HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Pembahasan Lengkap Teori Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menurut Para Ahli dan Contoh Tesis Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Gambaran dari Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

 

Norma hukum HAM internasional dalam perlindungan PRTA

Setelah dideklarasikanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 1948, keberadaan HAM mengalami akselerasi yang cepat. Keberadaan HAM dalam hukum internasional yang bersifat “soft law” ini kemudian ditingkatkan menjadi “hard law” dengan adanya dua konvensi yang mengelaborasi kandungan dari DUHAM. Dua konvensi tersebut adalah konvensi internasional hak-hak sipil dan politik dan konvensi internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dan ditambah dengan dua protokol tambahan konvensi hak-hak sipil dan politik kemudian kelimanya disebut sebagai paket “bill of rights”. Hak asasi manusia tidak berhenti pada tahapan ini. Keberadaanya terus dinamis searah dengan tuntutan sosial. Munculnya isu hak anak menunjukan kedinamisan HAM di mana beberapa pengamat menggolongkanya kedalam isu HAM gelombang kedua. Isu hak anak ini muncul dan dikuatkan dengan adanya perubahan sosial yang mengakui anak sebagai sosok individu yang merdeka. Di mana sebelumnya posisi seorang anak ini masih melekat dalam kekuasaan orangtua, khususnya ayah. Pada saat itu anggapan umum menyepakati bahwa seorang ayah memiliki kekuasaan atas seorang anak, oleh karenanya pihak ayah berhak untuk menentukan nasib anak termasuk dijual ataupun dikasari (Ravindran, 1998). Sedangkan pihak ibu tidak memiliki kekuasan untuk pengasuhan anak. Seiring dengan perkembangan revolusi industry, masyarakat di Eropa mengalami sebuah perubahan sosial yang besar. Termasuk dalam perubahan atas hak kesetaraan perempuan.

Dengan munculnya status legal persamaan perempuan ini kemudian berdampak pada persamaan pengakuan hak pengasuhan terhadap orangtua (baik pihak ayah dan ibu) yang berdampak pada pengakuan hak independen anak. Munculnya hak persamaan pengasuhan pada pihak ibu kemudian memberikan kontribusi besar dalam mengangkat status legal anak. Sampai kemudian pada awal abad kedua puluh, di mana sudah mulai muncul pengakuan atas hak independen seorang anak. Hal ini tercermin dalam Deklarasi yang diadopsi oleh Liga Bangsa Bangsa pada tahun 1924 yang memberi penekanan pada perlindungan anak dari kelaparan dan kebutuhan material lainnya (Weissberg, 1978). Ini diikuti dengan standar yang diadopsi oleh ILO mengenai buruh anak dan isu-isu terkait lainnya. Sejalan dengan dinamika sosial pengakuan terhadap independensi hak anak juga semakin meningkat.

 

 

 

 

UU Perlindungan PRT: Kebutuhan Penting dan Mendesak bagi Pekerja Rumah Tangga

Profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT), masih dipandang “sebelah mata” oleh semua lapisan masyarakat, bahkan lapisan masyarakat tertinggi, dalam hal ini Negara. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan perundangan yang memberikan jaminan terhadap PRT yang mengatur secara jelas hak-hak PRT. Komitmen Presiden SBY untuk memberikan perlindungan terhadap PRT masih sebatas janji saja.

 

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mencakup peraturan perlindungan bagi PRT. Satu-satunya peraturan yang bisa mengakomodir yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun UU tersebut hanya dapat diterapkan sebatas pada kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh PRT saja, tidak mencakup aspek-aspek ketenagakerjaan PRT, yang sangat sering dialami oleh PRT dan dalam beberapa kasus merupakan cikal bakal terjadinya kekerasan terhadap PRT.

