ABSTRAK
Keputusan untuk menikah pada dasarnya merupakan keputusan yang sulit, kompleks dan penuh pertimbangan sehingga tidak mudah bagi individu untuk melakukannya. Sulitnya seorang individu untuk memutuskan menikah tentu merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Hal tersebut bertambah kompleks bila menghadapi kenyataan dimana pasangan tersebut berbeda keyakinan. Ada beberapa pilihan solusi yang dapat diambil yaitu, salah satu dari pasangan tersebut mengubah keyakinannya mengikuti keyakinan pasangannya yang lain (konversi agama). Pilihan untuk berpindah keyakinan, tentu memerlukan pertimbangan yang besar dalam pengambilan keputusan bagi individu tersebut. Hal itu dikarenakan selain melakukan pengambilan keputusan untuk menikah, individu tersebut juga melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama sesuai keyakinan pasangan untuk menikah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses pengambilan keputusan pada individu yang telah memasuki tahap dewasa muda yang melakukan konversi agama karena pernikahan dan melihat faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan tersebut.. Penelitian ini menggunakan teori pengambilan keputusan Janiss dan Mann (1977) yang terdiri dari penilaian terhadap masalah, mencari alternatif pilihan membuat komitmen dan mempersiapkan diri menghadapi umpan balik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif dianggap tepat dalam penelitian ini dikarenakan peneliti ingin mendapatkan gambaran yang mendalam tentang proses pengambilan keputusan melakukan konversi agama menurut individu yang menjadi partisipan dalam penelitian ini. Partisipan dalam penelitian ini adalah individu dalam tahap perkembangan dewasa muda, karena dalam tahap ini individu memiliki kebutuhan akan adanya intimasi (pernikahan). Partisipan berada pada rentang usia 20-40 tahun. Terdapat tiga orang yang dijadikan partisipan dalam penelitian ini. Dan ketiganya telah melakukan konversi agama. Dalam tahapan pengambilan keputusan yang mereka lakukan, mereka tidak melewati tahap kedua dari teori Janiss dan Mann, yaitu mempertimbangkan alternatif. Faktor yang paling mempengaruhi secara dominan adalah faktor lingkungan.
Kata kunci : konversi agama, dewasa muda, pernikahan.
Contoh Tesis
Contoh Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat seseorang telah mencapai tahap perkembangan dewasa muda, salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah menikah. Menurut Erikson (dalam Turner dan Helms,1995), seorang dewasa muda memasuki tahap perkembangan psikososial intimacy vs isolation. Intimacy dapat dikatakan berhasil apabila individu dapat membentuk hubungan dekat dengan lawan jenis secara intim. Hubungan dekat dengan lawan jenis dapat dibentuk melalui hubungan interpersonal dengan lawan jenis (pacaran) yang akhirnya menuju pada satu tujuan akhir, yaitu menikah. Adanya keinginan untuk menikah serta berbagai alasan yang membuat seseorang memutuskan untuk menikah menjadi jauh lebih kompleks apabila individu tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa pasangannya berbeda keyakinan dengan dirinya. Selain menetapkan pilihan untuk menikah, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah keputusan apakah mereka harus menikah dengan keyakinan yang berbeda atau salah satu dari pasangan tersebut memutuskan untuk memeluk keyakinan yang sama dengan pasangannya. Seperti halnya yang dialami oleh Nita dalam www.femina-online/forum : ”Saya mencintai orang yang berbeda agama dengan saya. Bingung harus kayak gimana, dia tetap dengan prinsipnya, begitu juga dengan saya. Akhirnya saya bilang kalau kita ambil jalan tengah aja, menikah namun tetap dengan prinsip masing-masing. Saya mau, eh dianya yang gak mau. Tapi kami juga gak mau kalau disuruh pisah. Mesti gimana dooong?” Hal yang serupa juga dialami oleh Poppy : “This is silly. Saya dan pasangan berniat menikah tapi kita punya 2 problem besar. Beda agama (saya muslim dan dia Kristen) juga beda suku (saya jawa, dia batak).Ribetnya … ternyata keluarga pasangan saya menganggap 2 hal itu sulit dinegosiasikan. Ada yang punya pengalaman?About the religion dan suku tentunya …Please … I would really appreciate any kind of advice.Thanks!”
Di Indonesia, dalam pasal 2 UU perkawinan No.1 Tahun 1974 disebutkan bahwa ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya tersebut.” Dengan ini berarti, tiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah haruslah melewati lembaga agamanya masing-masing dan tunduk kepada aturan pernikahan agamanya. Lalu apabila keduanya memiliki agama yang berlainan, maka lembaga agama tidak dapat menikahkan mereka kecuali salah satunya mengikuti agama lain. Indonesia sendiri belum memiliki aturan perundang-undangan yang menyebutkan mengenai pernikahan beda agama. Fenomena dilematis yang dihadapi pasangan yang berbeda keyakinan membuat mereka dihadapkan pada alternatif pilihan yaitu konversi agama. Dengan kata lain, salah satu pihak dari pasangan tersebut mengubah keyakinannya agar sesuai dengan keyakinan pasangannya. Konversi agama atau perpindahan keyakinan (agama), merupakan suatu keputusan yang kompleks dan tentunya sulit dilakukan oleh individu. Hal itu dikarenakan keputusan untuk beralih keyakinan tidak hanya melibatkan individu dan pasangannya itu sendiri, namun melibatkan lingkungan keluarga, social, dan yang terpenting hubungan individu tersebut dengan Tuhan.
Salah satu aspek sentral dalam proses konversi agama adalah pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada keseluruhan sistem kepercayaan, cara hidup, dan komunitas keagamaan yang baru. Tahap tersebut dikatakan berat pada individu karena dapat menimbulkan konfrontasi yang intens pada individu dan tidak jarang hal tersebut menyakitkan. Urgensi konversi agama sebagai suatu proses dikemukakan oleh Lewis Rambo (1993), seorang pakar tentang psikologi agama, yang menyatakan bahwa ada anggapan bahwa konversi agama sebagai suatu kejadian yang dilakukan secara instan, cepat serta merupakan perubahan yang sekali dalam seumur hidup. Tetapi, jika dilihat dengan seksama, fenomena konversi agama merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan manusia, institusi, komunitas, dan kelompok. Senada dengan yang dikemukakan oleh Rambo, Palaoutzian (1996) dalam buku Psychology of Religion” menyatakan : ”A Conversion may not be a single event at all, but a process. The final outcome is a result of a complex interaction of personal and social forcess” (Palaotzian,1996:141) Hal itu dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan berpindah keyakinan merupakan suatu proses yang didasarkan pada interaksi yang kompleks antara individu yang bersangkutan dengan lingkungan sosial yang berpengaruh pada keputusannya tersebut.
bisa mnta file yang lngkap ndk???sya jga lgi nulis soal konversi agama dalam prnikahan.
thanks atas bntuannya.