HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Pengaruh Pemberian Dexmedetomidine Intravena terhadap Kebutuhan Obat

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Dexmedetomidine Intravena terhadap Kebutuhan Obat untuk Pemeliharaan Anestesi dan Kondisi Klinis pada Pasien Kraniotomi

 

A. Latar Belakang

Dexmedetomidine merupakan agonis 2-adrenoreseptor yang dapat mengurangi respons simpatoadrenal akibat stress. Melindungi pasien dari stimulasi simpatis noxious dan perubahan hemodinamik selama pembedahan. Dexmedetomidine memiliki sifat anesthetic sparing, meningkatkan  hemodinamik dan mengurangi gejolak intubasi (Gertler et al, 2001).

Sudah banyak penelitian tentang Dexmedetomidine sebagai obat pilihan sedasi di unit perawatan intensif pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik, dan Dexmedetomidine sebagai obat tunggal pada operasi awake craniotomy serta kombinasi dengan anestesi lokal pada operasi minimal invasif, operasi otak fungsional. Namun pengaruhnya pada kebutuhan pemeliharaan anestesi (Sevoflurane dan Fentanyl) serta pengaruhnya pada kondisi klinis pasien [(slack brain), kecepatan pulih sadar, dan stabilitas hemodinamik] yang menjalani operasi kraniotomi belum diteliti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah penambahan Dexmedetomidine intravena pada general anestesi (Sevoflurane dan Fentanyl) lebih efektif (berkurangnya kebutuhan konsentrasi Sevoflurane dan opioid), kondisi lapangan operasi yang baik (slack brain), terjaganya stabilitas hemodinamik dan serta pulih sadar yang cepat untuk pasien).

 

B. Rumusan Masalah

Apakah penambahan Dexmedetomidine Intravena dapat menurunkan kebutuhan obat untuk pemeliharaan anestesi dan memberikan kondisi klinis yang lebih baik pada pasien kraniotomi?

 

C. Tinjauan Pustaka

Kraniotomi

Kraniotomi adalah operasi memindahkan bagian tulang kepala untuk dapat mengakses otak. Alat-alat khusus diperlukan untuk mengangkat bagian tulang tersebut (bone flap). Bone flap untuk sementara waktu dipindahkan, lalu dikembalikan setelah operasi otak selesai dilakukan (Yale Med School, 2011)

Mekanisme Aksi Dexmedetomidine

Dexmedetomidine, senyawa imidazole, adalah dextroisomer Medetomidine yang aktif secara farmakologis yang menunjukkan sifat agonis ?2-adrenoseptor yang spesifik dan selektif. Mekanisme aksinya unik dan berbeda dari obat-obat sedasi lainnya, termasuk Clonidine. Aktivasi reseptor di dalam otak dan batang spinal menghambat sinyal neuronal, menyebabkan hipotensi, bradikardi, sedasi dan analgesia. Respons aktivasi dari reseptor pada area yang berbeda meliputi berkurangnya salivasi, berkurangnya sekresi, dan menurunnya motilitas usus dalam traktus gastrointestinal, menurunnya kontraksi vaskular dan otot polos lainnya, inhibisi pelepasan renin, peningkatan filtrasi glomerolus, dan peningkatan sekresi sodium dan air dalam ginjal; penurunan tekanan intraokular; penurunan pelepasan insulin dari pankreas.

Farmakodinamik Dexmedetomidine

Dexmedetomidine adalah sebuah agonis -adrenoseptor dengan selektifitas terhadap -adrenoseptor tergantung pada dosis. Penelitian pada binatang yang diberikan dosis rendah sampai menengah (10-300 g/Kg) afinitas terjadi selektifitas pada reseptor 2 dibandingkan dengan 1. Pada dosis yang lebih tinggi (>1000 ug/Kg) atau dalam infus cepat, baik aktifitas ?1- dan ?2-adrenoseptor sama-sama terjadi. Mayoritas pasien yang menerima Dexmedetomidine sebagai terapi utama mengalami pengalaman sedasi yang efektif, walaupun mudah dibangunkan, salah satu keunggulan yang unik dari Dexmedetomidine yang tidak terjadi pada obat sedian sedasi lainnya. Penelitian klinis mengindikasikan bahwa pasien yang diterapi dengan Dexmedetomidine tidak membutuhkan atau hanya membutuhkan sedikit terapi tambahan. Hal ini tampak sangat berbeda dengan pasien yang tidak menerima Dexmedetomidine.

 

D. Metode Penelitian Skripsi

Penelitian dilakukan di dalam kamar operasi RSUD DR. Moewardi Surakarta. Desain penelitian Randomized Control Trial Double Blind, 32 pasien anak dan dewasa (ASA II dan III, usia 6-85 tahun) yang menjalani operasi Kraniotomi dilakukan randomisasi untuk masuk dalam dua kelompok yaitu Grup I (yang ditambahkan Plasebo) dan Grup II (yang ditambahkan Dexmedetomidine) dari awal premedikasi dan selama pemeliharaan. Tatalaksana neuro anestesi standar diterapkan pada penelitian ini.

Sevoflurane sebelum insisi kulit, saat irisan pertama, sebelum membuka duramater dan saat menutup duramater dalam 50%/50%/O2/air bar dan Fentanyl intravena selama pemeliharaan dicatat.  Parameter kondisi klinis pasien adalah Slack Brain dan cepatnya waktu pemulihan pasca anestesi (waktu ekstubasi, waktu membuka mata dan waktu mampu mengikuti perintah sederhana) dicatat.

Prosedur anestesi dan efek samping selama dan pasca operasi dicatat. Data penelitian diolah dengan SPSS.18 for Windows.

 

E. Kesimpulan

1. Pemberian tambahan Dexmedetomidine 1 ?g/Kg dalam 10 menit dilanjutkan dengan 0.5 ?g/Kg/jam intravena terbukti mampu mengurangi kebutuhan Sevoflurane selama fase pemeliharaan pada pasien yang menjalani kraniotomi (p=0.037; p= 0.000; p=0.030; p=0.000).

2. Pemberian tambahan Dexmedetomidine 1 ?g/Kg dalam 10 menit dilanjutkan dengan 0.5 ?g/Kg/jam intravena mampu mengurangi penggunaan Fentanyl selama fase pemeliharan namun tidak bermakna secara statistik (p= 0.622)

3. Pasien kraniotomi yang ditambahkan Dexmedetomidine 2 kali lebih mungkin mengalami Slack brain, namun tidak bermakna secara statistik (OR=1.97, p=0.414).

4. Pemberian tambahan Dexmedetomidine 1 ?g/Kg dalam 10 menit dilanjutkan dengan 0.5 ?g/Kg/jam intravena memungkinkan pasien yang menjalani kraniotomi 4 kali lebih besar mendapatkan kembali fungsi kognitifnya secara cepat (OR= 3.85; p= 0.072).

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?