 

Menurut Dinda Nuurannisaa Yura, aktivis dari Solidaritas Perempuan, yang telah sekian tahun bergelut dengan masalah PRT di Indonesia, kata ”Pembantu” dan ”Pekerja” bukan sekadar perbedaan istilah. Penggunaan terminologi Pekerja juga mengandung makna bahwa PRT juga memiliki hak sebagaimana pekerja lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

Dinda, dalam diskusi online bulanan atau #diktum yang dilaksanakan oleh ICJR pada Kamis, 2 Agustus 2012 di Sekretariat ICJR, yang dimoderatori oleh Anggara,  mengatakan bahwa apa yang dialami oleh para buruh migran yang bekerja sebagai PRT sebenarnya tidak jauh beda dialami juga oleh para PRT di Indonesia. Hanya saja tidak mencuat ke permukaan karena korban kerap kali hanya diam jika muncul masalah. Begitupun masyarakat yang mengetahui tentang masalah tersebut. Ditambah media kita juga sangat jarang mengangkat masalah-masalah PRT domestik, lebih sering mengangkat berita PRT di luar negeri.

 

Tentang jam kerja PRT, gaji yang rendah atau tidak dibayarkan, hak komunikasi, kekerasan fisik, merupakan permasalahan-permasalahan umum yang dialami oleh PRT domestik. Hampir semua PRT domestik (termasuk di Jakarta) bekerja tanpa perjanjian kerja, kecuali di Jogja karena. Sebagian PRT di Jogja telah bekerja dengan perjanjian kerja antara PRT dengan majikan. Hal itu dapat terjadi karena Jogja telah memiliki Perda PRT, disamping juga komunitas/ jaringan PRT di Jogja sangat solid dalam menyuarakan dan melakukan gerakan untuk perlindungan terhadap PRT.

 

Masalah-masalah yang dialami PRT domestik memang akan terminimalisir, jika Indonesia telah memiliki peraturan perundangan yang mengatur tentang PRT. Desakan masyarakat sipil akhirnya berhasil memasukkan RUU PRT kedalam prolegnas 2004 – 2009. Namun, sampai akhir masa jabatan DPR 2004 – 2009, RUU ini tidak dibahas sama sekali. RUU ini kembali masuk ke Prolegnas periode sekarang, dan masuk ke dalam prioritas tahun 2010 dan 2011. Berkat desakkan masyarakat melalui aksi di depan gedung DPR, RUU ini masuk prioritas 2012.

 

Berdasarkan Rapid Assesment JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga), 2009, jumlah PRT di Indonesia mencapai lebih dari 10 juta orang. UU PRT menjadi kebutuhan yang sangat pokok dan mendesak. Para PRT yang akan membawa kasus-kasus yang dialaminya ke jalur hukum banyak yang mengalami hambatan atau mandeg begitu saja karena para penegak hukum berdalih tidak terdapat dasar hukum yang menjadi dasar penyelesai kasus.

 

Masyarakat dapat turut mendorong perbaikan/perubahan terhadap kondisi atau keberadaan PRT, dengan merubah paradigma keberadaan PRT, cara pandang terhadap PRT. Masyarakat yang selama ini berperan sebagai majikan juga merupakan tonggak penting dalam perjuangan ini.

 

Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (Tinjauan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis).

Di Indonesia hak untuk bekerja merupakan hak dasar setiap manusia (Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945) : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, bahkan diyakinkan sebagai hak asasi manusia (Pasal 28D ayat 2 UUD 1945): “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yangadil dan layak dalam hubungan kerja.” Cukuplah kuat sebenarnya alasan Indonesia untuk membuat peraturan perlindungan bagi warga negaranya apapun jenis pekerjaannya agar mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak dari pekerjaan tersebut, tak terkecuali adalah pekerja rumah tangga (PRT).

Layak jika diartikan secara harfiah adalah wajar, pantas, patut (KBBI dalam http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/index.php). Menterjemahkan penghidupan yang layak maka ukurannya adalah wajar, pantas dan patut dari sisi ke-manusia-nya. Untuk itu maka kita akan melihat standart layak yang telah ditetapkan oleh ILO. Kerja layak untuk semua merupakan komitmen Organisasi Perburuhan Internasional melalui pencapaian sasaran Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Fundamental di Tempat Kerja dan Deklarasi ILO mengenai Keadilan Sosial untuk Globalisasi yang Adil.

