HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tanggungjawab Lingkungan dan Peran Informasi Biaya Lingkungan

JURNAL SEMINAR NASIONAL AKUNTANSI 14 : TANGGUNGJAWAB LINGKUNGAN DAN PERAN INFORMASI BIAYA LINGKUNGAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN: STUDI KUALITATIF 

1. PENDAHULUAN

Pengaruh aktivitas perusahaan terhadap lingkungan telah mendapatkan perhatian yang besar dari publik. Sebagai konsekuensi, tanggungjawab perusahaan makin luas, tidak hanya terbatas pada tanggungjawab ekonomik kepada investor dan kreditor, tetapi juga pada tanggungjawab sosial dan tanggungjawab lingkungan. Berbagai peraturan mengenai pengelolaan lingkungan diterbitkan, di antaranya UU No. 23 tahun 1997, dan yang berskala internasional adalah ISO 14001 yang menetapkan suatu sistem manajemen lingkungan secara menyeluruh. Bahkan UU No.40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas, melalui pasal 74, mengatur secara khusus tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut.

Bagi dunia bisnis, kewajiban untuk melaksanakan peraturan dan perundang-undangan terkait dengan tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut menimbulkan biaya-biaya yang tidak kecil. Dari sudut pandang akuntansi, tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan tanggungjawab yang unik, terutama yang berkaitan dengan pengukuran dan pelaporannya. Spicer (1978) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sosial memerlukan (a) spesifikasi faktor-faktor atau komponen yang dapat secara tepat dikatakan sebagai kinerja sosial dan lingkungan perusahaan; (b) pengukuran kinerja sosial untuk setiap faktor atau komponen; (3) simpulan dari ukuran-ukuran ini ke dalam suatu indeks tertentu.

Spicer (1978) berpendapat, bahwa timbulnya perhatian masyarakat yang cukup besar terhadap konsekuensi sosial dan lingkungan dari aktivitas perusahaan cukup memberikan alasan tentang perlunya memasukkan dua faktor ke dalam model pembuatan keputusan investasi. Pertama, faktor sanksi keras yang mungkin akan diterima oleh perusahaan sebagai akibat terganggunya lingkungan. Kedua, faktor hilangnya kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan yang diperkirakan menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Tidak berbeda dengan pendapat Spicer di atas, Roth dan Keller (1997) juga berpendapat bahwa kesuksesan perusahaan paling tidak ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kualitas, profitabilitas, serta tanggungjawab sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, manajer  dan akuntan perlu memahami bagaimana ketiga faktor tersebut saling berinteraksi sehingga dapat mengembangkan strategi bagi perusahaan untuk berkompetisi di masa depan.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami :

  • sejauh mana perusahaan telah memenuhi tanggungjawab lingkungannya;
  • pendapat akuntan intern tentang informasi biaya yang perlu diungkapkan sebagai representasi tanggungjawab lingkungan, serta
  • memahami sejauh mana kegunaan informasi biaya tersebut dalam pengambilan keputusan manajemen.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Harahap (2001, 356-358) menggambarkan aktivitas perusahaan dalam tiga model, yaitu: (1) Model Klasik – bahwa tujuan perusahaan hanya untuk mencari untung yang sebesar- besarnya; (2) Model Manajemen – bahwa manajer sebagai orang yang dipercayai oleh pemilik modal menjalankan perusahaan bukan hanya untuk kepentingan pemilik modal, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder lain yang berkepentingan atas eksistensi perusahaan tanpa adanya hubungan kontraktual; dan (3) Model Lingkungan Sosial – manajer meyakini bahwa kekuatan ekonomi dan politik yang dimiliki perusahaan mempunyai hubungan dengan atau bersumber dari lingkungan sosial, bukan semata-mata bersumber dari kekuatan pasar seperti diyakini oleh model klasik.

Harahap, 2001:360-361) mengutip Bradshaw yang mengemukakan tiga bentuk tanggungjawab sosial perusahaan, yaitu: (a) Corporate Philanthropy – tanggungjawab sosial perusahaan berada sebatas kedermawanan yang bersifat sukarela belum sampai pada kewajiban; (b) Corporate Responsibility – kegiatan pertanggungjawaban sosial sudah merupakan bagian dari kewajiban perusahaan, baik karena ketentuan UU atau kesadaran perusahaan; dan (c) Corporate Policy – tanggungjawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian dari kebijakannya.

Dari sudut pandang strategis, organisasi bisnis perlu mempertimbangkan tanggungjawab sosialnya bagi masyarakat di mana bisnis menjadi bagiannya. Wheelen dan Hunger (2000, 40) menyatakan bahwa manajer organisasi bisnis memiliki empat tanggungjawab sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1 berikut.

