HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tesis S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

  1. Analisis Yuridis Sifat Final Dan Mengikat (Final And Binding) Putusan Arbitrase
  2. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Ilegal Loging
  3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum
  4. Penyelesaian Sengketa Kredit Melalui Parate Eksekusi Dengan Cara Penjualan Dibawah Tangan Atas Obyek Jaminan Hak Tanggungan ( Study Kasus Pt. Bank Cimb Niaga, Tbk )
  5. Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Showbiz Di Indonesia
  6. Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Notaris Secara Pidana Dan Kode Etika Dalam Melaksanakan Jabatan Notaris
  7. Analisis Yuridis Sifat Final Dan Mengikat (Final And Binding) Putusan Arbitrase
  8. Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan Berdasarkan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia No. 12967/D/T/K-Iii/2012
  9. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Implementasi Uu No. 20 Tahun 2007)
  10. Penerapan Sanksi Pidana Dan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Di Pn Tangerang
  11. Penegakan Hukum Terhadap Praktek Pungutan Liar Di Jalan Raya Oleh Masyarakat Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 (Studi Kasus Di Polres Langkat)
  12. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Mengemudikan Kendaraan Bermotor Di Jalan Umum Dalam Wilayah Kodya Denpasar Provinsi Bali
  13. Pengaruh Sosialisasi Undang –Undang No. 22 Tahun 2009 Terhadap Penekanan Angka Kecelakaan Lalu Lintas Dan Keselamatan Jalan
  14. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas (Studi Tentang Gagasan Model Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Di Kepolisian Resort Sleman)
  15. Analisis Yuridis Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Media Sosial Ditinjau Dari Prespektif Hukum Pidana
  16. Penegakan Hukum Lingkungandalam Rangka Perlindungan Terhadap Korban Pencemaran Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Propinsi Jabmbi
  17. Analisis Yuridis Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Media Sosial Ditinjau Dari Prespektif Hukum Pidana
  18. Mekanisme Diversi Dan Restorative Justice Anak Berhadapan Dengan Hukum (Abh) Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara
  19. Analisis Yuridis Operasi Tangkap Tangan (Ott) Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi (Studi Pada Polrestabes Medan)

 

 

Analisis Yuridis Sifat Final Dan Mengikat (Final And Binding) Putusan Arbitrase

Intisari

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena adanya hambatan dan kendala dalam praktik khususnya pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase, dimana dalam pelaksanaannya putusan arbitrase yang bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (final and binding) tidak dapat dilaksanakan dengan serta merta oleh pihak yang memenangkan perkara, oleh karena eksekusi putusan arbitrase harus melalui Pengadilan Negeri. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada bagian penjelasan tidak mendefinisikan atau membatasi kata “ketertiban umum”, sehingga pengertian dari kata “ketertiban umum” menjadi multitafsir yang mengakibatkan sering disalahgunakan atau dijadikan legitimasi oleh salah satu pihak untuk meminta pembatalan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana implikasi hukum dari sifat final and binding putusan arbitrase dalam mewujudkan asas kepastian hukum; (2) bagaimana mengantisipasi faktor-faktor penghambat penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase sehingga kepastian hukum terpenuhi.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitan hukum normatif dengan data sekunder.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat tercapai, dengan ketentuan perlu dilakukan revisi terhadap Pasal 62 ayat (2) dan Pasal 66 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan memuat penjelasan tentang batasan dari kata “ketertiban umum”, agar sesuai dengan asas pembuatan undang-undang yang terdapat dalam Pasal 5 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya asas kejelasan rumusan, agar kepastian hukum dalam putusan arbitrase dapat tercapai.

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Ilegal Loging

Intisari

Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka, sehingga akses masyarakat untuk masuk memanfaatkannya sangat besar. Kondisi Tersebut Memacu Permasalahan dalam pengelola hutan. Sejalan dengan semangat reformasi kegiatan penebangan liar dan pencuri kayu liar menjadi semakin marak, apabila dibiarkan secara terus menerus kerusakan hutan indonesia akan berdampak terganggunya kelangsungan ekosistem, terjadi banjir, tanah longsor, difungsikan hutan sebagai penyangga keseimbangan alam serta dari sisi pajak dan pendapatan negara pemerintah yang seharusnya masuk ke kas negara. Tujuan penelitian, tujuan umum, yaitu: untuk dijadikan bahan referensi hukum. Tujuan khusus, yaitu: untuk meneliti dan mengkaji hal – hal yang berkenan ilegalloging.

Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Penelitian berwal dari perbedaan yang sangat jauh antara dosselen dan dassein. Dassolen adalah segala sesuatu yang mengaharuskan kita untuk berfikir dan bersikap. contoh dunia norma dan dunia kaidah. Dapat diartikan bahwa dassallen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan. Das sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Penerapan saksi pidana terhadap tindakan pidana kejahatan dibidang kehutanan, yang selanjutny dikenal dengan istilah ilegaloging, dikenakan sebagaimana rumusan dalam pasal 78 mengenai ketentuan pidana, pengenaan sanksi yang dikenakan tersebut :a) Pdana Penjara, b) Bayar denda, 3) Perempasan semua hasil hutan dan alat alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan maupun pelanggaran. Definisi ilegalloging perlu dirumuskan secara tegas dalam undang – undang subjek hukum tindakan pidana ilegalloging sebaiknya perlu juga dirumuskan terhadap pejabat dan pegawai negeri yang mempunyai kewenangan dalam bidang kehutanan yang berpotensi meningkatkan intesitas kejahatan ilegalloging , terhadap sanksi pidana sebaiknya dirumuskan secara alternatif yang dilengkapi dengan aturan khusus yang ditunjukan dengan korprorasi mengenai pidana pengganti denda yang dibayar.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

Intisari

Tujuan penulis meneliti mengenai bagaimanakah pelaksanaan pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum sesuai prinsip yang terdapat dalam Standard Minimum Rules for The Administration of Juveniles Justice/Beijing Rules dan The United Nations Rules for The Protection of Juvenile Deprived of Liberty/JDL, adalah untuk mendeskripsikan sejauhmana pelaksanaan dan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sesuai prinsip yang terdapat dalam Standard Minimum Rules for The Administration of Juveniles Justice/Beijing Rules dan The United Nations Rules for The Protection of Juvenile Deprived of Liberty/JDL dan untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan anak berkonflik dengan hukum. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris dengan karakteristik deskriptif yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan tertier yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka. Data primer diperoleh dengan cara wawancara. Data disusun dalam bentuk uraian kemudian dianalisis secara kualitatif, artinya data ditafsirkan dan didiskusikan berdasarkan teori-teori (doktrin) dan asas-asas serta peraturan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Sistem peradilan pidana anak telah mengkonstruksi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yaitu dengan tidak lagi diposisikannya anak sebagai objek dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin pelindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa. Dalam penerapan prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, diperlukan proses penyelesaian perkara anak di luar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi, dengan pendekatan keadilan restorasi. Mekanisme diversi dilakukan dalam semua jenjang peradilan pidana anak (dimulai dalam tahap penyelidikan/penyidikan di Kepolisian, diversi bisa juga dilakukan pada saat penuntutan, pada saat di Pengadilan, dan diversi bisa dilakukan pada saat tahap pelaksanaan putusan). Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum : Keterbatasan fasilitas; Minimnya Rutan / Lapas Anak (LPA); Kondisi bangunan yang tidak memadai. Minimnya sarana penunjang pelaksanaan pendidikan. Anggaran yang minim, Respons dari peserta didik rendah dan Keterbatasan sumber daya manusia.

Penyelesaian Sengketa Kredit Melalui Parate Eksekusi Dengan Cara Penjualan Dibawah Tangan Atas Obyek Jaminan Hak Tanggungan ( Study Kasus Pt. Bank Cimb Niaga, Tbk )

Intisari

Tesis ini membahas tentang pelaksanaan penyelesaian sengketa kredit melalui parate eksekusi dengan cara penjualan di bawah tangan atas objek jaminan hak tanggungan di PT. Bank CIMB Niaga Tbk , serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi, dan untuk mengetahui dan menganalisa konsistensi pengaturan parate eksekusi dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang melukiskan fakta-fakta kebendaan dalam perbankan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat mengetahui bahwa meskipun terdapat kendala dalam pelaksanaan parate eksekusi dengan cara penjualan dibawah tangan atas objek jaminan hak tanggungan namun banyak membantu menyelesaian sengketa kredit di PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Namun parate eksekusi Hak Tanggungan ini dapat berperan dengan baik dalam menurunkan jumlah sengketa kredit di PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Penulis juga menyimpulkan bahwa terdapat inkonsistensi pengaturan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan . Penulis menyarankan PT. Bank CIMB Niaga Tbk, hendaknya mengoptimalkan lagi pelaksaaan parate eksekusi Hak Tanggunan untuk menyelesaian sengketa kredit mengingat pelaksaaan nya lebih efektif dibandingkan dengan eksekusi melalui Pengadilan Negeri (fiat pengadilan). Pemerintah bersama DPR RI hendaknya memberikan prioritas dan percepatan dalam merevisi Undang-Undang Hak Tangungan khususnya terhadap Pasal- Pasal yang bertentangan atau tidak konsisten dalam mengatur pelaksaaan eksekusi Hak Tanggungan, terutama mengenai parate eksekusi Hak Tanggungan.

Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Showbiz Di Indonesia

Intisari

Sistem hukum yang berlaku di Indonesia memungkinkan, penyelesaian sengketa kontrak showbiz diselesaikan melalui proses non pengadilan, yaitu melalui alternatif penyelesaian sengketa yang seharusnya menjadi pilihan ketika konflik tersebut terjadi. Saat ini masih banyak perusahaan dan pekerja seni di dalam klausul kontrak showbiz tentang penyelesaian sengketa, tidak melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa seperti negosiasi,mediasi, hingga arbitrase, tetapi langsung menempuh jalur litigasi, yaitu pengadilan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran forum alternatif penyelesaian sengketa antara perusahaan dan pekerja seni terkait kontrak showbiz berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa kontrak showbiz melalui forum alternatif penyelesaian sengketa dan bagaimana solusinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitan hukum normatif dengan data sekunder.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah peran forum alternatif penyelesaian sengketa dalam menyelesaikan sengketa kontrak showbiz belum menjadi pilihan. Dimana para pihak yang bersengketa lebih memilih jalur pengadilan untuk menyelesaikan sengketanya, yang mana sebaiknya para pihak yang bersengketa menyelesaikan persengketaannya terlebih dahulu melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa, yaitu dengan cara negosiasi di antara kedua belah pihak. Apabila negosiasi mengalami kegagalan, maka para pihak menunjuk seorang ahli yang dapat menengahi permasalahan di antara mereka, yang biasanya disebut sebagai mediator. Selain dengan cara mediasi, penyelesaian sengketa kontrak showbiz dapat juga dilakukan dengan metode konsiliasi. Penyelesaian sengketa ko ntrak showbiz dapat juga dilakukan melalui lembaga arbitrase, dengan ketentuan para pihak telah sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian arbitrase di dalam kontrak showbiz yang mereka buat.

Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Notaris Secara Pidana Dan Kode Etika Dalam Melaksanakan Jabatan Notaris

Intisari

Notaris adalah subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban, yang dapat dipidana, bukan karena jabatannya tetapi karena perbuatannya yang telah memenuhi unsur objektif, yaitu memenuhi unsur delik (harus ada unsur melawan hukum) dan unsur subjektif (harus ada kesalahan dalam bentuk kesengajaan atau kealpaan dari pelakunya). Oleh karena itu penulis ingin mengangkat pelanggaran­ pelanggaran terhadap jabatan notaris dan kode etik notaris, yang mengakibatkan notaris terkait dianggap melakukan tindak pidana, sehingga kepadanya dapat dikenakan sanksi pidana. Notaris juga dituntut untuk memiliki moral yang tinggi, karena dengan adanya moral yang tinggi, maka notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada dan melekat pada jabatannya, sehingga notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra notaris itu sendiri. Notaris juga harus memptmyai pengetahuan yang cukup luas dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai akta otentik, sehingga susunan bahasanya mudah dipahami, teknis yuridisnya baik dan benar; dan di samping keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran, ketulusan dan sifat atau pandangan yang objektif. Dengan demikian dasar untuk menetapkan derajat unsur sifat melawan hukum dalam hukum pidana dari perbuatan seorang notaris, di samping bisa berasal dari hukum pidana sendiri, bisa juga berasal dari “standard minimum ofservice” yang bersumber dari UUJN, kode etik profesi dan juga dari ketentuan hukum perdata misalnya ketentuan tentang sahnya perjanjian atau akta (Pasal 1320 dan Pasal 1868 KUH Perdata). Dan perumusan permasalahan seperti berikut : l.Bagaimana pertanggung jawaban notaris secara pidana dan etika profesi dalam hal terlibat melakukan tindak pidana ? dan 2.Faktor-faktor apakah yang menyebabkan notaris dalam melakukan tugas danjabatannya selaku pembuat akta terlibat melakukan tindak pidana ?. Data yang diperoleh dengan cara studi pustaka atau dari literatur-literatur. yang. meliputi: 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat berupa: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Peraturan Perundangan-undangan, Hukum yang tidak tertulis, seperti Hukum Adat dan Yurisprudensi. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa tulisan-tulisan ilmiah bidang hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum tertulis oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, serta hasil-hasil penelitian ilmiah sebelumnya mengenai masalah yang serupa. Literatur yang dipergunakan terkait dengan teori. 3) Bahan hukum tersier. yaitu berupa kamus atau ensiklopedia hukum. Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara langsung dengan dua orang notaris di Kota Tangerang berkaitan dengan kasus yang dihadapi keduanya dilihat dari sudut perbuatan pidana, juga dari sudut etika, serta penanganannya secara etika profesi, melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris setempat, Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Notaris dan Majelis Pengawas Pusat Notaris.

Analisis Yuridis Sifat Final Dan Mengikat (Final And Binding) Putusan Arbitrase

Intisari

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena adanya hambatan dan kendala dalam praktik khususnya pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase, dimana dalam pelaksanaannya putusan arbitrase yang bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (final and binding) tidak dapat dilaksanakan dengan serta merta oleh pihak yang memenangkan perkara, oleh karena eksekusi putusan arbitrase harus melalui Pengadilan Negeri. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada bagian penjelasan tidak mendefinisikan atau membatasi kata “ketertiban umum”, sehingga pengertian dari kata “ketertiban umum” menjadi multitafsir yang mengakibatkan sering disalahgunakan atau dijadikan legitimasi oleh salah satu pihak untuk meminta pembatalan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana implikasi hukum dari sifat final and binding putusan arbitrase dalam mewujudkan asas kepastian hukum; (2) bagaimana mengantisipasi faktor-faktor penghambat penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase sehingga kepastian hukum terpenuhi. Penelitian ini menggunakan metode penelitan hukum normatif dengan data sekunder.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat tercapai, dengan ketentuan perlu dilakukan revisi terhadap Pasal 62 ayat (2) dan Pasal 66 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan memuat penjelasan tentang batasan dari kata “ketertiban umum”, agar sesuai dengan asas pembuatan undang-undang yang terdapat dalam Pasal 5 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya asas kejelasan rumusan, agar kepastian hukum dalam putusan arbitrase dapat tercapai.