 

Teori-teori dari Gambar Model Teori Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Kebijakan Dasar

Kebutuhan akan PRT di masyarakat Indonesia dewasa ini semakin meningkat, dan ini terjadi umumnya di masyarakat perkotaan yang akrab dengan laju industrialisasi yang memungkinkan para perempuan yang identik sebagai pelaksana pekerjaan di rumah tangga juga harus bekerja di ruang publik, sehingga pekerjaan yang rumah tangga yang tidak mampu dikerjakannya lagi harus diserahkan pada PRT. Pada sisi lain, memiliki PRT juga menjadi trend bagi mereka yang secara ekonomi mampu membayar jasa orang lain, baik sebagai kemampuan untuk mTidak pun bekerja seorang perempuan kepala rumah tangga, trend menunjukkan Hukum Ketenagakerjaan dikategorikan sebagai hukum negara (state law) yaitu hukum positif yang dilahirkan oleh aparat negara, hukum yang secara institusional dibuat di atas.1 Hukum negara ini tidak otomatis merupakan hukum yang sesuai dengan cita-rasa keadilan rakyat banyak, malah cukup sering merupakan produk yang dirasa asing oleh rakyat. Hukum itu sering berperan sebagai alat legitimasi bagi yang berkuasa, dan lebih jauh lagi disiapkan untuk membuat kekuasaan menjadi lestari.

Konvensi Kerja Layak PRT Perspektif Hukum Perburuhan

Konvensi ILO No. 189 Tentang Kerja Layak PRT yang disahkan pada Juni 2011 saat ini secara resmi belum diratifikasi oleh Indonesia, meskipun Presiden RI dalam sidang ILO mendukung penuh disahkannya konvensi ini (Pidato Presiden SBY dalam Sesi ke-100 Perburuhan Internasional (14 Juni 2011)).

Perjuangan untuk mengangkat derajat PRT telah melewati masa yang cukup panjang, kurang lebih 70 tahun, sejak resolusi mengenai aksi normatif kondisi Pekerja Rumah Tangga diusulkan di PBB, dan beberapa kali usulan resolusi diulang disampaikan pada tahun 1948 dan tahun 1965, tahun 2002, baru kemudian pada tahun 2008 usulan resolusi Standar Setting Situasi Kerja Layak PRT diterima untuk dibahas kembali di ILO. Tepat pada Sesi ke-100 Sidang Perburuhan Internasional dengan tema “Kerja Layak” setelah melalui pembahasan sejak Sesi ke-99 Juni 2010 dan berlanjut dari tanggal 1 hingga 15 Juni 2011, akhirnya diadopsinya Konvensi Ilo No. 189 Mengenai Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga oleh mayoritas anggota pada tanggal 16 Juni 2011 dari 475 semua anggota dengan hasil voting sebagai berikut: setuju: 396, tidak setuju: 16, dan abstain: 63 (Kalyanamitra.htm, 2011).

Hak-hak dan syarat-syarat kondisi kerja layak PRT yang tercermin dalam kandungan pasal-pasalnya (ada 27 Pasal)

  1. definisi, cakupan;
  2. perlindungan HAM PRT;
  3. batasan usia minimum bekerja sebagai PRT dan penghapusan PRTA;
  4. Kontrak Kerja dan muatan kontrak kerja mengenai identitas, alamat kedua belah pihak dan tempat kerja, hak-hak dan situasi kerja layak;
  5. perlindungan buruh migran;
  6. privasi dan hak atas dokumennya;
  7. jam kerja, libur mingguan;
  8. upah minimum dan pembayaran termasuk bentuk, batasan pembayaran, metode, waktu pembayaran;
  9. kesehatan dan keselamatan kerja;
  10. jaminan sosial termasuk jaminan melahirkan;
  11. akomodasi dan konsumsi;
  12. pendidikan dan pelatihan;
  13. mekanisme pengaduan;
  14. monitoring;
  15. perlindungan khusus PRT Migran;
  16. kerjasama antar negara dalam menjamin pelaksanaan konvensi.

 

Contoh Tesis yang membahas tentang Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

 

Contoh Tesis 1 : Praktek Perlindungan Hukum Bagi Pembantu Rumah Tangga(Studi Kasus Terhadap Pembantu Rumah Tangga Perempuan di Kota Tangerang Selatan)

 

Pada penelitian tahun 2012 yang menyatakan bahwa Manfaat penelitian ini adalah ditemukannya masukan model kebijakan perlindungan hukum dan petunjuk pelaksanaan bagi PRT bila ingin menuntut hak dan petunjuk pelaksanaan bagi PRT bila ingin menuntut hak dan pedoman standar pemberian upah minimal bagi majikan terhadap PRT sehingga 1) status hubungan hukum antara PRT dengan majikan menjadi jelas. 2) ditetapkan jenis-jenis perlindungan hukum bagi PRT, Hak-hak apa saja yang harus diberikan kepada PRT dan sebaliknya kewajiban apa saja boleh dibebankan majikan kepada PRT.

