BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Histosols (organosol) secara umum dinamakan tanah gambut ( veen, peat). Jenis tanah ini mengandung banyak bahan organik, sehingga tidak mengalami perkembangan ke arah terbentuknya horison -horison yang berbeda, berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH 3-5) (Darmawijaya, 1997). Pemanfaatan tanah gambut sangat dibatasi oleh sifat fisik dan kimia tanah, seperti kematangan, jumlah bahan organik, kemasaman tanah, sulfida (pyrit) dan asam organik (akibat mineralisasi bahan organik), interusi air laut, ketersediaan unsur hara dan keracunan alumunium di samping bulk density yang rendah sehingga daya dukung tanah juga rendah. Namun, beberapa peneliti di buku Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian melaporkan bahwa dengan pemberian pupuk dan pengapuran pada histosols dapat memberikan hasil yang optimum.
Histosols tergolong tanah marginal karena mempunyai sifat kimia yang kurang baik. Reaksi tanah yang masam dengan pH 3.0 -4.5, kadar hara makro N, P, K, Ca. Mg dan hara mikro B, Cu, Zn yang rendah, serta kapasitas tukar kation yang sangat tinggi dengan kejenuhan basa yang rendah menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa t anaman kelapa sawit yang ditanam pada tanah histosols sering menunjukkan gejala defisiensi hara, seperti peat yellows yang disebabkan kekurangan hara K. Oleh sebab itu, keberhasilan budidaya tanaman kelapa sawit pada tanah histosols sangat tergantung pada aplikasi pemupukan dan pengaturan tata air yang tepat. Disebutkan pula bahwa K merupakan hara makro yang paling kritis di histosols sehingga pemupukan K sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan produksi kelapa sawit yang optimum (Sugiyono et al., 1999).
Saat ini pemanfaatan histosols untuk komoditi perkebunan lebih ditekankan pada komoditi kelapa sawit walaupun menghadapi kesulitan dalam pengelolaannya serta memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral (Suandi dan Chan, 19 89). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dalam jumlah besar tanaman kelapa sawit, maka perlu adanya penambahan unsur hara. Penambahan ini memperhatikan kondisi ekonomi dan kandungan unsur hara yang dibutuhkan maupun yang terkandung dalam bahan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan limbah yang sudah tidak digunakan lagi, namun masih mengandung unsur hara yang tinggi , misalnya sabut kelapa sawit yang diabukan, karena merupakan sumber terpenting kedua bagi pupuk K (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).
Dalam penelitian ini, sumber kalium selain dari abu sabut kelapa sawit, juga terdapat dari pupuk anorganik NPK. Pupuk NPK ini diberikan pada tanah histosols karena pupuk NPK yang mempunyai sifat hara lebih banyak cepat tersedia bagi tanaman. Tanah histosols yang mempunyai kendala pada hara yang belum tersedia untuk tanaman, maka dengan pemberian pupuk NPK ini dengan komposisi tertentu diasumsikan bahwa tanah Histosols ini mulai terpacu untuk melakukan proses dekomposisi lebih lanjut. Setelah pemberian pupuk NPK ini, diharapkan dengan pemberian abu sabut kelapa sawit, hara kalium benar -benar dapat diserap oleh tanaman kelapa sawit.
Pengaruh Abu Sabut Kelapa Sawit dan Pupuk NPK
Contoh Tesis
Contoh Skripsi
Leave a Reply