- Penerapan Diversi dalam Penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru
- Perlindungan Hukum Konsumen Angkutan Penyeberangan Batam Tanjung Balai Karimun
- Politik Hukum Pengaturan Badan Perwakilan Desa (Studi Perbandingan antara BPD Menurut UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 6 Tahun 2014)
- Keabsahan Akta Autentik Yang Mengandung Unsur Tindak Pidana Pemalsuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/PID/2015)
- Tinjauan Yuridis terhadap Perkawinan di Bawah Umur Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
- Penegakan Hukum Tindak Pidana Kehutanan di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Indragiri Hulu Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
- Analisis Pemberhentian Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia
- Analisis Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet
- Analisis Yuridis Tentang Prapenuntutan Dikaitkan Dengan Hak Asasi Manusia Tersangka
- Peranan Bank Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dan Bank Melalui Lembaga Mediasi Perbankan (Studi Kasus Bank Indonesia Cabang Pekanbaru)
- Akta Pelepasan Hak Milik Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Hak Guna Bangunan Bagi Badan Hukum Perseroan Terbatas
Penerapan Diversi dalam Penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru
Intisari
Anak-anak yang berada di lingkungan penjara menghadapi lingkungan eksklusif, bergaul dengan narapidana dengan berbagai jenis kejahatan dan jika bebas akan mengalami stigma yang sulit direhabilitasi anak nakal sepanjang hidupnya. Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah penerapan pengalihan. Upaya pengalihan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang untuk diberikan ke tingkat penyelidikan, penuntutan dan proses pengadilan, petugas atau petugas yang melanggar ketentuan ini akan dikenakan sanksi administratif dan hukuman pidana. Tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu: Pertama, Penerapan Pengalihan dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kedua, kendala dalam pelaksanaan penyelesaian Pengalihan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Ketiga, upaya yang dilakukan adalah: dibuat untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan penyelesaian Penyimpangan pidana yang dilakukan oleh anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam jenis penelitian sosiologis. Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif. Sumber data yang digunakan diperoleh melalui tiga (3) bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua metode: wawancara dan tinjauan literatur.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian dan ada tiga hal utama yang dapat disimpulkan. Pertama, penerapan pengalihan dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru masih belum berjalan dengan baik karena kurangnya pemahaman tentang konsep pengalihan pada bagian penegakan hukum dan masyarakat khususnya keluarga korban. Kedua, kendala dalam pelaksanaan penyelesaian Penyimpangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru, faktor penegakan hukum masih kesulitan dalam mengimplementasikan pengalihan tindak pidana anak. Ketiga, upaya untuk mengatasi hambatan yang harus dilakukan dalam aplikasi terhadap pengalihan kejahatan yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh Anak-anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru bahwa petugas penegak hukum, terutama polisi harus membuat tim khusus telah dilatih dalam menangani masalah-masalah tentang anak. Saran, Pertama, petugas penegak hukum harus dilengkapi dengan pengetahuan tentang perlindungan anak. Kedua, memberikan penegakan hukum dengan pengetahuan tentang pentingnya perlindungan masa depan anak-anak sebagai generasi berikutnya. Ketiga, pemerintah harus lebih serius dalam menangani masalah anak-anak dan lebih tegas dalam memberikan sanksi karena mengabaikan mandat penegakan hukum dari Undang-Undang dan perlu perhatian khusus dari orang tua untuk meningkatkan pendidikan spiritual anak.
