HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Penambahan Morfin 0,1 mg, 0,15 mg dan 0,2 mg Intratekal terhadap Analgesia dan Mualmuntah

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Morfin 0,1 mg, 0,15 mg dan 0,2 mg Intratekal terhadap Analgesia dan Mualmuntah Pasca Operasi pada Anestesi Spinal

 

A. Latar Belakang

Pemberian opioid intratekal telah digunakan untuk analgesia pasca operasi dalam berbagai spesialisasi bedah, seperti obstetri dan ortopedi (Blay et al. 2006). Pasien bisa ambulasi dini dan mendapat manfaat fisioterapi lebih awal. Injeksi tunggal neuraxial (subarahnoid atau epidural) zat anestesi lokal, opioid atau kombinasinya dapat digunakan untuk analgesia preemptif dan selama operasi berlangsung (Morgan et al. 2006).

Saat ini terjadi perubahan penggunaan Thoracic Epidural Analgesia (TEA) dengan morfin intratekal untuk operasi hepato-pancreato-biliary (HPB). TEA telah digunakan secara luas untuk bedah mayor pada perut, namun penggunaannya telah dibatasi karena perlunya pemantauan intensif baik medis dan keperawatan, hipotensi, analgesia yang tidak sempurna dan tingkat kegagalan yang tinggi. Morfin intratekal telah digunakan untuk analgesia pasca operasi sejak 1979. Awalnya dosis setinggi 0,2 mg/kg digunakan. Efek samping, termasuk depresi pernapasan, telah dilaporkan. Perkembangan terbaru dosis yang lebih kecil digunakan, umumnya 0,1 – 0,3 mg. Dosis yang lebih rendah ini telah digunakan dengan aman dan juga dinyatakan oleh beberapa penelitian. Secara lokal, pengalaman menguntungkan morfin intratekal untuk obstetri dan ortopedi mendahului penggunaannya daripada pembedahan yang lain (Sakowska et al. 2009).

 

B. Rumusan Masalah

Apakah penambahan morfin dosis diatas 0,1 mg intratekal sampai 0,2 mg intratekal lebih efektif daripada morfin 0,1 mg intratekal dalam hal analgesia pasca operasi dengan teknik spinal anestesi tanpa peningkatan efek samping mual muntah?

 

C. Tinjauan Pustaka

Nyeri Pasca Bedah

Nyeri pasca bedah merupakan nyeri akut yang berlangsung beberapa jam akibat adanya kerusakan jaringan akan berkurang seiring dengan penyembuhan luka tersebut. Nyeri tersebut menyebabkan perubahan faal tubuh, seperti naiknya tekanan darah, nadi juga terjadi perubahan emosional seperti cemas dan gelisah. Persepsi nyeri berlangsung di beberapa tempat di otak antara lain thalamus, otak tengah dan daerah tertentu di korteks serebri (Kehlet et al. 2003).

 

Pengertian Morfin

Morfin adalah prototipe agonis opioid yang digunakan sebagai pembanding bagi opioid lainnya. Pada manusia, morfin menyebabkan analgesia, eforia, sedasi dan penurunan konsentrasi. Sensasi lain yang dirasakan adalah mual, tubuh merasa hangat, rasa berat di ekstremitas, rasa kering di mulut dan pruritus, terutama di daerah kutaneus sekitar hidung. Penyebab nyeri terus ada, namun pemberian morfin yang dengan dosis rendah sekalipun, akan meningkatkan ambang nyeri dan memodifikasi persepsi stimulasi rasa nyeri yang menyebabkan tidak dirasakannya lagi rasa nyeri. Morfin diabsorpsi dengan baik pada pemberian intramuskular, dengan onset timbulnya efek setelah 15 atau 30 menit dan mencapai puncaknya dalam 45 sampai 90 menit (Stoelting et al. 2006).

Mual – Muntah Pasca Operasi

Kejadian PONV lebih sering menyebabkan ketidaknyamanan pasien dibandingkan nyeri pasca bedah. Mual menyebabkan pasien tidak nyaman dan muntah menyebabkan meningkatnya resiko aspirasi, dan berhubungan dengan terbukanya jahitan, ruptur esophagus, empisema subkutis dan pneumothoraks bilateral.

 

Pengertian Spinal Anestesi

Anestesi spinal atau blok subarachnoid adalah salah satu teknik regional anestesi dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4 atau L4-5, untuk menimbulkan atau menghilangkan sensasi dan blok motorik. Anestesi spinal disebut juga analgesia / blok spinal intradural atau intratekal (Latief 2001).

 

D. Metodelogi Penelitian

Penelitian Double Blind Randomized Control Trial 51 pasien dengan teknik anestesi spinal.

Sampel penelitian dikelompokkan 3 yaitu kelompok kontrol (morfin 0,1 mg) atau kelompok perlakuan (morfin 0,15 mg dan 0,2 mg) masing-masing kelompok 17 sampel.

Analgesia diukur dengan skor VAS. Penilaian analgesia dan mual-muntah dilakukan pada pasca operasi jam ke 2, 4, 6, 8, 16, 24.

Data kontinue dianalisa dengan uji oneway anova, data kategorikal menggunakan chi square, dan perbandingan skor VAS dan PONV menggunakan Kruskal Wallis dan diproses menggunakan program SPSS.

 

E. Kesimpulan Skripsi

1. Terdapat perbedaan yang bermakna pada analgesia ketiga dosis morfin pasca operasi jam ke-4, 6, 8 dan 16. Sedangkan pada jam ke-2 dan ke-24 tidak ada perbedaan yang bermakna. Dimana tingkat analgesia dosis morfin 0.10 mg paling kecil ditandai dengan tingginya rerata skor VAS pada kelompok ini.

2. Perbandingan analgesia kelompok morfin 0.10 mg dengan kelompok morfin 0.15 mg pada jam ke-4, 6, 8, dan 16 sudah menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.

3. Perbandingan analgesia antara kelompok morfin 0.15 mg dengan kelompok morfin 0.20 mg dari jam ke-2 hingga ke-24 tidak ada perbedaan yang bermakna.

3. Perbandingan analgesia kelompok morfin 0.10 mg dengan kelompok morfin 0.20 mg pada jam ke-4, 6, 8 sudah menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.

4. Perbandingan mual-muntah pasca operasi (PONV) pada kelompok morfin 0,10 mg, 0,15 mg dan 0,20 mg tidak ada perbedaan yang bermakna pada jam ke-2, 4, 6, 8, 16 dan 24.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?