Lebih jauh lagi model kebijakan perlindungan hukum dan petunjuk kerja tersebut dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan dan pada saatnya ditindak-lanjuti menjadi peraturan daerah tentang perlindungan PRT, khususnya Pemerintah Provinsi Banten umumnya. Bagi Pemerintah diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber atau bahan untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, sedangkan bagi Universitas Terbuka sendiri, dapat dijadikan sumber pengayaan substansi Buku Materi Pokok (Modul) Hukum Ketenaga-kerjaan.

Penelitian ini berhasil menyimpulkan bahwa

1) Hubungan hukum PRT dengan majikan di Kota Tangerang Selatan belum diikat dalam satu ikatan formal sesuai Perda No 3 Tahun 2011 dan hukum perjanjian lainnya, sehingga posisi PRT di mata hukum sangatlah lemah. Akibatnya belum ditemukan dasar ikatan yang dapat dijadikan PRT untuk menuntut haknya apabila majikan melakukan wanprestasi, karena hubungan atau ikatan antara PRT dan majikan lebih cenderung didasarkan pada hubungan kekeluargaan begitu juga sebaliknya.

2) Hubungan kekeluargaan yang di bangun antara majikan dan PRT berakibat pada lemahnya perlindungan hukum terhadap PRT di Kota Tangerang Selatan. Aparat hukum atau pengurus RT terkait sulit sekali masuk untuk langsung menangani kasus yang terjadi karena PRT dianggap anggota keluarga.

3) Hak-hak yang diterima oleh PRT di Kota Tangerang Selatan belum diatur dalam standar upah minimum Peraturan Pemerintah Daerah. Saat ini hak yang diterima PRT baru terbatas pada gaji bulanan dan kebutuhan internal/pribadi sehari-hari yang sangat minimal. Besar kecilnya gaji dan tambahannya masih sangat tergantung pada kebaikan dan kondisi majikan. Belum ditemukan satupun PRT belum punya kemampuan untuk menentukan besar-kesilnya hak yang diterima.

4) Sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang kewajiban-kewajiban majikan kepada PRT di Kota Tangerang Selatan, akibatnya hak-hak-hak yang diterima sangat tergantung kepada kebaikan dan kondisi majikan dan majikan juga tidak punya dasar untuk menuntut PRT bila PRT tahu-tahu mengundurkan diri menjadi PRT.

Conoth Tesis 2 : Implementasi Kebijakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBPTA) Pada Pekerja Rumah Tangga Anak di Kota Semarang

 

Penelitian ini menjelaskan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak khususnya untuk Pekerja Rumah Tangga Anak di Semarang. Ada pekerja anak di domestik, pekerjaan ini diklasifikasikan untuk dihapuskan pekerjaan oleh pemerintah yang tergabung dalam Aksi Komite Pembentukan Kabupaten / Kota berdasarkan Keputusan Walikota Semarang 560.05 / 256 tentang pembentukan Komite Aksi untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Anak. Dalam metode penelitian, penulis menggunakan teori implementasi kebijakan oleh Meriiee S. Grindle terdiri dari dua variabel yaitu konten kebijakan (konten) dan kebijakan lingkungan (contex). Pengumpulan data dilakukan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pemberdayaan Entitas, Perempuan dan Keluarga Berencana, Perserikatan Merdeka Semarang dan Pekerja Anak. Ada banyak temuan nyata Implementasi Kebijakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk Anak di Semarang, dibatasi oleh kapasitas sumber daya manusia yang terbatas sebagai pemangku kepentingan, kekurangan koordinasi, masih ada sanksi yang lemah bagi mereka yang melanggar memberikan, menawarkan dan menerima keuntungan anak-anak untuk eksploitasi.

