HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Perbedaan Nilai Apgar Antara Persalinan Normal Dengan Persalinan Riwayat Ketuban Pecah Dini

ABSTRAK

Ketuban pecah dini (KPD) adalah suatu keadaan di mana selaput ketuban pecah sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan. KPD seringkali diikuti dengan terjadinya infeksi pada janin dan maternal akibat rupturnya selaput ketuban yang menjadi jalan masuk bagi kuman. Keadaan infeksi tersebut dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki Nilai Apgar rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan Nilai Apgar antara persalinan normal dengan persalinan riwayat KPD. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 30 orang pasien yang terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pasien telah melakukan persalinan normal dan kelompok kedua adalah pasien yang telah melakukan persalinan dengan riwayat KPD. Sampel diambil secara Purposive Random Sampling. Nilai Apgar diketahui dari catatan medis yang terdapat di Bagian Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi. Data hasil penelitian ini kemudian diolah dengan menggunakan SPSS 15,0 for Windows dengan metode t test independent.

Dari penelitian ini diperoleh rata-rata nilai Apgar pada kelompok pertama: menit I 8,53; menit V 9,27; menit X 10. Sedangkan pada kelompok kedua: menit I 7,93; menit V 8,93; menit X 9,93. Dan setelah dilakukan uji statistik didapatkan t hitung untuk nilai Apgar menit I ialah 4,025; Nilai Apgar menit V ialah 2, 457; dan nilai Apgar menit X ialah 1,000. Dengan berpegang pada keputusan t tabel sebesar 1,701 dan tingkat signifikansi 5% maka t hitung nilai Apgar menit I dan V lebih besar daripada t tabel, sedangkan pada nilai Apgar menit X t hitungnya lebih kecil daripada t tabel. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai Apgar antara persalinan normal dan persalinan riwayat ketuban pecah dini.

Kata Kunci : Persalinan Normal-Persalinan KPD-Nilai Apgar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka kematian bayi yang tinggi merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Negara Indonesia yang harus diselesaikan. Meskipun masih yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, namun telah berhasil diturunkan dengan pesat, yaitu 170/1000 kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 97/1000 kelahiran hidup pada tahun 1980 lalu 60/1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 dan sekarang pemerintah menargetkan 32/1000 kelahiran hidup untuk tahun 2010 nanti. Demi menyukseskan cita-cita pemerintah tersebut upaya menurunkan angka kematian perinatal dini merupakan langkah utama dalam penyelesaiannya. Upaya tersebut tentu saja dengan menekan angka kejadian beberapa kesakitan yang dapat menyebabkan kematian neonatal. Untuk dapat menanggulangi masalah kematian bayi dan anak secara tepat maka perlu diketahui sebab-sebab utama kematian bayi dan anak, serta kapan atau pada umur berapa penyakit tersebut menyerang (Adhyatama, 1998). Terdapat 5 kelompok utama kesakitan sebagai penyebab kematian neonatal, antara lain; asfiksia, infeksi, kelainan berat badan lahir, trauma persalinan dan cacat bawaan (Hanafiah, 1986).

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan; yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Mochtar, 1998). Namun ada pula sumber lain menyatakan bahwa ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu (Prawirohardjo, 2005). Komplikasi yang dapat terjadi akibat kejadian KPD antara lain adalah infeksi, partus preterm, prolaps tali pusat dan distosia (partus kering) (Mansjoer, 2008). Sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya asfiksia dan infeksi, serta angka kejadian yang cukup tinggi menurut Eastman sekitar 12% dari semua kehamilan (Mochtar, 1998) maka KPD juga dikategorikan ke dalam kasus kedaruratan obstetrik. Setelah ketuban pecah, kuman penghuni servik mengadakan invasi ke dalam saccus amnion dan dalam waktu 24 jam cairan amnion akan terinfeksi. Akibat infeksi cairan amnion akan terjadi infeksi pada janin (Usman, 1983; Mochtar, 1998). Jarak antara waktu pecahnya ketuban dengan waktu persalinan (periode laten) yang terlalu jauh dapat meningkatkan resiko terjadi infeksi.

Di samping itu KPD juga dapat menyebabkan kelahiran prematur. Kelahiran bayi prematur tidak jarang disertai asfiksia neonaturum. Asfiksia neonaturum adalah bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan (Prawirohardjo, 2005). Asfiksia neonaturum menjadi salah satu penyebab kematian bayi baru lahir. WHO melaporkan kematian bayi yang disebabkan asfiksia adalah sekitar 12%. Penatalaksanaan pada kasus ketuban pecah dini masih diperdebatkan para ahli. Etiologinya yang masih belum jelas menyebabkan preventif tidak dapat dilakukan kecuali dalam usaha menekan infeksi (Mochtar, 1998). Penatalaksanaan optimum kehamilan dengan komplikasi KPD tergangung pada umur kehamilan, tanda infeksi intrauterin dan populasi pasien (Taber, 1994). Pada penelitian ini akan meneliti tentang perbedaan nilai apgar bayi antara persalinan normal dan persalinan riwayat KPD. Tingginya angka kejadian ketuban pecah dini dan belum adanya data pasti tentang dampak KPD terhadap kondisi bayi, membuat peneliti ingin meneliti lebih dalam tentang perbedaan nilai apgar antara persalinan normal dengan persalinan riwayat KPD.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?