- Tanggungjawab Korporasi Dalam Tindak Pidana Perpajakan
- Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Daging Oplosan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- Tingkat Keberhasilan Mediasi Pada Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Medan Dan Pengadilan Negeri Stabat Dari Tahun 2016-2017
- Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta
- Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Di Bidang Perdagangan Dalam Distribusi Barang Dan Jasa Dengan Sistem Skema Piramida
- Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Jasa Transaksi Elektronik Automated Teller Machine (Atm) Dihubungkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Berdasarkan Peraturan Perundang Undangan Suatu Kajian Pada Pt. Btn (Persero)Surakarta
- Pelaksanaan Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah (Mpd) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Studi: Mpd Kota Surakarta)
- Perubahan Perusahaan Daerah Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Tanggungjawab Korporasi Dalam Tindak Pidana Perpajakan
Intisari
Pengaturan wajib pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan belum mengatur secara lengkap. Dikatakan demikian karena dalam undang-undang tersebut badan atau korporasi merupakan salah satu wajib pajak, namun dalam pengaturan sistem pidana dan pemidanaan yang terkait dengan badan atau korporasi tidak diatur. Dengan tidak diaturnya ini akan menimbulkan masalah, bagaimana tanggungjawab korporasi dalam tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan kondisi yang demikian, maka bila badan atau korporasi melakukan tindak pidana perpajakan yang bertanggungjawab adalah pengurus.
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Daging Oplosan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Intisari
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji penerapan pidana bagi pelaku pengoplosan daging sapi dan daging babi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel. 2) Mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng. Pengoplosan daging sapi dengan daging babi sering dilakukan karena daging babi harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran. Produsen nakal mendapatkan keuntungan yang lebih dari pemalsuan daging sapi, terlebih lagi pengoplosan dengan daging babi bertentangan dengan keyakinan agama Islam.
Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa : 1) Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel terhadap pelaku tindak pidana pengoplosan daging sapi dengan daging babi yaitu memberikan sanksi pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan kepada terdakwa. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memutus perkara tersebut didasarkan dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan baik itu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, barang bukti dan petunjuk-petunjuk lain. Selain itu, hakim juga berpedoman pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, ditambah dengan keyakinan hakim yang didasari oleh pertimbangan rasa keadilan yang tumbuh di dalam diri seorang hakim. 2) Perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) maupun peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.
Tingkat Keberhasilan Mediasi Pada Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Medan Dan Pengadilan Negeri Stabat Dari Tahun 2016-2017
Intisari
Manusia sebagai makhluk sosial hakikatnya tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Setiap harinya manusia berinteraksi dengan orang lain dan tidak jarang terjadi perselisihan yang menimbulkan konflik. Penyelesaian konflik atau sengketa dapat diselesaikan melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Jalur litigasi pada umumnya terkesan rumit serta memakan waktu dan biaya yang banyak, oleh karenanya diperlukan penyelesaian sengketa dengan cara cepat, sederhana dan biaya murah dimana salah satu alternatifnya adalah mediasi. Mediasi dalam perkembangannya telah masuk ke ranah pengadilan dengan diwajibkannya menempuh mediasi sebelum masuk ke tahap pemeriksaan perkara yang didasari oleh PERMA No.1 Tahun 20016. Penulis mengangkat skripsi berjudul “Tingkat Keberhasilan Mediasi pada Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Stabat dari Tahun 2016-2017”, dengan permasalahan mengenai tahapan pelaksanaan mediasi, faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi, tingkat keberhasilan mediasi, dan perbandingan keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Stabat. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-empiris, dengan cara memadukan bahan-bahan hukum yang merupakan data sekunder dengan data primer yang diperoleh melalui penelitian dan wawancara langsung dengan hakim mediator, serta melakukan pendekatan komparatif dengan membandingkan tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Stabat. Tahapan pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Stabat telah sesuai dengan aturan dalam PERMA No.1 tahun 2016, mediator secara informal dapat memediasi para pihak dengan caranya sendiri karena dalam peraturan tersebut tahapannya tidak diatur secara berurutan. Faktor penghambat keberhasilan mediasi dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Stabat belum memperlihatkan hasil yang signifikan, bahkan sangat sedikit perkara yang berhasil di mediasi. Perbandingan tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Stabat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pengadilan Negeri Medan terjadi karena perbedaan volume perkara yang masuk, sarana dan prasarana yang kurang memadai di Pengadilan Negeri Medan, dan kurangnya kapasitas mediator dalam memediasi perkara di Pengadilan Negeri Medan sehingga banyak mediasi gagal dilakukan.
Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta
Intisari
Di Negara Indonesia banyak sekali terdapat benda-benda peninggalan bersejarah dan purbakala. Peninggalan–peninggalan bersejarah dan purbakala tersebut merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai harganya dari bangsa ini, yang sangat perlu sekali dan bahkan wajib untuk dirawat, dikelola dengan baik serta sangat perlu untuk dilestarikan. Benda–benda peninggalan sejarah dan purbakala tersebut yang sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan oleh undang–undang biasa disebut sebagai benda cagar budaya.Keberadaan dari benda-benda cagar budaya tersebut masih rawan dari kerusakan, kehilangan dan mungkin sampai kemusnahan, baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun perbuatan dari manusia itu sendiri.Jenis Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Kualitatif dan Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu dengan cara menuturkan atau menafsirkan data-data yang ada di Pengadilan Negeri Surakarta.
