HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Digital Product Innovation Performance di Industri Perbankan (Suatu Pendekatan PLS-SEM)

Latar Belakang

Penelitian ini berawal dari beberapa aspek berikut:

1. Transformasi Digital sebagai Disrupsi Utama

Transformasi digital (Digital Transformation) telah menjadi fenomena global yang mengubah secara fundamental cara industri beroperasi. Dalam sektor perbankan, Digital Transformation tidak lagi hanya sekadar adopsi teknologi baru, tetapi juga mencakup restrukturisasi strategi bisnis, model operasional, dan hubungan dengan konsumen. Perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Big Data Analytics, Blockchain, dan Cloud Computing telah mendorong bank untuk beradaptasi secara cepat agar tetap kompetitif. Fenomena ini menunjukkan bahwa bank yang tidak mengintegrasikan teknologi digital akan tertinggal dalam memberikan layanan cepat, aman, dan relevan dengan kebutuhan nasabah modern.

Jasa Pembuatan Skripsi, Tesis, Disertasi

Jasa Pembuatan Skripsi, Tesis, Disertasi

2. Perbankan dan Tekanan Kompetitif

Industri perbankan Indonesia menghadapi tekanan besar dari dua sisi: regulasi dan persaingan FinTech. Regulasi pemerintah mendorong bank untuk memperkuat keamanan siber dan transparansi, sementara kehadiran FinTech dan bank digital-native memaksa bank konvensional untuk mempercepat transformasi digital. Nasabah semakin menginginkan layanan perbankan yang praktis, personal, dan berbasis digital, misalnya mobile banking, robo-advisor, dan layanan embedded finance. Hal ini menjadi fenomena masalah karena banyak bank tradisional masih terjebak dalam birokrasi internal, keterbatasan infrastruktur TI, dan rendahnya kapabilitas digital SDM.

3. Kesenjangan Penelitian (Research Gap)

Meskipun banyak studi terdahulu membahas Digital Transformation dalam konteks efisiensi operasional atau kinerja keuangan, hanya sedikit yang secara mendalam menyoroti peran DT terhadap kinerja inovasi produk digital (Digital Product Innovation Performance). Inovasi produk digital berbeda dari efisiensi semata karena berkaitan langsung dengan kemampuan bank menciptakan produk baru, berbeda, dan bernilai bagi pelanggan. Fenomena masalah di sini adalah adanya gap penelitian:

Bagaimana sebenarnya Digital Transformation mampu mengubah sumber daya internal dan kapabilitas dinamis bank menjadi inovasi produk yang berkelanjutan?

Literatur terdahulu cenderung mengabaikan mekanisme ini dan lebih fokus pada aspek non-produk.

4. Tantangan Sumber Daya dan Kapabilitas

Bank sering kali memiliki sumber daya teknologi (misalnya data besar atau sistem cloud), tetapi tidak selalu mampu mengonversinya menjadi inovasi produk digital yang sukses. Sebaliknya, FinTech dengan sumber daya terbatas justru lebih lincah dan cepat berinovasi. Hal ini menandakan bahwa kepemilikan sumber daya saja tidak cukup. Diperlukan kapabilitas dinamis (dynamic capabilities) yang memungkinkan bank beradaptasi, merekonfigurasi, dan mengintegrasikan sumber daya digital dalam strategi inovasi. Fenomena masalahnya adalah adanya kesenjangan antara potensi teknologi dengan implementasi inovasi produk.

Digitalisasi perbankan berkembang sangat pesat karena dukungan regulasi, meningkatnya literasi keuangan digital, dan penetrasi internet. Namun, banyak bank, khususnya bank daerah, menghadapi tantangan serius dalam kesiapan SDM, biaya investasi teknologi, serta resistensi perubahan. Sementara itu, bank swasta nasional dan digital-native lebih agresif dalam meluncurkan produk-produk inovatif seperti tabungan digital, pinjaman online, dan integrasi layanan pembayaran berbasis AI. Fenomena ini mempertegas adanya kesenjangan antar-bank dalam mengoptimalkan transformasi digital untuk menciptakan inovasi produk.

Tinjauan Teori

Grand Theory: Resource-Based View (RBV)

1. Dasar Teoritis RBV

Teori Resource-Based View (RBV) dikemukakan oleh Barney (1991) sebagai salah satu landasan utama manajemen strategis. RBV berangkat dari pandangan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti kondisi pasar, tetapi juga dari penguasaan sumber daya internal yang unik, langka, sulit ditiru, dan tidak tergantikan (valuable, rare, inimitable, non-substitutable / VRIN). Dalam konteks penelitian ini, RBV menjadi dasar untuk memahami bagaimana bank memanfaatkan sumber daya internal mereka, seperti teknologi digital, keterampilan SDM, data besar, dan infrastruktur IT untuk mendorong keberhasilan transformasi digital.

RBV menegaskan bahwa perusahaan yang mampu mengelola sumber daya uniknya secara efektif akan memperoleh keunggulan bersaing berkelanjutan. Artinya, kepemilikan sumber daya bukanlah tujuan akhir, tetapi bagaimana organisasi mengkombinasikan, mengintegrasikan, dan mengeksploitasi sumber daya tersebut agar tercipta nilai tambah. Hal ini relevan dalam dunia perbankan Indonesia, di mana bank besar memiliki aset teknologi dan finansial yang kuat, namun jika tidak diorkestrasi secara tepat, hasilnya tidak akan berimplikasi pada inovasi produk digital yang nyata.