 

Contoh Tesis 3 : Kendala Pelaksanaan Regulasi tentang Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Yogyakarta

 

Pada penelitian tahun 2015 yang menyatakan bahwa Beberapa regulasi PRT merupakan salah satu keberhasilan advokasi gerakan sipil (NGO) baik di level Yogyakarta ataupun Nasional untuk melindungi majikan dan PRT. Produk peraturan yang dihasilkan diantaranya: Surat Edaran Gubernur DIY tahun 2003, Peraturan Gubernur DIY tahun 2010 dan Peraturan Wali Kota DIY tahun 2011 serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No.2 tahun 2015. Tulisan ini mengkaji kendala penerapan peraturan tersebut, terkait dengan materi yang diperdebatkan. Materi tersebut diantaranya: definisi PRT apakah pembantu atau pekerja, kesulitan menentukan jam kerja PRT, kontrak kerja apakah secara lisan atau tertulis, serta kesulitan pihak ketiga (agen dan RT/RW) untuk dilibatkan dalam pross hubungan kerja. Faktor penyebabnya pada situasi apapun dan bagaimanapun pekerjaan PRT merupakan pekerjaan informal serta masih meleketanya hubungan kekeluargaan sehingga hubungan yang bersifat emosional lebih disukai daripada hubungan formal. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk proses pemberlakukannya perlu dilakukan dengan advokasi secara terus menerus bagi pihak-pihak yang terlibat hubungan kerja tentang pentingnya perlindungan hukum bagi PRT.

 

Contoh Tesis 4 : Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja di Bawah Umur di Dinas Sosial Kota Makassar

 

Pada tahun 2017 yang menyatakan bahwa Penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan tentang Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja di Bawah umur di Dinas sosial kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui mengenai Implementasi Kebijakan Perlindungan Pekerja di Bawah Umur di Dinas Sosial kota Makassar meliputi Kebijakan Perlindungan Anak di bawah Umur yaitu Menghormati dan menjamin hak anak, Memberikan dukungan sarana dan prasarana, Perlakuan Orang Tua Terhadap Anak, dan Anak menggunakan hak sesuai usia dan kecerdasannya. Adapun faktor pendukung yaitu Kualitas Sumber Daya Manusia, kemudian faktor penghambat yaitu Kurangnya sarana dan prasarana, Keterbatasan dana,dan Penguasaaan terhadap tekhnologi yang kurang baik.

 

Contoh Tesis 5 : Implementasi Perlindungan Terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi

 

Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai bagaimana perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak di kawasan Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi sesuai dengan peraturan perlindungan anak dan bagaimana harmonisasi pengaturan mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi pustaka. Tehnik analisis data yang digunakan yaitu dengan metode deduksi dengan menggunakan interpretasi sistematis.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada saat ini belum mampu memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi. Hal ini dikarenakan pekerja rumah tangga anak merupakan pekerja disektor informal bukan pekerja disektor formal, seperti yang termasuk di dalam pasal-pasal dalam ketentuan undang-undang tersebut. Sehingga Pekerja Rumah Tangga Anak dikawasan Perumahan tersebut belum mendapatkan perlindungan sebagai pekerja.

(2) Belum adanya harmonisasi aturan diantara undang-undang yang ada mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundangundangan. Ketentuan sanksi Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), Undang-Undang Perlindungan Anak Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), Undang-Undang Penghapusan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak RP 15.000.000 (lima belas juta rupiah)”, sementara itu Perda DKI Jakarta hanya dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.

 

Contoh Tesis 6 : Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat Yang Termarjinalkan di Indonesia

Tidak ada hukum khusus di Indonesia tentang pekerja rumah tangga, tetapi beberapa undang-undang lain memberikan perlindungan. Karena pekerjaan informal, keluarga dan paternalistik hubungan antara banyak pekerja rumah tangga dan majikan mereka, penyelesaian sengketa di kaitannya dengan konten dan penegakan hak dan tanggung jawab biasanya juga dilakukan secara informal. Makalah ini telah menguraikan standar berkaitan dengan perlakuan terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia. Indonesia di bawah hukum Indonesia saat ini, saat ini standar internasional, dan menurut yang terbaik praktek. Tidak ada keraguan bahwa ada celah antara hukum Indonesia saat ini di satu sisi, dan standar internasional dan praktik terbaik yang lain. Ini berarti pekerja rumah tangga di Indonesia Indonesia sering merupakan bentuk yang tidak dilindungi dan bentuk eksploitatif kerja.

