HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Pelaksanaan Kebijakan Perijinan Pembangunan Base Transceiver Station (bts)/Radio Base Station (rbs) di Kota Surakarta

Pelaksanaan Kebijakan Perijinan Pembangunan Base Transceiver Station (bts)/Radio Base Station (rbs) di Kota Surakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana  implementasi kebijakan pemerintah secara umum melalui perijinan (vergunning)
sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam tataran riil khususnya terhadap pengaturan mengenai pembangunan Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta.

Secara purposif penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau empiris yang bersifat deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian antara lain di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta sebagai pelakasana kewenangan pemrosesan perijinan di lingkungan Pemerintah Daerah, serta di lingkup wilayah administratif Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara, observasi, dan penelitian kepustakaan pada literatur cetak maupun elektronik berupa buku-buku, peraturan-perundang-undangan, jurnal, makalah dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Sifat analisis ini induktif yaitu kesimpulan diambil berdasarkan abstraksi hal-hal yang konkrit/ khusus ditarik kepada essensinya yang bersifat umum.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam memperoleh ijin pendirian Base Transciever Station (BTS)/Radio Base Station (RBS), terdapat
berbagai kualifikasi dan persyaratan ijin terkait yang harus dipenuhi, diantaranya adivice planning (AP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB), Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Ijin Usaha Perdagangan (IUP). Kantor UPT sebagai unit pelaksana kewenangan perijinan bertugas memproses berbagai perijinan tersebut dengan mengkoordinasikan berbagai lembaga atau dinas yang bersangkutan di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta serta mensinergiskan berbagai ketentuan peraturan-peraturan daerah yang mengakomodir permasalahan tersebut hingga sesuai dengan arahan kebijakan umum pembangunan Pemerintah Kota Surakarta. Mekanisme pemrosesan perijinan tersebut meliputi
peninjauan pada tataran normatif pemeriksaan pemenuhan serta keabsahan persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pada tataran teknis yaitu peninjauan implementasi pemenuhan persyaratan di lokasi obyek permohonan. Hambatan utama dalam konteks ini adalah kurangnya sumber daya manusia di jajaran Pemerintah Daerah dengan kompetensi di bidang teknologi informasi, belum adanya perda khusus mengatur BTS/RBS, paradigma negatif dan kesadaran masyarakat, serta perilaku negatif oknum pengusaha bidang telekomunikasi.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Pembangunan
Nasional dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tujuan nasional yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dapat dikatakan
bahwa pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan suatu masyarakat
adil, makmur merata secara materiil, spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 sebagai suatu proses perubahan berkesinambungan, terjadi secara terusmenerus
yang melibatkan semua unsur didalamnya, yaitu pemerintah baik pusat
maupun daerah dan masyarakat Indonesia sendiri.

Dewasa ini dengan adanya Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah
daerah kini memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di daerahnya sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri
oleh pemerintah pusat.

Dengan adanya otonomi daerah pembangunan nasional telah berkembang merata di masing-masing daerah merespon kebutuhan masyarakat meliputi berbagai macam sektor termasuk didalamnya sektor telekomunikasi. Telekomunikasi merupakan salah satu sektor penting yang mempengaruhi pembangunan sektor lain diantaranya sektor ekonomi, sektor sosial, sektor pendidikan dan lain sebagainya. Namun dalam pengembangan sektor telekomunikasi daerah memerlukan pembangunan fasilitas infrastruktur yang memadai dimana tidak dapat dipenuhi dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
sendiri tanpa dukungan dan partisipasi pihak lain, dalam hal ini pihak swasta.

Guna menunjang upaya pembangunan tersebut, maka Pemerintah Daerah membuka kesempatan berpartisipasi dan berinvestasi dari pihak swasta untuk berbagai macam sektor termasuk telekomunikasi sendiri dengan harapan dapat
memacu sektor-sektor lainnya. Sebagaimana hasil survei International Telecommunication Union (ITU) menunjukkan, pertumbuhan sektor telekomunikasi sebesar 1 persen akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan meningkatkan pembangunan dan
pengembangan sektor tersebut. (Telekomunikasi dan Upaya Menuju Masyarakat Informasi, Kompas: 04 April 2004). Salah satu bagian penting dari sarana telekomunikasi pada saat ini adalah jaringan nirkabel untuk pendukung telepon seluler dan beberapa perangkat nirkabel lainnya yang banyak digunakan oleh penduduk di Indonesia yang antara lain berguna bagi komunikasi, informasi pada bidang-bidang pendidikan, perekonomian, sosial dan bidang umum lainnya.

Sedangkan disatu sisi lainnya, pihak swasta penyedia jasa layanan telekomunikasi seluler juga hendak berupaya meningkatkan pelayanannya kepada para pelanggannya di daerah. Hal ini tentu saja dapat menjadi peluang dan
tanggung jawab untuk mengorganisirnya secara baik mengingat pada tahun 2007 lalu jumlah pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai sekitar delapan puluh juta orang (Pulsa, Edisi 122 th V/2008/3-6 Januari : 44) yang sebagian
diantaranya berada di daerah.

Dalam peningkatan kualitas layanan komunikasi kepada pengguna telepon seluler mutlak membutuhkan keberadaan beberapa infrastruktur penting. Salah satu diantara infrastruktur tersebut adalah Base Transceiver Station (BTS) atau Radio Base Station (RBS) yaitu tower/menara telekomunikasi Pemancar yang berfungsi mengirim dan menerima sinyal/frekwensi pada kawasan tertentu dan menghubungkan dengan kawasan lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa kadangkala keberadaan BTS di berbagai tempat menimbulkan permasalahan di masyarakat. Permasalahan tersebut berpotensi menimbulkan konflik bilamana tidak dikelola dengan baik menurut ketentuan yang berlaku oleh pemerintah daerah, dinas/lembaga berwenang, pelaku usaha pada bidang terkait, dan masyarakat.

Kota Surakarta sebagai salah satu kota dengan kuantitas pengguna telepon seluler tinggi juga memiliki permasalahan masyarakat yang timbul atas keberadaan Tower BTS/RBS ini sebagaimana peristiwa aksi penolakan atas Tower BTS di lingkungan Kampung Teposanan Kelurahan Sriwedari sekitar bulan Juli 2007. Beberapa isu yang seringkali menjadi pemicu timbulnya permasalahan antara lain: pengadaan tempat/lahan/tanah, faktor resiko/dampak dari aspek lingkungan dan ekonomi, persoalan kontribusi kepada masyarakat setempat dan lain-lain.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian atau studi hukum yang lebih mendalam mengenai kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam pengaturan pendirian Tower BTS dalam upaya mengantisipasi permasalahan dan konflik. Untuk itu dalam penulisan hukum penulis mengambil judul : “PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA”.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?