Dengan demikian, RBV dalam penelitian ini digunakan sebagai grand theory untuk menjelaskan bagaimana sumber daya unik (Big Data, IoT, cloud, SDM digital, dan jaringan kolaborasi) berperan sebagai modal awal transformasi digital. Bank yang memiliki sumber daya unggul berpeluang lebih besar untuk berinovasi, tetapi hanya jika sumber daya tersebut dikembangkan dan dimanfaatkan secara strategis, bukan sekadar dimiliki.

Middle Theory: Dynamic Capabilities (DC)

1. Pentingnya Kapabilitas Dinamis

Selain RBV, penelitian ini menggunakan Dynamic Capabilities (DC) sebagai middle theory yang menjembatani antara kepemilikan sumber daya dengan keberhasilan inovasi digital. Teece (1997, 2018) mendefinisikan DC sebagai kemampuan perusahaan untuk sensing, seizing, dan transforming—yaitu mendeteksi peluang baru, memanfaatkannya, dan mengubah struktur organisasi agar adaptif terhadap perubahan lingkungan. Dalam sektor perbankan, ini berarti kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan teknologi baru, regulasi pemerintah, dan ekspektasi konsumen yang terus berubah.

Kapabilitas dinamis sangat relevan karena banyak bank memiliki sumber daya digital, tetapi tidak semua berhasil mengonversinya menjadi inovasi. Misalnya, kepemilikan infrastruktur cloud atau Big Data tidak otomatis menghasilkan produk baru. Dibutuhkan kemampuan organisasi untuk mengintegrasikan teknologi tersebut ke dalam strategi bisnis, melatih SDM agar melek digital, dan merancang model bisnis yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Tanpa kapabilitas dinamis, sumber daya yang dimiliki bank hanya menjadi aset pasif yang tidak berkontribusi signifikan terhadap inovasi produk digital.

Dalam penelitian ini, DC diposisikan sebagai middle theory yang menjelaskan mekanisme adaptasi: bagaimana bank secara aktif menata ulang proses, strategi, dan struktur untuk mendukung transformasi digital. Dengan DC, bank tidak hanya bertahan dari disrupsi FinTech, tetapi juga mampu menciptakan produk-produk inovatif seperti digital lending, robo-advisor, hingga layanan embedded finance.

Integrasi RBV dan DC melalui Transformasi Digital

1. Transformasi Digital sebagai Mediator

Kedua teori ini—RBV sebagai grand theory dan DC sebagai middle theory—diintegrasikan melalui konsep Transformasi Digital (DT). Penelitian ini menegaskan bahwa DT adalah variabel mediasi yang menjembatani antara kepemilikan sumber daya (RBV) dan kemampuan adaptasi (DC) dengan Kinerja Inovasi Produk Digital (DPI Performance). Artinya, sumber daya unggul dan kapabilitas dinamis baru akan menghasilkan inovasi nyata apabila dimediasi oleh keberhasilan transformasi digital yang sistematis.

Integrasi teori ini menjadi penting karena dalam literatur sebelumnya, banyak penelitian hanya melihat RBV atau DC secara terpisah. Padahal, dalam konteks perbankan modern, keduanya tidak bisa dipisahkan. Sumber daya digital tanpa kapabilitas adaptif akan mandek, sementara kapabilitas adaptif tanpa sumber daya yang memadai tidak akan berjalan efektif. Transformasi digital hadir sebagai mekanisme kunci yang memungkinkan sinergi antara RBV dan DC untuk menghasilkan inovasi produk yang berkelanjutan.

Dengan demikian, kontribusi utama penelitian ini adalah memperkuat diskursus akademik bahwa keunggulan kompetitif di era digital tidak hanya ditentukan oleh kepemilikan sumber daya (RBV), tetapi juga oleh kemampuan perusahaan beradaptasi (DC) yang dimediasi oleh transformasi digital (DT). Ini menjadi kerangka teoretis yang komprehensif sekaligus kontekstual untuk menjelaskan dinamika inovasi di sektor perbankan Indonesia.

Kerangka Berpikir

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Digital Product Innovation Performance di Industri Perbankan (Suatu Pendekatan PLS-SEM)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Digital Product Innovation Performance di Industri Perbankan (Suatu Pendekatan PLS-SEM)

Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menyusun hipotesis berdasarkan kerangka Resource-Based View (RBV), Dynamic Capabilities (DC), dan Transformasi Digital (DT) terhadap Kinerja Inovasi Produk Digital (DPI Performance). Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

  1. H1: Digital transformation memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja inovasi produk digital (DPI).

  2. H2: Unique resources & capabilities (URC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H2a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan URC terhadap kinerja inovasi produk digital.

  3. H3: IT & digital capabilities (ITC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H3a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan ITC terhadap kinerja inovasi produk digital.

  4. H4: Complementary resources (CR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H4a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan CR terhadap kinerja inovasi produk digital.

  5. H5: Strategic orientation (SO) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H5a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan SO terhadap kinerja inovasi produk digital.

  6. H6: Collaboration & relational resources (CRR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H6a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan CRR terhadap kinerja inovasi produk digital.

  7. H7: Dynamic capabilities (DC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap digital transformation.

    • H7a: Digital transformation memediasi secara positif dan signifikan hubungan DC terhadap kinerja inovasi produk digital.