HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Pelaksanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Kagokan

ABSTRAK

Pemberian ADD merupakan wujud pemenuhan hak desa dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. ADD bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten diluar Dana Alokasi Khusus (DAK) setelah dikurangi belanja pegawai. Sasaran ADD adalah seluruh desa yang ada dalam wilayah kabupaten setempat. Penggunaan ADD 30% untuk mendukung penyelanggaraan pemerintahan desa dan penguatan peran kelembagaan masyarakat desa, sedangkan 70% untuk mendukung program pemberdayaan masyarakat desa.

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Kagokan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan alokasi dana desa dalam upaya pemberdayaan masyarakat di Desa Kagokan pada tahun 2006 dan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan alokasi dana desa di desa tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Untuk menjamin validitas data dilakukan trianggulasi sumber data. Sedangkan analisis data yang dipergunakan adalah analisis interaktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan di lapangan berjalan cukup baik, tidak bertentangan dengan dokumen perencanaan dan prosedur pelaksanaan. Tahap sosialisasi dan perencanaan telah dilaksanakan dengan baik tanpa hambatan yang berarti, hingga tersusunnya dokumen perencanaan ADD. Selanjutnya, tahap pelaksanaan juga berjalan lancar dan cukup baik. Proses penyaluran, pencairan dan penggunaan dana telah sesuai dengan dokumen perencanaan dan prosedur pelaksanaan. Namun masih ada sedikit kekurangan dalam distribusi informasi perekrutan tenaga kerja. Dalam tahap evaluasi, pelaporan dan kegiatan monitoring sudah dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan ADD di Desa Kagokan didukung oleh beberapa faktor seperti disposisi pelaksana yang baik dan berkomitmen terhadap pencapaian tujuan; komunikasi yang baik antar aparat pelaksana maupun antara pelaksana dengan masyarakat; sumber daya sudah mencukupi dari sisi kuantitas maupun kualitas; dukungan dari masyarakat juga cukup baik walaupun memang belum semuanya berpartisipasi aktif.

Saran yang dapat diberikan adalah distribusi informasi mengenai perekrutan tenaga kerja lebih merata lagi, dan seluruh masyarakat hendaknya ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di desa serta turut memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Diharapkan untuk pelaksanaan ADD berikutnya diprioritaskan pula kegiatan pemberdayaan di bidang ekonomi seperti permodalan bagi warga miskin, simpan pinjam dan sebagainya agar pembangunan lebih merata baik di sektor fisik, sosial, dan ekonomi.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Untuk membangun basis yang kuat bagi demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan, dan pemerataan pembangunan sekaligus memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal yang berbeda-beda, pemerintah bersama lembaga legislatif mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Unsur penting dalam kedua undang-undang ini adalah bahwa penguasa daerah (gubernur, bupati, walikota) harus lebih bertanggungjawab kepada rakyat di daerah. Kecuali itu pemerintah daerah mendapat otonomi yang lebih luas dalam membiayai pembangunan daerah berdasarkan prioritas anggaran mereka sendiri. Dengan demikian diharapkan akan lebih terbuka ruang bagi aparat di daerah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pembangunan berdasarkan kebutuhan yang senyatanya.

Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari peranannya sebagai penyedia layanan kepada masyarakat. Budaya paternalistik yang memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik. Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang benar-benar dikehendaki masyarakat (Wahyudi Kumorotomo, 2005:7).

Kondisi yang mengungkung para birokrat yang sekian lama selalu tunduk kepada pimpinan politis dan kurang mengutamakan pelayanan publik tersebut berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas birokrasi publik. Oleh sebab itu, di samping implementasi peraturan perundangan yang konsisten diperlukan pula reorientasi pejabat publik agar benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik. Mekanise checks and balances harus terus dikembangkan diantara lembaga-lembaga pemerintah daerah yang ada, dan yang tidak kalah penting seluruh komponen dalam masyarakat hendaknya lebih berani untuk terus menerus menyuarakan aspirasi mereka kepada birokrasi publik (Wahyudi Kumorotomo, 2005:9).