Perlindungan Hukum Konsumen Angkutan Penyeberangan Batam Tanjung Balai Karimun
Intisari
Pihak Konsumen atau Masyarakat dapat dikatakan adalah Pihak tidak pernah tahu sama sekali tentang kondisi Jasa Angkutan Penyeberangan Kapal Laut. Bahkan cenderung menerima keadaan tersebut, dan pihak yang berwenang untuk melindungi masyarakat atau Konsumen pun hingga sekarang terkesan pasif. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memperkecil atau mencegah kerugian-kerugian yang diderita Konsumen termasuk kerugian yang diakibatkan Jasa Angkutan yang sudah tidak layak untuk digunakan dan berbahaya bagi Konsumen. Termasuklah didalarnnya Jasa Angkutan Penyeberangan Kapal Laut Batam Tanjung Balai Karimun yang ditawarkan pada Konsumen. Jadi jika dalam menawarkan Jasanya Pelaku Usaha tidak berdasarkan syarat-syarat atau standarisasi tertentu maka diprediksikan merugikan Pihak Konsumen. Adapun yang menjadi Pokok permasalahan adalah pertama bagaimanakah Pelaksanaan Hak dan kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen Jasa Angkutan Penyeberangan Batam Tanjung Balai Karimun dan Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh Konsumen Angkutan Penyeberangan Batam Tanjung Balai Karimun untuk menuntut tanggung jawab Pelaku Usaha yang merugikan Konsumen. Untuk menjawab pokok permasalahan diatas maka adapun yang dijadikan populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah Pemakai Jasa (Konsumen), Pelaku Usaha (Perusahaan Jasa Angkutan Penyeberangan) Batam Tanjung Balai Karimun, Kepala Administrator Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, PT. Asuransi Jasa Raharja (PT. Persero). Dilihat dari jenisnya penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis Penelitian Hukum Sosiologis yakni penelitian untuk mengetahui efektifitas hukum, penelitian dilakukan dengan cara survey artinya penulis langsung kelokasi untuk mendapatkan data dengan menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara dan kuisiner, sedangkan sifatnya adalah DekriptlJ sedangkan dalam penetapan sampel Konsumen ditetapkan memakai sistem Random sampling dan untuk Pelaku Usaha ditetapkan menggunakan sensus. Dari hasil pembahasan yang dilakukan diketahui pelaksanaan Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha (Perusahaan Jasa Angkutan Penyeberangan) Batam Tanjung Balai Karimun pada dasarnya belum sesuai dengan peraturan yang ada ha1 ini disebabkan kurangnya informasi yang didapat Konsumen mengenai Jasa Angkutan Penyeberangan, sementara upaya yang ditempuh Konsumen dan Pelaku Usaha dalam menyelesaikan kerugian tersebut adalah melalui upaya penyelesaian damai. Dari upaya penyelesaian tersebut diketahui bahwa Pelaku Usaha mengganti kerugian terhadap Konsumen berupa pengembalian uang. Untuk menjamin adanya perlindungan hukum bagi Konsumen diharapkan agar setiap Pelaku Usaha Jasa Angkutan Penyeberangan Kapal Laut pelaksanaan Hak dan kewajiban Pelaku Usaha sesuai dengan aturan hukum yang berlaku disamping itu pula kiranya juga dapat diberikan penyuluhan kepada Konsumen maupun kepada Pelaku Usaha sehingga mencapai rasa Keadilan. Dari Penelitian ini diperoleh kesimpulan, bahwa Pelaksanaan Jasa Angkutan Penyeberangan Kapal Laut menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 2 1 Tahun 1992 tentang Pelayaran merujuk ketentuadasas yang terdapat dalam KUH Perdata seperti asas konsensualitas dalam Pasal 1320. Berdasarkan itu maka dapat disarankan beberapa hal, yaitu asas konsensualitas tersebut perlu dipertahankan mengingat hubungan antara Pihak Konsumen dengan Pelaku Usaha. Dan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Angkutan Penyeberangan terhadap pemberian ganti rugi terhadap Konsumen agar lebih ditingkatkan yaitu tidak hanya pemberian ganti rugi dalam bentuk uang tetapi haruslah disesuaikan dengan ketentuan Perundang-undangan atau setidak-tidaknya dapat memberikan rasa keadilan.