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Implementasi Uu No. 20 Tahun 2007)

Intisari

Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia (Modern Day Slavery) dan merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Praktek perdagangan orang sebenarnya di Indonesia sudah ada sejak lama, namun kurangnya kesadaran masyarakat dan belum adanya ketentuan yang komprehensif bagi penegak hukum serta kurang sensitifnya aparatur pemerintah menyebabkan tingginya kasus perdagangan orang. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)? (2) Bagaimanakah pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) ? Penelitian dalam tesis ini menggunakan legal research yaitu penelitian yang dititik beratkan pada pengkajian kaidah-kaidah atau norma dalam hukum positif, sistem peradilan pidana di Indonesia, yaitu : a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, b.KUHP, c.Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, d. Peraturan lainnya yang terkait dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Bahan hukum asing sebagai pembanding bahan hukum. Tindak pidana perdagangan manusia (human trafficking) digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) dan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Kemiskinan, Tingkat Pendidikan yang Rendah,Peran Perempuan dan Anak dalam Keluarga, Status dan Kekuasaan, Lilitan Hutang, Pernikahan Dini,Kebijakan dan Undang-Undang yang Bias Gender,Korupsi, Keinginan untuk hidup lebih layak ,Konsumerisme, Perubahan struktur sosial yang diiringi cepatnya industrialisasi, Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks. Dalam pelaksanaannya, upaya penegakkan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) belum bekerja sesuai dengan yang diharapkan dan upaya menanggulangi kejahatan/tindak pidana tidak cukup dengan menggunakan sarana hukum yang ada, tetapi juga dilakukan upaya-upaya sosial lainnya, seperti pendidikan, perbaikan taraf hidup masyarakat, mengurangi pengangguran, perbaikan lingkungan, pemerataan pembangunan, dan strategi-strategi sosial lainnya. Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan orang (human trafficking), maka pemerintah harus melakukan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan sarana dan prasarana (khususnya angkutan laut dan udara) dalam upaya memonitor seluruh wilayah Indonesia yang rentan terhadap terjadinya praktek perdagangan orang.Untuk meningkatkan dan mengeffektifkan upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) maupun pihak-pihak lain yang turut serta di dalamnya, aparat penegak hukum harus berkonsentrasi menjalin komunikasi dan koordinasi dengan seluruh komponen pemerintahan dan masyarakat secara intensif.

Penerapan Sanksi Pidana Dan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Di Pn Tangerang

Intisari

Tindak Pidana Perkosaan adalah suatu perbuatan yang menyimpang (deviant behavior), Perbuatan perkosaan menimbulkan kerugian yang Sangat besar terhadap korban. Kerena menyebabkan hilangnya kesucian yang menjadi kebangaan seorang wanita, yang diambil paksa oleh pelaku. KUHP telah memberikan ancaman hukuman yang berat terhadap pelaku tindak pidana perkosaan, hal ini bertujuan agar Pelaku takut untuk melakukan perbuatan itu. Tapi dalam prakteknya pelaku perkosaan hanya dihukum ringan, Bahkan ada yang bebas. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam pcnelitian ini adalah bagaimana penerapan sanksi pidana perkosaan di Pengadilan Negeri Tangerang, dan Apakah pertimbangan Hakim dalam memberikan sanksi pidana memenuhi rasa keadilan bagi korban. Untuk menyelidiki hal ini penulis menggunakan metode Yuridis Sosiologis dan metode pengumpulan data adalah dengan mengumpulkan data sekunder yang didapat dari penelitian lapangan dan pustaka. Dari data-data yang telah didapat lalu dianalisis lagi dengan metode Kualitatif.

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa Pengadilan Negari Tangerang dalam mengadili pelaku Tindak Pidana Perkosaan berpedoman pada Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, akan tetapi sanksi pidana yang diterapkan Hakim masih relative ringan bila dibandingkan dengan ancaman hukuman dalam pasal 285 KUHP. Pertimbangan Hakim dalam menerapkan sanksi pidana dalam kasus perkosaan yaitu Terpenuhi atau tidak unsur-unsur pasal yang dilakukan, keadaan pribadi atau keadaan batin pelaku terhadap perbuatan yang dilakukannya, alat bukti yang sah dalam persidangan, barang bukti yeng diperlihatkan dipersidangan, hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Sikap terdakwa selama persidangan, riwayat hidup terdakwa, pandangan hakim sendiri. Pemerkosaan terhadap perempuan tentu tidak diinginkan oleh semua pihak karena sudah melanggar norma-norma didalam masyarakat, disamping perempuan yang menjadi korban akan merasa malu dan hina atau aib bagi keluarga serta takut untuk diketahui oleh orang lain. Setiap orang tua pasti mempunyai kekhawatiran terhadap bahaya yang mungkin terjadi terhadap anak perempuannya, dimana kejahatan perkosaan menjadi keresahan masyarakat, oleh karenanya harus dicegah dan dihukum berat terhadap pelaku pemerkosanya.

