HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Poligami Dengan Mahram Ghairu Mu’abbad

Poligami Dengan Mahram Ghairu Mu’abbad (Studi Kasus Di Dukuh Banjaran Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga)

ABSTRAK

Poligami adalah sistem perkawinan di mana suami memiliki istri lebih dari satu pada kurun waktu yang sama, sedangkan poligami dengan mahram ghairu mu’abbad dalam penelitian ini adalah perkawinan di mana seorang laki-laki memiliki lebih dari seorang istri yang bersaudara kandung. Tiga kasus perkawinan poligami dengan mahram ghairu mu’abbad telah ditemukan di dukuh Banjaran kelurahan Mangunsari kecamatan Sidomukti kota Salatiga. Penduduk Banjaran mayoritas beragama Islam. Kegiatan keislaman di dukuh tersebut sudah cukup maju, hal itu ditandai dengan ramainya para jama’ah beribadah di dua masjid dan satu mushalla yang ada di sana, selain itu pengajian rutin dan dua madrasah diniyyah yang kegiatannya berjalan baik juga menunjukkan bahwa kajian keislaman secara rutin diadakan. Kesenjangan antara kondisi Banjaran yang agamis di satu sisi dan masih adanya penyimpangan hukum yang terjadi dan berlangsung hingga saat ini di di sisi lain membuat penulis tertarik untuk mencari tahu bagaimana konsep mahram menurut fiqih dan undang-undang, bagaimana poligami dengan mahram ghairu mu’abbad di dukuh Banjaran dapat terjadi, apa sebabnya dan apa dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif, yakni sebuah penelitian di mana peneliti mengumpulkan fakta-fakta dari kasus di lapangan. Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode interpretasi, yakni pengertian mendalam atas data yang berupa fakta-fakta. Untuk dapat memahami data tersebut, penulis menggunakan metode surface structure, yakni memahami fakta berdasarkan apa yang dapat ditangkap oleh indera, dan deep structure, yakni memahami makna tersirat yang terdapat dalam fakta-fakta.

Dari penelitian ini diketahui bahwa hukum fiqih dan hukum positif di Indonesia telah menetapkan aturan yang sama dalam hal mahram. Akan tetapi jika fiqih menggunakan istilah mahram, maka hukum positif menggunakan istilah larangan perkawinan. Mengenai proses perkawinan poligami dengan mahram ghairu mu’abbad di dukuh Banjaran, diketahui bahwa pada kasus pertama perkawinan terjadi secara Islam dan telah di sahkan oleh undang-undang dengan bukti adanya Akta Nikah baik pada perkawinan pertama maupun perkawinan kedua. Pada kasus kedua, perkawinan juga terjadi secara Islam, tetapi pelaku hanya memiliki Akta Nikah untuk perkawinan yang pertama. Pada kasus ketiga, diketahui bahwa pelaku hanya menikah secara sah dengan istri pertama, sedangkan istri kedua tidak diketahui pernah dinikahi atau tidak. Sebab-sebab terjadinya poligami dengan mahram ghairu mu’abbad di dukuh Banjaran antara lain; cinta, dominasi laki-laki dalam rumah tangga, kurangnya pengetahuan agama, ekonomi, kecerobohan petugas KUA dan sesepuh desa, istri pertama tidak sempurna dan istri kedua takut disebut perawan tua. Adapun dampak perkawinan tersebut adalah batalnya ikatan perkawinan dengan istri kedua, terjadinya perzinahan dan pergeseran nilai dalam masyarakat.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan. Tujuan perkawinan ini dapat dicapai apabila aturan-aturan yang berlaku dalam perkawinan ditaati. Oleh sebab itulah, baik Hukum Islam maupun Hukum Positif memuat aturan yang jelas dan sangat mungkin untuk dilaksanakan. Salah satu bentuk perkawinan yang sering menjadi bahan perdebatan sekarang ini adalah perkawinan poligami. Tidak sedikit orang yang salah memahami tentang asal-usul poligami, mereka yang tidak mengerti akan mengatakan bahwa Islamlah yang membawa poligami, padahal kebiasaan poligami sudah ada jauh sebelum Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul dan al-Qur’an diturunkan. Kecenderungan orang-orang -yang tidak memahami sejarah- untuk mengatakan bahwa Islam adalah pembawa poligami karena aturan dalam Hukum Islam membolehkan
poligami dengan syarat tertentu.

Tidak diragukan lagi bahwa poligami adalah salah satu bentuk perilaku masyarakat yang bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah agama. Dalam hal ini Marx mencoba menegaskan hubungan agama dan perilaku masyarakat. Ia berpendapat bahwa gerak dan perilaku masyarakat seringkali terinspirasi dari tuntunan moral keagamaan yang diyakini sebagai kekuatan lain dari luar dirinya. Lebih jauh Marx menganggap inspirasi tersebut merupakan bentuk abstrak dari agama yang illusif. Agama bukan satu-satunya yang mempengaruhi perilaku masyarakat, karena manusia secara pribadi senantiasa mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama sehingga proses interaksi sosial merupakan hubungan saling mempengaruhi.3 Pola interaksi masyarakat di satu tempat dengan tempat lain memiliki perbedaan, sekilas perbedaan tersebut hanya masalah bentuk dan letak dan geografi saja, tetapi bila dilihat secara mendalam pada dasarnya masing-masing memiliki keunikan sehingga perbedaan antara satu tempat dengan tempat lain menjadi komplek, interaksi dalam sebuah komunitas akan menimbulkan perubahan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lain sesuai dengan pola interaksinya, penduduk yang tinggal di perkotaan memiliki pola dan ciri interaksi sendiri, demikian pula penduduk yang tinggal di pedesaan. Dalam hal sosial dan budaya, perubahan pada umumnya terjadi karena bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, adanya inovasi baru, pertentangan atau konflik, revolusi, kejadian alam dan pengaruh kebudayaan lain.

