Dengan Menggunakan Teknik Tourism Opportunity Spectrum Terhadap Keputusan Berkunjung (Survei Pada Pengunjung Cukang Taneuh/Green Canyon Kabupaten Ciamis). Tourism & Hospitality Essentials Journal, Volume 2 Nomor 1, Halaman 157-178.

Unesco. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?