Penegakan Hukum Terhadap Praktek Pungutan Liar Di Jalan Raya Oleh Masyarakat Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 (Studi Kasus Di Polres Langkat)

Intisari

Angka kriminalitas di Polres Langkat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Praktek premanisme berupa pungutan liar di jalan raya merupakan salah satu faktor meningkatnya angka kriminalitas. Praktek pungutan liar di jalan raya tersebut dapat berdampak sangat besar terhadap semua faktor, diantaranya faktor ekonomi, kehidupan masyarakat baik dari mental maupun moral. Meningkatnya praktek pungutan liar di Jalan raya oleh masyarakat, Polres Langkat dituntut untuk dapat bertindak secara profesional, dengan tujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Polres Langkat. Polres Langkat dalam melakukan penindakan terhadap praktek pungutan liar di jalan raya menerapkan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), namun dalam pelaksanaannya terkait dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Praktek pungutan liar tersebut selain dapat dijerat dengan KUHP, juga dapat dijerat dengan Undang Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian dengan cara menggunakan prosedur untuk memecahkan masalah penelitian dengan menelitian data sekunder terlebih dahulu, dilanjutkan dengan meneliti data primer di lapangan terhadap penegakan hukum pada praktek pungutan liar di jalan raya oleh masyarakat dikaitkan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012. Sifat penelitian adalah deskriptif analisis. Pengumpulan data melalui data primer melalui studi lapangan (field study) dan data sekunder melalui studi kepustakaan (literature study).

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Polres Langkat dalam penindakan hukum terhadap praktek pungutan liar di Jalan Raya, dilakukan dengan cara pembinaan yang melibatkan semua pihak terkait, karena adanya keterkaitan dengan Perma nomor 2 Tahun 2012. Hambatan yang terjadi ditinjau dari 3 sisi yaitu Aparat Penegak Hukum, Perundang-undangan dan Budaya Hukum pada masyarakat, sedangkan dampak hukum terhadap masyarakat, bahwa praktek pungutan liar masih dianggap pembenaran. Dampak hukum bagi pelaku pungutan liar itu sendiri, menimbulkan tidak memilikinya jiwa/daya untuk berjuang, sehingga perlu adanya kebijakan hukum pidana dengan melibatkan Crime Justice System dan pola pengarahan, sosialisasi, proses peradilan dan pembinaan sesuai dengan diskresi Kepolisian. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi Aparat Penegak Hukum memahami secara benar terkait dengan penerapan pasal-pasal tindak pidana ringan dikaitkan dengan Perma, selanjutnya aparat penegak hukum bersama-sama pemerintah dan masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan penindakan, pengawasan dan pembinaan mental maupun moral untuk memberikan efek jera sehingga mengubah mental pelaku menjadi lebih baik.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Mengemudikan Kendaraan Bermotor Di Jalan Umum Dalam Wilayah Kodya Denpasar Provinsi Bali

Intisari

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, transportasi dan memasuki era globalisasi membawa dampak positif dan dampak negatif terhadap penerus bangsa yang merupakan aset bangsa dan negara di masa sekarang dan di masa depan. Salah satu dampak negatif pada penerus bangsa di bawah umur adalah mengendarai kendaraan bermotor di jalan umum baik dengan atau tanpa aturan, yang tanpa sadar dapat membahayakan individu dan orang lain. Menyakiti individu dan orang lain seperti perbuatan melanggar hukum atau anak-anak yang melanggar hukum (ABH) yang akan diikuti oleh pertanggungjawaban pidana dan perdata (klaim kompensasi) dan peraturan hukum lainnya, yang menyebabkan masalah diselesaikan melalui analisis yuridis dan sosiologis di masa depan dapat menghasilkan sasaran. hasil untuk pemerintah, masyarakat dan orang tua.

Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif atau literatur penelitian hukum, maka titik penilaiannya adalah menggunakan bahan hukum bukan data, sehingga data primer yang digunakan hanya memperkuat, menambah dan mendukung. Kemudian sumber data sekunder dilakukan melalui sumber literatur (studi pustaka), yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Pengaruh Sosialisasi Undang –Undang No. 22 Tahun 2009 Terhadap Penekanan Angka Kecelakaan Lalu Lintas Dan Keselamatan Jalan

