HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Tanggung Jawab Lingkungan dan Informasi Biaya Pengambilan Keputusan

JURNAL SNA 14 : Tanggungjawab Lingkungan dan Peran Informasi Biaya  Lingkungan dalam Pengambilan Keputusan Manajemen :  Studi Kualitatif

1. PENDAHULUAN

Pengaruh aktivitas perusahaan terhadap lingkungan telah mendapatkan perhatian yang besar dari publik. Sebagai konsekuensi, tanggungjawab perusahaan makin luas, tidak hanya terbatas pada tanggungjawab ekonomik kepada investor dan kreditor, tetapi juga pada tanggungjawab sosial dan tanggungjawab lingkungan. Berbagai peraturan mengenai pengelolaan lingkungan diterbitkan, di antaranya UU No. 23 tahun 1997, dan yang berskala internasional adalah ISO 14001 yang menetapkan suatu sistem manajemen lingkungan secara menyeluruh. Bahkan UU No.40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas, melalui pasal 74, mengatur secara khusus tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut.

LOGOSEMINARNASIONALPOLBAN

Bagi dunia bisnis, kewajiban untuk melaksanakan peraturan dan perundang-undangan terkait dengan tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut menimbulkan biaya-biaya yang tidak kecil. Dari sudut pandang akuntansi, tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan tanggungjawab yang unik, terutama yang berkaitan dengan pengukuran dan pelaporannya. Spicer (1978) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sosial memerlukan (a) spesifikasi faktor-faktor atau komponen yang dapat secara tepat dikatakan sebagai kinerja sosial dan lingkungan perusahaan; (b) pengukuran kinerja sosial untuk setiap faktor atau komponen; (3) simpulan dari ukuran-ukuran ini ke dalam suatu indeks tertentu.

Spicer (1978) berpendapat, bahwa timbulnya perhatian masyarakat yang cukup besar terhadap konsekuensi sosial dan lingkungan dari aktivitas perusahaan cukup memberikan alasan tentang perlunya memasukkan dua faktor ke dalam model pembuatan keputusan investasi. Pertama, faktor sanksi keras yang mungkin akan diterima oleh perusahaan sebagai akibat terganggunya lingkungan. Kedua, faktor hilangnya kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan yang diperkirakan menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Tidak berbeda dengan pendapat Spicer di atas, Roth dan Keller (1997) juga berpendapat bahwa kesuksesan perusahaan paling tidak ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kualitas, profitabilitas, serta tanggungjawab sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, manajer dan akuntan perlu memahami bagaimana ketiga faktor tersebut saling berinteraksi sehingga dapat mengembangkan strategi bagi perusahaan untuk berkompetisi di masa depan.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami :

  • sejauh mana perusahaan telah memenuhi tanggungjawab lingkungannya;
  • pendapat akuntan intern tentang informasi biaya yang perlu diungkapkan sebagai representasi tanggungjawab lingkungan, serta
  • memahami sejauh mana kegunaan informasi biaya tersebut dalam pengambilan keputusan manajemen.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Harahap (2001, 356-358) menggambarkan aktivitas perusahaan dalam tiga model, yaitu:

  • (1) Model Klasik – bahwa tujuan perusahaan hanya untuk mencari untung yang sebesar- besarnya;
  • Model Manajemen – bahwa manajer sebagai orang yang dipercayai oleh pemilik modal menjalankan perusahaan bukan hanya untuk kepentingan pemilik modal, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder lain yang berkepentingan atas eksistensi perusahaan tanpa adanya hubungan kontraktual; dan
  • Model Lingkungan Sosial – manajer meyakini bahwa kekuatan ekonomi dan politik yang dimiliki perusahaan mempunyai hubungan dengan atau bersumber dari lingkungan sosial, bukan semata-mata bersumber dari kekuatan pasar seperti diyakini oleh model klasik.

Harahap, 2001:360-361) mengutip Bradshaw yang mengemukakan tiga bentuk tanggungjawab sosial perusahaan, yaitu:

  • Corporate Philanthropy – tanggungjawab sosial perusahaan berada sebatas kedermawanan yang bersifat sukarela belum sampai pada kewajiban;
  • Corporate Responsibility – kegiatan pertanggungjawaban sosial sudah merupakan bagian dari kewajiban perusahaan, baik karena ketentuan UU atau kesadaran perusahaan; dan
  • Corporate Policy – tanggungjawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian dari kebijakannya.

Dari sudut pandang strategis, organisasi bisnis perlu mempertimbangkan tanggungjawab sosialnya bagi masyarakat di mana bisnis menjadi bagiannya. Wheelen dan Hunger (2000, 40) menyatakan bahwa manajer organisasi bisnis memiliki empat tanggungjawab sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1 berikut.

Tanggung Jawab Perusahaan

2.2 Peraturan Tentang Tanggungjawab Lingkungan Perusahaan

Pada bulan Juni 1990, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan melalui Keputusan Presiden RI No.23 tahun 1990. Di samping itu, Analisis Dampak Lingkungan dibentuk berdasarkan PP No. 51/1993. Pemerintah juga telah mengeluarkan UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh. UU ini kemudian diubah dan dituangkan dalam UU No. 23 tahun 1997 dengan topik yang sama (Harahap, 2001, 366).

