HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Negara

ABSTRAK

Pola pembangunan ekonomi yang serba cepat sekarang ini, menyebabkan terbentuknya pencapaian pemerataan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan yang utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan adanya peranan hukum yang membawa pengaruh untuk menyusun tata kehidupan baru tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian tidak lagi diarahkan pada seputar penggarapan hukum, melainkan lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Hukum lebih tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah membentuk di dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan diharapkan pula hukum dapat menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki terbentuknya kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita temui adanya peraturan hukum. Disatu pihak, Hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya melalui pengaturannya, dan oleh karena itu harus paham tentang seluk-beluk masalah yang akan diaturnya. Sedangkan dipihak lain, hukum juga harus menyadari bahwa faktorfaktor dan kekuatan diluar hukum juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam menyusun kebijakan hukum diperlukan adanya pertimbangan, antara lain mengenai faktor-faktor psikologis, faktor sosiologis dan letak geografis.

Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, yaitu pendekatan yang menggunakan cara penafsiran terhadap makna-makna yang terdapat dalam isi tulisan dari obyek penelitian yang didapatkan dan menganalisis konteksnya. Pendekatan ini diperlukan untuk memahami apa sesungguhnya yang bterkandung dalam tulisan-tulisan ibnu khaldun. Lalu bagaimana pendapat Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara dan relevansinya dalam pembangunan ekonomi negara. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sistem hukum beserta aparat-aparatnya harus diselenggarakan atas dasar agama, dengan landasan agama inilah hukum berjalan untuk mengatur tata perekonomian masyarakat agar berjalan seimbang dan tetap dalam kerangka pertumbuhan produktifitas pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sistem hukum diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan yang seiring dengan perkembangan watak masyarakat dan kekuasaan. Dengan menekankan keseimbangan antara aspek keberdayaan masyarakat dalam persoalan ekonomi dan ketegasan negara dalam membuat hukum, peradaban dibangun diatas dasar agama.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Peranan hukum dalam pembangunan yang serba cepat saat ini sangat penting. Keterlibatan hukum yang semakin aktif dalam persoalan-persoalan kehidupan bangsa dan negara, membawa pengaruh pada penggunaan hukum secara sadar dan aktif sebagai sarana menyusun tata kehidupan baru tersebut. Hal ini bisa dilihat dari segi pengaturan oleh hukum, baik dari segi legitimasinya maupun efektifitas penerapannya. Oleh karena itu paradigma yang muncul adalah pergeseran dari bagaimana mengatur melalui prosedur hukum ke arah bagaimana pengaturan itu, dengan tujuan agar dalam masyarakat timbul efek-efek yang memang dikehendaki oleh hukum. Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian tidak lagi sekedar diarahkan pada seputar penggarapan hukum sebagai sistem peraturan yang logis dan konsisten, akan tetapi hukum lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Hukum lebih tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah membentuk di dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan hukum diharapkan pula dapat menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki terbentuknya kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita temui adanya peraturan hukum.

Di dalam masyarakat dan negara yang kehidupan dan tatanannya tertib dan teratur, yang titik pusat serta ruang lingkup kegiatannya berpolakan pemeliharaan kestabilan yang dinamis di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya, perubahan dan ketertiban berada dan sekaligus berfungsi secara bersamaan. Perubahan dan ketertiban menjadi tujuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan. Dalam suatu negara, efektifitas pemberlakuan hukum memerlukan adanya kekuasaan, dan untuk kepentingan penegakannya, kekuasaan merupakan kebutuhan yang mutlak. Dalam kaitannya dengan hal ini, tepatlah pandangan yang mengatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah khayalan belaka, dan sebaliknya, kekuasaan tanpa hukum akan menjurus ke arah penekanan dan kedzaliman, serta akan menyuburkan praktek penindasan dan kekerasan. Sehingga penyelenggaraan kehidupan bernegara akan bertumpu pada penindasan dan kekerasan semata. Martabat dan harkat manusia, harga diri dan kebebasan orang-perorang maupun kelompok masyarakat akan terampas, tidak dihormati, sehingga yang tertinggal hanyalah hancurnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bernegara. Kesadaran bahwa hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuantujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat. Oleh karena itu di sini bisa dilihat bahwa hukum semakin menunjukkan peranan pentingnya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakankebijakan negara. Kenyataan empirik menunjukkan bahwa hukum adalah sarana yang paling efektif untuk mewujudkan tujuan politik negara.