Intisari

Kecelakaan lalu lintas sampai dengan saat ini masih terus terjadi. Masyarakat tentu saja semakin was-was dengan terus bertambahnya kurban kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jawa Tengah pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, antara lain adalah kendaraan bermotor, faktor manusia, dan juga faktor kerusakan jalan. Studi ini merupakan salah satu upaya dalam mencari pendekatan kebijakan kelalu-lintasan yang dapat dilakukan guna menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus terjadi dan terus menerus mengalami peningkatan. Upaya melalui sosialisasi Undang-undang No. 22 Tahun 2009 diharapakan dapat menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kerusakan jalan. Sehingga nantinya masyarakat dalam mengendarai kendaraan bermotor menjadi aman dan terhindar dari kecelakaan lalu lintas dan kerusakan jalan karena di masyarakat telah tercipta kondisi keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran dalam berlalu lintas. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tesis ini diangkat dua permasalahan yaitu, pertama, Bagaimana penegakan kebijakan kelalu lintasan dalam upaya penanggulangan dan menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas saat ini, kedua, Bagaimana penegakan kebijakan kelalu lintasan dalam upaya penanggulangan dan menekan terjadinya keecelakaan lalu lintas dan kerusakan jalan yang akan datang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu untuk mempelajari dan meneliti hubungan timbal balik antara hukum dengan masyarakat pengendara kendaraan bermotor.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum di bidang lalu lintas dan kerusakan jalan dalam rangka menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas di di Jawa Tengah khususnya dan di Indonesia pada umumnya, dengan menggunakan pendekatan kebijakan penal dan kebijakan non penal. Kebijakan penal yaitu dengan menggunakan Undang Undang no. 22 tahun 2009 untuk mengetahui ancaman pidana dan denda yang dapat dikenakan kepada pengendara kendaraan bermotor yang mengalamai kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan kerugian baik secara material maupun inmaterial, termasuk mengakibatkan kurban meninggal dunia. Sedangkan tindakan non penal adalah memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan lalu lintas, termasuk melakukan sosialisasi penerapan Undang-undang No. 22 tahun 2009. Penegakan kebijakan lalu lintas dalam upaya menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kerusakan jalan yang akan datang adalah xi dengan meningkatkan profesionalisme Polantas selaku penegak hukum dan sebagai pengyom, pelindung dan pelayanan masyarakat, dengan mengutamakan sosialisasi penerapan undang-undang No. 22 tahun 2009.

Penegakan Hukum Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas (Studi Tentang Gagasan Model Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Di Kepolisian Resort Sleman)

Intisari

Mekanisme penyelesaian tindak pidana pelanggaran lalu lintas saat ini terlalu panjang prosesnya sehingga menimbulkan biaya tinggi . Kondisi tersebut sering memunculkan praktek-praktek korupsi yang dilakukan petugas saat bertugas antara pelanggar dengan petugas. Akibatnya denda tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang seharusnya masuk ke kas negara menjadi lenyap karena praktek seperti itu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah gagasan model alternatif penyelesaian tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang ringkas, cepat dan menutup celah kesempatan untuk denda damai dengan petugas ? 2). Apa saja kendala-kendala sehingga penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas belum dapat berjalan dengan baik? Penelitian ini merupakan penelitian normatif sosiologis. Temuan dalam Penelitian ini menunjukan diperlukan gagasan baru dalam penerapan model penyelesaian tindak pidana pelanggaran lalu lintas , dalam model penyelesaian tindak pidana pelanggaran lalu lintas model baru itu, si pelanggar hanya diberikan tanda bukti pelanggaran lalu lintas. Dalam model tindak pidana pelanggaran lalu lintas baru ini, SIM atau STNK tidak disita petugas akan tetapi kartu tanda penduduk ditahan untuk jadikan suatu jaminan . Dengan menggunakan jaringan komputerisasi dan bekerjasama dengan sejumlah bank di Indonesia, pelanggar cukup membayar tilang melalui ATM, internet banking bahkan SMS banking. Tapi jika dalam batas waktu tertentu pelanggar tidak membayar denda polisi akan melakukan pemblokiran nomor kendaraan tersebut. Dan sanksi yang lebih tegas, jika dalam waktu tertentu denda tindak pidana pelanggaran lalu lintas belum dibayar tapi yang bersangkutan kembali melanggar, polisi berhak melakukan penyitaan kendaraan tersebut. Kendala-kendala yang sering terjadi dalam praktek penegakan hukum di lapangan dalam pelanggaran tindak pidana pelanggaran lalu lintas sehingga penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas belum dapat berjalan dengan baik kendala sumber daya manusia penegak hukum masih terbatas, kendala sarana dan prasarana, faktor budaya penegak hukum, faktor masyarakat. Pada umumnya masyarakat tidak mau repot dalam menyelesaikan perkara pelanggaran lalu lintas, masyarakat yang tidak mau repot berurusan dengan petugas apalagi sampai ke pengadilan dan mental petugas di lapangan yang belum siap. Ada ketergantungan antara pelanggar dengan petugas dilapangan saling menguntungkan dari segi ekonomi.

Analisis Yuridis Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Media Sosial Ditinjau Dari Prespektif Hukum Pidana

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan tindak pidana ujaran kebencian di media sosial dalam perspektif hukum pidana dan untuk menganalisis hambatan dalam penanganan ujaran kebencian oleh penegak hukum. Ini adalah penelitian normatif dari penelitian hukum normatif. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini termasuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Studi literatur digunakan sebagai teknik pengumpulan data.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana dalam tindak pidana ucapan kebencian di media sosial menggunakan hukum dan peraturan yang lebih spesifik (lex specialis derogat legi generale), yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tercantum dalam Pasal 28 ayat (2). Keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah untuk menjamin pengakuan dan untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan dan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam menciptakan masyarakat yang demokratis sehingga bisa mewujudkan keadilan. Ditemukan pula beberapa kendala dalam penanganan ujaran kebencian yaitu faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor budaya. Jadi penerapan tindak pidana ucapan kebencian di media sosial lebih spesifik menggunakan UU No. 11 tahun 2008 juncto UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Penegakan Hukum Lingkungandalam Rangka Perlindungan Terhadap Korban Pencemaran Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Propinsi Jabmbi