Melalui pasal 74,, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mengatur secara tegas tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan Isu mengenai lingkungan juga telah menjadi masalah bersama antar negara. Penetapan peraturan tentang pengolahan limbah, pelarangan perusakan elemen-elemen lingkungan dan persetujuan bersama beberapa negara telah menetapkan ISO 9000 dan ISO 14001 untuk produk-produk yang memasuki negara mereka. ISO (The International Organization for Standardization) / DIS (The Draft International Standard) 14001 adalah satu seri dari munculnya standar manajemen lingkungan internasional yang bertujuan memasyarakatkan perbaikan yang berkelanjutan dalam environmental performance perusahaan melalui adopsi dan implementasi environmental management system (EMS) (GEMI, 1996). ISO/DIS 14001 menetapkan suatu sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System/EMS) secara menyeluruh, dan mencakup elemen-elemen kunci berikut:

  • Penetapan kebijakan lingkungan yang tepat;
  • Perencanaan, Implementasi dan operasi EMS;
  • Pengecekan dan koreksi prosedur; dan
  • Pengkajian manajemen secara berkala atas keseluruhan EMS.

2.3 Akuntansi Lingkungan (EnvironmentalAccounting)

Secara spesifik, akuntansi lingkungan memasukkan pengaruh isu-isu lingkungan terhadap akuntansi konvensional. Salah satu tujuan dari akuntansi lingkungan adalah mengetahui besarnya biaya eksternalitas atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas di dalamnya, mengakui dan memasukkannya ke dalam struktur biaya sehingga dapat diketahui biaya produksi yang sebenarnya. Dari informasi biaya produksi ini, pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan proses produksi yang aman bagi lingkungan.

2.4 Biaya-biaya Lingkungan

Terdapat berbagai definisi tentang biaya lingkungan, yang pada dasarnya konsisten dengan model kualitas lingkungan total, sehingga biaya lingkungan dapat dinyatakan sebagai biaya kualitas lingkungan. Hansen dan Mowen (2003, 494) mendefinisikan biaya lingkungan sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang rusak, atau biaya-biaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di masa depan. Hansen dan Mowen (2003, 494-495) mengklasifikasikan biaya lingkungan sebagai Environmental prevention costs, Environmental detection costs, Environmental internal failure costs, dan Environmental external failure costs.

Menurut EPA (1995), biaya lingkungan mencakup dua dimensi utama yaitu:

  • biaya lingkungan hanya mengacu kepada biaya-biaya yang secara langsung mempunyai pengaruh kepada laba bersih suatu perusahaan (diistilahkan sebagai private costs); dan
  • biaya lingkungan juga mencakup biaya-biaya bagi individu, masyarakat, dan lingkungan.

Perusahaan tidak bertanggungjawab dan tidak dapat menghitung biaya-biaya tersebut. EPA (1995) mengklasifikasikan biaya-biaya lingkungan ke dalam Conventional Costs, Potential Hidden Costs, Contingent Costs/contingent liabilities/contingent liability costs dan Image and Relationship Costs. Tingkat kesulitan pengukuran tersebut digambarkan oleh EPA (1995) dalam spektrum biaya lingkungan sebagaimana tampak dalam gambar 2 berikut.

Spektrum Biaya Lingkungan

 

2.5 Keterlibatan Akuntan Intern Dalam Permasalahan Lingkungan

Roth dan Keller (1997) menyatakan bahwa kesuksesan banyak perusahaan paling tidak ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kualitas, profitabilitas, dan tanggungjawab lingkungan. Dalam hal tanggungjawab terhadap lingkungan, manajemen tidak akan dapat melakukan tindakan apapun terkait dengan lingkungan sampai akuntan mampu mengidentifikasi dan mengintegrasikan masalah ini dalam keputusan manajemen.

Dalam menanggapi respon perusahaan terhadap permasalahan lingkungan, Gray et al. (1993, 7-8) berpendapat bahwa akuntan intern akan terlibat dalam:

  • Perencanaan bisnis, yaitu dalam identifikasi biaya baru dan perencanaan permodalan/proyeksi pendapatan;
  • Penilaian investasi;
  • Analisis biaya dan keuntungan dari perbaikan lingkungan; dan
  • Analisis biaya dan efisiensi program perbaikan lingkungan.

2.6 Isu Lingkungan dan Informasi Biaya Lingkungan

Peranan akuntansi lingkungan dalam akuntansi manajemen mengacu kepada penggunaan data mengenai biaya-biaya lingkungan dan kinerja dalam keputusan bisnis dan operasional. Menurut EPA (1995), informasi biaya lingkungan dapat dimanfaatkan dalam tipe-tipe keputusan manajemen internal, sebagaimana tampak dalam tabel 1 berikut.