Screen Shot 2013-10-19 at 22.55.03

2.2 Peraturan Tentang Tanggungjawab Lingkungan Perusahaan

Pada bulan Juni 1990, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan melalui Keputusan Presiden RI No.23 tahun 1990. Di samping itu, Analisis Dampak Lingkungan dibentuk berdasarkan PP No. 51/1993. Pemerintah juga telah mengeluarkan UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh. UU ini kemudian diubah dan dituangkan dalam UU No. 23 tahun 1997 dengan topik yang sama (Harahap, 2001, 366). Melalui pasal 74,, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mengatur secara tegas tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan

Isu mengenai lingkungan juga telah menjadi masalah bersama antar negara. Penetapan peraturan tentang pengolahan limbah, pelarangan perusakan elemen-elemen lingkungan dan persetujuan bersama beberapa negara telah menetapkan ISO 9000 dan ISO 14001 untuk produk-produk yang memasuki negara mereka. ISO (The International Organization for Standardization) / DIS (The Draft International Standard) 14001 adalah satu seri dari

munculnya standar manajemen lingkungan internasional yang bertujuan memasyarakatkan perbaikan yang berkelanjutan dalam environmental performance perusahaan melalui adopsi dan implementasi environmental management system (EMS) (GEMI, 1996). ISO/DIS 14001 menetapkan suatu sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System/EMS) secara menyeluruh, dan mencakup elemen-elemen kunci berikut: (a) Penetapan kebijakan lingkungan yang tepat; (b) Perencanaan, Implementasi dan operasi EMS; (c) Pengecekan dan koreksi prosedur; dan (d) Pengkajian manajemen secara berkala atas keseluruhan EMS.

2.3 Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting)

Secara spesifik, akuntansi lingkungan memasukkan pengaruh isu-isu lingkungan terhadap akuntansi konvensional. Salah satu tujuan dari akuntansi lingkungan adalah mengetahui besarnya biaya eksternalitas atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas di dalamnya, mengakui dan memasukkannya ke dalam struktur biaya sehingga dapat diketahui biaya produksi yang sebenarnya. Dari informasi biaya produksi ini, pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan proses produksi yang aman bagi lingkungan.

2.4 Biaya-biaya Lingkungan

Terdapat berbagai definisi tentang biaya lingkungan, yang pada dasarnya konsisten dengan model kualitas lingkungan total, sehingga biaya lingkungan dapat dinyatakan sebagai biaya kualitas lingkungan. Hansen dan Mowen (2003, 494) mendefinisikan biaya lingkungan sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang rusak, atau biaya-biaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di masa depan. Hansen dan Mowen (2003, 494-495) mengklasifikasikan biaya lingkungan sebagai Environmental prevention costs, Environmental detection costs, Environmental internal failure costs, dan Environmental external failure costs.

Menurut EPA (1995), biaya lingkungan mencakup dua dimensi utama yaitu: (a) biaya lingkungan hanya mengacu kepada biaya-biaya yang secara langsung mempunyai pengaruh kepada laba bersih suatu perusahaan (diistilahkan sebagai private costs); dan (b) biaya lingkungan juga mencakup biaya-biaya bagi individu, masyarakat, dan lingkungan. Perusahaan tidak bertanggungjawab dan tidak dapat menghitung biaya-biaya tersebut. EPA (1995) mengklasifikasikan biaya-biaya lingkungan ke dalam Conventional Costs, Potential Hidden Costs, Contingent Costs/contingent liabilities/contingent liability costs dan Image and Relationship Costs. Tingkat kesulitan pengukuran tersebut digambarkan oleh EPA (1995) dalam spektrum biaya lingkungan sebagaimana tampak dalam gambar 2 berikut.

Screen Shot 2013-10-19 at 22.56.50

2.5 Keterlibatan Akuntan Intern Dalam Permasalahan Lingkungan

Roth dan Keller (1997) menyatakan bahwa kesuksesan banyak perusahaan paling tidak ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kualitas, profitabilitas, dan tanggungjawab lingkungan. Dalam hal tanggungjawab terhadap lingkungan, manajemen tidak akan dapat melakukan tindakan apapun terkait dengan lingkungan sampai akuntan mampu mengidentifikasi dan mengintegrasikan masalah ini dalam keputusan manajemen. Dalam menanggapi respon perusahaan terhadap permasalahan lingkungan, Gray et al. (1993, 7-8) berpendapat bahwa akuntan intern akan terlibat dalam: (a) Perencanaan bisnis, yaitu dalam identifikasi biaya baru dan perencanaan permodalan/proyeksi pendapatan; (b) Penilaian investasi; (c) Analisis biaya dan keuntungan dari perbaikan lingkungan; dan (d) Analisis biaya dan efisiensi program perbaikan lingkungan.