Politik Hukum Pengaturan Badan Perwakilan Desa (Studi Perbandingan antara BPD Menurut UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 6 Tahun 2014)
Intisari
Pemerintahan desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seperti halnya pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penyelenggaraan pemerintahan desa juga dilengkapi dan dijalankan oleh lembaga pemerintahan yaitu lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Lembaga eksekutif dipegang oleh kepala desa dan perangkatnya, dan lembaga legislatif dipegang oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah sangat mensyaratkan keadaan sumber daya manusia yang mumpuni, karena meraka inilah yang akan lebih banyak menentukan bergerak atau tidaknya suatu daerah di dalam menjalankan kegiatan pembangunan dan pemerintahan pada umumnya baik pada tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi, dan skala nasional. UU Nomor 32 Tahun 2004 memberikan definisi “standar” mengenai kewenangan untuk mengelola “urusan” pemerintahan desa, kewenangan direduksi menjadi urusan. Politik Hukum pengaturan tentang Desa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah suatu bentuk penyempurnaan dari Undang-undang yang pernah berlaku sebelumnya mengatur tentang Desa. Dalam hal ini Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 lebih banyak menampakkan bahwa Desa atau Desa Adat dapat melakukan penyelenggaraan Desa secara luas sesuai dengan keasliannya berdasarkan asal-usul, adat-istiadat yang diakui dan dihormati oleh NKRI. UU Nomor 32 Tahun 2004 sengaja mengganti sistem perwakilan (representasi) dalam bentuk BPD dengan sistem permusyawaratan dalam bentuk Badan Permusyawaratan Desa (Bamusdes). Sisi yang lain adalah akuntabilitas kepala desa. Satu hal yang perlu digaris bawahi terkait Keuangan desa antara ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 6 Tahun 2014 yakni perubahan mengenai sumber pendapatan desa. Dengan hadirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa ini mengeluarkan kebijakan terkait otonomi desa berikut pengaturan sistem pemerintahan dan anggaran keuangannya. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdapat bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Analisis yang dilakukan dengan metode kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami politik hukum pengaturan BPD menurut UU No. 32 Tahun 2004 dan pengaturan BPD menurut UUNo.6 Tahun 2014, serta untuk mengetahui dan memahami kelebihan xvi dan kelemahan pengaturan BPD menurut UU No.32 Tahun 2004 dan pengaturan BPD menurut UU No.6 Tahun 2014.
Keabsahan Akta Autentik Yang Mengandung Unsur Tindak Pidana Pemalsuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/PID/2015)
Intisari
Akta Notaris merupakan alat pembuktian yang sempurna, terkuat dan penuh sehingga selain dapat menjamin kepastian hukum, akta Notaris juga dapat menghindari terjadinya sengketa. Tetapi dalam prakteknya, seringkali sengketa timbul sebagai akibat keberadaan sebuah akta Notaris. Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta autentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum. Pada penelitian ini terdapat 2 (dua) rumusan masalah yaitu: pertama, Bagaimanakah keabsahan akta yang dibuat di hadapan Notaris yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan pada putusan Mahkamah Agung nomor 1003 K/PID/2015; dan kedua, Bagaimanakah tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuat di hadapannya yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang didasarkan kepada data sekunder, yaitu bahan hukum primer berupa berkas putusan Mahkamah Agung nomor 1003 K/Pdt/2015 dan peraturan perundang-undangan serta bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan ini. Jika dilihat dari sifatnya, maka penelitian yang penulis lakukan ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan secara jelas dan terperinci tentang pokok permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penilitian yang diperoleh pada penelitian ini yaitu pertama, Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 132/PDT.G/2011PN.Pbr. jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 88/PDT/PTR. jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2807 K/Pdt/2013 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/PID/2015, yang salah satu amar putusannya berbunyi: “Menyatakan akta perjanjian kerjasama nomor 149 adalah sah dan berharga menurut hukum”. Kedua, tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuat di hadapannya yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan yaitu Notaris Neni Sanitra dipidana penjara selama 1 (satu) tahun karena telah terbukti merubah isi perjanjian, yaitu Pasal 4, 6, 7 dan 9 akta Nomor 149.