 

Contoh Tesis 7 : Perlindungan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) Menurut Permenaker No. 2 Tahun 2015

 

Keberadaan pekerja rumah tangga belum diakui oleh semua pihak sebagai tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja seperti pekerja pabrik, perusahaan dan yang lain. Karena pekerja rumah tangga dianggap sebagai pengangguran “pengusaha”, mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang diberikan terhadap yang lain pekerja. Selain itu, akses ke mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan, semacam itu sebagai pengadilan industri yang didirikan oleh UU No. 22 tahun 2004 tentang Industri Hubungan Penyelesaian Sengketa. Salah satu bentuk konkret dari kehadiran negara untuk melindungi pekerja secara keseluruhan termasuk pekerja rumah tangga di sektor ini terbitnya Peraturan Menteri No.2 Tahun 2015 tentang Perlindungan terhadap Pekerja lokal.

 

Contoh Tesis 8 :  Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Wanita Sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Kota Surabaya

 

Penelitian tentang perlindungan hukum dari sektor pekerja rumah tangga perempuan bertujuan untuk menjawab masalah; bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga dalam undang-undang, bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga di Kota Surabaya, apa kendala dan solusi terhadap pelaksanaan perlindungan hukum.

Penelitian ini merupakan hukum empiris, sumber data primer diperoleh dari responden, yaitu pejabat domestik, tenaga kerja, LSM. Sumber data sekunder dari legislasi. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen, sedangkan analisis data menggunakan pola berpikir induktif. Hasil penelitian menunjukkan: pengaturan perlindungan hukum dalam hukum ketenagakerjaan terbatas pada pekerja formal, pekerja pembantu rumah tangga (PRT) dalam undang-undang tidak dikategorikan sebagai pekerja, sehingga hak-hak dasar mereka sebagai pekerja tidak dijamin. Penerapan perlindungan hukum pekerja sektor perempuan pekerja rumah tangga (PRT) di Kota Surabaya belum maksimal. Sebagian besar pekerja rumah tangga di kota Surabaya yang tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja seperti hak untuk mendapatkan upah di atas upah minimum kota, meninggalkan hak, hak jaminan sosial dan kecelakaan di tempat kerja. faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan maksimal tidak ada perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga pekerja sektor perempuan (PRT) di kota Surabaya adalah sebagai berikut; Pertama, faktor yuridis. Secara hukum, pekerja domestik sebagai pekerja informal normatif tidak masuk kategori pekerja berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Kedua, faktor sosiologis. Secara sosiologis, kendala pelaksanaan perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga pekerja rumah tangga karena pendidikan rendah, urgensi ekonomi, praktik domestik cenderung tertutup dan kurangnya kontrol pemerintah.

Contoh Tesis 9 : Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga

 

Pada tahun 2012 menyatakan bahwa Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah kelompok marjinal yang paling rentan terhadap penyalahgunaan majikan. Ini terbukti dengan tidak adanya kejelasan hukum atau perlindungan atas pekerjaan mereka. Jaminan Konstitusional sebagai bentuk kontrak negara dalam rangka untuk memberikan perlindungan Ekonomis dan Sosial serta keadilan dan kesejahteraan bagi manusia termasuk pekerja rumah tangga seharusnya peraturan mendasar sejak kemerdekaan Indonesia. Itu adanya alasan normatif, hukum dan bahkan praktis untuk memperkuat argumen bahwa perlindungan hukum untuk domestik pekerja harus diatur dalam undang-undang khusus dalam Draf atau RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

 

Contoh Tesis 10 : Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Rumah Tangga Berdasar Atas Hak Azasi Manusia

 

Setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.TheUniversal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak : Hidup, Kemerdekaan dan keamanan badan, Diakui kepribadiannya, Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, Masuk dan keluar wilayah suatu Negara, Mendapatkan asylum, Mendapatkan suatu kebangsaan, Mendapatkan hak milik atas benda, Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan, Bebas memeluk agama, Mengeluarkan pendapat, Berapat dan berkumpul, Mendapat jaminan sosial, Mendapatkan pekerjaan, Berdagang, Mendapatkan pendidikan, Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat, Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan. Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia (HAM) itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha rakyat dan bangsa yang menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hakhak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya. Selain itu juga Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Tahun 1949 (Konvensi ILO No. 81).

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?