2.6 Isu Lingkungan dan Informasi Biaya Lingkungan

Peranan akuntansi lingkungan dalam akuntansi manajemen mengacu kepada penggunaan data mengenai biaya-biaya lingkungan dan kinerja dalam keputusan bisnis dan operasional. Menurut EPA (1995), informasi biaya lingkungan dapat dimanfaatkan dalam tipe-tipe keputusan manajemen internal, sebagaimana tampak dalam tabel 1 berikut.

Screen Shot 2013-10-19 at 22.58.07

3. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk menarik generalisasi atas kesimpulan bagi suatu populasi, tetapi lebih terfokus kepada representasi suatu fenomena sosial (Bungin 2003, 53). Pendekatan ini diterapkan dengan pertimbangan agar diperoleh informasi yang teliti, langsung dari objek penelitian dan diperoleh suatu hasil yang lebih mendekati kenyataan, serta pertimbangan lain bahwa peneliti memiliki akses masuk ke dalam objek penelitian dan mendekati para informan.

3.2 Penentuan Informan dan Pengumpulan Informasi

Penentuan informan kunci dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang dinyatakan oleh Bungin (2003, 54-55). Kriteria untuk pemilihan informan kunci tersebut adalah: (a) Subjek telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran fokus penelitian; (b) Subjek masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi perhatian peneliti; (c) Subjek mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai; (d) Subjek dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dipersiapkan terlebih dahulu; dan (e) Subjek tergolong masih “asing” dengan peneliti.

Informan dalam penelitian ini adalah akuntan intern, manajer keuangan, dan manajer produksi pada perusahaan-perusahaan yang sengaja dipilih karena dipandang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Perusahaan-perusahaan tersebut terletak di Kawasan Industri Rungkut Surabaya, yaitu PT MDSA Laboratories, PT RSMH Tbk, serta PT REIS (Persero)1. Data untuk kepentingan penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner (semi tertutup), wawancara (baku terbuka), observasi dengan partisipasi pasif, dan dokumentasi. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010.

3.3 Pengukuran Skor Tanggungjawab Lingkungan

Hasil pengisian kuesioner dievaluasi untuk mengetahui tanggungjawab lingkungan perusahaan. Pengukuran skor tiap kelompok elemen pertanyaan diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, sebagaimana diadopsi dari GEMI (1996) sebagai berikut.

1) Kebijakan Lingkungan.

Skor 0-5 : perusahaan tidak mempunyai kebijakan lingkungan.

Skor 6-10 :  perusahaan mempunyai kebijakan lingkungan tetapi tidak ditetapkan di bawah standar tertentu.

Skor 11-14 : perusahaan mempunyai kebijakan lingkungan dan mana-jemen puncak telah menetapkan dan mendokumentasikan kebijakan tersebut.

2) Perencanaan.

Skor 0-3 : perusahaan tidak mempunyai perencanaan mengenai pengelolaan lingkungan.

Skor 4-6 : perusahaan mempunyai perencanaan pengelolaan ling- kungan sebagaimana peraturan yang ditetapkan.

Skor 7-10 : program pengelolaan lingkungan telah menjadi bagian dari aktivitas, produk atau jasa perusahaan yang berpengaruh terhadap lingkungan.

3) Implementasi dan Operasi.

Skor 1-8 : prosedur yang ada tidak sepenuhnya memperhitungkan aspek lingkungan pada semua tingkatan (level) dan aktivitas organisasi.

Skor 9-18 : prosedur-prosedur yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi tidak termasuk situasi darurat.

Skor 19-26 : operasi dan prosedur lain yang ada telah dikembangkan, didokumentasikan, dan dikomunikasikan, program pe- ngelolaan lingkungan menjadi bagian dari semua tingkatan (level) dan aktivitas perusahaan.

4) Pengecekan dan Koreksi Prosedur.

Skor 1-3 :  hanya sedikit prosedur yang dibangun atau diimplementasikan untuk memeriksa kinerja sistem manajemen lingkungan dan elemen-elemennya, ukuran- ukuran perbaikan dan pencegahan tidak berjalan efektif.

Skor 4-7 :  perusahaan menetapkan banyak prosedur wajib untuk mengukur dan mengevaluasi berdasarkan standar.

Skor 8-10 :  perusahaan mengimplementasikan sebagian besar prosedur dan program yang menggambarkan standar yang efektif serta memantau secara tetap.

5) Pengkajian Manajemen.

Elemen kelima ini hanya berisi satu pertanyaan, sehingga dari pilihan jawaban yang ada dapat diketahui apakah manajemen melakukan tinjauan/kajian secara berkala terhadap masalah pengelolaan lingkungan.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?