Tipe-Tipe Keputusan Manajemen

3. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk menarik generalisasi atas kesimpulan bagi suatu populasi, tetapi lebih terfokus kepada representasi suatu fenomena sosial (Bungin 2003, 53). Pendekatan ini diterapkan dengan pertimbangan agar diperoleh informasi yang teliti, langsung dari objek penelitian dan diperoleh suatu hasil yang lebih mendekati kenyataan, serta pertimbangan lain bahwa peneliti memiliki akses masuk ke dalam objek penelitian dan mendekati para informan.

3.2 Penentuan Informan dan Pengumpulan Informasi

Penentuan informan kunci dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang dinyatakan oleh Bungin (2003, 54-55). Kriteria untuk pemilihan informan kunci tersebut adalah:

  • Subjek telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran fokus penelitian;
  • Subjek masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi perhatian peneliti;
  • Subjek mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai;
  • Subjek dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dipersiapkan terlebih dahulu; dan
  • Subjek tergolong masih “asing” dengan peneliti.

Informan dalam penelitian ini adalah akuntan intern, manajer keuangan, dan manajer produksi pada perusahaan-perusahaan yang sengaja dipilih karena dipandang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Perusahaan-perusahaan tersebut terletak di Kawasan Industri Rungkut Surabaya, yaitu PT MDSA Laboratories, PT RSMH Tbk, serta PT REIS (Persero)1. Data untuk kepentingan penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner (semi tertutup), wawancara (baku terbuka), observasi dengan partisipasi pasif, dan dokumentasi. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010.

3.3 Pengukuran Skor Tanggungjawab Lingkungan

Hasil pengisian kuesioner dievaluasi untuk mengetahui tanggungjawab lingkungan perusahaan.

Pengukuran skor tiap kelompok elemen pertanyaan diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, sebagaimana diadopsi dari GEMI (1996) sebagai berikut.

1) Kebijakan Lingkungan.

Untuk kepentingan penelitian ini, nama-nama perusahaan yang menjadi objek penelitian disamarkan dalam bentuk akronim.

Skor 0-5 : perusahaan tidak mempunyai kebijakan lingkungan.

Skor 6-10 : perusahaan mempunyai kebijakan lingkungan tetapi tidak ditetapkan di bawah standar tertentu.

Skor 11-14 : perusahaan mempunyai kebijakan lingkungan dan mana-jemen puncak telah menetapkan dan mendokumentasikan kebijakan tersebut.

2) Perencanaan.

Skor 0-3 : perusahaan tidak mempunyai perencanaan mengenai pengelolaan lingkungan.

Skor 3-6 : perusahaan mempunyai perencanaan pengelolaan ling- kungan sebagaimana peraturan yang ditetapkan.

Skor 6-10 : program pengelolaan lingkungan telah menjadi bagian dari aktivitas, produk atau jasa perusahaan yang berpengaruh terhadap lingkungan.

3) Implementasi dan Operasi.

Skor 1-8 : prosedur yang ada tidak sepenuhnya memperhitungkan aspek lingkungan pada semua tingkatan (level) dan aktivitas organisasi.

Skor 9-18 : prosedur-prosedur yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan, tetapi tidak termasuk situasi darurat.

Skor 19-26 : operasi dan prosedur lain yang ada telah dikembangkan, didokumentasikan, dan dikomunikasikan, program pe- ngelolaan lingkungan menjadi bagian dari semua tingkatan (level) dan aktivitas perusahaan.

4) Pengecekan dan Koreksi Prosedur.

Skor 1-3 : hanya sedikit prosedur yang dibangun atau diimplementasikan untuk memeriksa kinerja sistem manajemen lingkungan dan elemen-elemennya, ukuran- ukuran perbaikan dan pencegahan tidak berjalan efektif.

Skor 4-7 : perusahaan menetapkan banyak prosedur wajib untuk mengukur dan mengevaluasi berdasarkan standar.

Skor 8-10 : perusahaan mengimplementasikan sebagian besar prosedur dan program yang menggambarkan standar yang efektif serta memantau secara tetap.

5) Pengkajian Manajemen.

Elemen kelima ini hanya berisi satu pertanyaan, sehingga dari pilihan jawaban yang ada dapat diketahui apakah manajemen melakukan tinjauan/kajian secara berkala terhadap masalah pengelolaan lingkungan.

 

5. DISKUSI

Perusahaan-perusahaan yang menjadi subjek penelitian ini, dipandang memiliki  kepedulian terhadap lingkungan, dengan memperhatikan identifikasi atas aspek lingkungan  perusahaan yang penting yang berkaitan dengan kegiatan pada satuan operasi yang mempertimbangkan: emisi ke udara, pembuangan air, pengolahan limbah, kontaminasi tanah, penggunaan bahan baku dan sumber daya alam, serta isu lingkungan lokal dan masyarakat lain (Sunu, 2001, 211).

5.1 Tanggungjawab Lingkungan Perusahaan

Tanggungjawab terhadap lingkungan merupakan salah satu bentuk keterlibatan sosial  atau tanggungjawab sosial perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya. Sebagaimana  dinyatakan oleh Roth dan Keller (1997) bahwa kesuksesan banyak perusahaan paling tidak  ditentukan oleh faktor: kualitas, profitabilitas, dan tanggungjawab lingkungan.

