Pendahuluan
Banyak rumah sakit di Indonesia masih bergulat dengan jumlah pasien kritis yang tinggi dibanding ketersediaan perawat pada setiap giliran kerja. Ketidakseimbangan rasio ini meningkatkan tekanan kerja, mempercepat kelelahan emosional, dan menurunkan mutu keselamatan pasien.
Pengaturan jadwal yang memuat giliran malam berturut-turut serta lembur berulang membuat ritme biologis perawat terganggu. Kondisi ini memperburuk kelelahan fisik dan kognitif sehingga mempertinggi kerentanan terhadap kelelahan kerja yang berkelanjutan.
Perawat unit perawatan intensif rutin berhadapan dengan keputusan klinis berisiko tinggi, kondisi gawat, dan kematian pasien. Paparan berulang terhadap situasi traumatis memicu tekanan moral yang, bila tidak dikelola, terakumulasi menjadi kelelahan kerja.
Tidak semua fasilitas memiliki sistem pendampingan sejawat, konseling psikologis, dan umpan balik yang responsif. Minimnya dukungan struktural menurunkan kemampuan perawat untuk memproses stres kerja dan memperbesar peluang terjadinya kelelahan kerja.
Program pengembangan profesional sering berfokus pada keterampilan klinis, sementara pelatihan untuk membangun keyakinan menghadapi tantangan kerja masih terbatas. Padahal, peningkatan kepercayaan diri profesional merupakan kunci untuk menahan dampak stres kronis.
Kehidupan beragama dan praktik spiritual memiliki tempat penting dalam keseharian tenaga kesehatan di Indonesia. Spiritualitas yang terfasilitasi dengan baik dapat memperkuat makna kerja, memberikan ketenangan batin, dan menambah ketahanan saat menghadapi tekanan tinggi.
Ruang refleksi, akses pembimbing rohani, dan waktu jeda yang sensitif terhadap kebutuhan ibadah belum selalu menjadi bagian dari rutinitas unit perawatan intensif. Tanpa integrasi yang sistematis, potensi protektif dari spiritualitas terhadap kelelahan kerja tidak termanfaatkan optimal.
Perawat yang memiliki kesejahteraan spiritual cenderung memaknai tekanan sebagai tantangan yang dapat dikelola. Keyakinan tersebut meningkatkan efikasi diri, yang pada gilirannya menurunkan kelelahan kerja melalui peningkatan kontrol diri, ketekunan, dan strategi koping yang adaptif.
Perbedaan sumber daya antara rumah sakit rujukan perkotaan dan fasilitas kesehatan di wilayah dengan akses terbatas menciptakan pengalaman kerja yang sangat beragam. Ketimpangan ini memengaruhi kesempatan perawat untuk mengakses dukungan spiritual dan pelatihan penguatan efikasi diri.
Kelelahan kerja berkorelasi dengan peningkatan kesalahan klinis, rendahnya kepuasan kerja, dan niat pindah tempat kerja. Dalam jangka panjang, hal ini memperparah kekurangan tenaga keperawatan dan meningkatkan beban pada perawat yang tersisa.
Walau riset mengenai kelelahan kerja di Indonesia semakin banyak, kajian yang secara spesifik menguji peran mediasi efikasi diri pada perawat unit perawatan intensif masih jarang. Kesenjangan ini menghambat perancangan intervensi yang berbasis bukti dan kontekstual.
Rumah sakit membutuhkan pendekatan yang menggabungkan manajemen beban kerja, fasilitasi praktik spiritual yang aman, serta pelatihan peningkatan efikasi diri. Model yang terstruktur namun sederhana akan lebih mudah diadopsi lintas tipe rumah sakit dan berpotensi menekan kelelahan kerja secara berkelanjutan.
Tinjauan Teori
Grand theory:
Social Cognitive Theory (Albert Bandura)
Social Cognitive Theory menjelaskan bahwa keyakinan seseorang terhadap kemampuannya, yaitu efikasi diri, mengatur cara ia menilai situasi, memilih strategi koping, serta bertahan menghadapi tekanan. Dalam konteks ini, spiritualitas dapat memperkuat efikasi diri melalui persuasi sosial, modeling rekan kerja, dan pengalaman keberhasilan kecil, yang pada gilirannya menurunkan kelelahan perawat unit perawatan intensif.