Fenomena-fenomena di masa lalu telah melahirkan konsep pembangunan yang sedikit berbeda di masa sekarang. Pembangunan yang cenderung mengarah pada sentralisasi kekuasaan dan pengambilan keputusan dari atas ke bawah (top-down) kini mulai diminimalkan, dan muncul konsep pembangunan alternatif yang menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based development), yang bersifat bottom up dan menggunakan pendekatan lokalitas yaitu pembangunan yang menyatu dengan budaya lokal serta menyertakan partisipasi masyarakat lokal bukan memaksakan suatu model pembangunan dari luar (Zubaedi, 2007:10). Prinsip pelayanan publik harus dilaksanakan oleh jenjang pemerintahan yang sedekat mungkin kepada rakyat. Itu berarti pemerintah desa adalah sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat karena pemerintah desa merupakan tingkat pemerintahan terkecil yang berhadapan langsung dengan rakyat.

Desa berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah :
“kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Ini mengandung makna bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kewenangan asli maupun yang diberikan, yang menyangkut peranan pemerintah desa sebagai penyelenggara pelayanan publik di desa dan sebagai pendamping dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan masyarakat di tingkat desa. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam mendukung proses pelaksanaan pembangunan di setiap desa adalah adanya kepastian keuangan untuk pembiayaannya.

Penetapan pembiayaan pembangunan dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu untuk menunjang pembangunan di wilayah pedesaan, pemerintah pusat mengarahkan kepada beberapa kabupaten untuk melakukan pengalokasian dana langsung ke desa dari APBD-nya. Kebijakan pengalokasian dana langsung ke desa ini disebut sebagai kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD), yang di tingkat nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/60/SJ Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 68 ayat 1 poin c, disebutkan bahwa bagian dari dana perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa. Jadi, Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini adalah untuk :

  1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya;
  2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa;
  3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;
  4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.

Pemerintah mengharapkan kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat mendukung pelaksanaan pembangunan partisipatif berbasis masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara kesinambungan pembangunan di tingkat desa. Dengan adanya Alokasi Dana Desa, desa memiliki kepastian pendanaan sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan tanpa harus terlalu lama menunggu datangnya dana bantuan dari pemerintah pusat.

Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang merencanakan dan melaksanakan kebijakan ADD. Pelaksanaan ADD di Kabupaten Sukoharjo ini didasarkan pada realita bahwa sebagai pilar otonomi daerah, desa semakin membutuhkan pendanaan yang seimbang untuk menjalankan peran yang lebih konkrit dalam pembangunan daerah. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berharap dengan adanya alokasi dana ke desa, perencanaan partisipatif berbasis masyarakat akan lebih berkelanjutan, karena masyarakat dapat langsung terlibat dalam pembuatan dokumen perencanaan di desanya dan ikut merealisasikannya.

Di Kabupaten Sukoharjo, Alokasi Dana Desa dimulai pada tahun 2006 Maksud diberikannya adalah untuk membiayai program pemerintahan desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang dibiayai dari Alokasi Dana Desa harus dikonsentrasikan pada kegiatan-kegiatan yang telah tercantum pada hasil musrenbangdes yang meliputi bidang ekonomi, sosial, budaya, prasarana fisik dan umum. Total Alokasi Dana Desa Kabupaten Sukoharjo yang dicairkan pada bulan Desember tahun 2006 sebesar Rp. 31.995.073.000,- dan sasaran penerapannya adalah 150 desa yang tersebar di 11 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sukoharjo (Suara Makmur Edisi 35 Th VI 2007:1).

2 Comments
  1. judul saya : UPAYA PEMERINTAHAN DESA GUNA MENDORONG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA ………………(KABUPATEN SUKOHARJO)

  2. judul saya : Strategi Penggunaan Alokasi Dana dalam mengefektifkan Pembangunan Desa

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?