Judul : Pernikahan di Bawah Umur di Kalangan Orang Sumatra (Studi Kasus di Kelurahan Karang Ketuan, Kecamatan Lubuk Linggau Selatan II, Kota Lubuk Linggau Sumatra Selatan Tahun 2004-2006)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang sangat dimuliakan Allah, sehingga di dalam kebutuhan biologisnya diatur dalam hukum perkawinan. Oleh karena itu, manusia terdorong untuk melakukan hubungan diantara lawan jenis sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam itu sendiri. Hal ini diharapkan agar manusia di dalam berbuat tidak menuruti hawa nafsu semata.
Di dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 1, Allah telah menganjurkan adanya pernikahan, adapun firman-Nya :
Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.1 Islam memberi wadah untuk merealisasikan keinginan tersebut sesuai dengan syariat Islam yaitu melalui perkawinan yang sah. Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang baik dan kelestarian hidupnya, setelah masingmasing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Sebagaimana firman Allah surat Al Hujurat ayat 13
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.3 Adapun perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Oleh karena itu, pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar dapat mencapai tujuan dari perkawinan tersebut, sehingga dengan demikian perlu adanya kesiapan-kesiapan dari kedua belah pihak baik mental maupun material. Artinya secara fisik laki-laki dan perempuan sudah sampai pada batas umur yang bisa dikategorikan menurut hukum positif dan baligh menurut hukum Islam. Akan tetapi faktor lain yang sangat penting yaitu kematangan dalam berfikir dan kemandirian dalam hidup (sudah bisa memberikan nakah kepada isteri dan anaknya).
Hal ini yang sering dilupakan oleh masyarakat. Sedangkan tujuan yang lain dari perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani maupun rohani manusia juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga pencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat. Sementara itu, sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri, muncul permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu sering terjadinya pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang belum cukup umur untuk melakukan pernikahan.
Masalah batas umur untuk bisa melaksanakan pernikahan sebenarnya telah ditentukan dalam UU No. 1/1974 pasal 7 ayat (1), bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahundan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Ketentuan batas umur ini, seperti disebutkan dalam kompilasi pasal 15 ayat (1) didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan UU perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah siap jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.
Di sini penulis akan mengadakan penelitian mengenai pernikahan di bawah umur yang terjadi di Kelurahan Karang Ketuan, Kecamatan Lubuk Linggau Selatan, Kota Lubuk Linggau. Dimana Kota Lubuk Linggau ini terbagi menjadi delapan kecamatan, yaitu kecamatan Lubuk Linggau Utara I dan II, kecamatan Lubuk Linggau Barat I dan II, Kecamatan Lubuk Linggau Timur I dan II, dan Kecamatan Lubuk Linggau Selatan I dan II.
Dan setiap kecamatan mengepalai sembilan kelurahan. Sedangkan kelurahan Karang Ketuan terletak di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan II, dan Kelurahan Karang Ketuan terbagi menjadi beberapa RT. Sedangkan kelurahan Karang Ketuan dijadikan sebagai objek penelitian bagi penulis. Karena masih banyaknya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan di bawah umur, faktor-faktor tersebut, yaitu karena dijodohkan oleh orang tua, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor agama, faktor adat dan budaya, dan karena faktor kemauan anak.
Pernikahan dibawah umur ini sangat menarik untuk diteliti, oleh sebab itu penulis mencoba mengangkat persoalan yang terjadi dalam masyarakat dengan judul “PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DI KALANGAN ORANG SUMATRA (Studi Kasus di Kelurahan Karang Ketuan, KecamatanLubuk Linggau Selatan II, Kota Lubuk Linggau Sumatra Selatan Tahun 2004-2006 untuk diteliti kebenarannya dengan obyek penelitian warga masyarakat Kelurahan Karang Ketuan, Kecamatan Lubuk Linggau Selatan II, Kota Lubuk Linggau, Sumatra Selatan.
Leave a Reply