BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pencemaran pantai merupakan salah satu bentuk pencemaran yang paling mengancam kehidupan manusia. Meskipun pencemaran ini hanya menempati 10% dari luas daratan bumi, kawasan pantai yang dihuni oleh lebih dari 60% populasi manusia dengan tingkat pertumbuhan global sebesar 62% untuk periode 1998-2000 (Lakshmi & Rajagopalan, 2000; Picket et al, 2001 dalam Widianarko, 2002). Pencemaran ekosistem pantai ini disebabkan oleh tidak adanya manajemen yang baik untuk pengolahan limbah dan industri (Widianarko, 2002). Aktivitas urban dan indutri merupakan salah satu penyebab pencemaran kualitas lingkungan pantai (Widianarko, 1997). Keberadaan industri yang menyebar di seluruh penjuru kota dengan skala produksi yang amat beragam mengakibatkan sulitnya managemen limbah perindustrian di perkotaan di Indonesia.
Akibatnya berbagai senyawa termasuk logam berat lolos begitu saja memasuki ekosistem pantai sehingga mencemari air dan sedimen pantai, termasuk jenis seafood yang terdapat didalamnya (Widianarko , 2002 ). Penurunan mutu lingkungan dapat mengakibatkan penimbunan senyawa beracun oleh tumbuhan dan hewan yang dikonsumsi oleh manusia. Akibatnya manusia selaku konsumen akan menghadapi resiko gangguan kesehatan jika terpaksa mengkonsumsi bahan-bahan pangan yang tercemar tersebut (Widanarko, 2002). Konsumsi seafood merupakan jalur yang penting bagi akumulasi logam berat, terutama diantara hewan-hewan yang hidup pada daerah pantai yang terkena polusi (Bernard & Andreae, 1984 dalam Browne et al., 2000). Widianarko (2002) mengungkapkan bahwa seafood di pantai utara (Pantura) Jawa Tengah (Jateng) mengandung logam berat yang berbahaya, yaitu Kadmium (Cd), Timbel (Pb), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Kandungan logam berat tersebut melampaui ambang batas yang dapat menimbulkan daya racun (toksisitas) yang tinggi terhadap tubuh manusia.
Logam-logam beracun yang terdapat dalam air dan sedimen ekosistem pantai yang tercemar ini, berpeluang masuk ke dalam tubuh hewan seafood seperti : kerang, kepiting, udang dan ikan. Informasi tentang adanya kandungan logam-logam beracun dalam seafood bercangkang (shellfish) yaitu kerang-kerangan dan udang-udangan sudah banyak dilaporkan oleh para peneliti di berbagai wilayah didunia, seperti di Inggris (Rainbow & White, 1989); di Belanda (Kraak et al. 1994; Hendriks et al., 1998); di Finlandia (Tahvonen & Kumpulainen, 1996), di Swedia ( Jorhem et al., 1994); Malaysia (Mat., 1994; Mat et al., 1994; Tukimat et al., 1999); Taiwan (Han et al; 1994), 1998; Lin & Hsieh, 1999; Han et al, 2000); Hongkong (Dickman & Leung, 1998); India (John & Fernandez, 1998); Australia (Mortimer, 2000; Turoczy, et al., 2001); Kuwait (Bu- Olayan & Al- Yakoob, 1998; Al- Mohana & Subrah manyam., 2001); Mediterania, dan masih banyak yang lainnya.
Kerang merupakan salah satu jenis seafood yang paling banyak digemari dan dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini lebih didasarkan karena kerang mudah didapatkan dan harganya juga terjangkau oleh lapisan golongan masyarakat pada umumnya. Kebanyakan spesies kerang (Anadara) terletak di daerah air pasang atau daerah pinggiran air pasang (Broom, 1985). Jenis kerang yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah kerang darah (Anadara granosa). Menurut Broom (1985); Menzel (1991); Matz (1994) & Whitten et al (1996) kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu komoditas hasil laut yang memiliki nilai komersial dan banyak disukai konsumen di Indonesia maupun di Asia secara umum. Kerang darah (Anadara granosa) tersebar secara luas dan banyak dibudidayakan sebagai makanan yang bernilai di China, jepang, Malaysia, Taiwan dan Thailiand ( Broom, 1985). Perbedaan antara kerang darah (Anadara granosa) dan kerang lain (misal. Anadara indica) terletak pada garis cangkang kerangnya. Kedua jenis kerang ini jika dilihat sekilas hampir mirip bahkan sulit untuk dibedakan. Perbedaan dasar yang paling nyata yang dapat dilihat adalah jika kerang Anadara granosa garis-garis pada cangkang kerangnya kasar. Sedangkan pada Anadara Indica garis-garis pada cangkang kerangnya halus. (Yoseph, 2002). Ada juga jenis kerang lain yang mempunyai bulu pada cangkangnya (Anadara inflata).