Intisari

Pada saat sekarang ini, kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan (korporasi) yang menyangkut kejahatan pencemaran lingkungan (penoemaran kabut asap) yang terjadi di wilayah Sumatera (khusus Propinsi Jambi) dan Kalimantan masih tetap menarik untuk dibioarakan. Oleh karena dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi ini luar biasa besarnya. Kerugian yan4 ditimbulkan oleh kejahatan ini meliputi : kerugian di bidang perekonomian, politik, kesehatan, jiwa serta kerugian di bidang nilai-nilai sosial dan moral. Belum lagi kerugian jangka panjang yang diakibatkan oleh perilaku perusahaan. Adapun luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Wilayah Sumatera dan Kalimantan dalam kurun waktu April s/d November 1997 menoapai 1.714.000 hektar yang meliputi 570.000 hektar hutan produksi, 45.000 hektar kawasan konservasi, 798.000 .hektar perkebunan, 260.000 proyek lahan gambut, 30,000 hektar pembukaan areal transmign…si dan 1000 hektar daerah perdagangan. Kebakalan hutan dan lahan merupakan peristiwa lingkungan yang cukup rumit. Jika dalam .pencemaran lingkungan (pencemaran industri) akan bisa dilacak industri atau kegiatan mana yang menjadi biangnya sehingga prinsip membayar seketika (polluters pay principles) bisa diterapkan. Dalam kebakaran hutan dan lahan, meskipun telah diidentifikasi dengan memakai sistem penginderaan jarak jauh dengan NOAA sejumlah perusahaan yang melakukan pembakaran hutan tetapi amat sulit untuk membuktikannya. Gangguan kabut asap di Propinsi Jambi yang terjadi awal Agustus sampai dengan akhir november 1997, eukup meluas sehingga menganggu aktivitas masyarakat, lalu lintas, penerbangan, angkutan jalan raya dan sungai serta menyebabkan meningkatnya penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan dan paru-paru, gangguan asap tersebut telah menjadi issue nasional bahkan masalah. internasional. Penegakan Hukum lingkungan yang berkaitan dengan kasus pencemaran kabut di Propinsi Jambi belum sepenuhnya diterapkan/dilaksanakan dari ketentuan hukum lingkungan (UU Nomor 23 Tahun 1997) . Dalam penerapannya peraturan tersebut, baru sanksi administrasi saja yang telah diterapkan sedangkan sanksi hukum perdata dan sanksi hukum pidana belum diterapkan sebagaimana yang diharapkan dalam ketentuan hukum lingkungan. -Belum diterapkannya sanksi perdata dan sanksi pidana ka’rena tidak adanya laporan (keengganan) masyarakat (korban) untuk melakukan penuntutan/gugatan terhadap para pelaku (perusahaan) yang melakukan pencemaran kabut asap. Penegakan hukum lingkungan khususnya terhadap penoemaran • kabut asap di Propinsi Jambi belum sepenuhnya diterapkan/dilaksanakan karena disebabkan bertagai faktor kendala yakni : lemahnya penerapan penegakan hukum (law enforcement) oleh aparat hukum (birokrasi), kurangnya kesadaran hukum pengusaha (korporasi) terhadap bahaya pencemaran kabut asap, lemahnya kesadaran hukum masyarakat (korban), kurangnya sarana dan fasilitas yang memadai, serta terlalu lenturnya peraturan hukum lingkungan (UU Nomor 23 Tahun 1997). Masalah penegakan hukum lingkungan yang berkaitan dengan kasus pencemaran kabut asap telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 (dahulu UU No. Tahun 1982) baik yang menyangkut sanksi pidananya (diatur dalam Pasal 41 s/d 48), sanksi Administrasi (Pasal 25 s/d 27), dan sanksi perdata (Pasal 30 s/d 34). Selain ketentuan pidana dalam KUHP dan UU No. 23 Tahun 1997 ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa : a. peramPasan keuntungan yang diperoleh dairi tindak pidana; dan/atau b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau c. perhaikan akibat tindak pidana; dan/atau d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 tahun. Dewasa ini pengaturan hukum pidana terhadap korban kejahatan belum menampakali pola yang jelas, yang sampai saat sekarang ini belum dapat diselesaikan secara tuntas baik peraturan perundang-undangan pidana materiil maupun formil. Dalam hal perlindungan terhadap korban pencemaran lingkungan (pencemaran kabut asap), sistem pemberian restitusi dan kompensasi (ganti rugi) terhadap korban dapat dilakukan melalui : 1. Ganti rugi (kompensasi) yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses perdata. 2, Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, diberikan melalui proses pidana. Dalam masalah pencemaran kabut asap di Propinsi Jambi ini, masalah perlindungan terhadap Korban (masyarakat) merupakan masalah yang panting dan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam hal Perlindungan hukum terhadap korban (masyarakat) sesuai dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 1997 dan hukum lainnya, masyarakat (korban) dapat melakukan penuntutan/gugatan ganti rugi (kompensasi) terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran, hutan dan lahan melalui upaya hukum perdata dan upaya hukum pidana serta dapat dikenakan sanksi administrasi. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji mengenai penegakan hukum lingkungan dal am rangka memberikan perlindungan hukum terhadap korban (masyarakat) pencemaran kabut asap baik melalui sanksi administrasi, perdata maupun pidana terhadap perusahaan (korporasi) yang melakukan kejahatan lingkungan (pencemaran kabut asap).

