ABSTRAK
Berdasarkan pada fenomena publik yang lebih memprioritaskan pada mutu pelayanan publik maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan perijinan yang terdapat pada Dinas Kesehatan Kota Surakarta khususnya pada bagian Seksi Registrasi dan Akreditasi ditinjau dari perspektif klien.
Perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas pelayanan perijianan Dinas Kesehatan Kota Surakarta ditinjau dari perspektif klien. Karena pada dasarnya para pengguna jasa merupakan customer yang harus diutamakan sesuai dengan orientasi pelayanan publik saat ini yaitu dengan memberikan kepuasan pada pengguna jasa.
Pada penelitian ini penulis menggunakan enam dimensi indikator berdasarkan pada teori Lori Di Pete Brown (1999) yang digunakan untuk menilai kualitas dari pelayanan Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Enam dimensi yang digunakan tersebut adalah kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, hubungan antar manusia, kelangsungan pelayanan, keamanan, kenyamanan/ kenikmatan.
Pada penelitian ini penulis melakukan kajian teori dan tinjauan pustaka berdasarkan teoriteori yang dibahas. Kemudian konsep perspektif pada penelitian ini lebih didominasi dari pernyataan Endar Sugiarto (1999) yang menganggap bahwa ukuran keberhasilan pelayanan tidak hanya dari pihak manajemen tetapi juga dari pemakai jasa itu sendiri. Sehingga benar-benar memposisikan pelanggan/pengguna jasa sebagai orang utama yang harus dilayani.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan mengambil lokasi pada Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan pengumpulan data melalui wawancara, dan observasi didukung data yang dimiliki Dinas Kesehatan. Teknik analisis data menggunakan analisis interakstif yang terdiri dari data reduksi, data display, serta conclusion drawing. Dan untuk menjamin validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan perijinan di Dinas Kesehatan Kota Surakarta berdasarkan kedelapan dimensi/indikator dianggap memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna jasa. Hal ini tampak dari kedelapan indikator dinas kesehatan yang dinilai sudah mampu mempresentasikan kebutuhan pasien seperti kompetensi teknis petugas yang dapat dipertanggungjawabkan, akses pelayanan yang bisa dinikmati semua pengguna jasa, hubungan antar manusia terjalin interaksi dan komunikasi petugas dan para pengguna jasa dengan baik, kelangsungan pelayanan bisa dilihat pada proses layanan yang cepat, sisi keamanan dan kenyamanan yang dinilai oleh para pengguna jasa sudah cukup memenuhi harapan. Namun masih terdapat keluhan para pengguna jasa diantaranya lamanya proses verifikasi, syarat yang berbelit-belit dan sarana hiburan demi kenyamanan pengguna jasa juga harus ditingkatkan.
Key Word: Kualitas Pelayanan Perijinan Dinas Kesehatan Kota Surakarta, kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, hubungan antar manusia, kelangsungan pelayanan, keamanan, kenyamanan/kenikmatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semangat reformasi telah mendorong munculnya perubahan dalam penyelenggaraan pemerintah nasional maupun lokal, dengan harapan besar akan terwujudnya pemerintahan demokratis yang berpihak kepada masyarakat. Semangat perubahan itu juga terjadi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai konsekuensi perubahan peraturan perundang-undangan nasional, yakni dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999). Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka berlaku pula era otonomi daerah yang pada hakekatnya merupakan kesempatan bagi daerah untuk lebih mandiri dalam melakukan pengelolaan kewenangan yang sudah diberikan oleh pusat untuk meningkatkan kemakmuran seluruh masyarakatnya.
Dengan demikian, daerah berhak menentukan nasibnya sendiri tanpa harus menunggu kebijaksanaan dari pemerintah pusat. Namun hendaknya hal tersebut tidak disalahartikan sebagai kebebasan seluas-luasnya untuk mengelola semua sunber daya yang dimiliki namun harus didayagunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ini membuat Pemerintah Daerah memiliki keleluasaan dan pengambilan keputusan yang terbaik dalam kewenangannya, untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki dalam mendukung kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Termasuk keleluasaan dalam perbaikan profesionalisme aparat birokrasi dan restrukturisasi. Apalagi telah ditetapkan di dalamnya terdapat sejumlah kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan kewenangan wajib tersebut merupakan penyediaan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal hanya untuk pelayanan-pelayanan publik yang bersifat dasar (basic services) sebagai tolak ukur yang ditentukan pemerintah. Kewenangan wajib daerah tersebut tidak lain kewenangan daerah yang penyelengaraannya diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut :
“Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja”.
