Pengaruh Tingkat Bagi Hasil dan Suku Bunga Terhadap Simpanan Mudharabah ( Studi Kasus BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta) Periode Tahun 2002 – Tahun 2005
ABSTRAK
Perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah adanya suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa dikatakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional. Dalam penelitian ini digunakan dua alat analisis yaitu analisis regresi dan uji kausalitas Granger dan didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh bagi hasil terhadap volume simpanan mudharabah, melainkan tingkat suku bungalah yang berpengaruh negatif terhadap volume simpanan mudharabah. Serta tidak ada hubungan sebab akibat dari tingkat suku bunga dan tingkat bagi hasil. Jadi peneltian ini akan menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga terhadap simpanan mudharobah di BPR Syariah Bangun Drajat Warga.
Contoh Tesis
- Daftar Contoh Tesis Akuntansi
- Daftar Contoh Tesis Akuntansi Perpajakan
- Daftar Contoh Tesis Akuntansi Perusahaan
Contoh Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Paradigma baru dalam suatu sistem ekonomi akhir-akhir ini sering dibicarakan oleh kalangan ekonom, baik dari akademisi maupun praktisi. Munculnya suatu konsep yang dianggap baru belum dapat diterima oleh masyarakat, karena belum adanya pemahaman terhadap konsep yang ditawarkan tersebut. Salah satu konsep yang sering dibicarakan saat ini adalah konsep mengenai Perbankan Syariah. Konsep ini menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam ke dalam transaksi Perbankan. Prinsip utama yang diterapkan adalah transaksi keuangan, yang berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak dikenakan bunga (interest free banking). (Khairunnisa, 2000).
Percobaan pertama didirikannya bank Islam lokal di daerah pedesaan di Pakistan, dimana tidak membebankan bunga pada pinjamannya. Kemudian diikuti oleh Malaysia, India, Mesir, dan Iran. (Khairunnisa, 2000). Pertumbuhan bank-bank Islam di Indonesia dipelopori oleh BMI pada tahun 1992, yang kemudian disusul oleh lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya, seperti BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dan BMT (Baitul maal wat- Tamwil). Perbankan syariah ini muncul sebagai akibat dorongan dari adanya kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya riba dan kelemahan dari sistem bunga yang selama ini dianut oleh bank-bank konvensional.
Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktifitas perekonomian masyarakat modern. Secara umum tujuan utama bank syariah adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dan melakukan kegiatan perbankan (financial), komersial dan investasi sesuai dengan prinsip Islam (Priatin, 2005). Pemberlakuan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang juga diikuti dengan diberlakukannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK (Surat Keputusan) Direksi Bank Indonesia / Peraturan Bank Indonesia telah memberikan landasan hukum yang kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan Perbankan syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberi kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah antara lain melalui izin pembukaan kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional. Selain itu Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga menugaskan Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip agama Islam (UU No.10/1998). Bank syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga) untuk pembagian keuntungannya. Besarnya bagi hasil (Profit Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Peneliti memilih BPR Syariah sebagai studi kasus dalam penelitian ini karena produk-produk yang ditawarkan oleh BPR Syariah sangat potensial untuk diminati oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah. Karena untuk memenuhi kebutuhan kredit kepada petani, nelayan, pengusaha dan pedagang kecil, tentunya harus memenuhi kriteria mudah, tepat waktu, dan tepat jumlahnya. Kriteria-kriteria ini dalam banyak hal juga dimiliki oleh BPRS sehingga secara tidak langsung ia memiliki keunggulan komparatif apabila dibandingkan dengan jenis Perbankan lain (konvensional). (Muhammad, 2002). Kredit perlu murah dalam arti bagi hasil dan biaya-biaya lainnya harus dapat dijangkau oleh rakyat kecil. Kesulitan utama, diantara kesulitan lain, dari usaha kecil adalah modal. Oleh karena itu, perolehan modal yang mudah merupakan keinginan dari pengusaha kecil.
Perusahaan yang menjadi tempat penelitian adalah BPR Syariah Bangun Drajat Warga yang beralamat di jalan Gedong kuning Selatan No. 131 Yogyakarta. PT BPRS BDW ini adalah salah satu dari dua BPRS yang ada di Yogyakarta. Peneliti memilih perusahaan ini sebagai objek penelitian karena BPRS BDW adalah BPRS tertua di Yogyakarta yang beberapa bulan kemudian disusul dengan berdirinya PT BPRS Margi Rizky Bahagia. Selain itu juga BPRS BDW adalah satu-satunya BPRS yang sudah memiliki gedung sendiri, serta satu-satunya tempat yang menjadi barometer / tempat informasi bagi bank syariah yang hendak masuk ke Yogyakarta.
Sebagai lembaga perbankan, BPRS BDW menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary / lembaga perantara dari dua pihak, yakni pihak kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana (fungsi spesifik financial intermediary: agent of trust, agent of development, and agent of success). Berkaitan dengan fungsi bank, BPRS BDW bergerak di bidang jasa pelayanan untuk memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. (Priatin, 2005).
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip ini berdasarkan pada kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sementara penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. (Ghafur, 2003)
Tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan utama seseorang dalam memutuskan untuk menabung. Tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mendorong seseorang untuk menabung dan mengorbankan konsumsi sekarang untuk dimanfaatkan di masa yang akan datang. Tingginya minat masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh tingkat bunga. Hal ini berarti bahwa pada saat tingkat bunga tinggi, masyarakat lebih tertarik mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya. Hubungan positif antara tingkat bunga dengan tingkat tabungan ini menunjukkan bahwa umumnya para penabung bermotif pada keuntungan atau profit motive. (Khairunnisa, 2000 ; 140).
Konsep ini berbeda dengan sistem perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil atas penggunaan dana oleh pihak peminjam (baik oleh pihak nasabah maupun bank). Pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang di dapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa salah satu perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah adanya suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa dikatakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional. Penelitian ini menggunakan variabel yang terdiri dari:
a) Total Simpanan Mudharabah (SM)
Total simpanan mudharabah (tabungan dan deposito) adalah data yang bersumber dari laporan keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah BDW. Data ini diperoleh dengan cara menjumlahkan keseluruhan dana dalam bentuk tabungan dan deposito yang berjangka 3 bulan dan dalam satuan rupiah.. Data ini bersumber dari laporan keuangan BPR Syariah Bangun Drajat Warga.
b) Tingkat Bagi Hasil (TBH) Variabel tingkat bagi hasil adalah data yang diperoleh dengan cara membagi besarnya total bagi hasil simpanan mudharabah yang diterima nasabah dengan total simpanan mudharabah (deposito dan tabungan) dan data ini berupa data dalam bentuk persen. Data ini bersumber dari laporan keuangan BPR Syariah Bangun Drajat Warga.
c) Tingkat Suku Bunga (TSB)
Variabel tingkat suku bunga adalah data yang bersumber dari statistik keuangan ekonomi berupa suku bunga deposito 3 bulan dari bank konvensional. Data ini berupa data dalam bentuk persen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series) kuartalan, yaitu dari kuartal I tahun 2002 – kuartal IV tahun 2005, diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah BDW, statistik ekonomi keuangan Indonesia, dan sumber-sumber lain yang mendukung. Berdasarkan uraian di atas, melalui tulisan ini penulis ingin menganalisa mengenai “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Dan Suku Bunga Terhadap Simpanan Mudharabah ( Studi Kasus BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta) Periode Tahun 2002 – Tahun 2005”.
Leave a Reply