Mekanisme Diversi Dan Restorative Justice Anak Berhadapan Dengan Hukum (Abh) Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara

Intisari

Anak sebagai asset bangsa sangat berperan penentu nasi bsuatu bangsa, sehingg apenanganan anak berhadapan dengan hukum dalam system peradilan pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak mengedepankan perlindungan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (child protection) (ABH) dengan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di lua rperadilan pidana dan keadilan restoratif (restorative justice) atau penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan menekan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yakni anak sebagai pelaku pidana, secara khusus penanganan ABH tersebut ditangani Kasubdit IV Renakta Direskrim Umum Polda Sumatera Utara yakni Kanit I Anak dan Perempuan. Penanganan ABH, anak sebagai pelaku mengedepankan diversi dan restorativejustice esuai dengan TR Kabareskrim Polri No. 1124/2006 dan mengacu pada buku aku yang diterbitkan oleh Unicef. Penelitian tentang Diversi dan Restorative Justice Anak Berhadapan dengan Hukum di Kepolisian Daerah Sumatera Utara terdiriatas 3 (tiga) masalah, yaitu: bagaimana pengaturan diversi dan restorativejustice dalam system hukum di Indonesia?, bagaimana mekanisme diversidan restorativejustice di Kepolisian Daerah Sumatera Utara terhadap anak berhadapan dengan hukum (ABH)?, dan bagaimana hambatan dalam menentukan mekanisme diversi dan restorativejustice anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Kepolisian Daerah Sumatera Utara?. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian hokum yuridisnormatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum positif dan yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segiilmu hukum dengan melihat serta mengaitkan dengan kenyataan yang ada di dalam implementasinya yang bertujuan untuk mendeskripsikan kegiatan/peristiwa alamiah dalam praktek sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan konsep diversi dan restorativejustice di Kasubdit IV Renakta Direskrim Umum Polda Sumatera Utara yakni Kanit I Anak dan Perempuan, ABH, anak sebagai pelaku pidana belum maksimal dilaksanakan, mengingat Peraturan Perundang-undangan No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI tentang diversi dan restorativejustice belum secara tegas disebutkan dalam satu pasalpun, dan menantikan berlakunya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak akan berlaku 1 September 2014.

Analisis Yuridis Operasi Tangkap Tangan (Ott) Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi (Studi Pada Polrestabes Medan)

Intisari

Korupsi hampir terjadi di setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat, mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), proyek pengadaan di instansi-instansi pemerintah sampai proses penegakan hukum. Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa korupsi sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum, seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan sebagai bagian dari budaya ketimuran. Kebiasaan ini lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata. Praktik korupsi sudah sedemikian hebatnya mewarnai keseharian bangsa Indonesia. Dalam ungkapan M. Hatta, korupsi pada situasi yang demikian sudah dianggap sebagai budaya bangsa. Dalam penelitian ini mencoba mengangkat mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli Subnit Tipikor Polrestabes Medan apakah dapat dijadikan sebagai upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi, atau tidak. Adapun kronologis singkat OTT Tim Saber Pungli Subnit Tipikor Polrestabes Medan di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) / Jembatan Timbang Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Jalan Jamin Ginting Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka banyak timbul permasalahan-permasalahan hukum dalam penelitian ini, antara lain : pengaturan dan prosedur pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Subnit Tipikor Sat.Reskrim Polrestabes Medan; penanganan perkaranya; dan hambatan yang dihadapi penyidik. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Sifat penelitian adalah deskriptif analisis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan dengan alat pengumpulan data berupa wawancara. Selanjutnya, data-data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatif.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pengaturan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Subnit Tipikor Sat.Reskrim Polrestabes Medan telah diatur dalam UU Tipikor, tetapi terhadap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana masih mengacu kepada KUHAP. Sementara itu, prosedur pelaksanaannya diatur dalam SOP Lidik dan Sidik Tipikor telah diatur dalam SOP Penyelidikan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri No. Dokumen SOP-DIT-TIPIDKOR-002, Desember 2013 dan SOP Penyidikan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri No. Dokumen SOP-DIT-TIPIDKOR-003, Desember 2013; Penanganan perkara OTT yang dilakukan telah membuahkan hasil bahwa pada Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) / Jembatan Timbang Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Jalan Jamin Ginting Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara saat ini sudah tidak melakukan pungutan liar lagi; Hambatan yang dihadapi penyidik antara lain dukungan SDM, anggaran, dan sarana prasarana kurang memadai.

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?