Munculnya peraturan pengelolaan lingkungan hidup memberikan bukti adanya tekanan  pemerintah untuk mendorong perusahaan memperhatikan lingkungan sosialnya. Di sini, organisasi perusahaan dituntut untuk menjadi sukses dalam lingkungan yang berubah seperti sekarang ini. Perusahaan harus secara simultan mempertimbangkan banyak faktor yang berbeda dalam aktivitas perencanaan dan pengendalian kegiatannya. Dimana hal ini dapat menunjukkan kinerja lingkungan (environmental performance) yang telah dibentuk perusahaan, dan tentunya diharapkan dapat menggambarkan tanggungjawab lingkungan (environmental responsibility) perusahaan.

Hasil pengukuran atas kinerja lingkungan terhadap masing-masing perusahaan yang menjadi subjek dalam penelitian ini dirangkum pada tabel 2. Kinerja lingkungan ini diharapkan dapat menggambarkan tanggungjawab lingkungan perusahaan. Hal ini sejalan dengan pengertian dari tanggungjawab lingkungan yang memiliki dua makna, sebagaimana dinyatakan oleh Frances Cairncross (Roth and Keller, 1997), bahwa tanggungjawab lingkungan berarti memenuhi hukum dan peraturan yang berhubungan dengan polusi, pembuangan limbah, dan isu-isu lingkungan lainnya, dan juga berarti berusaha ke arah pembangunan berkesinambungan pada saat penduduk yang ada di bumi ini berusaha memenuhi keperluannya tanpa memperhatikan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya.

Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa tiga perusahaan di atas belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikasi ISO dari badan yang berwenang. Namun tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak memperhatikan masalah pengelolaan lingkungan. Hasil skoring terhadap kuesioner yang diajukan ke PT REIS (Persero) dan PT MDSA Lab., secara keseluruhan menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan maupun prosedur tertentu yang dilakukan perusahaan telah memiliki kesesuaian dengan sistem manajemen lingkungan seperti digambarkan dalam ISO 14001.

Tabel 2 

Identifikasi Elemen-elemen Kunci EMS PT REIS (Persero), PT MDSA Lab., PT RSMH Tbk 

PT REIS (Persero) 

PT REIS (Persero) sebagai pengelola kawasan industri Rungkut-Berbek, memiliki kebijakan lingkungan dan program pengelolaan lingkungan menjadi bagian dari aktivitas usahanya. Menurut Bradshaw (Harahap, 2001:361) tanggungjawab seperti ini termasuk dalam bentuk Corporate Policy, yaitu bahwa tanggungjawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian dari kebijakannya.  Disamping itu, PT REIS (Persero) juga memiliki program bina lingkungan. Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan ini tidak dibiayakan, namun diambil dari penyisihan laba 2%. Bentuk tanggungjawab seperti ini dikelompokkan Harahap ke dalam Model Lingkungan Sosial (Harahap, 2001:357). Dengan demikian pemilihan dan pelaksanaan berbagai proyek perusahaan, disamping memperhatikan persentase laba, juga harus memperhatikan keuntungan dan kerugian yang akan diderita masyarakat, baik karena pengaruh tuntutan masyarakat melalui tangan pemerintah maupun perubahan sikap manusia dalam perusahaan saat ini.

PT MDSA Lab. 

Dari hasil analisis kuesioner, dapat diketahui bahwa PT MDSA Lab., memiliki kebijakan dan perencanaan pengelolaan lingkungan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industri obat dan kosmetik, perusahaan ini tidak hanya bertanggungjawab terhadap lingkungan sekitar akibat proses produksi perusahaan, namun juga pada nilai estetika dan kesehatan bagi para konsumennya dengan produk yang berkualitas. Untuk masalah pengelolaan limbah PT MDSA Lab. telah memenuhi batas ambang tertentu yang boleh dialirkan ke IPAL Terpusat PT REIS (Persero). Hal ini di samping untuk memenuhi ketentuan dalam Perjanjian Penggunaan Tanah Industri yang disepakati antara perusahaan di kawasan industri Rungkut-Berbek dengan PT REIS, juga sesuai dengan UU RI No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 16 ayat (1) dan (2).

Tanggungjawab terhadap lingkungan melalui cara-cara seperti di atas, oleh Bradshaw (Harahap, 2001:361) dikelompokkan ke dalam bentuk tanggungjawab Corporate Responsibility. Di sini menunjukkan bahwa kegiatan pertanggungjawaban itu sudah merupakan bagian dari tanggungjawab perusahaan, baik karena ketentuan undang-undang atau bagian dari kemauan atau kesediaan perusahaan. Sedangkan oleh Harahap (2001:357) dikelompokkan ke dalam Model Manajemen, yaitu bahwa manajer sebagai orang yang dipercaya oleh pemilik modal menjalankan perusahaan bukan hanya untuk kepentingan pemilik modal saja, tetapi juga mereka yang terlibat langsung dengan hidup matinya perusahaan seperti karyawan, konsumen, pemasok, dan pihak lain yang ada kaitannya dengan perusahaan.