Kota Salatiga adalah sebuah Daerah Tingkat II yang memiliki penduduk beraneka ragam. Keanekaragaman penduduk tersebut menyebabkan munculnya berbagai bentuk fenomena perilaku masyarakat. Salah satu bentuk fenomena perilaku masyarakat yang berkaitan dengan perkawinan adalah poligami dengan istri kedua berstatus sebagai mahram ghairu mu’abbad, yang dapat ditemukan di dukuh Banjaran, kelurahan Mangunsari, kecamatan Sidomukti. Dukuh Banjaran yang terdiri dari dua RW ini terletak tidak jauh dari pusat pemerintahan daerah kota Salatiga, sehingga pola interaksi penduduknya merupakan gabungan antara pola interaksi penduduk kota dan pola interaksi penduduk desa. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat bahwa dalam hal pergaulan penduduk di dukuh Banjaran hanya terbatas pada lingkungan terdekatnya, tetapi jika berhubungan dengan ritual keagamaan dan peristiwa kematian maka yang hadir tidak hanya terbatas pada lingkungan terdekat melainkan dari berbagai penjuru wilayah dukuh tersebut. Selain itu gotongroyong dalam membantu salah satu warga yang sedang mengadakan hajatan juga menunjukkan bahwa pola hidup kekeluargaan masih sangat terasa di dukuh tersebut.

Meskipun tidak seratus persen muslim, adanya dua masjid dan satu Mushalla yang kegiatannya berjalan baik merupakan indikator yang cukup untuk menyebut bahwa penduduk Banjaran tergolong agamis. Selain itu tercatat ada dua Madrasah Diniyyah dengan murid berkisar antara 40-60 santri aktif di tiap-tiap madrasah. Kegiatan baca Yasin bersama dan mendengar ceramah agama setiap Kamis malam, yang sering disebut “yasinan dan pengajian”, telah berjalan sejak 18 tahun lalu dan diikuti oleh tidak kurang dari 50 orang jama’ah setiap pertemuan, artinya penduduk Banjaran sudah sejak lama mendapat penyuluhan keagamaan yang cukup memadai dari ‘Ulama’-‘ulama’ yang tinggal disana. Paling tidak ada tujuh ahli agama Islam yang secara aktif membimbing kegiatan keagamaan di dukuh Banjaran. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan selama bulan Mei 2007 menunjukkan bahwa di dukuh Banjaran, tepatnya di RW 07 terdapat 10 pasangan poligami, dan tiga diantaranya adalah pasangan poligami dengan dua orang isteri yang bersaudara kandung. Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23 telah menyebutkan bahwa mengumpulkan dua bersaudara dalam satu masa merupakan larangan dalam hukum Islam.
Photobucket
“ …bahwa kamu tidak boleh mengumpulkan dua orang saudara, kecuali apa yang telah berlalu…”
Mengumpulkan dua orang bersaudara yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus dalam satu masa. Penulis yang telah mengenal dukuh Banjaran sejak tahun 2004 melihat adanya kesenjangan antara kondisi Banjaran yang agamis di satu sisi dengan kenyataan adanya penyimpangan hukum Islam yang sudah berjalan sejak lama tetapi dibiarkan begitu saja di sisi lain. Banyaknya ahli agama Islam di dukuh Banjaran ternyata yang juga tidak mampu memperbaiki penyimpangan berupa poligami dengan mahram ghairu mu’abbad di dukuh Banjaran membuat penulis tertarik untuk mencari tahu bagaimana proses terjadinya perkawinan itu? Mengapa bisa terjadi dan apa dampak yang ditimbulkan oleh adanya perkawinan tersebut, baik bagi pelaku maupun penduduk di sekitarnya?
B. Penegasan Istilah
1. Poligami
Poligami adalah suatu sistem perkawinan dimana pihak laki-laki mengawini lebih dari satu perempuan dalam satu kurun waktu.
2. Mahram Ghairu Mu’abbad
Mahram/mahramah adalah orang yang haram dinikahi karena hubungan nasab, perkawinan atau sesusuan. Sedangkan muhrim dipergunakan untuk menyebut pihak-pihak yang dianggap mampu menjaga seorang perempuan ketika menjalankan ibadah haji. Di Indonesia, istilah muhrim juga lazim digunakan untuk menggantikan istilah mahram/mahramah dengan pengertian yang sama. Mahram ghairu mu’abbad merupakan istilah fiqih untuk orang-orang yang haram dinikahi oleh laki-laki untuk sementara waktu karena adanya sebab tertentu. Mahram ghairu mu’abbad antara lain adalah saudara perempuan (kandung) istri, bibi istri dari pihak ayah dan dari pihak ibu, perempuan yang sedang iddah, perempuan yang masih dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, perempuan yang ditalak tiga sebelum ada penyela (bagi laki-laki yang mentalak) juga termasuk perempuan yang haram dinikahi. Dalam penelitian ini mahram ghairu mu’abbad yang dimaksud adalah perempuan yang menurut hukum Islam haram dinikahi untuk sementara oleh laki-laki yang telah memperistri saudara kandung wanita tersebut.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?