Pada tahun 1996, produksi dari kerang darah (Anadara granosa) di Jawa Tengah sekitar 134.4 ton yang meningkat pada tahun 1997 menjadi 157.4 ton (Anonim,1997 & Anonim, 1998). Pada penelitian sebelumnya (Prasetyo, 2002) mengenai studi konsumsi seafood oleh masyarakat diketahui bahwa konsumsi terhadap kerang cukup tinggi, yaitu sekitar 191,68/g/minggu/orang. Berdasarkan data yang didapatkan dari FAO (2000), dapat diketahui produksi dari kerang secara umum yang ditunjukkan pada tabel 1. sebagai berikut :
Pada penelitian yang dilakukan oleh Browne et al (2000) di Morodemak dan Tambak Lorok didapatkan hasil bahwa kerang Anadara granosa merupakan jenis seafood nomor dua yang paling banyak dikonsumsi. Cukup tingginya konsumsi kerang ini berpengaruh pada serapan kandungan logam yang terdapat pada kerang oleh masyarakat yang mengkonsumsinya. Kerang, remis dan tiram sering digunakan untuk menguji tingkat polusi lingkungan. (Ibrahim et al., 1995. Kerang pada umumnya merupakan pemakan partikel dasar, plankton serta bahan organik pada dasar endapan yang di filter melalui mekanisme cillia insang (Raymon, 1976). Fungsi insang yang selain untuk pernafasan juga untuk menangkap makanan yang mana sifat ini dikenal dengan ciliary feeder (Barnes, 1974). Selama makan, kerang menyaring sejumlah besar air. Bila lingkungan perairan tersebut tercemar oleh logam berat, maka logam tersebut juga akan diserap oleh kerang masuk ke dalam jaringan tubuhnya. Cara hidup kerang ini menyebabkan kerang sangat berpotensi mengakumulasikan senyawa pencemar yang terdeposisi di pantai yang tercemar (Whitten, et al., 1996).
Menurut Han et al (1993) kerang – kerangan dapat mengurangi logam berat seperti Zn, Cd, Pb, dan Cu dengan cara melepaskan bahan-bahan terlarut dan terkonsentrasi yang kemudian didistribusikan pada lingkungannya. Kerang mampu mentolerir dan mengeksresikan senyawa-senyawa pencemar ke lingkungannya melalui proses fisiologis dan enzimatis. Akumulasi ini terjadi karena senyawa pencemar tersebut membentuk senyawa komplek dengan substansi-substansi organik yang terdapat dalam tubuh kerang (Sugianto, 1998). Ada empat mekanisme masuknya logam pencemar melalui membran sel, yaitu dengan difusi pasif melalui membran, filtrasi melalui pori membran, transportasi menggunakan organ khusus (organ carrier) sebagai media dan absorpsi secara langsung oleh sel dan endositosis (Sugiyanto, 1998). Kerang menunjukkan tingkat cemaran logam melalui berat dan ukuran tubuhnya (Boyden 1974; Boyden & Mar, 1977 dalam Ibrahim & Mat, 1995).
Muara sungai besar di Jawa Tengah (Jateng) kini sarat dengan logam berat, seperti kromium, kadmium, timbel, mangan, seng, besi, dan fenol. Akibatnya kualitas air sungainya memburuk. Penurunan kualitas itu akan berujung pada penurunan tingkat kandungan oksigen terlarut. Dampaknya akan menyebabkan migrasi atau kematian sumber daya perikanan dan organisme laut. Penelitian yang dilakukan oleh Darmodjo et al., 1985 & Supriharyono et al., 1989 dalam Widiarnarko 1997 melaporkan bahwa kandungan logam Kadmium (Cd) yang terdapat pada 6 muara sungai di Semarang melebihi batas yang telah ditetapkan. Browne et al. (1999) menemukan bahwa terdapat kandungan logam Cd, Ni, Pb dan Zn yang cukup tinggi dalam jaringan tubuh kerang. Di Tambak Lorok kandungan logam Cd adalah sebesar 0.73 ?g/g/ berat segar kerang ; 0,05 ?g/g/ berat segar kerang untuk Pb dan 11.40 ?g/g/ berat segar kerang untuk Zn. Keberadaan logam-logam beracun di area pantai Semarang, ibu kota Jawa Tengah, menimbulkan resiko keamanan konsumsi masyarakat. Studi sebelumnya menyatakan bahwa asupan logam yang berasal dari konsumsi kepiting (Scylla serrata) dan kangkung (Ipomoea aquatica) memberikan konstribusi resiko yang tinggi secara signifikan terutama untuk logam tertentu, seperti timbal (Pb) dan besi (Fe) (Widianarko & Pujilestari, 1999; Widianarko et al., 1999). Selain efek akut berupa kematian, beberapa efek kronik yang dapat terjadi pada insiden pencemaran antara lain : (1) gangguan pertumbuhan; (2) gangguan kinerja produksi; (3) gangguan perkembangan juvenil; (4) efek fisiologi dan biokimia (selular dan molekular); (5) kecacatan, karsinogenitas dan mutagenitas; serta (6) perubahan perilaku (Rombke & moltman, 1996). Hasil beberapa penelitian tentang akumulasi logam Cd dalam Kerang Anadara granosa disajikan pada tabel 2.