PT RSMH Tbk 

Dari identifikasi aspek lingkungan yang penting yang berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan, tidak ada aspek yang berkaitan dengan emisi ke udara, pembuangan ke air, pengolahan limbah, maupun kontaminasi tanah. Namun perusahaan tetap mempunyai komitmen tinggi terhadap masalah sosial. Program-program community development menunjukkan perhatian dan tanggungjawab perusahaan. Assisten Head, Industrial & Community Relation PT RSMH Tbk menyatakan : “RSMH adalah perusahaan terbuka. Kami berpandangan bahwa setiap perusahaan, keberadaannya menimbulkan suatu dampak, peminggiran masyarakat, kerusakan nilai-nilai sosial dan budaya, eksploitasi sumber-sumber ekonomi maupun alam. Sehingga perusahaan memiliki tanggungjawab sebagai kompensasi yang harus dilakukan kepada masyarakat dan lingkungannya, dari apa yang telah dilakukan.”

Harahap (2001, 361) mengelompokkan tanggungjawab sosial seperti di atas dalam bentuk Corporate Policy, yang berarti bahwa tanggungjawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian dari kebijakannya. Sedangkan Harahap (2001:357), mengelompokkanya dalam bentuk Model Lingkungan Sosial, yaitu perusahaan meyakini bahwa kekuasaan ekonomi dan politik yang dimilikinya memiliki hubungan dengan lingkungan sosial.

5.2 Pendapat Akuntan Intern Terhadap Biaya Lingkungan 

Perhatian perusahaan terhadap masalah lingkungan, menunjukkan kinerja lingkungan perusahaan. Dengan demikian, kinerja lingkungan dapat mempunyai pengaruh signifikan pada posisi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, akuntan intern perlu mengidentifikasi biaya baru yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan, yaitu identifikasi biaya-biaya yang berkaitan dengan respon perusahaan dalam permasalahan lingkungan, di luar biaya-biaya konvensional. Biaya-biaya ini merupakan biaya yang relevan untuk diinternalisasikan

Tiga perusahaan subjek penelitian ini, menanggung beberapa biaya lingkungan seperti klasifikasi biaya lingkungan oleh Hansen dan Mowen (2003, 494-495). Sebagai contoh, PT REIS (Persero) mengeluarkan biaya laboratorium untuk pengadaan uji kontaminasi, dan mengukur tingkat kontaminasi, biaya ini merupakan environmental detection costs. Juga terdapat biaya pengoperasian dan pemeliharaan peralatan untuk IPAL terpusat, biaya ini merupakan environmental internal failure costs. PT MDSA Lab. mengeluarkan biaya untuk pengadaan bahan baku yang bermutu dan akrab lingkungan, biaya ini merupakan environmental prevention costs. Biaya pengoperasian Air Handling Unit untuk menjaga udara di dalam pabrik agar tetap nyaman, pengadaan bak-bak kontrol agar limbah cair yang dikeluarkan memenuhi standar air limbah kawasan, adalah biaya-biaya untuk meminimumkan pencemaran. Biaya-biaya ini termasuk environmental internal failure costs. PT RSMH Tbk memiliki tempat sendiri untuk pembakaran scrap-scrap produk.Biaya ini termasuk environmental internal failure costs.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengukur contingent cost, maupun nilai kerusakan lingkungan akibat suatu kejadian sehubungan dengan aktivitas perusahaan. Secara umum, cadangan lingkungan dicatat apabila terdapat kewajiban hukum untuk memperbaiki situasi yang terjadi dan persyaratannya telah ditentukan.

Di samping pengukuran, alokasi biaya juga harus menjadi perhatian. PT MDSA Lab. mengelompokkan retribusi biaya pemeliharaan operasi untuk pengelolaan limbah cair ke PT REIS (Persero) sebagai biaya overhead, dan dialokasikan ke masing-masing jenis produk perusahaan dengan cara rata-rata tertimbang berdasarkan nilai produk yang dihasilkan dalam satu periode. Hal ini sejalan dengan hasil empiris penelitian Tellus Institute. Mayoritas responden penelitian Tellus Institute mengklaim selalu mengalokasikan biaya-biaya lingkungan yang umum terjadi di perusahaan ke dalam akun overhead, atas dasar ukuran yang kurang meyakinkan. Hal ini perlu mendapatkan fokus perhatian, karena tidak semua produk dan proses memiliki kontribusi yang sama terhadap lingkungan. Biaya lingkungan yang dikumpulkan dalam biaya overhead dan baru kemudian dialokasikan, mengakibatkan terdapat mata rantai yang hilang antara biaya lingkungan yang terjadi dengan tanggungjawab produk, proses, dan aktivitas yang menimbulkannya.

Pendapat akuntan intern di perusahaan subjek penelitian terhadap tingkat kepentingan biaya lingkungan (Tabel 3) didasarkan pada kepentingannya untuk kelanjutan operasional perusahaan.Biaya-biaya tersebut merupakan biaya yang tipikal dikeluarkan oleh perusahaan.