Penjelasan pasal ini : “Tanpa mengurangi arti dan pentingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan otonominya, untuk menghindarkan terjadinya kekosongan penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota wajib melaksanakan kewenangan dalam bidang tertentu menurut pasal ini, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing”.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten Dan Daerah Kota adalah bidang Kesehatan, karenanya kemampuan daerah dalam manajemen kesehatan harus ditingkatkan agar dapat menerima wewenang tersebut, walaupun tanggung jawab mengenai kesehatan secara nasional tetap berada pada Pemerintah Pusat.
Kewenangan wajib bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 yang masih berlaku hingga saat ini yaitu, tentang Kewenangan Pemeritah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom Pasal 3 ayat (5), meliputi :
- Penetepan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan.
- Pengelolaan dan pemberian ijin sarana dan prasarana kesehatan khusus seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker.
- Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.
- Survailans epidomologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar biasa.
- Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan tertentu antar-Kabupaten/Kota serta penyelenggaraan pendidikan tenaga dan pelatihan kesehatan.
Kewenangan wajib di bidang kesehatan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten / Kota dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan. Sebagai organisasi pemerintah, Dinas Kesehatan harus melaksanakan kelima kewenangan wajib tersebut. Dinas Kesehatan sebagaimana lokasi penelitian ini adalah Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Pembentukan Dinas Kesehatan Kota Surakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 17 tahun 2008. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah tanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Secara rinci tugas dan ciri-ciri yang dibebankan kepada Dinas Kesehatan diatur dalam Peraturan Daerah yang tersusun dalam Keputusan Walikota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan. Keputusan Walikota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 ini masih berlaku hingga saat ini. Adapun tugas pokok Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kewenangan bidang kesehatan. Sedangkan fungsi-fungsi Dinas Kesehatan yang digariskan dalam peraturan tersebut meliputi 3 (tiga) fungsi, yaitu :
- Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan,
- Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum bidang kesehatan,
- Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas.
Berdasarkan tugas dan fungsi-fungsi tersebut, maka dinas ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kewenangan wajib bidang Kesehatan. Sebagai institusi pemerintahan daerah yang mengemban visi dan misi pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan berkewajiban menyelenggarakan upaya kesehatan yang harus menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Salah satu kewenangan setelah diberlakukannya otonomi daerah dibidang kesehatan adalah kewenangan penyelenggaraan perijinan atau registrasi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, kewenangan untuk menyelenggarakan kegiatan Perijinan atau registrasi ini berada di tangan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu melalui Peraturan Daerah No 17 Tahun 2008 Dinas Kesehatan Kota Surakarta mempunyai fungsi sebagai penyelenggara perijinan, menyiapkan bahan perijinan, dan melaksanakan pengawasan dan pengendalian perijinan bidang kesehatan. Sebagaimana dicantumkan dalam keputusan Walikota Surakarta No 6 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Kesehatan.
Bentuk Pelayanan Perijinan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta meliputi :
- Perijinan penyelenggaraan sarana pelayanan penunjang medik terdiri atas Apotek, Laboratorium Kesehatan Swasta, Optikal, Laboratorium Optik, Toko Obat, dan Sarana Pelayanan Fisioterapi.
- Perijinan penyelengaraan sarana pelayanan kesehatan swasta dibidang medik terdiri atas Praktek Kelompok Dokter Umum dan Spesialis, Praktek Berkelompok Dokter Gigi dan Spesialis, Balai Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), dan Rumah Bersalin (RB).
- Perijinan praktek Tenaga Medis dan Bidan serta akreditasi Tenaga Fungsional Kesehatan dan Puskesmas dan RSUD.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Pada pasal 58 ayat (1) disebutkan bahwa “semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki ijin.” Ayat (2) “ijin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan memperhatikan pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.” Dan ayat (3) “Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperoleh ijin penyelengaraan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan.
Leave a Reply