Tinjauan Yuridis terhadap Perkawinan di Bawah Umur Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Intisari
Pernikahan di bawah umur adalah praktik pernikahan yang dilakukan oleh pasangan di mana salah satu atau keduanya tua dan muda dalam pandangan saat ini. Hal ini terjadi karena ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memberi ruang kepada setiap orang untuk melakukan perkawinan di bawah umur, karena dalam pasal atau dalam penjelasan UU tidak dijelaskan alasan untuk yang penting bagi seseorang untuk melakukan pernikahan di bawah umur. Praktik pernikahan di bawah umur perlu diperhatikan dan ditetapkan dengan jelas, karena ada lebih banyak lagi orang di Indonesia yang menikah di bawah umur. Tujuan dari tesis ini, yaitu: Pertama, untuk menentukan pengaturan pernikahan di bawah umur dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang pernikahan sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Kedua, untuk menentukan perlindungan hukum terhadap anak-anak yang melakukan pernikahan di bawah umur sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak-anak.
Penegakan Hukum Tindak Pidana Kehutanan di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Indragiri Hulu Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Intisari
Hutan kekayaan negara yang sangat bernilai, yang keberadaannya seharusnya berada di bawah naungan negara, berdasarkan hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan peraturan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan peraturan lainnya untuk melindunginya. Namun dalam kenyataannya penegakan hukum peraturan tidak berjalan lebih baik karena banyak perlawanan. Jenis penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam jenis penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah bentuk atau suntikan dari hasil penelitian pidana nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di orang. Penelitian ini dilakukan di Polres Resor Indragiri Hulu. sedangkan dan populasi sampel mewakili keseluruhan sisi yang berhubungan dengan masalah ketelitian dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan, data primer, data sekunder, dan data tertier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara, studi pustaka, dan obsrvasi kemudian dengan menganalisis dan mengolah data kualitatif dan menghasilkan data deskriktif kemudian diambil kesimpulan secara induktif.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ada berapa banyak hal yang dapat disimpulkan antara lain adalah penegakan kehutanan melakukan hukum ketidakadilan oleh Kepolisian Resor Indragiri Hulu yang belum berjalan lebih baik karena luasnya wilayah Kabupaten Indragiri Hulu, keterbatasan pejabat pemerintah, peratuan yang melakukan proses penyelidikan, peningkatan modus opradi, minimnya fasilitas dan fasilitas dasar, budaya masyarakat, keberadaan oknum pejabat pemerintah yang melindungi pelaku kehutanan melakukan ketidakadilan. Adapun upaya yang dilakukan yaitu, misalnya yang pertama, melakukan pendidikan khusus kepada penyidik, kedua, berkoordinasi dengan Polisi Kehutanan, ketiga, melakukan razia
Analisis Pemberhentian Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia
Intisari
Proses pemberhentian kepala daerah berdsarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang pada hakikatnya Pemberhentikan kepala daerah dapat dilakukan dengan prasyaratan tententu sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan cacatan statistik penindakan KPK. Sepanjang Tahun 2014 sampai dengan 2019 terdapat 124 Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi. Di tahun 2019 sendiri terdapat sejumlah yang terjerat kasus korupsi yang diberhentikan ketika masih aktif dalam masa jabatannya. Dapat di rangkum ada 10 (sepuluh) Kepala Daerah aktif yang tersandung kasus rasuah (korupsi), mereka terdiri dari Gubernur, Bupati/Walikota. Adapun tujuan dalam penelitian ini “untuk mengetahui dan Menganalisis Proses Pemberhentian Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Di Indonesia”. Untuk menjawab penelitian tersebut, penulis menggunakan jenis penelitian studi literatur melalui pendekatan peraturan Perundang-Undangan, konseptual dan Perbandingan, jenis dan sumber data yang digunakan yakni data Primer dan data Skunder dengan pengumpulan data yang di peroleh dari dokumentasi-dokumentasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Kemudian penulis menganalisis seluruh data yang terkumpul secara deskriptif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan ditemukan proses substansi Pemberhentian Kepala daerah di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemberhentian kepala daerah hanya dapat dilakukan jika kepala daerah terbukti melanggar aturan hukum. Meskipun demikan masih terdapat penafsiran yang bersifat multitafsir terutama aturan yang terkait berupa: tidak dapat melaksankan tugas berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan, tidak lagi memenuhi syarat kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah, pengaturan mengenai mekanisme pemberhentian kepala daerah menurut UU Nomor 23 tahun 2014 sudah cukup mencangkup substansi mengenai alasan pemeberhentian kepala daerah baik dari aspek politik maupun aspek yuridis sehingga masih perlu dipertahankan.