Akuntan intern subjek penelitian ini menganggap sangat penting social cost yang menurut spektrum biaya lingkungan gambar 2 (EPA, 1995) memiliki tingkat kesulitan pengukuran paling tinggi, baru kemudian disusul dengan private cost dan conventional cost. Hasil yang tidak berurutan sesuai dengan spektrum biaya lingkungan ini, sementara diduga karena terdapat kesulitan dalam pengukuran aspek-aspek lingkungan dan akuntan tidak memiliki pedoman yang dapat diandalkan dalam memperlakukan biaya-biaya tersebut. Hasil di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusmana (2001).

Penyediaan informasi untuk manajemen sehubungan dengan masalah lingkungan juga perlu dilakukan oleh akuntan intern. Pelaporan akuntansi dan keuangan akan memberikan informasi yang bermanfaat bagi keputusan internal termasuk pihak-pihak eksternal yang berkepentingan terhadap kegiatan perusahaan dalam informasi mengenai kinerja lingkungan dan dampaknya terhadap keuangan. Akuntan intern perlu menganalisis untuk membandingkan biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh maupun analisis terhadap penghematan dan pemborosan yang ditimbulkan serta pengaruhnya terhadap laba perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, melalui pengukuran kinerja lingkungan.

Pentingnya pengukuran kinerja lingkungan untuk manajemen ini, sesuai dengan hasil penelitian yang dipimpin oleh National Association for Environmental Management pada Desember 1995 (GEMI, 1997), yang melakukan penelitian kepada empat puluh satu perusahaan tentang mengapa mereka melakukan pengukuran kinerja lingkungan. Perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pengukuran kinerja lingkungan dengan alasan terbesar karena diperlukan oleh manajemen untuk mengendalikan biaya-biaya yang signifikan. Di Indonesia, dengan semakin aktifnya organisasi-organisasi yang peduli terhadap produk perusahaan dan juga lingkungan – seperti Yayasan dan Lembaga Konsumen Indonesia, WALHI, NGO – maka pada masa-masa mendatang perhatian terhadap masalah ini diharapkan semakin meningkat, baik dari perusahaan, supplier, konsumen, maupun pemerintah sebagai penerbit peraturan yang berlaku.

5.3 Peran Informasi Biaya Lingkungan Dalam Pengambilan Keputusan Manajemen

Timbulnya perhatian masyarakat yang lebih besar terhadap konsekuensi sosial dan lingkungan dari aktivitas perusahaan telah menghasilkan situasi di mana dua faktor secara esensial harus turut pula dipertimbangkan dalam kegiatan perusahaan. Sanksi akan dijatuhkan kepada perusahaan yang dinilai tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen, termasuk menurut undang-undang/peraturan pemerintah. Saat beberapa sanksi yang mahal dijatuhkan, pengaruh ekonomis diharapkan terjadi pada perusahaan yang terpengaruh.

Dalam penelitiannya, Spicer (Jaggi, 1992) menemukan bahwa ada hubungan positif antara variabel ekonomi dan polusi pada tingkat perusahaan. Sedangkan menurut Norren, manajer perusahaan merupakan pihak yang paling etis, mereka akan dimotivasi secara intrinsik untuk memastikan bahwa perusahaan selalu menjaga tanggungjawab sosialnya. Apabila perusahaan melanggar atau mengabaikan tanggungjawab sosialnya,maka biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi (Susilawati, 2001). Manajer perlu memahami bagaimana faktor kualitas, profitabilitas, dan tanggungjawab lingkungan, saling berinteraksi sehingga dapat mengembangkan strategi untuk berkompetisi dimasa depan.

Menurut informan dalam penelitian ini, apa yang mereka nyatakan seperti tercantum pada tabel 4 adalah hal yang ideal yang seharusnya dilakukan. Pada kenyataannya sulit untuk diterapkan karena kendala kesulitan dalam pengukuran aspek lingkungan. Namun karena keputusan tertentu merupakan keharusan bagi perusahaan sehubungan masalah tanggungjawab lingkungan ini, maka walau tanpa pengukuran yang tepat terhadap aspek-aspek lingkungan, maka beberapa hal tetap dijalankan.

Dalam mensosialisasikan akuntansi lingkungan, karena dipandanng sebagai pendukung pembuatan keputusan, maka perusahaan dapat melakukan pendekatan : Activity Based Costing atau Activity Based Management, Total Quality Management atau Total Quality Environmental Management, Business Process Re-Engineering atau Cost Reduction, Cost of Quality Model atau Cost Environmental Quality Model, Design for Environment atau Life Cycle design, Life Cycle Assessment atau Life Cycle Costing.

Informasi biaya lingkungan sebagai hasil dari akuntansi biaya lingkungan, dapat diterapkan pada disain dan proses produk perusahaan. Aspek lingkungan atas disain dan proses produk diarahkan agar produk dapat memenuhi nilai estetika. Untuk itu proses produksi ini melibatkan semua kelompok di perusahaan, baik disainer, ahli kimia, operator, staf keuangan dan akuntansi, maupun kepala produksi sendiri. Disain produk atau proses produksi secara signifikan berpengaruh pada biaya dan kinerja lingkungan. Perusahaan yang mengadopsi program life cycle design akan mempertimbangkan faktor lingkungan ke dalam perhitungan sejak tahap awal.

