Evaluasi Kinerja Bank Syariah di Indonesia Selama Tahun 1996-2000: Studi Kasus PT Bank Syariah Muamalat Indonesia tbk
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak pihak mengandalkan informasi akuntansi dalam membuat keputusan-keputusan usaha atau investasi. Pihak-pihak tersebut akan menggunakan laporan keuangan berupa neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas yang menyediakan sebagian besar informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan yang bernilai ekonomis. Interpretasi atau analisa terhadap data keuangan dari suatu bank perlu dilakukan untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan bank tersebut, dan data keuangan itu akan tercermin di dalam laporan keuangannya. Laporan keuangan (financial statement) memberikan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank, di mana Neraca (balance sheet) mencerminkan nilai aset, utang dan modal pada suatu periode tertentu, dan laporan laba rugi (income statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu. Dalam SAK (1996) menyatakan bahwa: “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan perusahaan serta posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam keputusan ekonomi” (IAI, 1996:3).
Secara umum kegunaan informasi keuangan hasil akuntansi adalah sebagai dasar prediksi bagi pemakainya. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan SAK 1994 disebutkan pihakpihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yaitu: investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman (kreditur), pemasok (supplier) dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah beserta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Laporan keuangan yang disajikan harus relevan dengan kebutuhan dari masing-masing pemakai, sehingga analisis laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk memahami informasi laporan keuangan. Analisis laporan keuangan meliputi perhitungan dan interpretasi laporan keuangan (Ayik dan Soelistyo, 2000). Interpretasi atau analisa terhadap laporan keuangan suatu bank akan sangat bermanfaat bagi penganalisa untuk dapat mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan dari bank yang bersangkutan. Evaluasi kinerja bank adalah hal yang penting untuk banyak pihak seperti depositor (penabung), manajer bank, dan pemerintah sebagai pihak pembuat peraturan. Pihak manajemen bank sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaannya. Dengan mengadakan analisa laporan keuangan, pihak manajemen akan mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan perusahannya dan akan dapat diketahui hasil-hasil keuangan yang telah dicapai di waktu-waktu lalu dan waktu yang sedang berjalan. Dengan mengadakan analisa data keuangan dari tahun-tahun yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari perusahannya serta hasil-hasil yang telah dianggap cukup baik. Hasil analisa historis tersebut sangat penting artinya bagi perbaikan penyusunan rencana atau policy yang akan dilakukan di waktu yang akan datang. Analisa yang dilakukan oleh pihak manajemen ini disebut analisa intern.
Selain dari manajemen, para krediturpun berkepentingan terhadap laporan keuangan bank yang telah atau akan menjadi debitur atau nasabahnya. Kebutuhan kreditur untuk menganalisa laporan keuangan adalah untuk dapat mengukur kemampuan bank membayar kembali utangnya beserta beban-beban lainnya. Para kreditur jangka panjang berkepentingan untuk dapat mengetahui apakah kredit (dana) yang telah diberikan itu cukup mendapat jaminan dari aset, terutama aset tetap. Dengan kata lain, apakah sebagian besar atau seluruh aset tetap bank telah diikatkan atau dijadikan jaminan terhadap kredit jangka panjang yang telah diterima sebelumnya dari kreditur lain. Para kreditur jangka pendek (nasabah bank; depositor) berkepentingan terhadap kemampuan bank untuk dapat memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi. Mereka lebih tertarik pada kemampuan bank untuk membayar utang lancarnya dengan dana yang berasal dari aset lancarnya. Para investorpun berkepentingan terhadap laporan keuangan bank dalam rangka penentuan kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah rate of return dari dana yang akan diinvestasikan dalam surat-surat berharga yang dikeluarkan bank. Analisa yang dilakukan oleh kreditur-investor ini disebut analisa ekstern karena dalam mengadakan analisa keuangan hanya atas dasar laporan-laporan keuangan yang dipublikasikan.
Dalam pasar uang yang penuh persaingan, kinerja bank merupakan sinyal bagi depositor-investor untuk menyalurkan investasi maupun untuk menarik dana dari bank tersebut. Bagi manajer bank, evaluasi kinerja bank akan mempengaruhi pengambilan keputusan apakah akan meningkatkan pelayanan dalam hal penyimpanan atau pelayanan dalam penyaluran pembiayaan atau kedua-duanya untuk memperbaiki kondisi keuangan bank. Pembuat peraturan juga memiliki kepentingan dalam hal perumusan peraturan. Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank Syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Diantaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Prakarsa yang lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada tanggal 8-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut di atas.
PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Pendirian PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. Pendirian PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk segera memperoleh tanggapan positif dari pemerintah dan masyarakat, sebagaimana tercermin pada komitmen untuk membeli saham perseroan sebesar Rp 84 milyar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan. Acara silaturahmi kemudian diselenggarakan di Istana Bogor, dimana diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat sehingga menjadi Rp 106.126.382.000. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk menerima ijin devisa sehingga berhak menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Peristiwa ini semakin memperkokoh posisi perseroan. Keunggulan dari penerapan konsep Islam di dalam sistem perbankan telah terbukti, terutama di saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Ketika banyak bank-bank konvensional runtuh dan perlu direkapitulasi oleh pemerintah atau bahkan harus dilikuidasi, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk tetap kokoh dan tidak menderita kerugian yang besar akibat negative spread. Namun demikian, manajemen menyadari perlunya meningkatkan modal Perseroan. PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk, kemudian melakukan penawaran umum terbatas (right issue) pada bulan Juni 1998. Patut disayangkan, kondisi makro ekonomi yang tidak mendukung pada saat itu serta adanya perubahan dalam kebijakan investasi luar negeri di negara-negara asal para calon investor, telah menghambat rencana perseroan, sehingga menyebabkan perolehan dana dari right issue belum mencapai target. Namun, modal disetor tetap meningkat menjadi Rp 165 milyar. Penanaman modal utama dari right issue perseroan adalah Islamic Development Bank (IDB) dan Badan Pengelola Dana Ongkos Naik Haji (ONH).
Sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk, telah menetapkan misinya untuk mengambilbagian sebagai katalisator dalam pengembangan institusi keuangan syariah di Indonesia. PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk secara aktif turut memberi masukan dalam merumuskan Undang-Undang No. 10/1998, yang menerapkan prinsip-prinsip syariah sebagai salah satu sistem perbankan Indonesia. Seiring dengan dikeluarkannya peraturan ini, bank-bank syariah baru lahir dan cenderung bertambah, walaupun hanya sebagai cabang syariah penuh. Saat ini setelah sebelas tahun beroperasi, total aktiva dari PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk telah melewati batas psikologis sebesar Rp 1 triliun dan mulai tumbuh dengan cepat di tengah konstelasi industri perbankan yang baru. Oleh karena itu, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk secara terus menerus mengembangkan infrastrukturnyaseperti jaringan, teknologi dan sumber daya manusia. Hingga September 1999 PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Ujung Pandang. Beberapa aliansi strategis telah dilakukan seperti bergabung dengan ATM Bersama dan ATM BCA yang telah memungkinkan nasabah untuk mengakses di lebih dari 2000 ATM. Jalur distribusi juga tengah dikembangkan melalui kerja sama dengan mitra strategis sehingga perseroan dapat melayani nasabah di mana pun mereka berada.
Selama kurang lebih sebelas tahun PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk berdiri, belum pernah dilakukan suatu penelitian mengenai bagaimana kinerja bank diukur dari likuiditas, profitabilitas, resiko dan solvabilitas, sebagaimana komitmen terhadap ekonomi dan komunitas
Muslim selama tahun-tahun tersebut. Sejauh ini penelitian-penelitian terhadap Bank Syariah di Indonesia masih berupa kajian-kajian literatur saja. Karena itulah penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja Bank Syariah menggunakan kriteria-kriteria yang tersebut diatas. Hassan (1999) dalam Abdus Samad dan Kabir Hassan (1999)meneliti prinsip-prinsip Bank Syariah dalam teori dan praktiknya dalam kasus di Bangladesh. Dalam Islam, bisnis adalah ibadah dan dianjurkan dalam keadaan pelarangan riba (bunga). Dari sudut pandang bisnis Bank Syariah bukan hanya sebagai suatu perusahaan tetapi juga sebagai lembaga moral dari depositor yang mempercayakan simpanannya kepada perusahaan. Merupakan hal yang wajar bahwa sebagai pemelihara kepercayaan simpanandepositor, Bank Syariah menjadi lebih likuid dan lebih solvable dibandingkan dengan bank konvensional. Manajemen Bank Syariah, berdasar etika Islam, bertanggungjawab terhadap depositor di dunia danpada dunia sendiri karena kegagalan menjaga kepercayaan yang diberikan. Karena itu, maka diharapkan rasio likuiditas dan solvabilitas untuk Bank Syariah akan lebih tinggi daripada bank konvensional. Bagaimanapun juga, diharapkan bahwa rasio likuiditas Bank Syariah akan menurun pada periodeakhir dibandingkan dengan pada periode awal. Seiring dengan pertumbuhan bank, lebih banyak keahlian dan seni dalam bisnis perbankan yang dibutuhkan, sehingga likuiditas semakin rendah. Penelitian ini bertujuanuntuk menguji hipotesis bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas Bank Syariahpada periode akhir akan menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan periode awal.