Analisis Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet
Intisari
Peraturan daerah Kabupaten Labuhanbatu Nomor 10 tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet belum mampu menertibkan keberadaan pengusahaan sarang burung walet, bahkan jumlah pengusahaan bertambah setiap tahunnya. Penambahan pengusahaan sarang burung walet setiap tahunnya, wajib memiliki izin operasional dan tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat di sekitar pengusahaan tersebut, sehingga pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet tidak merugikan masyarakat yang berada disekitar pengusahaan, sedangkan keuntungannya diperoleh oleh pengusaha. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga akan menimbulkan masalah yang lebih besar, yakni munculnya konflik antara masyarakat dengan pengusaha walet. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, perlu dilaksanakan atau diimplementasikan untuk mewujudkan ketaraturan dan ketertiban dalam masyarakat.
Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literature dan dokumentasi, wawancara mendalam, dan observasi lapangan . Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah data menjadi satuan yang dapat dikelola dan dapat menemukan pola yang dipelajari sehingga dapat memutuskan apa yang diceritakan atau dideskripsikan. Penerbitan Perda Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Labuhanbatu dikarenakan besarnya potensi pengusahaan sarang burung walet yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Labuhanbatu. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari faktor komunikasi, sumberdaya, yang berjalan tidak baik serta faktor disposisi dan struktur birokrasi yang berjalan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ditemukan dampak sosial yang terjadi di Kecamatan Rantau Utara dan Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu semenjak Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet diberlakukan.
Analisis Yuridis Tentang Prapenuntutan Dikaitkan Dengan Hak Asasi Manusia Tersangka
Intisari
Penyelesaian sengketa tanah antara PT.Perkebunan Nusantara di Sumatera Utara dengan masyarakat penggarap, pada akhirnya sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan jelas dan tuntas. Pengadilan non-litigasi dengan proses pengadilan (litigasi) atau dengan cara musyawarah di luar pengadilan (non-litigasi), ada beberapa sebab, yaitu: pertama, melalui pengadilan yang dihadiri kurang menyukai rasa, anggapan para penggarap pengadilan berpihak ke perkebunan. kedua; Terkait sengketa dengan cara-cara non-litigasi dilakukan dengan cara meminta keamanan (pendekatan keamanan) mempengaruhi jatuhnya korban jiwa dan harta benda, menimbulkan rasa permusuhan di kedua belah pihak semakin meningkat. Perusahaan memberikan persetujuan untuk membayar ganti rugi dengan bentuk suguh hati, yaitu memberi ganti rugi. Perlu di cari bentuk atau model penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan sengketa dengan tuntas antara perusahaan dan penggarap.
Peranan Bank Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dan Bank Melalui Lembaga Mediasi Perbankan (Studi Kasus Bank Indonesia Cabang Pekanbaru)
Intisari
Bergantian di belakang penuntutan file kasus kepada penyidik ??sehingga bertentangan dengan kepentingan tersangka atau prinsip-prinsip keadilan cepat, adil, bebas, sederhana, dan murah. Tujuan dari skripsi ini, yaitu: Pertama, Untuk Dapat Mengetahui Masalah Prapenuntutan Terkait Dengan Hak Asasi Manusia Tersangka, Kedua, Untuk Mengetahui Pengaturan Prapenuntutan Dalam Kasus Pidana, Ketiga, Dapat Mengetahui Prapenuntutan Karena Hukum Terhadap Investigasi dan Penuntutan Publik.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan terlebih dahulu memeriksa bahan pustaka hukum yang berkaitan dengan pemasalahan atau studi peraturan yang berstandar / direkam, sedangkan sumber data yang digunakan, data primer, data sekunder, dan data tersier, pengumpulan data teknik dalam penelitian ini dengan studi literatur atau metode studi dokumenter.