Dalam kegiatan operasional, keputusan pengelolaan limbah menunjukkan bahwa perusahaan telah menjalankan manajemen ekoefisiensi. Efisiensi perusahaan meningkat sejalan dengan meningkatnya kinerja lingkungan. Perusahaan dapat memperoleh keuntungan ekonomis yang berupa pengurangan material dan biaya pembuangan limbah serta denda yang lebih kecil akibat masalah lingkungan. Perusahaan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas dengan secara simultan mengurangi efek negatif pada lingkungan dan konsumsi sumber daya alam.

Pengambilan keputusan untuk strategi pemenuhan lingkungan, juga memerlukan informasi mengenai biaya-biaya lingkungan. Tujuan utama dari strategi pemenuhan lingkungan bagi perusahaan adalah dalam rangka memenuhi tanggungjawab sosial perusahaan dan membentuk opini masyarakat. Untuk membantu manajemen dalam strategi pemenuhan lingkungan ini diperlukan penyediaan informasi melalui identifikasi aspek lingkungan antara lain dalam bentuk analisis biaya dan keuntungan dari perbaikan lingkungan, serta analisis biaya dan efisiensi program perbaikan lingkungan. Dalam hal investasi, penilaian terhadap investasi yang akan dijalankan perusahaan dapat dilaksanakan dengan melakukan penilaian yang memasukkan unsur-unsur lingkungan yang akan berpengaruh dalam investasi. Dan untuk mengevaluasi biaya dan manfaat program lingkungan, melalui penganggaran modal (capital budgeting). Penganggaran modal merupakan proses perencanaan investasi modal bagi perusahaan, dan merupakan perbandingan antara biaya yang diprediksikan dengan aliran penerimaan dari operasi serta investasi alternatif yang bisa dilakukan.

Evaluasi terhadap investasi modal akan berguna apabila mempertimbangkan biaya lingkungan dan penghematan biaya, yaitu dengan cara : 1) Menginventarisir dan mengukur biaya-biaya lingkungan, 2) Mengalokasikan dan memproyeksikan manfaat dan biaya lingkungan yang terjadi, 3) Menggunakan indikator-indikator keuangan yang tepat, 4) Memprediksikan keuntungan yang mungkin diperoleh perusahaan pada masa mendatang atas program-program lingkungan.

Sedangkan alokasi biaya lingkungan terhadap produk atau proses produksi dapat memberikan motivasi bagi manajer atau tenaga kerjanya untuk menciptakan alternatif pencegahan polusi yang meminimumkan biaya dan mempertinggi profitabilitas. Akun overhead paling sulit untuk dirunut secara fisik dan jelas dengan proses, sistem, produk, atau fasilitas tunggal. Memisahkan biaya lingkungan dari akun overhead tidak hanya membantu manajer untuk mengestimasikan biaya-biaya produksi untuk produk dan proses yang berbeda, tetapi juga membantu manajer menentukan aktivitas pengurangan biaya yang dapat juga  memperbaiki kualitas lingkungan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pengalokasian biaya lingkungan antara lain : 1) Menentukan skala dan jangkauan biaya lingkungan., 2) Mengenali biaya-biaya lingkungan, 3) Mengukur biaya-biaya tersebut, 4) Mengalokasikan biaya lingkungan ke masing-masing proses, produk, sistem, atau fasilitas yang bertanggungjawab.

5.4 Implikasi

Sesuai dengan pendapat Wheelen dan Hunger (2000, 39-40) tanggungjawab terhadap lingkungan sebagaimana pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya dikelompokkan dalam tanggungjawab hukum. Tanggungjawab demikian ditentukan oleh pemerintah dan manajemen diharapkan dapat mematuhi dan taat kepada hukum. Sanksi akan dijatuhkan kepada perusahaan yang dinilai tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen, termasuk menurut undang-undang/peraturan pemerintah, sehingga perusahaan dapat pula terpengaruh secara ekonomis. Pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku, akan berakibat ganti rugi dan perusahaan akan menanggung biaya yang tinggi, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 34 ayat (1).

Memperhatikan wacana akuntansi lingkungan dan sistem manajemen lingkungan, akuntan dimungkinkan memiliki peran yang berarti dalam usaha transparansi laporan lingkungan hidup perusahaan (Cahyono, 2002). Sistem manajemen lingkungan yang merupakan sistem terpadu dalam pengelolaan lingkungan di perusahaan, tidak akan dapat berjalan baik tanpa didukung proses-proses akuntansi. Umumnya peran akuntansi dalam sistem manajemen lingkungan meliputi fungsi-fungsi: pengelolaan biaya lingkungan hidup, evaluasi kinerja perusahaan di bidang lingkungan hidup yang telah diterapkan, dan analisis dampak lingkungan dari aktivitas

Menyadari besarnya kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan, maka dalam pengambilan keputusan operasional, perusahaan-perusahaan bisnis harus mempertimbangkan untuk mengembangkan gagasan yang menerapkan manajemen ekoefisiensi. Manajemen ekoefisiensi ini menekankan upaya untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dengan memperkecil limbah yang dihasilkan melalui proses produksi dan teknologi yang bersih lingkungan. Diharapkan titik berat manajemen bergeser dari menanggulangi limbah setelah dihasilkan ke arah pembangunan teknologi dan proses produksi yang mencegah terjadinya limbah.

6. SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

Tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan dapat diketahui melalui hasil pengukuran atas kinerja lingkungan dengan mengidentifikasi melalui elemen-elemen kunci ISO 14001, yang menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan maupun prosedur tertentu yang diterapkan perusahaan telah memiliki kesesuaian dengan sistem manajemen lingkungan seperti digambarkan dalam ISO 14001. Dari sudut pandang strategis, suatu perusahaan perlu mempertimbangkan tanggungjawab terhadap lingkungan bagi masyarakat dan komunitas bisnisnya. Apabila isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan diterjemahkan ke dalam satuan moneter yang merupakan bahasa bisnis universal, maka kemungkinan besar dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan.

Akuntan intern perusahaan dapat memainkan peranan penting dalam mempertimbangkan informasi lingkungan melalui pengidentifikasian biaya-biaya lingkungan yang penting, melaporkannya sebagai informasi biaya serta mengintegrasikan biaya-biaya ini ke dalam keputusan manajemen. Informasi biaya lingkungan berguna dalam pengambilan keputusan manajemen. Apakah suatu biaya digolongkan sebagai biaya lingkungan, tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa biaya relevan telah mendapat perhatian yang cukup dari pembuat keputusan dalam pengambilan keputusan manajemen untuk pengelolaan perusahaan,  yaitu dalam hal operasional, disain dan proses produk, strategi pemenuhan lingkungan, investasi modal, pengendalian dan alokasi biaya.

Penelitian ini memiliki keterbatasan berikut. Pertama, penelitian ini dilakukan hanya pada tiga perusahaan, dan tidak dapat digeneralisasi pada semua perusahaan. Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan menambah jumlah perusahaan baik berkarakteristik sama maupun berbeda dengan subjek penelitian ini. Kedua, pemahaman mengenai definisi akuntansi lingkungan dan biaya lingkungan masih sangat luas dan terus berkembang, sehingga pendapat key informan terhadap biaya-biaya lingkungan dalam penelitian ini, kemungkinan ambigu.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis Dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Cetakan Pertama. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Cahyono, D. 2002. Peran Akuntan dan Akuntansi dalam Environmental Management System (EMS). Media Akuntansi. Edisi 25 (Mei) : 27-29.

EPA (Environmental Protection Agency). 1995. An Introduction to Environmental Accounting As a Business Management Tool : Key Concepts and Terms. USEPA 742-R-95-001 (June).

Gray, R. 1993. Accounting For The Environment (Greening Accountancy, Part II). London : Paul Chapman Publishing Ltd.

GEMI (Global Environmental Management Initiative). 1997. Business Environmental, Health and Safety (EHS) : Cost Accounting Practices Survey.

____________ March 1996. ISO 14001 Environmental Management System : Self-Assessment Checklist.

____________ 1994. Finding Cost-Effective Pollution Prevention Initiatives : Incorporating Environmental Costs Into Business Decision Making.

Hansen, D. R and M. M. Mowen. 2003. Management Accounting. 6th Edition. SouthWestern. Thomson Learning.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Teori Akuntansi. Edisi Revisi (April). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Jaggi, B. and M. Freedman. 1992. An Examination of The Impact of Pollution Performance on Economic and Market Performance : Pulp and Paper Firm. Journal of Business Finance and Accounting 19 (5) (September) : 697-713.

Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan 17 (September). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Murni, S. 2001. Akuntansi Sosial : Suatu Tinjauan Mengenai Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Externalities Dalam Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Investasi. Vol.2 Nomor 1 : 153-165.

Ranganathan, J. and D. Ditz. 1996. Environmental Accounting : A Tool For Better Management. Management Accounting. (February) : 38-41

Roth, H. P. and C. E. Keller Jr. 1997. Quality, Profits, and The Environment: Diverse Goals or Common Objectives. Is Your Company Lightgreen or Darkgreen. Management Accounting (July) : 51-55.

Rusmana, O. 2001. Akuntansi Lingkungan : Internalisasi Biaya Polusi. Tesis. Program Studi Akuntansi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Senge, S. V. 1993. Accounting for the Environment : An Analysis of Issues. The Ohio CPA Journal (February) : 33-41.

Shields, D. and G. Boer. 1997. Research in Environmental Accounting. Journal of Accounting and Public Policy, 16, 117-123.

Spicer, B. H. 1978. Investor, Corporate Social Performance and Information Disclosure : An Empirical Study. The Accounting Review. Vol.LIII.No.1 (January) : 94-111.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta : PT  Gramedia Widiasarana Indonesia.

Susilawati, C. 2001. Tingkat Kepedulian Tanggungjawab Sosial dan Nilai Perusahaan. Tesis.

Program Studi Akuntansi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Usmansyah. 1989. Telaah Alternatif Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial di Indonesia. Akuntansi. No.10 (Oktober) : 31-44.

Wheelen, T. L and J.D. Hunger. 2000. Strategic Management : Business Policy. 7th Edition. Prentice Hall International, Inc.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?