Di satu pihak, hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya melalui pengaturannya dan oleh karenanya ia harus paham tentang seluk-beluk masalah yang akan diaturnya, sedangkan di pihak lain hukum juga harus menyadari bahwa faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan di luar hukum juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam hubungan timbal-balik ini dibutuhkan suatu pendekatan terhadap hukum yang tidak sepihak, yang hanya memusatkan perhatiannya pada kepaduan sistem hukum. Di sinilah pendekatan untuk saling menyapa dan berinteraksi antara Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial terjadi dari waktu ke waktu, dalam wujud lintasan-lintasan dua arah, yaitu arah sarjana dan praktisi. Sementara itu, ilmu sosial kini mulai nampak banyak menekuni upaya-upaya hasil temuan penelitian sosial bermakna untuk menata dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Bagaimana temuan-temuan tersebut diperhatikan para pengambil keputusan, sehingga temuan-temuan yang baik itu tidak hanya berhenti dalam mewujudkannya semata, akan tetapi juga ikut berproses menjadi kebijakan hukum yang sah untuk mempengaruhi pola dan perilaku sosial. Dengan demikian, pembahasan tindakan alat negara dalam mengolah perekonomiannya juga harus membicarakan fungsi hukum atau penman hukum. Pembahasan tentang fungsi hukum ini mempunyai nuansa pembangunan ekonomi modern yang tetap dalam kerangka keilmuan hukum, karena tujuannya masih tetap sama yakni menuju kesejahteraan manusia. Maka, bilamana kegiatan manusia sebagai pelaku ekonomi melawan tujuan inti bermasyarakat yakni kesejahteraan umat manusia, walaupun itu belum diatur dalam hukum positif, maka dapat ditentukan oleh hakim bahwa tindakan tersebut pada hakekatnya bersifat asosial bahkan amoral, sehingga dapat ditentukan sebagai tindakan melawan hukum. Dalam kaitannya dengan hal ini, Ibnu Khaldun dalam Al-Muqadimah, Bab Ketiga, Pasal Dinasti, Kerajaan, Khilafah, Pangkat Pemerintahan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, menjelaskan: “Ketahuilah, pengambilan milik orang lain dengan paksa oleh pemerintah mengakibatkan hilangnya perangsang untuk berusaha, mencari, dan memperoleh harta, apabila orang beranggapan bahwa tujuan dan nasib yang puncak dari usaha. Luas dan batas kemunduran itu bergantung kepada keras dan tidaknya penyitaan yang dilakukan pemerintah. Maka, apabila penyitaan dilakukan sering meluas, meliputi segala bentuk ekonomi, maka aktifitas ekonomi juga mundur secara merata, karena timbulnya perasaan bahwa tidak ada cabang kegiatan ekonomi yang dapat memberi harapan dan memberikan keuntungan. Tetapi, apabila penyitaan tidak begitu keras, maka akan terjadi kemunduran yang tipis pula dalam kegiatan ekonomi. Dalam kajian sosiologi umum dan Ibnu Khaldun, dalam Al-Muqadimah, mengatakan bahwa masyarakat merupakan fenomena alamiah, ia bahkan menunjukkan faktor-faktor utama yang menyebabkan manusia bersatu dalam masyarakat. Pertama adalah untuk saling tolong-menolong secara ekonomis, di mana hasil-hasil dibentengi oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh pembagian kerja yang selanjutnya diatur oleh hukum dalam pelaksanaannya. Kedua, bahwa kekuatan individu yang terisolir tidak akan cukup untuk mencapai kuantitas bahan makanan yang dibutuhkan dan tidak akan cukup untuk memberi apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya. Akhirnya umat manusia membutuhkan otoritas dan peran negara sebagai penegak utamanya. Dasar tentang ketentuan akal dan etika memperlihatkan bahwa Ibnu Khaldun menganggap ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan yang positif maupun normatif. Selanjutnya, digunakan kata “massa” (al-jumhur) menunjukkan kenyataan bahwa maksud mempelajari ilmu ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena hukum ekonomi dan sosial berlaku pada massa dan tidak banyak dipengaruhi oleh individu yang terkucil. Sehingga beliaulah yang telah melihat hubungan timbal balik antara faktor ekonomi, hukum, sosial, dan pendidikan. Namun, Ibnu Khaldun tidak bermaksud bertindak sebagai juris maupun teolog, sehingga dalam setiap kesempatan dalam Muqadimah, ia tidak memberi saran dan tidak membangun ajaran-ajaran. Menurut dia, fakta-fakta terangkai mengikuti suatu mekanisme yang menentukan suatu kemajuan dan kemunduran negara. Lebih dari itu, tesis-tesis Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat sebagai penyebab kekayaan. Menurutnya, jika kota-kota dan kota besar tertentu mengungguli kota-kota lain dalam aktifitas ekonomi atau kemakmuran yang menyebabkan mereka berbahagia, maka hal ini karena kota-kota ini mengungguli kota-kota lain dan penduduknya.

Dari deskripsi singkat di atas, terlihat bahwa pemikiran peranan negara dalam hal ini penegak hukum dan perundangan, khususnya dalam aktifitas ekonomi rakyat sangat jelas menggambarkan bahwa pemikirannya berkaitan dengan salah satu dari tiga aliran pokok dalam hal peranan atau keterlibatan negara dalam ekonomi. Ketiga aliran tersebut yaitu: pertama, keterlibatan minimalis dengan penganjur Adam Smith, Jean Baptist Say, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus; kedua, keterlibatan maksimalis yang umumnya diikuti oleh pemerintahan diktator absolut dan berbagai negara berkembang, dan; ketiga, keterlibatan terukur dengan penganjur Keynes dan Samuelson. Apa yang dikehendaki dalam peranan pembangunan ekonomi sebenarnya adalah koreksi terhadap hukum keseimbangan tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme ekonomi sendiri tidak dapat mengoreksi dirinya sendiri. Reaksi alami produsen bila permintaan pasar akan barang berkurang adalah dengan mengurangi produksi barang tersebut tanpa memikirkan nasib tenaga kerja yang harus kehilangan nafkah. Kritik yang dapat dilontarkan terhadap cara keterlibatan ini adalah bagaimana secara normatif dapat ditentukan pada saat mana negara harus terlibat dan sejauh mana keterlibatan itu harus dilaksanakan karena pada dasaraya keseimbangan itu bersifat nisbi dan tidak jelas batas-batasnya. Bila batasan ini tidak ditetapkan secara normatif maka dikhawatirkan terjadinya keterlibatan tak terbatas sebagaimana dahulu terjadi pada negara-negara sosialis yang akhirnya juga akan menghabiskan sumber daya ekonomi negara yang bersangkutan.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?