Hasil Penelitian
Dari penelitian ada tiga masalah utama yang bisa disimpulkan. Pertama, masalah dalam prapenuntutan terkait dengan HAM tersangka, bahwa tidak ada pengaturan berapa kali prapenuntutan dapat dilakukan. Tidak adanya sanksi bagi penyidik ??ketika berkas perkara tidak diajukan ke jaksa penuntut umum. Kedua, pengaturan prapenuntutan dalam kasus pidana, sementara pengaturannya adalah: KUHAP yang terdiri dari Pasal 8, Pasal 14, Pasal 109, Pasal 110, Pasal 138, Pasal 139, Penjelasan Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejasaan, Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER-036 / A / JA / 09/2011 tentang Prosedur Operasional Standar (SOP) Manajemen Kasus Kejahatan Umum. Ketiga, hasil UU Prapenuntutan Anti Investigasi dan Penuntutan Publik, sedangkan konsekuensinya dalam melakukan penangkapan polisi jangan sampai keliru. Kemungkinan kesalahan penangkapan dapat terjadi karena penangkapan itu tidak ada alasan yang disahkan oleh hukum, Saran penulis, pertama, jika KUHP harus memberikan penjelasan tentang prapenuntutan gagasan kedua. Baik penyidik ??maupun jaksa penuntut tidak dapat menyelesaikan file kasus sebaik mungkin sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang, ketiga, Agar tidak ada file kasus bolak-balik antara jaksa penuntut umum dengan penyidik, di sini diperlukan ketegasan lembaga penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya dapat ditentukan sebagaimana ditentukan oleh hukum.
Akta Pelepasan Hak Milik Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Hak Guna Bangunan Bagi Badan Hukum Perseroan Terbatas
Intisari
Penelitian ini berjudul “PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DAN BANK MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN (Studi Kasus Bank Indonesia Cabang Pekanbaru)”. Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa sector perbankan memiliki posisi yang strategis sebagai lembaga intermediasi. Dalam menjalankan kegiatannya bank membutuhkan kepercayaan serta dukungan dari masyarakat. Oleh karena sudah seharusnya sudah seharusnya bank memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat khususnya hak nasabah. Bank sebagai suatu lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dapat menimbulkan suatu hubungan hukum yang berpotensi mengakibatkan terjadinya sengketa antara nasabah dan bank.
Pendekatan Penelitian
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan yang diubah dengan PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atras Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006. Permasalahan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan Bank Indonesia dalam penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank melalui lembaga mediasi perbanakn dan bagaimana pula proses penyelesaiannya.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan dengan mempergunakan data sekunder yang berhubungan dengan hukum, kemudian dikaitkan dengan yang terjadi pada pelaksanaan dalam masyarakat. Penggalian sumber data primer diperoleh dari subjek penelitian dan data sekunder dari studi pustaka yangberkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data melalui wawancara terhadap subjek penelitian secara langsung.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi di wilayah Pekanbaru selama kurun waktu lima tahun ini cukup optimal, hal ini dikarenakan sengketa atau pengaduan yang masuk dapat diselesaikan oleh Bank Indonesia cabang Pekanbaru walaupun hanya ada satu pengaduan. Bank Indonesia Cabang Pekanbaru mempunyai peranan besar dalam menyelenggarakan mediasi perbankan di wilayahnya sehingga akan bisa sedikit meringankan Nasabah. Baik itu hanya terbatas pada penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok permasalahan yang menjadi sengketa, penyediaan mediator dan mengupayakan terjadinya kesepakatan penyelesaian antara nasabah dan bank. Memang selain nilai positifnya yang, keberadaan mediasi perbankan tentunya masih mengandung berbagai hambatan, kelemahan dan kerawanan yang harus diantisipasi agar tujuan pendirian lembaga mediasi tetap dapat dicapai.
Leave a Reply