Conservation of Resources Theory (Stevan Hobfoll)
Conservation of Resources Theory menyatakan bahwa stres dan kelelahan muncul ketika individu kehilangan sumber daya, tidak mampu memperoleh sumber daya, atau khawatir akan kehilangan sumber daya. Spiritualitas dan efikasi diri dipandang sebagai sumber daya pribadi yang menambah cadangan energi psikologis, sehingga melindungi perawat dari spiral kehilangan sumber daya yang memicu kelelahan.
Teori pendukung:
Job Demands and Resources Model
Model Job Demands and Resources membedakan antara tuntutan pekerjaan seperti beban kerja, tekanan waktu, dan paparan klinis berat, dengan sumber daya pekerjaan seperti dukungan atasan, otonomi, dan kesempatan pengembangan. Ketika sumber daya pekerjaan dan sumber daya pribadi seperti efikasi diri serta spiritualitas memadai, dampak tuntutan pekerjaan terhadap kelelahan berkurang secara bermakna.
Transactional Model of Stress and Coping (Lazarus dan Folkman)
Model transaksional menekankan penilaian kognitif primer dan sekunder sebelum seseorang memilih strategi koping. Spiritualitas dapat memfasilitasi koping berorientasi makna dan penerimaan, sementara efikasi diri meningkatkan penilaian bahwa tuntutan masih dapat dikelola, sehingga menekan munculnya kelelahan.
Meaning-Making and Existential Well-Being (Viktor Frankl; Crystal Park)
Pendekatan ini menyoroti bahwa menemukan makna pada pekerjaan yang berat membantu individu menata kembali penderitaan menjadi tujuan yang bernilai. Spiritualitas memperkaya proses pencarian makna, sehingga memperkuat ketahanan psikologis dan menurunkan kelelahan pada perawat yang terus berhadapan dengan situasi kritis.
Broaden-and-Build Theory of Positive Emotions (Barbara Fredrickson)
Teori ini menjelaskan bahwa emosi positif memperluas cakrawala pikir dan tindakan, lalu secara bertahap membangun sumber daya psikologis seperti optimisme, harapan, dan efikasi diri. Praktik spiritual yang menumbuhkan rasa syukur, harapan, dan kedamaian batin dapat memicu lintasan perluasan dan pembangunan tersebut sehingga menekan kelelahan.
Maslach Burnout Framework
Kerangka Maslach memaknai kelelahan sebagai kombinasi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian personal. Spiritualitas dan efikasi diri berperan mengurangi kelelahan emosional dan menjaga rasa kompetensi, sehingga menahan laju depersonalisasi dalam interaksi klinis yang intens.
Person–Environment Fit Theory
Teori kecocokan individu–lingkungan menyatakan bahwa ketidakselarasan antara nilai pribadi, kemampuan, dan tuntutan pekerjaan meningkatkan stres serta kelelahan. Spiritualitas menyelaraskan nilai dan tujuan personal dengan makna kerja, sementara efikasi diri meningkatkan persepsi kecocokan kemampuan dengan tuntutan unit perawatan intensif.
Model Penelitian

Pengaruh Sosio Demografi dan Spiritualitas Terhadap Kelelahan Kerja Perawat dengan Self Efficacy sebagai Variabel Moderasi





![Pengaruh Teknologi (X1), Organisasi (X2) dan Lingkungan terhadap Kinerja Organisasi Berkelanjutan dengan Digital Transformation dan Sustainable Innovation Capability sebagai Mediasi [1]](https://idtesis.com/wp-content/uploads/Pengaruh-Teknologi-X1-Organisasi-X2-dan-Lingkungan-terhadap-Kinerja-Organisasi-Berkelanjutan-dengan-Digital-Transformation-dan-Sustainable-Innovation-Capability-sebagai-Mediasi-1-60x60_c.jpg)