Ahmed (1991) menyatakan Logam Cd dan Pb dikelompokkan sebagai racun yang berbahaya, sedangkan Cu, Fe dan Zn dikelompokkan sebagi kontaminan dengan racun yang cukup/sedang. Intake Zn yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang mungkin berpengaruh terhadap metabolisme trace metal yang lain. Pemanfaatan Cu sensitif terhadap jumlah Zn yang berlebihan (WHO, 1996). Cd bertanggung jawab terhadap sebagian insiden keracunan seperti penyakit itai-itai di Jepang (Ahmed, 1991). Toksisitas yang ditimbulkan oleh logam Pb dapat dilihat dari berbagai efek meliputi efek neurological dan developmental , haematological dan efek renal (Ahmed, 1991; Adam et al, 1993 b; WHO, 1996).
Dalam rantai makanan ekosistem perairan, penimbunan Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg) merupakan ancaman paling besar bagi kesehatan manusia (Jaworski, 1984 dalam Browne et al, 1999). Kadmium (Cd) sangat beracun dan cenderung terakumulasi dalam tubuh manusia (Zanders & Rojas, 1996), bahkan dengan asupan yang sangat rendah, karena kadmium dikeluarkan dari tubuh secara pelan-pelan (Ahmed, 1991). Pada manusia kadmium terakumulasi di ginjal dan hati (Groten & van Bladeren, 1994; Ahmed, 1991; Adam et al., 1993). Kadmium dalam tubuh manusia dengan asupan yang rendah menyebabkan hipertensi dan kerusakan ginjal, sedangkan dalam asupan yang tinggi menyebabkan tulang lumpuh, penyakit “ itai-itai” (Atlas & Barthez, 1981); Ahmed, 1991), kerusakan paru-paru, kerusakan tulang ( Anonim, 1996). Penelitian ini dilakukan dengan memberikan perlakuan pendahuluan sebelum kerang diolah (sebelum di konsumsi), seperti adanya proses pencucian, perendaman dan perebusan. Diharapkan bahwa dengan adanya perlakuan pencucian, perendaman dan perebusan sebelum konsumsi terjadi penurunan kandungan logam berat yang ada pada kerang yang akan dikonsumsi.
Kerang dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan dengan menggunakan cara pemasakan yang berbeda-beda, seperti dengan cara direbus atau dibuat sate kerang, dan lain sebagainya. Jorhem et al (1993), melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pemasakan pada kepiting mengakibatkan kandungan logam berat pada kepiting semakin meningkat. Peningkatan ini menurut penelitian diakibatkan karena adanya tambahan logam yang berasal dari air yang digunakan untuk memasak, kemudian bumbu yang ditambahkan seperti garam serta diakibatkan karena adanya tambahan logam yang terlepas dari peralatan stainless steel yang digunakan. Adanya tambahan logam yang terdapat dalam masakan kerang juga tergantung dari kesegaran kerang yang digunakan selain itu juga perlakuan pendahuluan sebelum proses pemasakan dilakukan, misalnya proses perendaman dan pencucian terhadap kerang. Pada umumnya, studi-studi tentang kaitan antara akumulasi logam pada bahan makanan. Termasuk hasil laut, yang banyak dipublikasikan saat ini masih terfokus pada aspek dietray intake, yang kemudian dihubungkan dengan baku keamanan pangan yang tersedia dalam Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) FAO/ WHO (lihat a.l Tahvonen & Kumpulainen., 1991, 1994, 1995, 1996).
Batas maksimum asupan logam yang boleh dikonsumsi berhubungan dengan kesehatan tubuh manusia. Semakin tinggi kandungannya akan semakin mengancam kesehatan tubuh manusia. Kadmium (Cd) merupakan unsur logam berat yang paling beracun setelah Merkuri (Hg). Setiap negara telah menetapkan batas maksimum logam berat Cd dalam komoditas laut demi pencegahan timbulnya keracunan. Departemen Kesehatan RI (Republik Indonesia) dan FDR New Zealand serta FAO (2002) menetapkan batas maksimum kandungan logam Cd adalah sebesar 2 ppm. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perubahan kandungan logam berat yang terdapat pada kerang Anadara granosa melalui proses pemasakan (perebusan) pada variasi perlakuan pencucian dan perendaman.
Contoh Tesis
Contoh Skripsi
Leave a Reply