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Indonesia adalah dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar yang sekarang sudah disempurnakan dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Penerapan hukum bagi pelanggar undang-undang cagar budaya adalah berupa hukuman penjara sesuai dengan pasal-pasal yang dilanggarnya.
Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Di Bidang Perdagangan Dalam Distribusi Barang Dan Jasa Dengan Sistem Skema Piramida
Intisari
Pertumbuhan yang baik dan positif dalam bisnis dan industri pemasaran bertingkat ternyata dibarengi dengan munculnya bentuk-bentuk kejahatan. Di Indonesia, penjualan langsung saat ini berkembang melalui sistem skema piramida. Sekilas sistem ini mirip dengan pemasaran bertingkat dan banyak orang telah terlibat sebagai anggota. Sistem piramida menawarkan peluang untuk mendapatkan keuntungan besar dengan sedikit usaha. Berdasarkan uraian di atas, masalah hukum yang akan dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut: Apa kebijakan kriminal dalam pencegahan tindak pidana dalam perdagangan barang dan jasa dengan sistem skema piramida? Apa kebijakan kriminal dalam menuntut tindakan kriminal di bidang perdagangan barang dan jasa dengan sistem skema piramida? Bagaimana seharusnya konsep kebijakan kriminal dalam pencegahan (pencegahan dan penuntutan) tindak pidana di bidang perdagangan barang dan jasa dengan sistem skema piramida? Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Nama lain untuk normatif sebagai studi pustaka atau studi dokumen karena penelitian ini sebagian besar dilakukan pada data sekunder di perpustakaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, kesimpulan berikut diperoleh: Kebijakan kriminal dalam upaya untuk mencegah kejahatan di bidang perdagangan barang dan jasa dengan sistem skema piramida telah dilakukan baik oleh pemerintah dan pihak-pihak di luar pemerintah. Selain kebijakan kriminal dalam upaya pencegahan, ini juga merupakan kebijakan kriminal dalam menuntut tindakan kriminal di bidang perdagangan barang dan jasa dengan sistem skema piramida, yaitu dengan penegakan Sistem Peradilan Pidana. Selanjutnya, peneliti mempresentasikan konsep kebijakan kriminal untuk pencegahan kejahatan di bidang perdagangan dalam distribusi barang dan jasa dengan sistem skema piramida yang harus dikembangkan dan diterapkan di masa depan, di mana dalam hal ini landasan filosofis, pertimbangan yuridis dan argumen sosiologis harus dilihat.
Pelaksanaan Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah (Mpd) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Studi: Mpd Kota Surakarta)
Intisari
Notaris mempunyai kewenangan hukum untuk pembuatan akta otentik. Guna meningkatkan kualitas dan kuantitas dari Notaris maka dikeluarkanlah suatu peraturan baru yang berlaku bagi Notaris, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Seiring dengan adanya pertanggungjawaban Notaris kepada masyarakat dalam menjalankan tugasnya, maka haruslah dijamin dengan adanya suatu pengawasan dan pembinaan. Pengawasan Notaris dilakukan dengan melibatkan beberapa unsur yaitu pihak ahli dari unsur akademisi, unsur pemerintah, dan dari unsur Notaris. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan Notaris yang dilakukan oleh MPD Kota Surakarta, kinerja Notaris Kota Surakarta berdasarkan hasil pengawasan Notaris oleh MPD Kota Surakarta, dan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi MPD Kota Surakarta dalam melaksanakan pengawasan Notaris di wilayahnya.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pengawasan Notaris oleh MPD Kota Surakarta antara lain: melakukan pemeriksaan protokol Notaris, melakukan pembinaan dan penyuluhan, memberikan persetujuan/izin sehubungan dengan kepentingan proses peradilan pidana untuk memanggil dan memeriksa Notaris berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Kinerja Notaris Kota Surakarta antara lain: Notaris Kota Surakarta kurang tertib dalam pembuatan dan pelaporan protokol Notaris, keberadaan Notaris yang tidak diketahui kedudukan/alamat kantornya, dan Notaris yang jarang berada dikantor sehingga sulit untuk menemuinya. Hambatan-hambatan yang dialami MPD Kota Surakarta antara lain: kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, keterbatasan waktu para anggota MPD Kota Surakarta yang sibuk dengan tugas pokok masing-masing, anggaran yang terbatas, MPD tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi terhadap Notaris yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris.
Perubahan Perusahaan Daerah Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Intisari
Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa Badan Usaha Milik Daerah(BUMD) yang dari bentuk sebelumnya berupa Perusahaan Daerah harus berubah antara menjadi Perseroan Daerah dan atau Perusahaan Umum Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses perubahan dari Perusahaan Daerah menjadi badan hukum sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda dan mengidentifikasi bagaimana seharusnya BUMD dalam mendukung kinerja pemerintah daerah. Penelitian ini bersifat penelitian yuridis normatif karena mengkaji data sekunder yang terkait dengan perubahan bentuk Perusahaan Daerah menyesuaiakn amanah Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sumber data mengunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Data yang telah terkumpul dianalisis mengunakan logika deduksi yaitu menarik simpulan dari premis mayor ke premis minor. Kesimpulan (1) diperlukan suatu rancangan peraturan daerah yang merubah bentuk BUMD dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi PERSERODA atau PERUMDA; (2) untuk dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas pengelolaan BUMD maka bentuk yang paling idial dari BUMD adalah Perseroda.
Leave a Reply