Bank Syariah dibangun dengan filsafah yang berbeda dengan tidak menggunakan kontrak berdasar bunga, dan hal ini memberikan perbedaan dalam produk-produknya. Tidak seperti bank konvensional dimana bunga adalah bagian integral dari bisnis bank, Bank Syariah didirikan untuk menghindari adanya bunga pada seluruh transaksi bank. Bunga dihindari karena riba dilarang dalam Islam. Sebagai suatu perusahaan bisnis PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk menawarkan produkkeuangan tertentu yang berbeda dari bank konvensional, yaitu produk yang bebas bunga. Misalnya, fasilitas pembiayaan Mudharabah (trust profit sharing) dan fasilitas pembiayaan Musyarakhah (joint venture profit sharing) adalah dua produk yang berbeda dan unik dari Bank Syariah. Ciri penting dari dua fasilitas pembiayaan ini adalah bahwa keduanya bebas dari bunga, tidak ada elemen bunga yang terlibat didalamnya, yang merupakan kebutuhan umat Islam. Inilah yang menjadi dasar terbentuknya PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk. Dengan populasi umat Islam terbesar di dunia dan dengan adanya peningkatan nilai-nilai Islam, bisnis dan perusahaan Islami dalam masyarakat Indonesia, tersedianya produk pembiayaan mudharabah dan musharakah ini adalah produk yang sudah lama dinantikan. Dengan transaksi ini, umat Islam dapat melakukan kewajiban religiusnya dan dalam waktu yang sama menghasilkan keuntungan. Seiring dengan membaiknya perekonomian, semakin diterima dan meluasnya penerapan nilai-nilai Islam, diharapkan bahwa permintaan atas dua produk ini (mudharabah dan musyarakah) juga meningkat secara bertahap tahun demi tahun. Juga diharapkan bahwa adanya information gap antara pihak bank dan pihak peminjam akan menjadi minimum karena kedua belah pihak bekerja untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Proyek yang dilaksanakan dengan pembiayaan mudharabah dan musyarakah diarahkan dan diawasi secara teratur oleh pihak Bank Syariah. Dengan demikian kemungkinan terjadinya kegagalan diminimalisasi. Berdasar pada harapan rendahnya kerugian maka diharapkan bahwa penyediaan pembiayaan ini akan meningkat terus. Penelitian ini akan menguji hipotesa bahwa penyedian pembiayaan mudharabah dan musyarakah oleh Bank Syariah akan meningkat dari tahun ke tahun. Samad dan Hassan (1999) meneliti kinerja bank syariah di Malaysia yaitu Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode intertemporal comparison dan interbank comparison. Penelitian ini membuktikan tiga hipotesis. Pertama, likuiditas dan solvabilitas BIMB pada periode akhir akan menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan periode awal. Kedua, pemberian fasilitas pembiayaan mudharabah dan musyarakah akan meningkat pada periode akhir daripada periode awal. Ketiga, terdapat perbedaan antara kinerja BIMB dibandingkan kelompok bank konvensional untuk periode yang sama.Penelitian ini meneliti kinerja PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk tahun 1996-2000. Pemilihan periode lima tahun tersebut didasarkan pada alasan bahwa pemilihan periode lebih dari satu tahun akan memberikan evaluasi yang lebih baik, semakin panjang periode yang diteliti akan memberikan hasil yang lebih baik. Selain itu juga untuk mengetahui kemampuan PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk sebagai bank syariah yang menerapkan nilai-nilai Islam apakah memiliki kinerja yang semakin membaik pada lima tahun tersebut ataukah lebih buruk.
Leave a Reply